Uploaded by Dicky Noorfuadi R

Chapter

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir
yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.11 Kadang-kadang
suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir,
tetapi baru ditemukan beberapa saat setelah kelahiran bayi. Selain itu, pengertian lain
tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk
berbagai gangguan tumbuh-kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis,
intelektual dan kepribadian.9
2.2. Embriogenesis11
Embriogenesis adalah proses pembentukan organ dari tahap embrio sampai
menjadi organ yang dapat berfungsi. Embriogenesis normal merupakan proses yang
sangat kompleks. Perkembangan pranatal terdiri dari 3 tahap yaitu:
2.2.1.
Tahap
implantasi
(implantation
stage),
dimulai
pada
saat
fertilisasi/pembuahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan.
2.2.2.
Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampai minggu
ketujuh kehamilan:
a. Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.
b. Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung
saraf (neural tube) dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagianbagian otak.
Universitas Sumatera Utara
c. Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui
sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum
terbentuk sempurna.
d. Terlihat primordial dari struktur wajah dan ekstremitas.
2.2.3.
Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada
tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam
ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal dan muskulus.
Seluruh proses perkembangan normal terjadi dengan urutan yang spesifik,
khas untuk setiap jaringan atau struktur dan waktunya mungkin sangat singkat. Oleh
sebab itu meskipun terjadinya perlambatan proses diferensiasi sangat singkat, dapat
menyebabkan pembentukan yang abnormal tidak hanya pada struktur tertentu, tetapi
juga pada berbagai jaringan di sekitarnya. Sekali sebuah struktur sudah selesai
terbentuk pada titik tertentu, maka proses itu tidak dapat mundur kembali meskipun
struktur tersebut dapat saja mengalami penyimpangan, dirusak atau dihancurkan oleh
tekanan mekanik atau infeksi.
2.3. Embriogenesis Abnormal
Setiap proses yang mengganggu embrio dapat menyebabkan gangguan
bentuk atau kematian. Setiap proses yang menggangu janin dapat berakibat
pertumbuhan organ yang salah misalnya otak, jantung atau seluruh janin.18
Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat
menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan
Universitas Sumatera Utara
yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme
perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi
dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan. Diperkirakan 15% dari
seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini.
Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi
struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun telinga
yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi jaringan yang
matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti hemangioma atau
kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel dapat menyebabkan
beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan penyimpangan imigrasi sel dapat
menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit.
Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan,
antara lain sindaktili dan atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan
menyebabkan celah bibir dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu
perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas
teratogen berlangsung selama tahap embrio.11
2.4. Patofisiologi
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
2.4.1. Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal
Universitas Sumatera Utara
dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga
menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh
malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek
penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung.9,19
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor.
Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan
menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup.
Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang
serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak,
jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan
kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada
kulit (dimple), ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor.11
2.4.2. Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal
bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal
terjadi, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini
dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain
seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus,
kehamilan kembar.11,20
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang
disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini
biasanya terjadi sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya
disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia,
perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut
pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk
ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka. 11,20
2.4.4. Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah
displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat
fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh.
Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel,
biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar
disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik,
efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis
terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun
waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung
lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus
menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.11
Universitas Sumatera Utara
2.5. Beberapa Macam Pengelompokkan Kelainan Kongenital
2.5.1. Menurut European Registration of Congenital Anomalies (2010)
Kelainan kongenital dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang dapat
dilihat pada halaman lampiran.21
2.5.2. Menurut Gejala Klinis11
Kelainan kongenital dikelompokkan berdasarkan hal-hal berikut:
a.
Kelainan tunggal (single-system defects)
Porsi terbesar dari kelainan kongenital terdiri dari kelainan yang hanya mengenai
satu regio dari satu organ (isolated). Contoh kelainan ini yang juga merupakan
kelainan kongenital yang tersering adalah celah bibir, club foot, stenosis pilorus,
dislokasi sendi panggul kongenital dan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar
kelainan pada kelompok ini penyebabnya adalah multifaktorial.
b.
Asosiasi (Association)
Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-sama.
Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinik
antara satu kasus dengan kasus yang lain. Sebagai contoh “Asosiasi VACTERL”
(vertebral anomalies, anal atresia, cardiac malformation, tracheoesophageal
fistula, renal anomalies, limbs defects). Sebagian besar anak dengan diagnosis ini
tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai
variasi dari kelainan di atas.
c.
Sekuensial (Sequences)
Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan utamanya
diketahui. Sebagai contoh, pada “Potter Sequence” kelainan utamanya adalah
Universitas Sumatera Utara
aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion
setelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan
intrauterine dan akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan
kontraktur pada sendi serta menekan wajah (Potter Facies). Oligoamnion juga
berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh sebab
itu bayi baru lahir dengan “Potter Sequence” biasanya lebih banyak meninggal
karena distress respirasi dibandingkan karena gagal ginjal.
d.
Kompleks (Complexes)
Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian
utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan
pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal
embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat
perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler.
Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal,
dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh
pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total
dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang
sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan
mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari
kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia,
Poland Anomaly, dan Moebius Syndrome.
Universitas Sumatera Utara
e.
Sindrom
Kelainan kongenital dapat timbul secara tunggal (single), atau dalam kombinasi
tertentu. Bila kombinasi tertentu dari berbagai kelainan ini terjadi berulang-ulang
dalam pola yang tetap, pola ini disebut dengan sindrom. Istilah “syndrome”
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “berjalan bersama”. Pada pengertian
yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label
yang tepat. Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan
dengan
nama
yang
lebih
pasti,
seperti
“Hurler
syndrome”
menjadi
“Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh
beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan.
Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom dan hampir 100 diantaranya
merupakan kelainan kongenital kromosom. Sedangkan 50% kelainan kongenital
multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu.
2.5.3. Menurut Berat Ringannya11
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a.
Kelainan mayor
Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi
mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya.
b.
Kelainan minor
Kelainan minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis.
2.5.4. Menurut Kemungkinan Hidup Bayi2
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a.
Kelainan kongenital yang tidak mungkin hidup, misalnya anensefalus.
Universitas Sumatera Utara
b.
Kelainan kongenital yang mungkin hidup, misalnya sindrom down, spina bifida,
meningomielokel, fokomelia, hidrosefalus, labiopalastokisis, kelainan jantung
bawaan, penyempitan saluran cerna, dan atresia ani.
2.5.5. Menurut Bentuk/Morfologi2
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a.
Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ tubuh, dimana tidak
terbentuknya organ atau sebagian organ saja yang terbentuk, seperti anensefalus,
atau terbentuk tapi ukurannya lebih kecil dari normal, seperti mikrosefali.
b.
Gangguan penyatuan/fusi jaringan tubuh, seperti labiopalatoskisis, spina bifida
c.
Gangguan migrasi alat, misalnya malrotasi usus, testis tidak turun.
d.
Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya pada atresia ani atau vagina
e.
Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya hipospadia, atresia esofagus
2.5.6. Menurut Tindakan Bedah yang Harus Dilakukan9
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a.
Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan tindakan
harus dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital tersebut dapat
mengancam jiwa bayi.
b.
Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan, pada kasus
ini tindakan dilakukan secara elektif.
2.6. Beberapa Kelainan Kongenital yang Dapat Dijumpai di Klinik
2.6.1.
Spina Bifida
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada
tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
Universitas Sumatera Utara
menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini biasanya disertai kelainan di
daerah lain, misalnya hidrosefalus, atau gangguan fungsional yang merupakan akibat
langsung spina bifida sendiri, yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan
gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang pada tungkai bawah serta gangguan
fungsi otot sfingter.2,9
Gambar 2.1. Spina Bifida22
2.6.2.
Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan Langit-langit)
Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit
yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan
atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung
bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik.
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi
potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.6,23
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Labiopalatoskisis24
2.6.3.
Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi
LCS (hidrisefalus komunikans) atau diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui
ventrikel dan masuk ke dalam rongga subaraknoid (hidrosefalus non komunikans).
