10 BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1. Perkembangan Internet dan Jurnalisme Teknologi bisa menjadi sahabat sekaligus musuh bagi koran cetak. Seperti ketika televisi memaksa koran untuk mengubah jalan bisnis mereka dalam melayani pembaca. Sekarang, keberadaan jaringan komputer yang terhubung merupakan tantangan terbesar medium ini. Orang-orang telah dapat mencari lowongan kerja dan dapat mempromosikan produk mereka sendiri secara online, sehingga telah memotong penghasilan koran. Internet dan world wide web memberikan pembaca lebih banyak informasi dan lebih dalam dengan kecepatan yang tinggi (Baran, 2004: 122). Internet pada dasarnya merupakan sebuah jaringan antarkomputer yang saling berkaitan. Jaringan ini tersedia secara terus-menerus sebagai pesan-pesan elektronik, termasuk email, transmisi file, dan komunikasi dua arah antarindividu atau komputer. Internet sebagai sebuah jaringan pada Departemen Pertahanan dan Komunikasi Ilmiah sudah ada kira-kira selama 20 tahun. Yang membuat jaringan itu tiba-tiba menarik bagi para pengguna awam adalah penemuan Mosaic pada tahun 1993, sebuah browser untuk worl wide web yang telah membuat sumbersumber internet yang lebih banyak dapat diakses (Severin, 2005: 6). Mosaic ditemukan oleh Marc Andreessen dan Eric Bina setelah melakukan percobaan selama tiga bulan. Program ini menjadi gerbang bagi orang awam untuk mengeksplorasi web (Vivian, 2008: 261). Segala fasilitas dan kemudahan yang ditawarkan internet dalam pemenuhan kebutuhan informasi bagi manusia menjadikannya primadona. Orangorang menjadi lebih senang mencari informasi melalui layanan internet. Meski begitu besar manfaatnya, internet juga memiliki kelemahan. Sven Birkets (1994) dalam Severin berpendapat bahwa adanya perubahan dari budaya cetak ke budaya elektronik akan menyebabkan pemiskinan bahasa. Dia menyatakan bahwa komunikasi elektronik mengarah kepada penggunaan “bahasa sederhana” seperti dalam telegram (Severin, 2005: 8). 11 Di dalam media online kita akan sering menjumpai berita yang sangat pendek bahkan ada yang terdiri dari dua paragraf. Ini dikarenakan dalam jurnalisme online, kecepatan menjadi faktor utama. Namun kemudian, berita yang telah dipublikasikan sebelumnya akan dilengkapi kembali dengan pemberitaan berikutnya. Singkatnya penulisan berita juga terkait dengan psikologi pembaca online yang cenderung membaca cepat. Kalau dulu internet merupakan domain pribadi dari periset-periset dan ilmuwan-ilmuwan Amerika Serikat, maka kini internet telah menjadi suatu sistem komunikasi global yang dipakai oleh jutaan orang di seluruh dunia untuk tujuantujuan akademik dan bisnis, serta untuk korespondensi pribadi dan pencarian informasi. Internet dilahirkan pada puncak Perang Dingin pada tahun 1969, sebagai jaringan eksperimental yang disebut ARPANET. Pada tahun pertamanya, ARPANET menghubungkan empat pusat komputer universitas yang terlibat dalam riset militer untuk U.S. Defense Department’s Advanced Research Project Agency (Badan Proyek Riset Lanjut Departemen Pertahanan Amerika Serikat). Fokus dari riset ini adalah untuk merancang suatu “Internetwork” komputerkomputer yang akan terus berfungsi bahkan bilamana segmen-segmen utama dihancurkan oleh bom nuklir atau disabot (Fidler, 2002: 151). Sementara tujuan aslinya adalah untuk memudahkan pertukaran riset, pemrograman, surat dan informasi secara elektronik di kalangan pendidik dan periset, internet telah berkembang dalam cara-cara yang tidak terduga begitu militer menyerahkan pengendalian atas perkembangan dan pendanaan internet kepada organisasiorganisasi sipil dalam awal tahun 1980-an. Data ilmiah penting dan pemikiranpemikiran tetap menjadi bagian besar dari lalu lintas, tetapi hubungan-hubungan antarmanusialah yang membentuk medium ini. Yang penting bagi kebanyakan pengguna internet adalah pertukaran bebas gagasan-gagasan dan diskusi-diskusi tentang nilai-nilai. Tidak heran jika kemudian pemanfaatan internet semakin berkembang luas dalam kehidupan bermasyarakat. Sejak awal diluncurkan sebagai jaringan yang bebas diakses siapa saja, internet mendapat sambutan positif. Perkembangan teknologi perangkat komunikasi yang efisien turut mendukung melebarnya 12 penggunaan internet di masyarakat. Dulu berkirim surat untuk komunikasi jarak jauh yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Kini, dengan email dalam hitungan detik bahkan saat itu juga kita sudah bisa menerima pesan dari mana saja. Penggunaan internet juga turut menyentuh perkembangan komunikasi massa. Media massa yang memiliki ciri khas utama mampu