Khutbah Idul Adha 2019.M/1440.H Qurban Merupakan Simbul Kemerdekaan Manusia Oleh Al Fitri Johar, S.Ag., S.H., M.H.I. (Wakil Ketua Pengadilan Agama Tulang Bawang Tengah) 1 َ َ َ ُ ﷲ َو َﺑ َﺮ َﻜ ُﺎﺗ ُﻪ ِ ا �ﻠﺴﻼ ُم َﻋﻟ ْﻴ ُﻛ ْﻢ َو َر ْﺣ َﻣﺔ َ ﷲ َا ْﻜ َﺒ ْﺮ َﻜﺒ ْﻴ ًﺮا َو ُ , ﷲ َا َﻜﺒ ْﺮ ُ ,ﷲ َا ْﻜ َﺒ ْﺮ ُ ,ﷲ َا ْﻜ َﺒ ْﺮ ُ اﻠﺤ ْﻣ ُﺪ ِ ّ ِ� ُﺑ ْﻛ َﺮ ًة ِ ْ ُ ﷲ َا ْﻜ َﺒ ْﺮ ُ ﷲ َو ُ َو ٔا ِﺻ ْﻴ ًﻼ َﻻ ِا َﻠ َﻪ ِا �ﻻ ﷲ َا ْﻜ َﺒ ْﺮ َو ِ� ا َﻠﺤ ْﻣ ُﺪ ْ ْ ْ � ْ َاﻠ َﺤ ْﻣ ُﺪ ِ� اﻠ ِﺬى َﺟ َﻌ َﻞ ِﻠﻟ ُﻣ ْﺴ ِﻟ ِﻣ ْﻴ َﻦ ِﻋ ْﻴ َﺪ ا ِﻠﻔﻄ ِﺮ َﺑ ْﻌ َﺪ ِﺻ َﻴﺎ ِم ْ َر َﻤ َﻀ َﺎن َو ْﻋ َﻴﺪ ا َﻻ ْﺿ َﺤﻰ َﺑ ْﻌ َﺪ َﻳ ْﻮ ِم َﻋ َﺮ َﻓ َﺔ ْ ْ َ َ ُ َا ْﺷ َﻬ ُﺪ َا ْن َﻻ ِا َﻠ َﻪ ِا �ﻻ ﷲ َو ْﺣ َﺪ ُﻩ َﻻ َﺷ ِﺮ ْﻳ َﻚ ﻠ ُﻪ ﻠ ُﻪ ا َﻠﻣ ِﻟ ُﻚ ا َﻠﻌ ِﻈ ْﻴ ُﻢ ُ ْا َﻻ ْﻜ َﺒ ْﺮ َو َا ْﺷ َﻬ ٌﺪ َا �ن ُﻤ َﺤ �ﻣ ًﺪا َﻋ ْﺒ ُﺪ ُﻩ َو َر ُﺳ ْﻮ ُﻠ ُﻪ اﻠﻟﻬ �ﻢ َﺻ ّ ِﻞ َﻋ َﻟﻰ ُﻤ َﺤ �ﻣ ٍﺪ � ْ َو َﻋ َﻟﻰ َا ِﻠ ِﻪ َو َا ْﺻ َﺤﺎ ِﺑ ِﻪ اﻠ ِﺬ ْﻳ َﻦ َاذ َﻫ َﺐ َﻋ ْﻨ ُﻬ ُﻢ اﻠ ّ ِﺮ ْﺟ َﺲ َو َﻃ �ﻬﺮ َ َ ﷲ ِا �ﺗ ُﻘﻮﷲَ َﺣ �ﻖ ُﺗ َﻘﺎ ِﺗ ِﻪ َو َﻻ َﺗ ُﻣ ْﻮ ُﺗ �ﻦ ِا �ﻻ َو َا ْﻧ ُﺘ ْﻢ ِ ﻓ َﻴﺎ ِﻋ َﺒ َﺎد.ا �ﻤﺎ َﺑ ْﻌ ُﺪ ُﻤ ْﺴ ِﻟ ُﻣ ْﻮ َن 1 Khutbah ini disampaikan dalam pelaksanaan Sholat ‘Id pada hari Ahad, 11 Agustus 2019 di Halaman Kampus Universitas Muhammadiyah Kotabumi (UMBK) Lampung Utara. ْ ﺎس �اﺗ ُﻘﻮا َر �ﺑ ُﻛ ُﻢ �اﻠﺬي َﺧ َﻟ َﻘ ُﻛ ْﻢ ﻤ ْﻦ َﻧ � َﻳﺎ �ا �ﻳ َﻬﺎ ُ ﺲ َو ِاﺣ َﺪ ٍة َو َﺧ َﻟ َﻖ ﻔ اﻠﻨ ِ ِ � َ � ُ � ٍ َ ً َ َ ً َ ً َ َ ُ ْ � َ َ َ َ ْ َ َ ْو ِﻤﻨﻬﺎ ز ﺟﻬﺎ وﺑﺚ ِﻤﻨﻬﻣﺎ ِرﺟﺎﻻ ﻜـ ِﺜﻴﺮا و ِﻧﺴﺎء واﺗﻘﻮا � اﻠ ِﺬي َ َﺗ َﺴ َﺎء ُﻠ َ � ﻮن ﺑ ِﻪ َو ْ �اﻻ ْر َﺣ َﺎم ِإ �ن � َﻜ َﺎن َﻋ َﻟ ْﻴ ُﻛ ْﻢ َر ِﻗ ًﻴﺒﺎ ِ ً ُ َ � ُ� ُ َٓ َ � َ �� َ َ ُﻳ ْﺼ ِﻟ ْﺢ ﻠ ُﻛ ْﻢ,� َو ُﻗﻮﻠﻮا َﻗ ْﻮﻻ َﺳ ِﺪ ًﻳﺪا ﻳﺎ اﻳﻬﺎ اﻠ ِﺬﻳﻦ اﻤﻨﻮا اﺗﻘﻮا َ� َو َر ُﺳ َﻮﻠ ُﻪ َﻓ َﻘ ْﺪ َﻓﺎز �َ �ا ْﻋ َﻣ َﺎﻠ ُﻛ ْﻢ َو َﻳ ْﻐﻔ ْﺮ َﻠ ُﻛ ْﻢ ُذ ُﻧ َﻮﺑ ُﻛ ْﻢ َو َﻤ ْﻦ ُﻳ ِﻄﻊ ِ ِ َﻓ ْﻮ ًزا َﻋ ِﻈ ًﻴﻣﺎ Hadirin Jama’ah Idul Adha Rahimakumullah, Alhamdulillah pagi ini kita berkumpul di tempat yang penuh berkah ini menikmati indahnya mentari, sejuknya hawa pagi sembari mengumandangkan takbir, mengagungkan Ilahi Rabbi dirangkai dengan 2 raka’at shalat ‘Ied sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Suci. Marilah kita meningkatkan taqwa kepada-Nya dengan sepenuh hati. Kita