Hidrosefalus dapat timbul sebagai hidrosefalus kongenital atau hidrosefalus yang
terjadi postnatal. Secara klinis, hidrosefalus kongenital dapat terlihat sebagai
pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat sebagai ukuran kepala
normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan pertama setelah lahir. Peninggian
tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah, kehilangan nafsu makan,
gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan bola mata, hipertonia ekstrimitas
bawah, dan hiperefleksia. Etiologi hidrosefalus kongenital dapat bersifat heterogen.
Pada dasarnya meliputi produksi cairan serebrospinal di pleksus korioidalis yang
Universitas Sumatera Utara
berlebih, gangguan absorpsi di vilus araknoidalis, dan obsruksi pada sirkulasi cairan
serebrospinal. 2,9,25
Gambar 2.3. Hidrosefalus26
2.6.4.
Anensefalus
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak
dan otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang
terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan
pembentuk otak. Salah satu gejala janin yang dikandung mengalami anensefalus jika
ibu hamil mengalami polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak).
Prognosis untuk kehamilan dengan anensefalus sangat sedikit. Jika bayi lahir hidup,
maka biasanya akan mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir.27
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Anensefalus28
2.6.5.
Omfalokel
Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar
dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel
terjadi akibat hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal
di daerah umbilicus yang terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan
janin. Terkadang kelainan ini bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain,
misalnya sindrom down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas
usus saja sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau limpa.9
Gambar 2.5. Omfalokel29
Universitas Sumatera Utara
2.6.6.
Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan
subkutis menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus abdominis
ditemukan adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang
memerlukan tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm.
Hernia umbilikalis yang kecil tidak memerlukan penatalaksanaan khusus, umumnya
akan menutup sendiri dalam beberapa bulan sampai 3 tahun.9
Gambar 2.6. Hernia Umbilikalis30
2.6.7.
Atresia Esofagus
Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya
dengan organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital
atresia esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini
yang terbanyak dijumpai (lebih kurang 80%) adalah atresia atau penyumbatan bagian
proksimal esofagus sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea sebagai
Universitas Sumatera Utara
fistula trakeo-esofagus. Secara klinis, pada kelainan ini tampak air ludah terkumpul
dan terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi
sesak napas, batuk, muntah, dan biru.9
Gambar 2.7. Atresia Esofagus31
2.6.8.
Atresia dan Stenosis Duodenum
Pada kehidupan janin, duodenum masih bersifat solid, perkembangan
selanjutnya berupa vakuolisasi secara progresif sehingga terbentuklah lumen.
Gangguan pertumbuhan inilah yang menyebabkan terjadinya atresia atau stenosis
duodenum sering kali diikuti kelainan pankreas anularis. Pada pemeriksaan fisis
tampak dinding perut yang memberi kesan skafoid karena tidak adanya gas atau
cairan yang masuk ke dalam usus dan kolon.9
Gambar 2.8. Atresia Duodenum32
Universitas Sumatera Utara
2.6.9.
Atresia dan Stenosis Jejunum/ileum
Jenis kelainan kongenital ini merupakan salah satu obstruksi usus yang
sering dijumpai pada bayi baru lahir. Angka kejadian berkisar 1 per 1.500-2.000
kelahiran hidup. Patofisiologi atresia usus halus diduga terjadi sejak kehidupan
intrauterine sebagai volvulus, kelainan vaskular mesenterika, dan intususepsi
intrauterine. Sisa kejadian inilah yang kemudian menyebabkan nekrosis usus halus
yang masih steril menjadi atresia atau stenosis.9
2.6.10. Obstruksi pada Usus Besar
Salah satu obstruksi pada usus besar yang agak sering dijumpai adalah
gangguan fungsional pada otot usus besar yang dikenal sebagai Hirschsprung
Disease dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon.