menjangkau khalayak yang luas sekaligus tidak lepas untuk harus segera beradaptasi dengan perkembangan teknologi ini. Komputerisasi dalam pembuatan media massa cetak membantunya dalam perbaikan tata letak yang lebih dinamis dan menarik dilengkapi dengan gambar dan warna yang sesuai, sehingga koran mampu bertahan diterpa gempuran radio dan televisi. Di era digitalisasi seperti sekarang ini, banyak media massa yang juga mulai membuat media versi online. Media sekarang ini tidak lagi cukup hanya memiliki satu jenis bentuk media. Koran cetak misalnya, sebagian besarnya juga telah memiliki website untuk memuat berita. Pemuatan berita dalam media online kini dikenal dengan istilah jurnalistik online. Praktisi media harus memahami bahwa konsumen berita era baru yang berorientasi ke depan ini mensyaratkan jurnalisme gaya baru agar media tersebut dapat bertahan. Dalam istilah lebih luas, jurnalisme harus berubah dari sekadar sebuah produk – berita atau agenda perusahaan media – menjadi pelayanan yang lebih bisa menjawab pertanyaan konsumen, menawarkan sumber daya, menyediakan alat. Pada tingkat ini, jurnalisme harus berubah dari sekadar menggurui – memberitahukan publik apa yang mereka perlu tahu – menjadi dialog publik, dengan wartawan menginformasikan dan membantu memfasilitasi diskusi. Ide pentingnya adalah ke depan pers akan memperoleh integritas berdasarkan jenis konten yang disampaikan dan kualitas pekerjaan. Bukan dari fungsi eksklusifnya sebagai penyedia informasi tunggal atau perantara antara sumber berita dan publik (Kovach, 2012: 183). Jurnalistik online disebut juga cyber journalism, jurnalistik internet atau jurnalistik website, merupakan generasi baru setelah jurnalistik konvensional dan jurnalistik penyiaran. Jurnalitik jenis ini berkembang pesat setelah 13 berkembangnya jaringan internet di dunia. Pengertian jurnalistik online terkait banyak istilah, yakni jurnalistik, online, internet dan website. (Sumber) Di tengah zaman banjir informasi seperti sekarang ini justru media massa mendapat tantangan lain lagi. Meluasnya jaringan internet dan penggunaan jejaring sosial, didukung lagi dengan teknologi media komunikasi, menjadikan siapapun bisa melaporkan peristiwa apa yang sedang terjadi saat itu. Istilah jurnalisme warga, di mana warga melaporkan peristiwa yang diketahuinya, dilihatnya atau bahkan dialaminya sendiri, semakin marak ditemui di masyarakat. Banyak isu yang telah berkembang di masyarakat bahkan sebelum media massa memuatnya. Jejaring sosial biasanya menjadi motor utama penyebaran informasi di masyarakat. Berita akan tersebar di masyarakat bahkan saat peristiwa itu terjadi. Kicauan lewat twitter misalnya, dengan cepat akan disebarkan oleh pengguna twitter lainnya. Lantas apa lagi guna media massa maupun wartawan di masa sekarang? Bukankah fungsi utama mereka sebagai penyampai informasi telah banyak diambil alih oleh warga dengan memanfaatkan internet dan jejaring sosial yang mereka miliki? Bill Kovach dan Tom Rosenstiel merumuskan apa yang dibutuhkan masyarakat dari wartawan (Kovach, 2012: 184). 1. Otentikator (Pensahih): masyarakat akan membutuhkan wartawan untuk membantu mensahihkan fakta yang benar dan dapat dipercaya. Namun begitu, kita tetap tidak bisa melihat wartawan sebagai penyedia informasi tunggal. Kita tetap perlu beberapa cara untuk membedakan informasi apa yang bisa dipercaya dan beberapa bukti mendasar mengapa demikian dengan cara melihat seberapa transparan pemberitaan yang dibuat oleh wartawan tersebut terkait dengan sumber dan metode memperolehnya. Kita tidak lagi bisa menganggap sesuatu bisa dipercaya hanya karena ada di koran atau dari media. Peran penyahih akan jadi yang utama dalam ruh pembangunan otoritas perusahaan media dan elemen kunci yang relevan ketika mereka tak lagi memonopoli arus informasi atau perhatian publik. 2. Sense Maker (Penuntun Akal) : wartawan meletakkan informasi pada konteks dan mencari kaitannya hingga konsumen bisa memutuskan apa makna berita itu sesungguhnya. Berjibunnya suplai informasi membuat upaya membangun pengetahuan menjadi kian sulit. Upaya membangun makna mensyaratkan pencarian keterkaitan antarfakta untuk membantu menjawab pertanyaan kita. Perlu penjelasan tentng implikasi berita dan mengenali pertanyaan yang tak terjawab dan membantu kita menemukan pertanyaan apa yang lebih penting selanjutnya. Peran penuntun akal bukan sekadar peran komentator 14 3. 4. 5. 