Mekanisme Kerja Sistem Imun Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut Sistem Imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut Respon Imun. Sistem Imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Secara umum mekanisme respons imun sebagai berikut, Ketika antigen masuk atau menginvasi tubuh kita, yang merupakan pertahanan pertama adalah respons non-spesifik. Ketika respons non-spesifik tidak dapat mengeliminasi maka respons spesifik akan mengambil alih. Makrofag akan memfagosit antigen tersebut. Setelah di fagosit, fragmen-fragmennya dpresentasikan atau dikenalkan bersama-sama dengan MHCII ke permukaan dan diperkenalkan serta mengaktifkan limfosit Th. Terdapat dua jenis mikroorganisme yaitu intraselular dan ekstraselular. Jika terinfeksi mikroorganisme intraseluler maka fragmen akan dipresentasikan bersamaan dengan MHC I yang akan dikenali oleh sel T sitotoksik. Dengan stimulasi dari IL-2 yang dikeluarkan oleh Sel Th teraktifasi maka sitotoksik akan berproliferasi dan membunuh sel yang terinfeksi tersebut. Sedangkan jika yang menginvasi adalah mikroorganisme ekstraselular, setelah fragmen dipresentasikan bersama MHC II kemudian dikenali serta mengaktifkan limfosit Th dan megeluarkan IL-2. Disamping itu ketika terjadi infeksi ekstraselular, selain makrofag, APC lain juga ikut mempresentasikan antara lain limfosit B. Setelah limfosit Th teraktifasi dan limfosit B juga mempresentasikan fragmen antigen bersamaan dengan MHC II, maka limfosit Th juga mengenali fragmen yang telah dipresentasikan oleh limfosit B. Ketika limfosit Th berikatan dengan limfosit B dan juga mengeluarkan IL2, hal tersebut menstimulus limfosit B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi. Limfosit B akan berproliferasi menjadi limfosit B naif serta berdiferensiasi menjadi limfosit B memory dan sel plasma yang akan memproduksi antibody (Anggara, 2011). Sistem imun dapat dibagi menjadi Sistem Imun Alamiah atau Nonspesifik / Natural / Innate / Native/ Nonadaptive dan Sistem Imun Spesifik / Adaptive / Acquired. Adapun kedua sistem imun tersebut adalah, a. Sistem Imun Nonspesifik Imunitas nonspesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi, misalnya jumlah sel darah putih meningkat selama fase akut pada banyak penyakit. Disebut Nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Respon imun non spesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) dalam arti bahwa respon terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respons yang didapat (acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap mana tubuh pernah terpapar sebelumnya (Kresno, 2007). Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons langsung (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). 1. 2. 3. 4. 5. a.1. Pertahanan fisik/mekanik Pertahanan fisik/mekanik meliputi kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin. Komponen-komponen tersebut merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi (Anggara, 2011). a.2. Pertahanan Biokimia Beberapa mikroorganisme dapat masuk melalui klenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam dari keringat, berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi protein membran sel kuman sehingga dapat mencegah infeksi melalui kulit. Sedangkan lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu melindungi tubuh dari kuman garam positif. Selain itu air susu ibu juga mengandung laktooksidase dan asam neuraminik mempunyai sifat antibakterial terhadap E.Coli dan Staphylicoccus. Asam Khlorida dalam lambung,enzim proteotik,antibody dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi mikroba.Laktoferin dan transferin dalam serum akan mengikat besi yang merupakan metabolit essential untuk hidupnya beberapa jenis mikroba seperti pseudomonas (Anggara, 2011). Pertahanan humoral meliputi komplemen, interferon serta C-reactive Protein. Komplemen terdiri dari sejumlah protein yang bila diaktifkan akan membeikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen diproduksi oleh hepatosit dan monosit.Komplemen dapat diaktifkan secara langsung ataupun produknya (jalur alternatif dalam imunitas non-spesifik) atau oleh antibodi (jalur klasik dalam imunitas spesifik). Sedangkan interferon merupakan sitokin glikoprotein yang diproduksi oleh makrofag aktif, NK cell serta sel tubuh yang bernukleus. Interferon diproduksi sebagai respon terhadap infeksi virus. C-Reactive Protein merupakan protein fase akut (Anggara, 2011). a.3. Pertahanan Seluler Yang termasuk pertahanan seluler dalam respon imun non-spesifik meliputi fagosit, makrofag, sel NK serta sel mast (Anggara, 2011). Menurut Baratawidjaja dan Rengganis (2010), mekanisme imunitas nonspesifik terhadap bakteri pada tingkat sawar fisik seperti kulit atau permukaan mukosa: Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan di kulit pada daerah terbatas hanya menggunakan sedikit nutrien, sehingga kolonisasi mikroorganisme patogen sulit terjadi. Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat sehingga agen patogen yang menempel akan dihambat oleh pH rendah dari asam laktat yang terkandung dalam sebum yang dilepas kelenjar keringat. Sekret dipermukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti lisozim yang menghancurkan dinding sel bakteri. Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisan mukosa secara terus menerus digerakkan menuju arah nasofarynx. Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari saluran napas. 6. Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung peptida antimikrobial yang dapat memusnahkan mikroba patogen. 7. Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke jaringan dibawahnya dapat dimusnahkan dengan bantuan komplemen dan dicerna oleh fagosit. b. Sistem Imun Spesifik Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh karena itu, sistem tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Namun pada umumnya terjalin kerjasama yang baik antara sistem imun nonspesifik dan spesifik seperti antara komplemen-fagosit-antibodi dan antara makrofag-sel T (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada imunitas humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular. Pada imunitas selular, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor untuk menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel terinfeksi (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). 1. Sistem Imun Spesifik Humoral Sel B merupakan asal dari sel plasma yang membentuk imunoglobulin (Ig) yang terdiri atas IgG,IgM,IgA,IgE dan IgD. IgD berfungsi sebagai opsonin, dapat mengaglutinasikan kuman/virus, menetralisir toksin dan virus, mengaktifkan komplemen (jalur klasik) dan berperanan pada Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC). ADCC tidak hanya merusak sel tunggal tetapi juga mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma, kanker, penolakan transplan, sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada imunitas parasit. IgM dibentuk terdahulu pada respons imun primer sehingga kadar IgM yang tinggi menunjukkan adanya infeksi dini. IgM merupakan aglutinator antigen serta aktivator komplemen (jalur klasik) yang poten. IgA ditemukan sedikit dalam sekresi saluran napas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu ibu dalam bentuk IgA sekretori (sIgA). IgA dan sIgA dapat menetralisir toksin, virus, mengagglutinasikan kuman dan mengaktifkan komplemen (jalur alternatif). IgE berperanan pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Peranan IgD belum banyak diketahui dan diduga mempunyai efek antibodi pada alergi makanan dan autoantigen (Baratwidjaja, 1993). 2. Sistem Imun Spesifik Selular Peran sel T dapat dibagi menjadi 2 fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (juga dikenal sebagai sel CD4 karena petanda cluster of differentiation di permukaan sel diberi nomor 4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin-sitokin dari sel CD4 mengendalikan prosesproses imun seperti pembentukan immunoglobulin oleh sel B, pengaktivan sel T lain, dan pengaktivan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (dahulu dikenal sebagai sel T pembunuh tetapi jangan kacaukan dengan sel NK; saat ini dikenal sebagai CD8 karena cluster of differentiation diberi nomor 8). Sel-sel CD8 mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor, dan jaringan transplantasi dengan menyuntikan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran asing (Baratwidjaja, 1993)