niatkan hari ini sebagai langkah awal memulai perjalanan diri mengarungi kehidupan seperti yang tercermin dalam keta’atan, kepasrahan dan ketabahan Nabi Ibrahim as. Allahu Akbar, Allahu Akbar la ilaha illallahu Allahu Akbar. Kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan Allah. Hari ini adalah hari yang penuh berkah, dan bersejarah bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia, dan bagi kita umat Islam Indonesia khususnya. Karena hari ini merupakan hari kemenangan seorang Nabi penemu konsep ketauhidan dalam berketuhanan. Merupakan penemuan maha penting dijagad raya, tak tertandingi nilainya dibandingkan dengan penemuan para santis dan ilmuan. Bagi umat Islam Indonesia Idul Adha tahun ini bertepatan dengan bulan Agustus sebagai perayaan hari kemerdekaan bangsa Indoesia. Tidak berlebihan jika hari ini kita jadikan sebagai salah satu hari besar kemanusiaan yang harus diperingati. Oleh karenanya merupakan momen yang tepat untuk mengenang perjuangan Nabi Ibrahim as menemukan hakikat kemerdekaan manusia. Islam merupakan agama mayoritas di negeri ini, memaknai kemerdekaan tidak hanya sekedar bebas dari penjajahan bangsa lain, tetapi harus dimaknai dalam perspektif Al Quran, yang menjelaskan berbagai kisah kemerdekaan orang-orang terdahulu yang dapat mengilhami kita, bagaimana seharusnya menjadi bangsa merdeka di era globalisasi ini. Kisah Nabi Ibrahim as, Musa as dan Muhammad saw, merupakan beberapa kisah yang bisa kita ambil hikmahnya dalam bercermin memaknai kemerdekaan dalam persepektif Islam. Dalam Surat Al-An’am ayat 74 menceritakan perjalanan spiritual Nabi Ibrahim as dalam mencari Tuhan sebagaimana bunyi ayatnya: ْ ٓ ٓ َو ِإذ َﻗ َﺎل ِإ ْﺑ َﺮ ِاﻫ ُﻴﻢ ِ �ﻻ ِﺑ ِﻴﻪ ا َز َر �ا َﺗ �ﺘ ِﺨ ُﺬ �ا ْﺻ َﻨ ًﺎﻤﺎ ا ِﻠ َﻬ ًﺔ ِإ ِّﻧﻲ �ا َر َاك ُ َو َﻗ ْﻮ َﻤ َﻚ ِﻓﻲ َﺿ َﻼ ل ﻴﻦ ﺒ ﻤ ٍ ِ ٍ “Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan- tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” Dalam lanjutan ayat 75-79 Surat Al-An’am perjalanan spiritual Nabi Ibrahim as dalam mencari Tuhan merupakan upaya Ibrahim dalam membebaskan hidupnya dari orientasi hidup yang diyakininya keliru, tetapi kekeliruan itu justru