Umumnya kelainan ini baru diketahui setelah bayi berumur beberapa hari atau bulan.9
2.6.11. Atresia Ani
Patofisiologi kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan
kompleks pertumbuhan septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan struktur
ectoderm dalam pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian bawah. Secara
klinis letak sumbatan dapat tinggi, yaitu di atas muskulus levator ani, atau letak
rendah di bawah otot tersebut. Pada bayi perempuan umumnya (90%) ditemukan
adanya fistula yang menghubungkan usus dengan perineum atau vagina, sedangkan
pada bayi laki-laki umumnya fistula tersebut menghubungkan bagian ujung kolon
yang buntu dengan traktus urinarius. Bila anus imperforata tidak disertai adanya
fistula, maka tidak ada jalan ke luar untuk udara dan mekonium, sehingga perlu
segera dilakukan tindakan bedah. 2,9
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9. Atresia Ani33
2.6.12. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Penyakit jantung bawaan ada beraneka ragam. Pada bayi yang lahir dengan
kelainan ini, 80% meninggal dunia dalam tahun pertama, diantaranya 1/3 meninggal
pada minggu pertama dan separuhnya dalam 1-2 bulan. Sebab PJB dapat bersifat
eksogen atau endogen. Faktor eksogen terjadi akibat adanya infeksi, pengaruh obat,
pengaruh radiasi, dan sebagainya. Pada periode organogenesis, faktor eksogen sangat
besar pengaruhnya terhadap diferensiasi jantung karena diferensiasi lengkap susunan
jantung terjadi sekitar kehamilan bulan kedua. Sebagai faktor endogen dapat
dikemukakan pengaruh faktor genetik, namun peranannya terhadap kejadian penyakit
PJB kecil. Dalam satu keturunan tidak selalu ditemukan adanya PJB. 2,9
Universitas Sumatera Utara
2.7. Diagnosis11
Dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan,
antara lain:
2.7.1.
Penelaahan Prenatal
Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus,
varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat antiepilepsi, kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta radiasi.
2.7.2.
Riwayat Persalinan
Posisi anak dalam rahim, cara lahir, lahir mati, abortus, status kesehatan
neonatus.
2.7.3.
Riwayat Keluarga
Adanya kelainan kongenital yang sama, kelainan kongenital yang lainnya,
kematian bayi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi
mental.
2.7.4.
Pemeriksaan Fisik
Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun
minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai
kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan
puluh lima persen disertai dengan kelainan mayor.
2.7.5.
Pemeriksaan Penunjang
Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ
dalam, ekokardiografi, radiografi, serta serologi TORCH. Pemeriksaan yang
teliti terhadap pemeriksaan fisis dan riwayat ibu serta keluarga kemudian
Universitas Sumatera Utara
ditunjang dengan melakukan pemotretan terhadap bayi dengan kelainan
konenital adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan
pemeriksaan penunjang laboratorium.
2.8. Epidemiologi
2.8.1.
Distribusi Frekuensi
Penelitian Parmar, dkk (2010) di Entebbe, Uganda menunjukkan proporsi
kelainan kongenital lebih tinggi pada anak laki-laki (8%; 99 dari 1.224) daripada anak
perempuan (7%; 81 dari 1.141), akan tetapi tidak ada perbedaan secara signifikan (p
= 0,4).6 Di Urmia, Iran (2008), kejadian kelainan kongenital lebih tinggi pada
perempuan (1,99%; 139 dari 6.979) dibandingkan laki-laki bayi baru lahir (1,68%;
120 dari 7.137), namun perbedaan itu tidak signifikan secara statistik (p = 0,65).34 Di
Sir T Hospital, Gujarat (Januari 2006 – Juni 2007) menunjukkan kejadian kongenital
secara signifikan lebih tinggi (6,1%) pada ibu yang berusia >30 tahun dibandingkan
dengan kelompok usia muda.35
Penelitian Prabawa (1998) di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan
bahwa sebanyak 101 kasus (65%) berjenis kelamin laki-laki dan 54 kasus (35%)
berjenis kelamin perempuan. Jika dibandingkan dengan jumlah persalinan, tampak
kejadian terbanyak pada ibu dalam kelompok umur >35 tahun yaitu sebanyak 64
kasus dari 2.871 persalinan (2,23%).36 Di RSIA Sri Ratu Medan (2009), dari 20 bayi
dengan kelainan kongenital, persentase laki-laki (60%) lebih besar daripada
perempuan (40%).17
Universitas Sumatera Utara
Lebih dari 90% dari semua bayi dengan kelainan kongenital serius
dilahirkan di negara-negara berkembang.6 Dari survei perinatal, hampir semua negara
maju memiliki angka kematian perinatal sebesar lebih dari 1% dan sekitar 25% dari
jumlah ini meninggal sebagai akibat langsung dari suatu malformasi berat.37
2.8.2.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Kelainan Kongenital2,9
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor yang
diduga dapat memengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
a.
