i PENGARUH DOKUMENTASI TIMBANG TERIMA PASIEN DENGAN METODE SITUATION BACKGROUND ASSESSMENT RECOMENDATION (SBAR) TERHADAP INSIDEN KESELAMATAN PASIEN DI RUANG MEDIKAL BEDAH RS. PANTI WALUYO SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh: Farida Marjani NIM. ST 13034 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 ii iii SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Farida Marjani NIM : ST – 13034 Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik ( Sarjana ), baik di STIKES Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain. 2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji. 3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang dberlaku di perguruan tinggi ini. Surakarta. 5 Januari 2015 Yang membuat pernyataan, Farida Marjani NIM ST 13034 iv KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah, karena berkat KasihNya, saya dapat menyelesaikan tugas penelitian. Penulisan tugas penelitian ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan di Stikes Kusuma Husada Surakarta. Saya menyadari, bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan materi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Allah, yang telah memberi kekuatan dan memelihara dalam kehidupan saya. 2. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 4. Happy Indri Hapsari, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku dosen pembimbing I yang di tengah – tengah kesibukannya selalu siap membantu tenaga, waktu dan pikiran dalam proses penyusunan tugas penelitian ini, saya percaya Tuhan akan semakin tambahkan berkat dalam segala hal pada ibu dan keluarga. 5. Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku dosen pembimbing II yang juga membantu dalam proses penyusunan dan mengarahkan saya sampai saya dapat menyelesaikan tugas penelitian ini, kiranya Tuhan selalu memberkati ibu dalam segala hal. 6. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen Penguji. v 7. Bambang Kamiwarno, S.Kep, selaku Kepala Bidang Keperawatan RS. Panti Waluyo yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan selama proses pendidikan. 8. Pimpinan RS dan staff yang telah memberikan ijin dan kesempatan bagi saya untuk melakukan penelitian ini. 9. Rekan – rekan perawat di ruang Medikal Bedah yang telah berkenan menjadi responden dalam penelitian saya. 10. Untuk keluarga , suami dan 3 anak saya yang selalu mensuport setiap waktu selama dalam proses pendidikan. Tentunya penelitian ini tidak lepas dari kesalahan atau kekurangan, baik secara konteks maupun konten, sehingga peneliti memohon maaf sebesar-besarnya dan membuka diri untuk saran dan kritik untuk penelitian ini. Peneliti juga berharap akan ada penelitian sejenis dan lebih baik dari penelitian ini untuk mengembangkan keilmuwan mengenai keselamatan pasien di Indonesia. Akhir kata, saya berharap Allah berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi perkembangan ilmu, khususnya di bidang Keperawatan. Surakarta, 10 Januari 2015 Penulis vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN...................................................................... ii SURAT PERNYATAAN .......................................................................... iii KATA PENGANTAR ............................................................................... iv DAFTAR ISI ............................................................................................. vi DAFTAR TABEL ...................... .............................................................. viii DAFTAR GAMBAR................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. x ABSTRAK .................................................................................................. xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 7 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Definisi Metode SBAR ...................................... ........... 10 2.1.2 Timbang terima pasien ..................................................... 11 2.1.3 Keselamatan Pasien Rumah Sakit .................................. 16 2.1.4 Insiden Keselamatan Pasien............................................ 26 2.2 Keaslian Penelitian ..................................................................... 28 2.3 Kerangka Teori ........................................................................... 30 vii 2.4 Kerangka Konsep ........................................................................ 30 2.5 Hipotesis ...................................................................................... 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian.................................................... 32 3.2 Populasi dan Sampel..................................................................... 33 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... 34 3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran............... 34 3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data............................... 36 3.6 Tehnik Pengolahan dan Analisa Data......................................... 38 3.7 Etika Penelitian............................................................................ 39 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Analisa Univariat ........................................................................ 40 4.2 Analisa Bivariat .......................................................................... 41 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Insiden Keselamatan Pasien sebelum pemakaian Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan Metode SBAR ...................................... 42 5.2 Insiden Keselamatan Pasien setelah pemakaian Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan Metode SBAR ...................................... 43 5.3 Beda IKP sebelum dan sesudah pemakaian Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan Metode SBAR .................................................... 44 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ................................................................................. 46 6.2 Saran ........................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 49 viii DAFTAR TABEL Daftar Tabel Halaman Tabel 2.1 Tabel Hasil Keaslian Penelitian ..................... 29 Tabel 3.1 Definisi Operasional .................................................. 35 Tabel 4.1 Tabel Gambaran Insiden Keselamatan Pasien sebelum pemakaian Dokumentasi Timbang terima secara SBAR ................. Tabel 4.2 40 Tabel Gambaran Insiden Keselamatan Pasien Sesudah PemakaianDokumentasi Timbang Terima Pasien Secara SBAR ...................................................................... Tabel 4.3 40 Tabel beda Gambaran Insiden Keselamatan Pasien sebelum dan sesudah dilakukan Intervensi ............................. 41 ix DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Skema Timbang Terima Pasien ............................................ 15 Gambar 2.2 Kerangka Teori ..................................................................... 30 Gambar 2.3 Kerangka Konsep .................................................................. 30 Gambar 3.1 Rancangan Penelitian ............................................................ 32 x DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran Keterangan 1. Surat Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian. 2. Surat balasan Studi Pendahuluan 3. Permohonan Ijin Penelitian 4. Surat balasan Ijin Penelitian 5. Surat Permohonan Menjadi Responden 6. Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden 7. Checklist Dokumentasi Timbang Terima Pasien secara SBAR 8. Checklist Monitor Pelaksanaan Dokumentasi Timbang Terima Pasien sebelum memakai Dokumentasi SBAR. 9. Checklist Monitor Pelaksanaan Dokumentasi Timbang Terima Pasien sesudah intervensi, memakai Dokumentasi SBAR. 10. Lembar Konsultasi. 11. Jadwal Penelitian 12. Hasil Uji xi PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Farida Marjani PENGARUH DOKUMENTASI TIMBANG TERIMA PASIEN DENGAN METODE SITUATION, BACKGROUND, ASSESSMENT, RECOMENDATION (SBAR) TERHADAP INSIDEN KESELAMATAN PASIEN DI RUANG MEDIKAL BEDAH RS. PANTI WALUYO SURAKARTA Abstrak Timbang terima pasien dengan metode SBAR adalah cara yang efektif dalam sasaran keselamatan pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh timbang terima pasien dengan metode SBAR terhadap Insiden Keselamatan Pasien di Ruang Medikal Bedah RS. Panti Waluyo Surakarta. Desain penelitian ini menggunakan quasy exsperimental dengan Pre dan Post without control. Tehnik sampling menggunakan Total Sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Hasil analisa menggunakan Mc Nemar p = 0,016 (p value <0,05 ), menunjukkan adanya pengaruh antara pemakaian dokumentasi timbang terima pasien dengan metode SBAR terhadap Insiden Keselamatan Pasien di Ruang Medikal Bedah RS. Panti Waluyo Surakarta. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada dampak positif terhadap penggunaan Dokumentasi SBAR dalam timbang terima pasien, dan ini membuktikan bahwa Dokumentasi SBAR dalam timbang terima pasien adalah metode yang efektif untuk menurunkan Insiden Keselamatan Pasien. Penulis berharap Metode Dokumentasi SBAR ini dapat menjadi prosedur tetap dalam proses timbang terima pasien selanjutnya, sehingga dapat mencegah terjadinya IKP dan secara langsung meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Kata Kunci : Timbang Terima, Dokumentasi, SBAR, Insiden Keselamatan Pasien Daftar Pustaka : 22 (2010 – 2014) xii BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Farida Marjani EFFECT OF PATIENT OVERHAND DOCUMENTATION WITH SITUATION, BACKGROUND, ASSESSMENT, RECOMENDATION (SBAR) METHOD ON PATIENT SAFETY INCINDENCE AT MEDICAL SURGICAL ROOM OF PANTI WALUYO HOSPITAL OF SURAKARTA ABSTRACT Patient overhand with the SBAR method is an effective way for patient safety. The objective of this research is to investigate the effect of the patient overhand with the SBAR method on the patient safety incidence at Medical Surgical Room Panti Waluyo hospital of Surakarta. This research used the quasi experimental method with the pre- and post- without control design. The samples of research were 60 persons and were taken by using the total sampling technique. The result of Mc Nemar analysis shows that the p- value was 0.016 which was less than 0.05 meaning that there was an effect of the patient overhand documentation application with the SBAR method on patient safety incidence at Medical Surgery Room of Panti Waluyo Hospital of Surakarta. Thus, there was a positive effect of the patient overhand with the SBAR method on the patient safety incidence. The SBAR documentation is an effective method to decrease the patient safety incidence. Therefore, the SBAR method is expected to be a fixed procedure for the further patient overhand so that the patient safety incidence can be prevented, and it directly improves a hospital’s service quality. Keywords: Overhand, Documentation, SBAR, Patient Safety Incidence References: 22 (2010 – 2014) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes, 2011). Di dalam keselamatan pasien terdapat istilah insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden yaitu setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian Potensial Cedera (KPC). Menurut laporan dari IOM (Institute of Medicine) di Amerika tahun 1999 secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis 2 (medical errors) yang sebetulnya bisa dicegah keadaan ini menyebabkan tuntutan hukum yang dialami rumah sakit semakin meningkat. Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS. Penelitian Bates (JAMA, 1995) menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%), diikuti tahap administration management (26%), pharmacy management (14%), transcribing (11%). Kemudian pada tahun 2000, IOM menerbitkan laporan : "To Err is Human", Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di beberapa rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York tentang Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Di Utah dan Colorado ditemukan KTD sebanyak 2,9%, 6,6% diantaranya menyebabkan kematian, sementara di New York angka KTD sebedar 3,7% dengan angka kematian mencapai 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 - 98.000 per tahun. Dari publikasi WHO pada tahun 2004 yang mengumpulkan angka angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 - 16,6%. Tahun 2001 dalam laporan FDA Safety, Thomas Maria R, et al menemukan bahwa yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan obat adalah : komunikasi (19%), pemberian label (20%), nama pasien yang membingungkan (13%), faktor manusia (42%), dan disain kemasan (20,6%). Adapun kesalahan yang berhubungan dengan faktor manusia antara lain berhubungan dengan : kurangnya pengetahuan (12,3%), kurangnya kinerja (13,2%), kelelahan (0,3%), 3 kesalahan kecepatan infuse (7%), dan kesalahan dalam menyiapkan obat (7%). Sedangkan menurut penelitian tersebut menurut jenis kesalahan yang paling banyak adalah salah obat (22%), over dosis (17%), salah rate obat (8%), salah tehnik (7%), dan kesalahan dalam monitoring (7%). Ballard (2003) melaporkan bahwa bentuk KTD meliputi: 28% merupakan reaksi dari pengobatan atau obat - obat yang diberikan, 42% adalah kejadian yang mengancam kehidupan tetapi dapat dicegah, 20% pelayanan di poliklinik, 10-30% kesalahan di laboratorium. Sementara itu bentuk KTD lain yang dilaporkan oleh Mengis & Nicholini (2010) adalah berupa kesalahan dalam pemberian obat dan terkait intervensi pembedahan. Laporan di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk merubah paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient safety). Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia melalui pembentukan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) pada tahun 2004. Pada tahun 2007 KKP-RS melaporankan insiden keselamatan pasien sebanyak 145 insiden yang terdiri dari KTD 46%, KNC 48% dan lainlain 6%, dan lokasi kejadian tersebut berdasarkan provinsi ditemukan DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diikuti Jawa Tengah 15,9%, DI Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, , Sulawesi Selatan 0,69% dan Aceh 0,68% . Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres PERSI Sep 2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24.8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. 4 Perawat merupakan petugas kesehatan yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses pengobatan pasien. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan pelayanan selama menjalani perawatan. Perawat berusaha membantu klien dalam membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan yang sedang dijalaninya, memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya setiap pelayanan yang diberikan dan turut serta bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan yang diberikan bersama dengan tenaga kesehatan lain, rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat diantaranya melahii Program Keselamatan Pasien dimana World Health Organization (WHO) telah memulainya pada tahun 2004. Di Indonesia Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (GKPRS) dicanangkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada 21 Agustus 2005. Setiap rumah sakit membentuk tim keselamatan pasien rumah sakit. Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah suatu sistem yang mencegah terjadinya cidera yang disebabkan kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).( Kemenkes, 2011 ) Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar profesi kesehatan di rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam perawatan pasien (Riesenberg,2010). Alvarado, et al. (2006) mengungkapkan bahwa ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan 5 dampak yang serius pada pasien, hampir 70% kejadian sentinel yaitu kejadian yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius di rumah sakit disebabkan karena buruknya komunikasi. Pernyataan peneliti di atas sejalan dengan pernyataan Angood (2007) yang berdasarkan hasil kajian data terhadap mengungkapkan adanya bahwa Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Potensial Cedera (KPC), dan Kejadian Sentinel di rumah sakit, masalah yang menjadi penyebab utama adalah komunikasi. Timbang terima pasien adalah salah satu bentuk komunikasi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Timbang terima pasien dirancang sebagai salah satu metode untuk memberikan informasi yang relevan pada tim perawat setiap pergantian shift, sebagai petunjuk praktik memberikan informasi mengenai kondisi terkini pasien, tujuan pengobatan, rencana perawatan serta menentukan prioritas pelayanan (Rushton, 2010). Alvarado, et al (2006) menginformasikan bahwa komunikasi berbagai informasi yang diberikan oleh perawat dalam pertukaran shift, atau proses menyerahkan pasien dari rawat jalan ke rawat inap yang lebih dikenal dengan timbang terima (handover) sangat membantu dalam perawatan pasien. Timbang terima yang dilaksanakan dengan baik dapat membantu mengidentifikasi kesalahan serta memfasilitasi kesinambungan perawatan pasien. Smith, et al. (2008) mengungkapkan bahwa rumah sakit merupakan organisasi padat profesi dengan berbagai karakteristik, komunikasi pada 6 timbang terima (hand/ over) memiliki hubungan yang sangat penting dalam menjamin kesinambungan, kualitas dan keselamatan dalam pelayanan kesehatan pada pasien. Pada saat komunikasi dalam timbang terima pasien tidak dilakukan dengan benar maka, dapat menimbulkan beberapa masalah, diantaranya keterlambatan dalam diagnosis medis dan peningkatan kemungkinan efek samping, juga konsekuensi lain termasuk biaya yang lebih tinggi perawatan kesehatan, penyedia yang lebih besar dan ketidak puasan pasien. (Kemenkes, 2011) Sekitar 98.000 pasien rawat inap meninggal akibat kesalahan medis di AS setiap tahun kegagalan komunikasi telah ditemukan menjadi penyebab akar di hampir 70% dari peristiwa ini, karena itu salah satu dari Joint Komisi 2008 Tujuan Keselamatan Pasien Nasional adalah untuk: meningkatkan efektivitas komunikasi antar perawat. Salah satu metode komunikasi yang saat ini dipakai adalah komonikasi dengan metode SBAR (Situation, Bayground, Assessmen, Recommendation), dimana didalam metode SBAR tersebut menyediakan cara yang efektif, efisien dan sederhana untuk menyampaikan komunikasi. Beberapa penelitian terkait dokumentasi timbang terima dengan metode Situation, Background, Assessmen dan Recomendation (SBAR) telah banyak dilakukan oleh Karima Velji, (2010). Karima melakukan penelitian mengenai efektifitas dokumentasi SBAR dalam pengaturan rehabilitasi yang hasilnya didapat adalah penggunaan dokumentasi SBAR memiliki potensi 7 untuk meningkatkan komunikasi tim interproffesional dalam konteks rehabilitasi dan merupakan kontribusi berharga dalam praktek keselamatan. Di RS. Panti Waluyo didapatkan beberapa temuan angka insiden keselamatan pasien dalam bulan Juli s/d Desember 2014, yang disebabkan oleh karena proses timbang terima pasien yang tidak sesuai prosedur, diantaranya jadwal operasi yang mundur (KTD) 5 kejadian, pemberian obat yang tidak sesuai intruksi dokter (KNC) 2 kejadian, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi yang tertunda (KPC) 1 kejadian. Meskipun angka kejadian Insiden keselamatan Pasien kecil, namun dampak yang diakibatkan di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta oleh sangat besar, misalkan jadwal operasi yang mundur bisa mengakibatkan kematian apabila pasien dengan apendik perforasi, atau misal pasien dengan salah minum obat yang kontra indikasi dengan penyakitnya. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah ada Pengaruh Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan Metode Situation, Background, Assessmen, Recomendation (SBAR) terhadap Insiden Keselamatan Pasien di ruang Medikal Bedah RS Panti Waluyo Surakarta ?” 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 8 Untuk mengetahui pengaruh Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan Metode Situasion, Bayground, Assessmen, Rekomendation (SBAR) terhadap Insiden Keselamatan Pasien di ruang Medikal Bedah RS Panti Waluyo Surakarta. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui: 1. Untuk mengetahui gambaran insiden keselamatan pasien sebelum diterapkan dokumentasi timbang terima pasien dengan metode SBAR. 2. Untuk mengetahui gambaran insiden keselamatan pasien sesudah diterapkan dokumentasi timbang terima pasien dengan metode SBAR. 3. Untuk menganalisis beda insiden keselamatan pasien sebelum dan sesudah diterapkan dokumentasi timbang terima pasien di ruang Medikal Bedah Rumah Sakit Panti Waluyo. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Keselamatan pasien merupakan bidang baru di dalam pelayanan rumah sakit, sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam bidang pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit. 1.4.2 Bagi institusi rumah sakit dan unit rawat inap 9 Insiden keselamatan pasien merupakan salah indikator mutu layanan di rumah sakit. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi manajemen di Rumah Sakit dalam rangka memberikan pelayanan yang aman, nyaman, dan bermutu tinggi. Dengan meningkatnya keselamatan pasien diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit akan meningkat pula. Disamping itu hasil penelitian ini dapat juga menjadi masukan untuk Bagian Keperawatan dalam mengelola perawat di lapangan sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien lebih aman dan tidak terjadi insiden keselamatan pasien, dan keselamatan pasien menjadi lebih terjamin. 1.4.3 Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan masukan dalam rangka pengembangan pendidikan dan pengajaran tentang Keselamatan Pasien terutama dalam hal aplikasinya dilapangan. Mengingat keselamatan pasien merupakan issue penting didalam perumahsakitan, diharapkan dalam pemberian materi kuliah tentang keselamatan pasien dapat lebih mendalam dan aplikatif. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1 Dokumentasi Metode SBAR (Situasion, Bayground, Assessmen, Rekomendation) 2.1.1.1 Definisi Menurut Rofii, (2013) SBAR mengkomunikasikan informasi adalah penting metode terstruktur untuk yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. S (Situation) : Situasi Apa keluhan pasien saat ini ? B (Background) : Latar Belakang Bagaimana riwayat kesehatan dahulu dan riwayat kesehatan sekarang ? A (Assessment) : Penilaian Bagaimana kondisi pasien saat ini, apa yang didapatkan dalam pemeriksaan fisik, pola fungsional ? R (Recomendation) : Rekomendasi Tindakan/intervensi apa yang sudah dan belum dilakukan untuk mengatasi masalah pasien ? 