tumbuh subur di tengah-tengah masyarakatnya. Masyarakat Ibrahim saat itu mayoritas menyembah berhala, bahkan yang tidak habis ia pikirkan adalah hasil buah tangan orangtuanya dijadikan tuhan oleh kaumnya. Di zamannyalah keyakinan kaumnya terhadap eksistensi tuhan harus melalui persetujuan penguasa otoriteristik bernama Namruzd. Bagi Ibrahim, penyembahan terhadap berhala dan harus mendapat restu penguasa merupakan kesalahan besar. Sebab manusia telah melakukan penghambaan yang justru menjatuhkan harkat dan martabat dirinya sebagai manusia mempunyai kemerdekaan dalam menentukan keyakinannya. Belajar dari pencarian Nabi Ibrahim ini, maka kita juga harus sadar, bahwa kemerdekaan adalah bentuk dari pembebasan diri dari penghambaan terhadap manusia dan benda. Di saat kita masih menghambakan penguasa dan benda, maka sesungguhnya kita belum merdeka sebagai hamba Tuhan. Tetapi ketika kemerdekaan tersebut sampai kepada bentuk penghambaan diri kepada Allah Swt, maka di saat itulah nilai-nilai kemanusiaan kita sudah menemukan apa yang kita cari tersebut. Karena itulah pendiri republik ini dalam pembukaan UUD 1945, mencantumkan kalimat “berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa” merupakan bentuk kemerdekaan kita dari menghambakan makhluk-makhluknya. Allahu Akbar, Allahu Akbar la ilaha illallahu Allahu Akbar. Kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan Allah. Makna kemerdekaan manusia dapat juga dipetik dari kisah Nabi Musa as, ketika membebaskan bangsanya dari penindasan Firaun. Keangkuhan rezim penguasa ini membuat mereka tidak segan mengkriminalisasi, membunuh dan memperbudak setiap laki-laki bangsa Israel dan menistakan perempuannya. Keangkuhan inilah yang mendorong Nabi Musa tergerak memimpin bangsanya untuk membebaskan diri dari penindasan, dan akhirnya meraih kemerdekaan sebagai bangsa yang mulia, merdeka dan bermartabat sebagaimana diabadikan dalam Surat Al-Baqarah ayat 49: َ َو ِإ ْذ َﻧ �ﺠ ْﻴ َﻨ ُﺎﻜ ْﻢ ِﻤ ْﻦ ٓال ِﻓ ْﺮ َﻋ ْﻮ َن َﻳ ُﺴ ُﻮﻤ َﻮﻧ ُﻛ ْﻢ ُﺳ َﻮء ْاﻠ َﻌ َﺬاب ُﻳ َﺬ ّﺑ ُﺤ ﻮن ِ ِ ِ َْ َ �ا ْﺑ َﻨ َﺎء ُﻜ ْﻢ َو َﻳ ْﺴﺘﺤ ُﻴ ٌﻮن ِﻧ َﺴ َﺎء ُﻜ ْﻢ ۚ َو ِﻓﻲ َٰذ ِﻠ ُﻛ ْﻢ َﺑ َﻼ ٌء ِﻤ ْﻦ َر ِّﺑ ُﻛ ْﻢ َﻋ ِﻈﻴﻢ “Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu.” Kemerdekaan yang raih bangsa Indonesia, bukanlah hadiah dari bangsa Jepang atau Sekutu tetapi bagian dari perjuangan ulama dan syuhada dalam membebaskan diri dari penindasan bangsa-bangsa yang angkuh dan serakah. Kemerdekaan yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 hakikatnya merupakan momen yang mengakhiri episode keangkuhan dan penindasan rezim kolonial. Meskipun pembebasan sudah selesai, namun harus diingat, tugas terberat dari bangsa kita adalah mempertahankan kemerdekaan itu sendiri, penjajahan dari bangsa sendiri, penjajahan demokrasi, budaya dan ekonomi, karenanya kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang sayang dan cinta kepada rakyatnya sendiri. Bukan kepada rakyat orang lain. Tidak hanya cinta sebatas bibir saja, namun juga mencintai dan mengayomi dalam bentuk dan tindakan nyata. Ini juga makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Allahu Akbar, Allahu Akbar la ilaha illallahu Allahu Akbar, Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah. Kisah sukses Nabi Muhammad saw, dalam mengemban misi profetiknya, merupakan cerminan makna kemerdekaan dalam perspektif sesungguhnya. Saat menjalani misinya menghadapi kondisi masyarakat yang dikenal dengan istilah jahiliyah. Masyarakat yang mengalami apa yang disebut disorientasi hidup. Karena itulah beliau berjuang keras mengajarkan kepada umatnya hanya menyembah Allah Swt. Tidak hanya menyelesaikan soal aqidah saja, tetapi juga melakukan upaya-upaya memerdekakan masyarakat di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya. Kalau selama ini terjadi penindasan ekonomi di mana Al Quran menjelaskan bagaimana kekayaan hanya berputar pada kelompok-kelompok tertentu saja, lalu muncullah ajaran Islam yang dibawa Rasulullah agar masyarakat juga perduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi. Rangkaian prosesi Idul Adha sesungguhnya merupakan bentuk lain dari makna kemerdekaan manusia itu sendiri, baik sholat ‘Ied maupun pemotongan hewan qurban yang diajarkan Nabi Ibrahim as dan dilanjutkan tradisinya oleh umat Nabi Muhamamd saw sampai sekarang. Dari sudut vertikal