Kelainan Genetik dan Kromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang sebagai
unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan
kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah
selanjutnya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah
dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal
serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh
kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindrom Down (mongolisme),
kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
Universitas Sumatera Utara
b. Mekanik
Tekanan
mekanik
pada
janin
selama
kehidupan
intrauterin
dapat
menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ
tersebut.
Faktor predisposisi
dalam pertumbuhan organ itu sendiri
akan
mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ
tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes
equinus dan talipes equinovarus (club foot).
c.
Infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya
infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat
menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya
abortus. Sebagai contoh infeksi virus ialah :9,11
c.1. Infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi
Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata
sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan
ditemukannya kelainan jantung bawaan.
c.2. Infeksi virus sitomegalovirus (bulan ketiga atau keempat), kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada
sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, retardasi mental, mikrosefalus, atau
mikroftalmia pada 5-10%.
Universitas Sumatera Utara
c.3. Infeksi virus toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin
dijumpai ialah hidrosefalus, retardasi mental, korioretinitis, mikrosefalus, atau
mikroftalmia. Ibu yang menderita infeksi toksoplasmosis berisiko 12% pada usia
kehamilan 6-17 minggu dan 60% pada usia kehamilan 17-18 minggu.
c.4. Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada bayinya
sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, bisa menyebabkan
kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau pendengaran serta
kematian bayi.
c.5. Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan
terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan
kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari normal,
kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.
d. Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan
terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum
wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya
dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum
banyak diketahui secara pasti.
Universitas Sumatera Utara
e.
Faktor Ibu
e.1. Umur
Usia ibu yang makin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan
risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Contohnya yaitu bayi
sindrom down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang mendekati masa menopause. Beberapa faktor ibu yang dapat menyebabkan
deformasi adalah primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti
uterus bikornus, dan kehamilan kembar.
e.2. Ras/Etnis
Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai
ras dan etnis, misalnya celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit
bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar
daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam.38 Di Indonesia, beberapa suku
ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat (sedarah) seperti suku
Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban dapat disebut
sebagai perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan incest membawa
akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar kemungkinan
anak cacat.39
e.3. Agama
Agama berkaitan secara tidak langsung dengan kejadian kelainan kongenital.
Beberapa agama menerapkan pola hidup vegetarian seperti agama Hindu,
Buddha, dan Kristen Advent. Pada saat hamil, ibu harus memenuhi kebutuhan
nutrisi untuk pertumbuhan janinnya.40 Ibu yang vegetarian selama kehamilan
Universitas Sumatera Utara
memiliki risiko lima kali yang lebih besar melahirkan anak laki-laki dengan
hipospadia atau kelainan pada penis.41 Penelitian yang dilakukan di Irlandia
menemukan bahwa wanita dengan tingkat vitamin B12 (dapat ditemukan dalam
daging, telur, dan susu) yang rendah ketika hamil berisiko lebih besar untuk
memiliki anak dengan cacat tabung saraf. Wanita yang mungkin menjadi hamil
atau yang sedang hamil disarankan untuk mengonsumsi suplemen asam folat.42
e.4. Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu berkaitan secara tidak langsung dengan kelainan
kongenital. Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi
dan kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal
menyebabkan angka kematian perinatal meningkat. Pendidikan ibu yang rendah
menyulitkan berlangsungnya suatu penyuluhan kesehatan terhadap ibu karena
mereka kurang menyadari pentingnya informasi-informasi tentang kesehatan ibu
hamil.43
e.5. Pekerjaan
Masyarakat dengan derajat sosio ekonomi akan menunjukkan tingkat
kesejahteraannya dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima
pelayanan kesehatan. Pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan
keadaan sosio ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dapat
dilihat kemampuan mereka terutama dalam menemukan makanan bergizi.