2.1.1.2 Kelebihan Dokumentasi SBAR, ( Rodgers, 2007) 11 a. Menyediakan cara yang efektif dan efisien untuk menyampaikan informasi dalam timbang terima pasien. b. Menawarkan cara sederhana untuk membakukan komunikasi dengan menggunakan Elemen Komunikasi SBAR. c. Menghindari kesalahan dalam proses komunikasi timbang terima pasien. d. Menciptakan metode yang sama dalam proses timbang terima pasien. 2.1.1.3 Manfaat Dokumentasi SBAR, (Rotgers, 2007) a. Dapat digunakan lagi untuk keperluan yang bermanfaat. b. Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga kesehatan lainnya tentang apa yang sudah dan akan dilakukan kepada pasien. c. Bermanfaat untuk pendataan pasien yang akurat karena berbagai informasi mengenai pasien telah dicatat (Suarli & Yayan B, 2009). 2.1.2 Timbang Terima Pasien 2.1.2.1 Pengertian Menurut Eaton, (2010) timbang terima memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu diantaranya handover, handoffs, shift report, signout, signover dan cross coverage. Handover adalah komunikasi oral dari informasi tentang pasien yang dilakukan oleh perawat pada pergantian shift jaga. Friesen (2008) menyebutkan tentang definisi dari timbang terima pasien adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggungjawab dan tanggunggugat) selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan 12 yang mencakup peluang tentang pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien. Timbang terima juga meliputi mekanisme transfer informasi yang dilakukan, tanggungjawab utama dan kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke perawat yang akan melanjutnya perawatan. Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima pasien adalah waktu dimana terjadi perpindahan atau transfer tanggungjawab tentang pasien dari perawat yang satu ke perawat yang lain. Tujuan dari timbang terima pasien adalah menyediakan waktu, informasi yang akurat tentang rencana perawatan pasien, terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan antisipasinya. 2.1.2.2 Tujuan Timbang Terima (Eaton, 2010) a. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus). b. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada klien. c. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya. d. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya. 2.1.2.3 Timbang terima memiliki 2 fungsi utama yaitu: 1. Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan mengekspresikan perasaan perawat. 2. Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan keputusan dan tindakan keperawatan. 13 2.1.2.4 Langkah-langkah dalam Timbang Terima, (Eaton, 2010) 1. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap. 2. Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan disampaikan. 3. Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab shift selanjutnya meliputi: (kondisi atau keadaan pasien secara umum, tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan, rencana kerja untuk dinas yang menerima laporan). 4. Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-buri. 5. Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung melihat keadaan pasien. (Nursalam, 2002). 2.1.2.5 Prosedur dalam Timbang Terima Menurut Chaboyer et all, (2008), prosedur timbang terima meliputi : 1. Persiapan a. Kedua kelompok dalam keadaan siap. b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan. 2. Pelaksanaan a. Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima kepada masingmasing penanggung jawab: b. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift atau operan. c. Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang 14 terima dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang masalah keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan. d. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada perawat yang berikutnya. e. Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah : f. Identitas klien dan diagnosa medis. g. Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul. h. Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan. i. Intervensi kolaborasi dan dependen. j. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan selanjutnya, misalnya operasi, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya, persiapan untuk konsultasi atau prosedur lainnya yang tidak dilaksanakan secara rutin. k. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang kurang jelas Penyampaian pada saat timbang terima secara singkat dan jelas l. Lama timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap dan rinci. m. Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada buku laporan ruangan oleh perawat (Nursalam, 2002 15 Skema Timbang Terima Pasien Gambar 2.1 : Skema timbang terima (Nursalam, 2008) 16 2.1.3 Keselamatan Pasien Rumah Sakit Sejak awal tahun 1990, institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3 (tiga) elemen yaitu struktur, proses dan hasil dengan bermacammacam konsep dasar. Program regulasi yang diterapkan terutama pada rumah sakit pemerintah seperti Penerapan Standar Peiayanan Rumah Sakit, Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi Rumah Sakit, Crendentialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical Governance, dan ISO. Meskipun program-program tersebut telah dapat meningkatkan mutu peiayanan rumah sakit baik pada aspek struktur, proses maupun outcome, namun masih saja terjadi adverse event yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh sebab itu, perlu penerapan program lain yang lebih mengena langsung pada hubungan dokter-pasien untuk lebih memperbaiki proses pelayanan (Kertadikara, 2008). Dari berbagai cara meningkatkan mutu peiayanan di rumah sakit, mulai dari Quality Assurance, Total Quality Control sampai yang terbaru Continuing Total Quality Improvement (CTQI), sebenarnya berbasis yang relatif sama yaitu "upaya", jadi yang terpenting tidak hanya dibicarakan kebaikan dan keunggulan, tetapi paling penting adakh dapat dikerjakaa Ada 3 aspek mutu yaitu aspek klinis, aspek efiseinsi, dan aspek Patient Safety (Sabarguna, 2009), Aspek Patient Safety merupakan upaya menjaga mutu dengan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan 17 suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Yahya, 2006). Keberhasilan patient safety juga sangat tergantung pada individu staf medis yang terkait dengan peiayanan pasien. Akibatnya banyak muncul hambatan internal dalam pelaksanaannya. Ada lima karakteristik hambatan personal yang sering muncul dalam penerapan patient safety ini, yaitu (1) visi institusi mengenai keselamatan pasien tidak jelas, (2) takut dihukum, (3) sistem untuk menganalisis kesalahan tidak memadai, (4) tugas masingmasing staf yang terlalu kompleks, dan (5) teamwork yang tidak adekuat (Kalisch BJ., Aebersold M. 2006 dalam Lestari, 2006). 2.1.3.1 Definisi Keselamatan Pasien Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. (Depkes, 2008). Sistem tersebut meliputi: assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011, Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit). 18 Menurut IOM, keselamatan pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuaa Accidental injury juga akibat dari melaksanakan tindakan yang salah (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (near miss). Menurut Sir Liam Donaldson (Ketua WHO World Alliance For Patient Safety, Forward Programme, 2006-2007) mengungkapkan bahwa "Safe care is not an option. It is the right of every patient who entrusts their care to our health care system " yaitu pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien bukan sebuah pilihan akan tetapi merupakan hak pasien untuk percaya pada pelayanan yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan kesehatan. Dalam PERMENKES RI Nomor 1691/Menkes/PER/VIII/2011) disebutkan bahwa keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut selanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. 