pemotongan hewan qurban bertujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt, dan secara horizontal, lantaran dengan menyembelih hewan qurban, dagingnya dapat dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkannya. Maka dari sini akan terbentuk jiwa empati, solidaritas dan kesetiakawanan sosial. Dari aspek sosial, qurban berdampak strategis bagi ikhtiar membangun kebersamaan dan pemerataan dalam masyarakat. Qurban dapat dijadikan sarana membangun kebersamaan dan keharmonisan hubungan antara yang punya (the have) dengan yang tidak punya (the have’n). Aspek moralitasnya, karena perintah berqurban mengingatkan bahwa pada hakikatnya kekayaan itu hanyalah titipan Allah, dari sini sudah seharusnya manusia menyadari bahwa harta kekayaan yang dimilikinya didalamnya ada hak milik orang lain, dan jangan sampai diperbudak oleh harta. Sedangkan sisi spiritualitasnya, sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, dengan cara mendekatkan diri kepada-Nya berarti manusia memiliki kemerdekaan tanpa bergantung dengan manusia dan harta benda. Inilah cerminan dalam pemaknaan kemerdekaan menurut Islam melalui ritual qurban. Kemerdekaan yang kita raih dari para penjajah tidaklah berhenti sampai pada proklamasi 17 Agustus 1945, tetapi harus terus berkobar sehingga tidak ada lagi bentuk penghambaan manusia kepada manusia atau penghambaan manusia kepada sesuatu yang ia kreasikan sendiri, dan akhirnya ditemukan makna kemerdekaan secara hakiki seperti penemuan dari pencarian Nabi Ibrahim as. Kalau sudah pada titik itu, maka di situlah kita disebut telah hamba yang merdeka dari ketergantungan kepada makhluk. Allahu Akbar, Allahu Akbar la ilaha illallahu Allahu Akbar, Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah. Pemotongan hewan qurban merupakan simbol penyembelihan hawa nafsu sehingga manusia diharapkan menjadi pribadi yang humanis, bagi yang berqurban tentu menambah nilai spiritual, memiliki pribadi humanis sadar dan peduli kepada lainnya. Qurban bukan sebatas menyembelih namun bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menyembelih hewan qurban bisa dimaknai seluruh sifat-sifat