Khususnya pada ibu hamil,pemenuhan pangan yang bergizi berpengaruh
terhadap perkembangan kehamilannya. Kekurangan gizi saat hamil berdampak
kurang baik pada ibu maupun bayi yang dikandung, pada ibu dapat terjadi
Universitas Sumatera Utara
anemia, keguguran, perdarahan saat dan sesudah hamil, infeksi, persalinan
macet, sedang pada bayi dapat menyebabkan terjadi berat badan lahir rendah
bahkan kelainan bawaan lahir.44
f.
Faktor Mediko Obstetrik
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada faktor mediko obstetrik adalah umur
kehamilan, riwayat komplikasi, dan riwayat kehamilan terdahulu, dimana hal ini akan
memberi gambaran atau prognosa pada kehamilan pada kehamilan berikutnya.
f.1. Umur Kehamilan
Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid
yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:
f.1.1. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan
28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara
1.000-2.500 gram.
f.1.2. Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan
37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
f.1.3. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu
atau lebih dari waktu partus cukup bulan.
Penelitian Prabawa (1998) menunjukkan bahwa sekitar 26,5% bayi kelainan
kongenital lahir pada umur kehamilan < 36 minggu (kurang bulan).36
f.2. Riwayat Kehamilan Terdahulu
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah persalinan prematur,
perdarahan, abortus, lahir mati, preeklampsia, eklampsia, dan lain-lain.45 Dengan
memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat kehamilan ibu pada masa
Universitas Sumatera Utara
lalu diharapkan risiko kehamilan yang dapat memperberat keadaan ibu dan janin
dapat diatasi dengan pengawasan obstetrik yang baik.
f.3. Riwayat Komplikasi
Risiko terjadinya kelainan kongenital terjadi pada bayi dengan ibu penderita
diabetes melitus adalah 6% sampai 12%, yang empat kali lebih sering daripada
bayi dengan ibu yang bukan penderita diabetes melitus. Keturunan dari ibu
dengan insulin-dependent diabetes mellitus mempunyai risiko 5-15% untuk
menderita kelainan kongenital terutama PJB, defek tabung saraf (neural tube
defect) dan agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat sekitar 6%
untuk timbulnya celah bibir dan PJB dari ibu penderita epilepsi.2,9,11,46
g.
Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian
kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita
diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar
bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
h. Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang
tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali
dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.
Universitas Sumatera Utara
i.
Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan
dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikanpenyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi
yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi
protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan
kejadian & kelainan kongenital.
j.
Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenital tidak
diketahui.
2.9. Pencegahan
2.9.1.
Pencegahan Primer
Upaya pencegahan primer dilakukan untuk mencegah ibu hamil agar tidak
mengalami kelahiran bayi dengan kelainan kongenital, yaitu dengan :
a.
Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia lebih dari 35 tahun agar
tidak berisiko melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.47
b.
Mengonsumsi asam folat yang cukup bila akan hamil. Kekurangan asam folat
pada seorang wanita harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum wanita tersebut
Universitas Sumatera Utara
hamil, karena kelainan seperti spina bifida terjadi sangat dini. Maka kepada
wanita yang hamil agar rajin memeriksakan kehamilannya pada trimester
pertama dan dianjurkan kepada wanita yang berencana hamil untuk
mengonsumsi asam folat sebanyak 400mcg/hari. Kebutuhan asam folat pada
wanita hamil adalah 1 mg/hari. Asam folat banyak terdapat dalam sayuran hijau
daun, seperti bayam, brokoli, buah alpukat, pisang, jeruk, berry, telur, ragi, serta
aneka makanan lain yang diperkaya asam folat seperti nasi, pasta, kedelai,
sereal.2
c.
Perawatan Antenatal (Antenatal Care)47
Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada setiap
kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang
lazim berlaku. Tujuan dilakukannya antenatal care adalah untuk mengetahui
data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi intrauterin sehingga dapat
dicapai kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan, puerperium dan
laktasi serta mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai pemeliharaan
bayinya. Perawatan antenatal juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah yang sangat rentan terkena
penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan dapat dideteksi
kelainan kongenital. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4
kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:
c.1. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.
c.2. Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.
Universitas Sumatera Utara
c.3. Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24 minggu
d.
Menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan, dan alkohol karena dapat
menyebabkan kelainan kongenital seperti atresia ani, celah bibir dan langitlangit.