19 2.1.3.2 Tujuan Program Keselamatan Pasien (Depkes, 2008). Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS), tujuan program keselamatan pasien di rumah sakit antara lain: a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit b. Meningkatnya aku ntabil it as rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat c. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit. d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan. 2.1.3.3 Tujuh Langkah Keselamatan Pasien (Depkes, 2008) Komite Keselamatan Pasien yang dibentuk Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) yang juga disupervisi oleh Departemen Kesehatan tahun 2008 mencanangkan tujuh langkah keselamatan pasien yang harus dijalankan di tiap rumah sakit, antara lain adalah : a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. b. Pimpin dan dukung staf. Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien. c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasajah d. Kembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian atau insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan 20 kepada KKP-RS. e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. g. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Gunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan 2.1.3.4 Rekomendasi Kebijakan terkait Keselamatan Pasien Rekomendasi Kebijakan Tingkat Nasional terkait Keselamatan Pasien. Untuk kebijakan tingkat nasional, IOM merekomendasikan beberapa hal yang terkait keselamatan pasien antara lain adalah (Kohn, 2000) : a. Pembuatan standar untuk organisasi kesehatan dimana organisasi kesehatan harus memberikan perhatian yang besar untuk program keselamatan pasien. Regulator dan badan akreditasi mengharuskan organisasi kesehatan untuk mengimplementasikan program keselamatan pasien. b. Pembuatan standar untuk profesi kesehatan yakni dengan test periodik bagi dokter, perawat dan tenaga lain, sertifikasi, pembuatan kurikulum keselamatan pasien, pelatihan, konferensi, jurnal dan publikasi lain. 21 2.1.3.5 Lima Prinsip Keselamatan Pasien Selain program, Kohn (2000) menyusun pula lima prinsip untuk merancang safety system di organisasi kesehatan yakni : 1. Prinsip 1 : Tugas Kepemimpinan meliputi: a. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tujuan utama/prioritas b. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tanggung jawab bersama c. Menunjuk/menugaskan seseorang yang bertanggung jawab untuk program keselamatan d. Menyediakan sumber daya manusia dan dana untuk analisis error dan redesign sistem e. Mengembangkan mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi "unsafe" dokter 2. Prinsip 2: Memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan proses yakni: a. Tehnik Keamanan bagi pasien b. Menyederhanakan proses c. Membuat standar proses 3. Prinsip 3 : Mengembangkan tim yang efektif 4. Prinsip 4: Antisipasi untuk kejadian tak terduga: Pendekatan proaktif, menyediakan antidotum dan training simulasi. 5. Prinsip 5 : Menciptakan atmosfer "Learning" 22 2.1.3.6 Enam Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan disemua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit, Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (Depkes, 2008) : 1 Sasaran I: Ketepatan Identifikasi Pasien Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi dihampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu : pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan / atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien , seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir gelang identitas pasien, dan lain - lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/ atau prosedur juga 23 menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/ atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi unutuk dapat diidentifikasi. 2 Sasaran II: Peningkatan Komunikasi Yang Efektif Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan. Rumah Sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan / atau prosedur untuk perintah lisan dan telpon. Kebijakan dan / a t a u prosedur juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU. 3 Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High Alert) 24 Bila obat - obat an menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medication) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse event) seperti obat-obatan yang terlihat mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/ NORUM), obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat ,(50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obatan yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi, Rumah Sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan / atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu di waspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. 25 4 Sasaran IV: Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi Salah lokasi, salah prosedur, pasien salah pada operasi adalah sesuai yang menghawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Disamping itu asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Penandaan lokasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan pada tanda yang mudah dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator / orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan pada saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multivel level (tulang belakang). Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk: a Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar b Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang . 26 c Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan / atau implant yang dibutuhkan. Tahap sebelum insisi (Time Out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan ditempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. 6. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (seringkali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan / atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit. 27 7. Sasaran VI: Pengurangan Risiko Jatuh Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi / masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perhi mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. 2.1.4 Insiden Keselamatan Pasien Dalam Institue of Medication, patient safety didefinisikan sebagai: "An adverse event results in unintended harm to the patient by an act of commission or omission rather than by the underlying disease or condition of the patient. " Sementara dalam Permenkes No 1691 tahun 2011, insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden keselamatan pasien juga merupakan akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) (Depkes, 2008). Namun demikian, penyebab terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit sangat kompleks, melibatkan semua bagian dalam sistem yang berlaku dalam rumah sakit. 28 2.1.4.1 Jenis-jenis Insiden Keselamatan Pasien (Depkes, 2008). Berdasarkan Permenkes No. 1691 Tahun 2011, tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, insiden keselamatan pasien terdiri dari: 1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Kejadian tersebut dapat terjadi di semua tahapan dalam perawatan dari diagnosis, pengobatan dan pencegahan (Reason, 1990 dalam To Err Is Human: Building A Safer Health System.) 2. Kejadian Tidak Cedera (KTC) Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak mengakibatkan cedera. 3. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Kejadian Nyaris Cedera adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Misalnya suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebehim obat diberikan kepada pasien. 4. Kejadian Potensial Cedera (KPC) Kejadian Potensial Cedera adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi 29 insiden. Misalnya obat-obatan LASA (Look Alike Sound Alike) disimpan berdekatan. 5. Kejadian Sentinel Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata 'sentinel' terkait dengan keserhisan cedera yang terjadi (Mis. Amputasi pada kaki yang salah, dst) sehingga pecarian fakta-fekta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serins pada kebijakan dan prosedur yang berlaku. 2.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh timbang terima pasien terhadap insiden keselamatan pasien sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian, tetapi ada beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini, diantaranya adalah : Tabel 2.1 Keaslian Penelitian No Nama Judul Penelitian Peneliti Mursidah Dewi Metode Hasil Penelitian Penelitian Pengaruh Pelatihan Timbang Terima pasien terhadap Keselamatan Pasien Penelitian kuantitatif pre experimental desing. Hasil penelelitian menunjukkan adanya 30 oleh Perawat Pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi. Quiteria Manopo, Frangky R.R. Maramis, Jehosua Sam Ratulangi Hubungan antara penerapan timbang terima pasien dengan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di RSU GMIM Kalooran Amurang peningkatan keselamatan pasien sebesar 9.77 (8.14%) sesudah perawat pelaksana mendapatkan pelatihan timbang terima pasien menjadi 108.21 (90.17 %). Penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional Hasil penelitian menunjukkkan kategori kurang baik mengenai penerapan timbang terima pasien oleh responden 36,7 % dan kategori baik ada 63,3 %. Hasil analisa biraviat menunjukkan ρ=0,000 (α<0,05). 31 2.3 Kerangka Teori Insiden Keselamatan Pasien : - KTD KTC KNC KPC Kejadian Sentinel Faktor − faktor yang mempengaruhi : - Mekanisme Timbang Terima Metode Timbang Terima Kesesuaian penyampaian isi Timbang Terima Gambar 2. 2 Kerangka Teori (Depkes 2008) 2.4 Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo,2010). Berdasarkan pola pemikiran diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independent Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan Metode SBAR Variabel Dependent Insiden Keselamatan Pasien : KTD, KTC, KNC, KPC, Kejadian Sentinel. Gambar 2.3 Kerangka Konsep (Notoatmojo, 2010) 32 2.5 Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya hipotesis dirumuskan dalam bentuk hubungan antara kedua variabel, variabel bebas dan terikat (Notoatmodjo,2010) Ho : Tidak ada pengaruh antara Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan Metode Situation, Background, Assessmen, Recomendation (SBAR) terhadap Insiden Keselamatan Pasien. Ha : Ada pengaruh antara Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan Metode SBAR terhadap Insiden Keselamatan Pasien. 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah quashi experimental. Quasy Experimental adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan kelompok kontrol namun tidak sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi penelitian (Sugiyono,2008). Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam quashi eksperimental dengan menggunakan Pre dan post test without control dimana pada desain ini peneliti hanya melakukan intervensi pada kelompok pembanding. Efektifitas perlakuan dinilai dengan membandingkan nilai post test dengan pre test. (Dharma, 2013). Gambar 3.1 Rancangan Penelitian R 01 XI 02 Keterangan : R : Responden 01 : Data temuan insiden keselamatan pasien sebelum dilakukan intervensi. 02 : Data temuan insiden keselamatan pasien sesudah dilakukan intervensi. X1 : Dokumentasi timbang terima pasien dengan metode SBAR. 34 3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di Ruang Rawat Inap Medikal Bedah RS. Panti Waluyo Surakarta, berdasarkan studi pendahuluan pada awal bulan Nopember 2014 yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa jumlah perawat 30 di ruang medikal bedah RS. Panti Waluyo Surakarta. 3.2.2 Sampel a. Kriteria Inklusi Responden yang memliki profesi sebagai perawat yang bekerja di ruang Medikal Bedah Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, yang sudah diangkat sebagai karyawan tetap. b. Kriteria Eksklusi Responden yang bekerja di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, berprofesi perawat namun masih berstatus kontrak/belum diangkat sebagai karyawan tetap. 3.2.3 Besar Sampel Penentuan jumlah sampel ditentukan bahwa apabila subyeknya kurang 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini seluruh populasi dijadikan sampel, sehingga penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan 35 melibatkan semua populasi yang ada (Arikunto, 2006). Adapun jumlah sampel ditetapkan sebanyak 30 orang. 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, khususnya di unit rawat inap. Dengan waktu penelitian atau pengambilan data yaitu pada bulan Februari sampai dengan Maret 2015. 3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 1. Variabel Menurut Sekaran (2011) “variabel adalah apa pun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai, sedangkan penelitan adalah penyelidikan atau investigasi yang terkelola, sistematis, berdasarkan data, kritis, objektif, dan ilmiah terhadap suatu masalah spesifik, yang dilakukan dengan tujuan menemukan jawaban atau solusi terkait.” Sehingga variabel penelitian merupakan suatu sifat atau nilai dari orang atau objek yang memiliki variasi antara satu dengan lainnya dalam kelompok, Sugiyono (2002, dalam Nitasari, 2012). Berdasarkan telaah pustaka dan penyusunan hipotesis, maka variabel-variabel penelitian ini adalah : a. Variabel Terikat (Dependent Variable) Variabel terikat merupakan variabel yang menjadi perhatian utama peneliti atau variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku dalam investigasi“ (Sekaran, 2011). Dalam penelitian ini yang merupakan varibel terikat adalah Insiden Keselamatan Pasien. 36 b. Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, entah secara positif atau negatif“ (Sekaran, 2011). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Dokumentasi Timbang Terima Pasien secara SBAR. 2. Definisi Operasional Definisi Operasional adalah berfungsi untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti. Definisi operasional juga berfungsi untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengambilan instrument atau alat ukur (Notoadmodjo, 2010) Tabel 3.1 Definisi Operasional. Variabel Variabel terikat Insiden Keselamatan Pasien variabel bebas Dokumentasi timbang terima Pasien Definisi Operasional Alat Ukur Kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Lembar observasi/ cheklist dari hasil timbang terima pasien/lap oran dari pasien safety. Metode komunikasi timbang terima pasien dengan metode SBAR. Lembar observasi/ cheklist dokument asi timbang Parameter/ Indikator Penilaian Tidak terjadi Insiden keselamatan pasien. (KTD, KTC, KNC, KPC, Sentinel) Kategori : 1.Tidak terjadi IKP. 2.Terjadi IKP. Checklist terisi lengkap, petugas menyampaik an timbang Skala Data nomin al Nomin al 37 dengan Metode SBAR terima pasien terima sesuai dengan apa yang tercatat di checklist. 1. Timbang terima pasien dengan dokumentasi metode SBAR. 2. Timbang terima pasien secara konvensional . 