kebinatangan, keserakahan, kemunafikan, kerakusan, ketidakadilan, kezaliman harus potong, disembelih, dan dikuasai sehingga manusia bisa mempunyai sifat-sifat yang mulia dan bisa memberikan manfaat bagi sesamanya. Sementara bagi yang tidak berqurban dan menerima pembagian daging qurban sejatinya terinspirasi dan memiliki keinginan dan meronta mengharap rezeki dari Allah swt sehingga ke depan juga menjadi bagian dari orang-orang yang berqurban. Spirit inilah yang sesungguhnya diharapkan dari ritual tahunan Idul Adha, mengintegrasikan berkurban dalam kehidupan sehari-hari sehingga membawa implikasi bagi yang berqurban dan yang menerima daging qurban. Semoga perayaan Idul Adha ini, mampu menggugah kita untuk senantias terus bersemangat, rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara. Bukankah balasan setiap helai rambut dan bulu hewan qurban yang kita sembelih akan mendapatkan nilai kebaikan sebagaimana hadis Nabi berikut: ُ َﻋ ْﻦ �ا ِﺑﻰ َد ُاو َد َﻋ ْﻦ َز ْﻳ ِﺪ ْﺑﻦ �ا ْر َﻗ َﻢ َﻗ َﺎل َﻗ َﺎل �ا ْﺻ َﺤ َ ُ � ﺳ ر ﺎب ِ � ﻮل َِ َ � ِ َ َ � َ َ َ ُ » � ﻤﺎ ﻫ ِﺬ ِﻩ اﻻﺿ ِﺎﺣ �ﻰ ﻗﺎل ِ َﻳﺎ رﺳﻮل-ﺻﻟﻰ ﷲ ﻋﻟﻴﻪ وﺳﻟﻢَ َ َُ �ُ َ » � َﻗ َﺎل ِ � ﻗﺎﻠﻮا ﻓ َﻣﺎ ﻠ َﻨﺎ ِﻓ َﻴﻬﺎ َﻳﺎ َر ُﺳﻮل.« ُﺳ �ﻨﺔ ا ِﺑ ُﻴﻛ ْﻢ ِإ ْﺑ َﺮ ِاﻫ َﻴﻢ َ ُ ﺎﻠﺼ � َﻗ ُﺎﻠﻮا َﻓ.« ِﺑ ُﻛ ّﻞ َﺷ َﻌ َﺮ ٍة َﺣ َﺴ َﻨ ٌﺔ � َﻗ َﺎل » ِﺑ ُﻛ ّ ِﻞ ِ � ﻮف َﻳﺎ َر ُﺳﻮل ِ َ ٌ َ َ َ � َ َ .« ﻮف ﺣﺴﻨﺔ ِ ﺷ َﻌﺮ ٍة ِﻤﻦ اﻠﺼ Dari Abu Daud dari Zaid bin Arqam dia berkata, “Para sahabat Rasulullah saw , “Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?” beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?” beliau menjawab: “Setiap rambut terdapat kebaikan.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat suatu kebaikan.” (HR. Ibnu Majah). Pada akhirnya ibadah qurban yang diharap yang utama bukanlah daging atau darah yang mengalir setelah penyembelihan, tetapi adalah takwa dan keikhlasan kita. Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Hajj ayat 37: َ ُ َ� َ ََ ْ َ ُ َ � ﻠ ُﺤ ُﻮﻤ َﻬﺎ َوﻻ ِد َﻤ ُﺎؤ َﻫﺎ َوﻠ ِﻛ ْﻦ َﻳ َﻨﺎﻠ ُﻪ �اﻠﺘ ْﻘ َﻮى ِﻤ ْﻨ ُﻛ ْﻢ ﻠﻦ ﻳﻨﺎل “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” Demikian khutbah ini semoga bermamfaat, marilah kita akhiri dengan berdoa semoga diijabah Allah swt. ْ ْ َﺣ ْﺴ ُﺒ َﻨﺎ ُ ﷲ َو ِﻧ ْﻌ َﻢ اﻠ َﻮ ِﻜ ْﻴ ُﻞ ِﻧ ْﻌ َﻢ اﻠ َﻣ ْﻮ ٰﻠﻰ َو ِﻧ ْﻌ َﻢ �اﻠﻨ ِﺼ ْﻴ ُﺮ َر �ﺑ َﻨﺎ َا ِﺗ َﻨﺎ ِﻓﻰ �اﻠﺪ ْﻧ َﻴﺎ َﺣ َﺴ َﻨ ًﺔ َو ِﻓﻰ �اﻻ ِﺧ َﺮ ِة َﺣ َﺴ َﻨ ًﺔ َو ِﻗ َﻨﺎ َﻋ َﺬ َاب �اﻠﻨ ِﺎر ﻼم َﻋ َﻟﻰ ْاﻠ ُﻣ ْﺮ َﺳ ِﻟ َ ُﺳ ْﺒ َﺤ َﺎن َر ّﺑ َﻚ َر ّب ْاﻠ ِﻌ �ﺰ ِة َﻋ �ﻣﺎ َﻳ ِﺼ ُﻔ َ ﻮنَ .