2.9.2. Pencegahan Sekunder
a.
Diagnosis
Diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan dengan cara:
a.1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara dini
beberapa
kelainan
kehamilan/pertumbuhan
janin,
kehamilan
ganda,
molahidatidosa, dan sebagainya.48 Beberapa contoh kelainan kongenital
yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan non invasive (ultrasonografi) pada
midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan atau tanpa spina bifida,
defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung bawaan yang besar,
penyempitan sistem gastrointestinal (misalnya atresia duodenum yang
memberi gambaran gelembung ganda), kelainan sistem genitourinaria
(misalnya kista ginjal), kelainan pada paru sebagai kista paru, polidaktili,
celah bibir, mikrosefali, dan ensefalokel.9,49
a.2. Pemeriksaan cairan amnion (amnionsentesis)2,9,50
Amnionsentesis dilakukan pada usia kehamilan 15-19 minggu dengan
aspirasi per-abdomen dengan tuntunan USG. Dari cairan amnion tersebut
dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut antara lain pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-feto-protein terhadap defek tuba neural
(anensefali, mengingomielokel), pemeriksaan terhadap beberapa gangguan
metabolic (galaktosemia, fenilketonurua), dan pemeriksaan lainnya.
a.3. Pemeriksaan Alfa feto protein maternal serum (MSAFP).
Apabila serum ini meningkat maka pada janin dapat diketahui mengalami
defek tuba neural, spina bifida, hidrosefalus, dan lain-lain. Apabila serum ini
menurun maka dapat ditemukan pada sindrom down dan beberapa kelainan
kromosom.2
a.4. Biopsi korion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan kromosom pada janin,
kelainan metabolik, kelainan genetik dapat dideteksi dengan analisis DNA,
misalnya talasemia dan hiperplasia adrenal kongenital.2
a.5. Fetoskopi/kordosentesis
Untuk mengenal kelainan kongenital setelah lahir, maka bayi yang baru lahir
perlu diperiksa bagian-bagian tubuh bayi tersebut, yaitu bentuk muka bayi,
besar dan bentuk kepala, bentuk daun telinga, mulut, jari-jari, kelamin, serta
anus bayi.2
b. Pengobatan
Pada umumnya penanganan kelainan kongenital pada suatu organ tubuh
umumnya memerlukan tindakan bedah. Beberapa contoh kelainan kongenital yang
memerlukan tindakan bedah adalah hernia, celah bibir dan langit-langit, atresia ani,
spina bifida, hidrosefalus, dan lainnya. Pada kasus hidrosefalus, tindakan non bedah
yang dilakukan adalah dengan pemberian obat-obatan yang dapat mengurangi
Universitas Sumatera Utara
produksi cairan serebrospinal. Penanganan PJB dapat dilakukan dengan tindakan
bedah atau obat-obatan, bergantung pada jenis, berat, dan derajat kelainan.2
2.9.3. Pencegahan Tersier2
Upaya pencegahan tersier dilakukan untuk mengurangi komplikasi penting
pada pengobatan dan rehabilitasi, membuat penderita cocok dengan situasi yang tak
dapat disembuhkan. Pada kejadian kelainan kongenital pencegahan tersier bergantung
pada jenis kelainan. Misalnya pada penderita sindrom down, pada saat bayi baru lahir
apabila diketahui adanya kelemahan otot, bisa dilakukan latihan otot yang akan
membantu mempercepat kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi ini
nantinya bisa dilatih dan dididik menjadi manusia yang mandiri untuk bisa
melakukan semua keperluan pribadinya.
Banyak orang tua yang syok dan bingung pada saat mengetahui bayinya
lahir dengan kelainan. Memiliki bayi yang baru lahir dengan kelainan adalah masamasa yang sangat sulit bagi para orang tua. Selain stres, orang tua harus
menyesuaikan dirinya dengan cara-cara khusus. Untuk membantu orang tua
mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan suatu tim tenaga kesehatan yang dapat
mengevaluasi dan melakukan penatalaksanaan rencana perawatan bayi dan anak
sesuai dengan kelainannya.
Universitas Sumatera Utara
Download