3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 1. Alat Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar proses penelitian dapat dilakukan dengan lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan si stematis sehingga mudah diolah (Suharsimi, 2006). Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : Checklis A yang mengacu pada dokumentasi timbang terima secara SBAR, yang memuat informasi mengenai identitas pasien, diagnosa medis / diagnosa keperawatan, dokter yang menangani, kondisi pasien saat itu, intervensi yang sudah dan akan dilakukan, tindakan kolaborasi, rencana / intruksi dokter selanjutnya, dan cacatan apabila terjadi kejadian insiden keselamatan pasien selama dirawat. Lembar check list dilengkapi dengan tanda tangan serta nama perawat pengirim maupun penerima timbang terima pasien, dilengkapi oleh responden. 38 Checklist B berisi data hasil monitor pelaksanaan checklist A sekaligus data tentang kejadian insiden keselamatan pasien apabila terjadi insiden pada pasien tersebut, diisi oleh peneliti dengan cara melihat status pasien dan laporan kejadian keselamatan pasien. Bentuk checklist dengan cara memberi tanda silang dan esay. 2. Cara Pengumpulan Data a. Persiapan Persiapan meliputi : a) Peneliti mengajukan permohonan ijin ke Stikes Kusuma Husada Surakarta. b) Peneliti menyampaikan ijin penelitian dari Direktur RS.Panti Waluyo ke Instalasi Rawat Inap dan Kepala Ruang Medical Bedah RS. Panti Waluyo Surakarta. b. Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan ini meliputi : a) Peneliti mencari data Insiden keselamatan pasien sebelum diadakan penelitian. b) Peneliti menyampaikan pemahaman tentang dokumentasi dengan menggunakan check list timbang terima secara SBAR kepada kepala ruang, ketua tim dan seluruh pelaksana di ruang Medikal Bedah RS Panti Waluyo Surakarta. c) Peneliti menetapkan responden yang sesuai dengan kriteria yang 39 sudah ditentukansebelumnya. d) Peneliti mencari data Insiden Keselamatan Pasien (IKP) sebelum dilakukan proses timbang terima pasien dengan metode SBAR. e) Peneliti melakukan sosialisasi tentang timbang terima dengan metode SBAR ( check list A ) kepada Karu dan Perawat pelaksana di ruang Medikal Bedah selama 3 hari. f) Peneliti mencari data temuan terkait dengan insiden keselamatan pasien pada pasien dirawat dengan menggunakan checklist monitor pelaksanaan timbang terima dengan metode SBAR, pada pasien yang dirawat minimal selama 3 hari. ( check list B ) 3.6 Tehnik Pengolahan dan Analisa Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mendiskripsikan masing-masing variabel. Hasil dari analisis univariat adalah distribusi frekuensi dari tiap variabel yang diteliti. 2. Analisa Biraviat Analisis bivariat adalah suatu analisis yang bersifat untuk melihat hubungan antara dua variabel. Pada penelitian ini untuk mengetahui gambaran insiden keselamatan pasien sesudah diterapkan dokumentasi timbang terima pasien dengan metode SBAR, peneliti menggunakan uji Mc Nemar. 3.7 Etika Penelitian Prinsip etika dalam penelitian ini meliputi : 40 1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberi lembar persetujuan untuk menjadi responden. Hal ini bertujuan agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampak yang ditimbulkan. 2. Initial (Inisial/Kode) Identitas responden tidak perlu dicantumkan pada lembar pengumpulan data, cukup menggunakan kode pada masing-masing lembar pengumpulan data. 3. Privacy (kerahasiaan) Kerahasian informasi dari responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian. 41 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Univariat. 4.1.1 Insiden Keselamatan Pasien sebelum dilakukan intervensi. Tabel 4.1 Gambaran Insiden Keselamatan Pasien sebelum dilakukan intervensi. Terjadi IKP Tidak terjadi IKP Sample ( n ) f 8 % 26,7 22 73,3 30 100 Pada tabel 4.1.1 didapatkan dari 30 pasien yang dilakukan timbang terima pasien secara konvensional, angka temuan terjadi IKP sebanyak 8 pasien (26,7 %) . 4.1.2 Insiden Keselamatan Pasien sesudah dilakukan intervensi. Tabel 4.2 Gambaran Insiden Keselamatan Pasien sesudah dilakukan intervensi. Terjadi IKP Tidak terjadi IKP f 1 % 3,3 29 96,7 Hasil penelitian pada tabel 4.1.2 yang berikutnya juga didapatkan pada jumlah pasien yang sama, 30 orang dengan proses timbang 42 terima pasien menggunakan metode SBAR ditemukan terjadi IKP 1 pasien (3,3 %). 4.2 Analisa Bivariat 4.2.1 Beda Insiden Keselamatan Pasien sebelum dan sesudah intervensi. Tabel 4.3 Beda Gambaran Insiden Keselamatan Pasien sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Terjadi IKP Tidak terjadi IKP Sebelum Intervensi 8 22 Sesudah Intervensi 1 29 Nilai P 0,016 Pada tabel 4.2.1 tersebut didapatkan data dari 30 pasien sebelum dilakukan intervensi ditemukan angka kejadian IKP 8 pasien dan yang tidak terjadi IKP 22 pasien, sedangkan setelah dilakukan intervensi ditemukan angka kejadian IKP 1 pasien dan yang tidak terjadi IKP 29 pasien. Hasil uji Mc Nemar didapatkan nilai .probalitas 0,016 (p value < 0,05 ), artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara dokumentasi timbang terima pasien dengan metode SBAR dengan Insiden Keselamatan Pasien. 43 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Insiden Keselamatan Pasien sebelum pemakaian Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan Metode SBAR Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa temuan IKP sebanyak 8 kejadian (26,7 %) sebelum dilakukan timbang terima pasien dengan metode SBAR . Meskipun angka kejadian IKP kecil, namun dampak yang diakibatkan oleh hal itu sangat besar. Dampak yang dapat terjadi pada pasien menyebabkan rasa sakit dan bahaya jika ada, misalnya infeksi berhubungan dengan perawatan rumah sakit (Renkola & Hietala, 2014). Selain itu kemungkinan dapat menyebabkan pasien menderita cacat seumur hidupnya, bahkan insiden keselamatan pasien juga dapat mengakibatkan kematian pasien. Menurut WHO (2009) yang merangkum dampak dari terjadinya insiden keselamatan pasien terhadap institusi rumah sakit, sebagai berikut: kerusakan properti, peningkatan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk pasien, perhatian media, keluhan resmi, reputasi rusak, dan konsekuensi hukum. Meningkatkan sumber daya yang diperlukan untuk merawat pasien yang meningkat lama perawatannya akibat terjadinya insiden, masuk ke perawatan khusus, perawatan tambahan dan tes, terganggu alur kerja dan penundaan untuk pasien lain, staf tambahan, dan peralatan tambahan yang dibutuhkan untuk pengobatan. 44 5.2 Insiden Keselamatan Pasien setelah pemakaian Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan metode SBAR Pada hasil penelitian setelah pemakaian dokumentasi timbang terima pasien secara SBAR didapatkan data IKP sebanyak 1 kejadian (3,3 %) Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sementara, insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Menurut WHO (2009) faktor yang dapat meningkatkan keselamatan pasien adalah berkaitan dengan proses pengawasan yang baik atau kepemimpinan, kerja sama tim yang baik, tenaga yang berpendidikan dan kompeten, serta komunikasi yang efektif. (WHO 2009.) Komunikasi jika tidak dilakukan dengan baik akan menjadi akar penyebab insiden keselamatan pasien, (Dunsford 2009). Misalnya mengakibatkan memburuknya kondisi klinis pasien atau bahkan kematian. Namun, selain menjadi ancaman bagi keselamatan pasien, komunikasi yang efektif juga merupakan alat untuk mengurangi insiden keselamatan pasien (Sandars & Cook, 2009). Komonikasi efektif dengan menggunakan checklist/dokumen telah dibuktikan oleh Dufour, (2012) dalam penelitiannya tentang keselamatan pasien pada saat proses pengiriman pasien dalam angkatan udara, pada penelitian tersebut menggunakan daftar periksa tertulis (dokumen) SBAR, 45 meningkatkan komunikasi, dan pada akhirnya, meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dan membagikan informasi adalah bagian penting dari praktik keperawatan. Salah satu komunikasi efektif dapat dibuktikan pada pemakaian dokumentasi SBAR ( Renkola & Hietala, 2014 ). 