و َﺳ ٌ ﻴﻦ. ِ ِ َو ْاﻠ َﺤ ْﻣ ُﺪ ِ � ِ� َر ّب ْاﻠ َﻌ َﺎﻠﻣﻴﻦَ ِ ِ َو � َ َ ُ ﷲ َو َﺑ َﺮ َﻜ ُﺎﺗ ُﻪ اﻠﺴﻼ ُم َﻋﻟ ْﻴ ُﻛ ْﻢ َو َر ْﺣ َﻣﺔ ِ ْ ْ َ ﷲ �اﻠﺮ ْﺣ َﻣ ِﻦ ّ ِاﻠﺮ ِﺣ ْﻴ ِﻢَ .اﻠ َﺤ ْﻣ ُﺪ ِِ� َر ّ ِب اﻠ َﻌﺎﻠ ِﻣ ْﻴ َﻦ َﺣ ْﻣ ًﺪا ُﻳ َﻮ ِاﻓ ْﻰ ِﺑ ْﺴ ِﻢ ِ ِﻧ َﻌ َﻣ ُﻪ َو ُﻳ َﻛ ِﺎﻓ ُﺊ َﻤﺰ ْﻳ َﺪ ُﻩ َﻳ َﺎر �ﺑ َﻨ َﺎﻠ َﻚ ْاﻠ َﺤ ْﻣ ُﺪ َو َﻠ َﻚ � اﻠﺸ ْﻛ ُﺮ َﻜ َﻣﺎ َﻳ ْﻨ َﺒ ِﻐ ْﻰ َ َ َ ْ َ ََِ ْ ُ ْ َ ِﻠﺠﻼ ِل وﺟ ِﻬﻚ وﻋ ِﻈﻴ ِﻢ ﺳﻟﻄﺎ ِﻧﻚ ٓ اﻠﻟﻬ �ﻢ َﺻ ّﻞ َﻋ َﻟﻰ َﺳ ّﻴ ِﺪ َﻧﺎ ُﻤ َﺤ �ﻣ ٍﺪ َﺻ �ﻟﻰ ُ ُ ﷲ َﻋ َﻟ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ِّﻟ ْﻢ َو َﻋ َﻟﻰ ا ِل ِ ِ ٓ ٓ ْ َﺳ ِّﻴ ِﺪ َﻧﺎ ُﻤ َﺤ �ﻣ ٍﺪ َو َﻋ َﻟﻰ َا ْﻧ ِﺒﻴﺎ ِﺋ َﻚ َو ُر ُﺳ ِﻟ َﻚ َو َﻤﻼ ِﺋ َﻛ ِﺔ ا ُﻠﻣ َﻘ �ﺮ ِﺑ ْﻴ َﻦ َ َا ُ ﻠﻟﻬ �ﻢ ْاﻏ ِﻔ ْﺮ ﻠ َﻨﺎ ُذ ُﻧ ْﻮ َﺑ َﻨﺎ َو ِﻠ َﻮا ِﻠ ِﺪ ْﻳ َﻨﺎ َو ْار َﺣ ْﻣ ُﻬ ْﻢ َﻜ َﻣﺎ َر �ﺑ ْﻮ َﻧﺎ ِﺻ َﻐ َﺎرى, ْ ْ ْ ْ ْ ْ ﺎتَ، ﺎت َواﻠ ُﻣﺆ ِﻤ ِﻨ ْﻴ َﻦ َو ْاﻠ ُﻣﺆ ِﻤ َﻨ ِ ْ َو ِﻠ َﺠ ِﻣ ٓ ْﻴ ِﻊ اﻠ ُﻣ ْﺴ ِﻟ ِْﻣ ْﻴ َﻦ َواﻠ ُﻣ ْﺴ ِﻟ َﻣ ِ َ َ َ َ ات َ،ر �ﺑ َﻨﺎ اتَ ،وﺗﺎ ِﺑ ْﻊ َﺑ ْﻴ َﻨ َﻨﺎ َو َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ ِﺑﺎﻠﺨ ْﻴ َﺮ �ِ اﻻ ْﺣ َﻴﺎ ِء ِﻤ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َواﻻ ْﻤ َﻮ ِ ْ َ َ َُ َْ ﺎ� ْاﻏ ِﻔ ْﺮ َوْ ْار َﺣ ْﻢ َواﻧ َﺖ َﺧ ْﻴ ُﺮ �اﻠﺮ ِاﺣ ِﻣ ْﻴ َﻦَ ،وﻻ َﺣ ْﻮل َوﻻﻗ �ﻮ َة ِاﻻ ِﺑ ِ اﻠ َﻌ ِﻟ ّ ِﻲ اﻠ َﻌ ِﻈ ْﻴ ِﻢ Ya Allah Yang Maha Penyayang, sayangi kami, dan kedua orang tua kami, yang telah berpeluh lelah merawat dan mendidik kami. Ampuni setiap kata keras kami yang pernah terlontar pada mereka. Ya Allah. Ampuni sikap tak peduli kami atas mereka, Berikan kesempatan kami berbakti kepada mereka, Ya Allah. Lembutkan hati mereka untuk kami agar ridha mereka mengantar kami kepada Ridha-Mu. Dan, jika Engkau telah mengambil mereka ke haribaan-Mu, maka basuhlah mereka dengan kelembutan ampunan dan rakhmat-Mu, serta pertemukan kami dengan mereka dalam keabadian nikmat syurga tidak akan nikmat tanpa bersama kedua orang tua kami.