5.3 Beda IKP sebelum dan sesudah pemakaian Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan metode SBAR Hasil penelitian didapatkan nilai probalitas 0,016 (p value < 0,05 ) hal tersebut menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengaruh dokumentasi timbang terima pasien dengan metode SBAR terhadap insiden keselamatan pasien di ruang medikal Bedah RS Panti Waluyo Surakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Raymond & Harrison (2014) yang meneliti tentang pemakaian dokumentasi SBAR, menyimpulkan adanya perbaikan dalam pelaporan insiden keselamatan pasien yang signifikan setelah pemakain komunikasi dengan metode SBAR. Penelitian dalam menganalisa dokumentasi SBAR sebagai alat pelaporan petugas perawat dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien, didapatkan hasil bahwa dokumentasi SBAR merupakan metode pelaporan yang meningkatkan efektivitas transfer informasi terutama 46 dalam situasi akut, sehingga meningkatkan keselamatan pasien (Kaisa Renkola & Hietala, 2014) Penelitian yang dilakukan oleh Andreoli, Fancott et al (2010) terkait pemakaian komunikasi SBAR dalam mencegah resiko jatuh pada pasien, menunjukkan hasil bahwa alat SBAR yang diadaptasi terbukti efektif digunakan dalam mencegah resiko jatuh pada pasien dalam usaha peningkatan keselamatan pasien. Penelitian lain tentang komunikasi SBAR yang berpengaruh terhadap biaya perawatan dirumah sakit dilakukan oleh Narayan (2015) menyimpulkan bahwa metode komunikasi SBAR merupakan strategi berbasis bukti untuk meningkatkan komunikasi interprofessional dan efektif. Komunikasi SBAR adalah kerangka komunikasi yang dapat mempromosikan keselamatan pasien selain mengendalikan biaya kesehatan dan rawat inap. itu dapat membantu 47 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh timbang terima pasien dengan menggunakan metode SBAR terhadap insiden keselamatan pasien. Dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1 Insiden Keselamatan Pasien sebelum dilakukan timbang terima dengan metode dokumentasi SBAR ditemukan sebanyak 8 kejadian dari 30 pasien atau 26,7 % 2 Insiden Keselamatan Pasien setelah dilakukan timbang terima pasien dengan metode dokumentasi SBAR menurun menjadi 1 kejadian atau 3,3 %, 3 Terdapat pengaruh yang signifikan mengenai dokumentasi timbang terima pasien dengan metode SBAR terhadap Insiden Keselamatan Pasien di ruang Medikal BedahbRS. Panti Waluyo dengan nilai probalitas 0,016 (p value < 0,05 ) 6.2 SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bebrapa saran : 1 Bagi Tenaga Kesehatan Efektivitas alat komunikasi dokumentasi SBAR yang diadaptasi dalam penelitian ini telah menunjukkan janji awal dalam meningkatkan 48 budaya keselamatan pasien. Penggunaan dokumentasi SBAR bertujuan sebagai komunikasi antar perawat dalam berbagai situasi pelayanan kesehatan dalam pengelolaan pasien. Perluasan penggunaan alat SBAR diluar pelayanan keperawatan akan memiliki potensi untuk meningkatkan komunikasi tim interprofessional dalam pelayanan pasien secara holistik dan memberikan kontribusi yang berharga untuk penelitian dan praktek keselamatan pasien. 2 Bagi Rumah Sakit Di masa depan, mempelajari pengalaman para petugas kesehatan dalam keperawatan menggunakan SBAR sebagai metode timbang terima pasien dengan checklist akan memberikan informasi yang berharga, khususnya dalam upaya Mutu Keselamatan Pasien Rumah Sakit, sehingga harapannya metode timbang terima pasien dengan SBAR dapat dijadikan menjadi prosedur tetap dalam proses timbang terima pasien, karena komunikasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi keselamatan pasien, dan berbagai jenis kegagalan dalam komunikasi berkontribusi di sebagian besar insiden keselamatan pasien. Metode timbang terima pasien secara SBAR meningkatkan efektivitas transfer informasi terutama dalam timbang terima pasien. 3 Bagi Peneliti berikutnya Bagi peneliti lain diharapkan meneliti variabel lain yang belum diteliti, misalnya pengaruh dari segi SDM pelaksana timbang terima misalnya, umur, pendidikan, lama kerja, lingkungan dengan sampel yang lebih 49 banyak atau metode penelitian yang berbeda, sehingga penelitian lain dapat menjelaskan hasil penelitian yang lebih luas dan dapat melengkapi hasil penelitian saat ini. 50 DAFTAR PUSTAKA Adreoli, A., Fancott, C., Velji, K et al . (2010). Using SBAR to Communicate Falls risk and manajement in Inter-profesional Rehabilitation Teams. Journal Healthcare Quarterly. Diunduh dari www.longwoods.com Ballard, K.A. (2003). Patient Safety: A Share Responsibility. Online Journal of Issues in Nursing. Volume 8 – 2003 No.3 Cook. R., Woods. D. Operating at the sharp end: the complexity of human error. In: Bogner M, ed. Human error in medicine. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.; 1994. p. 255-31 Cahyono, J.B. (2008). Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktik Kedokteran. Yokyakarta: Penerbit Kanisius. Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media Dufour, K.M. (2012). Implementations of the SBAR Checklist to Improve Patient Safety in the United States Air Force Aeromedical Evacuation. Nursing and Health Master pubications. Di unduh dari: http://corescholar.libraries.wright.edu/nursingmaster Departemen Kesehatan R.I. (2006). PANDUAN NASIONAL KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT (Patient Safety). Dewi, M. (2012). Pengaruh pelatihan Timbang terima Pasien terhadap Penerapan Keselamatan pasien oleh perawat Pelaksana Di RSUD Raden Mattaher jambi. Jurnal Health & sport.Vol 5(3): 646-655 Leonard, M., Lyndon, A., Morgan, J., & Stone, A. (2014). SBAR: Structured Communication and Psychological safety in health care. Institute for healthcare Improvement. Di unduh dari: http://www.ihi.org/resources/Pages/AudioandVideo/WIHISBAR Narayan, M.C. (2013). Using SBAR Communication in Efforts to Prevent Patient Rehospitalizations. Diunduh dari www.nursingcenter.com Guise, J.M., & Lowe, N.K. (2006). Do You speak SBAR ?. Journal of gynecological and neonatal nurses,35,3,313-314 51 Joint Commission International. (2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit, Enam Sasaran Keselamatan Pasien. edisi 4. Notoatmodjo. S. (2010). Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam & Pariani. (2007). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. Perry, A.G., & Potter, P.A. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek. Edisi 4. Jakarta: EGC. Rofii, Muhamad. (2013). Komunikasi efektif dengan SBAR. Disampaikan dalam pelatihan di RSUD Tugurejo Semarang tanggal 21 November 2013. Raymond, M., & Harrison, M.C. (2014). The structured communication tool SBAR improves communication in neonatology. South African Medical Journal.vol 104;1-5 diunduh dari: http://dx.doi.org/10.7196/SAMJ.8684 Renkola, H.K., & Hietala, S. (2014).Bachelor’s thesis: Tool for Quality Reporting for Nursing Students. Tidak di publikasikan.Tampere University of Applied Sciences Velji, K., Baker, R., Fancott., Andreoli, A., Boaro, N, Tardif, G et al. (2008). Effectiveness of an Adapted SBAR communication Tool for a rehabilitation setting. Healthcare Quartely.11:72-79 diunduh dari: http: //www.longwoods.com/content/19653