6. melainkan bersifat mendalam dengan pencarian fakta dan informasi yang menjadikan semua saling terkait. Investigator: wartawan harus melanjutkan fungsi sebagai investigator publik yang banyak diistilahkan sebagai peran anjing penjaga. Jurnalisme yang mengekspose apa yang disembunyikan atau dirahasiakan menjadi begitu penting dan esensial di pemerintahan demokratik. Sehingga nilai pentingnya begitu fundamental bagi jurnalisme baru dan lama. Fungsi ini kurang sering muncul di budaya media kita sekarang ini karen berita terkesan tergesa-gesa. Witness Bearer (Penyaksi): fungsi ini tidak jauh berbeda dengan fungsi “anjing penjaga” yang sudah lebih akrab di telinga kita. Hanya saja berada di tingkat lebih ramah namun lebih mendalam dibanding sebelumnya. Ada hal tertentu di komunitas yang harus diawasi, diawasi dan diteliti. Jika tidak, pemerintah dan pihak yang ingin mengeksploitasi akan mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepentingan publik. Di era baru sekarang pers yang lemah tidak boleh merajalela. Langkah penting di sini minimal adalah mengenli tempat yang mesti diawasi dalam komunitas demi keutuhan dasar masyarakat sipil dan dengan kehadirannya itu mengisyaratkan pesan kepada penguasa bahwa mereka sedang diawasi. Jika sumber dayanya tidak ada, maka pers juga harus menemukan cara untuk menciptakan dan mengorganisasi jaringan teknologi dan penjaga publik baru untuk memastikn pengawasan berjalan. Di titik ini ada potensi dibentuknya kemitraan baru dengan warga. Jika pers tidak membantu menciptakannya, besar kemungkinan orang-orang yang berkepentingan akan menguasai ruang ini dan mengontrol arus informasi penting. Artinya media harus mampu menggali sedalam dan sedetail mungkin informasi sebelum menuangkannya dalam berita. Pemberdaya: pers juga harus memberi alat yang memungkinkan kita sebagai warga menemukan cara baru untuk mengetahui. Salah satunya adalah menempatkan publik sebagai bagian dari proses berita dan bukan cuma audien. Warga diberdayakan untuk membagi pengalaman dan pengetahuan yang informatif pada pihak lain, termasuk wartawan. Para wartawan diberdayakan dengan mengejar pengalaman dan keahlian di luar sumber formal mereka. Dialog dikembangkan membuat kita memahami proses, bukan produk. Ini semua diawali dengan kesadaran bahwa konsumen atau warga adalah mitra penting yang didengar dan dibantu, bukan dicermahi. Proses kemitraan ini juga membantu jurnlisme jadi lebih baik dengan memaksa mereka berpikir lebih keras meletakkan informasi dalam konteks berguna, lengkap dengan cara menyikapinya dan memberitahu bagaimana mereka bisa melakukan itu. Tidak hanya itu, juga dilengkapi dengan ke mana mereka bisa dapat informasi lebih bahkan ketika peristiwa masih berlangsung. Aggregator Cerdas: masyarakat butuh agregator pintar yang menyisir web dan bekerja melampaui kemampuan algoritma komputer dan agregator umum. Organisasi berita masa depan harus menyisir lanskap informasi mewakili audien, melakukan pengawasan atas informasi 15 lain yang mungkin membantu. Agar perusahaan media bisa benarbenar membantu melayani konsumen berita yang berorientasi ke depan, maka harus juga mengarahkan audien ke sumber website lain yang dinilai penting. Kita akan menghrgai sumber berita yang membantu kita memanfaatkan website, tidak hanya menambahkan balok piranti Google di situsnya. Aggregator cerdas seharusnya membagi sumber yang dirujuk. Dengan cara sama yang dipakai pers menjalankan fungsi penyahih dan penuntun akal, agregasi di sini harus bisa mengefisienkan waktu pembaca dan mengarahkan mereka ke sumber terpercaya. 7. Penyedia forum: wartawan harus membantu terbentuknya ruang diskusi dan wacana yang melibatkan warga secara aktif. Koran cetak membantu menciptakan model ini ketika menemukan konsep surat pembaca pada abad ke-19. Menurutnya, akan berbahaya bagi masyarakat sipil dan mungkin akan merugikan secara finansial bagi perusahaan media jika lembaga berita tradisional membuang peran ini atau menyerahkannya pada pihak lain.lembaga berita milik komunitas bisa menjadi ruang terbuka bagi warga untuk memonitor suara dari berbagai sisi, bukan hanya dari mereka yang berideologi sama dengan kita. Sebagai warga, kita semua punya hak mempunyai ruang publik yang terbuka bagi siapapun. Jika praktisi media membayangkan bahwa tujuan mereka adalah menginspirasi dan menginformasikan wacana publik, maka membantu mengorganisir wacana tersebut adalah fungsi logis dan layak. 8. Panutan: pers model baru tidak bisa mengelak dari fungsi panutan bagi warga yang ingin membawa kesaksiannya sendiri dan sekligus bertindak sebagai wartawan warga. Tak pelak lagi mereka akan berkaca pada wartawan untuk melihat bagaimana pekerjaan ini dilakukan. Di era digital yang kian terbuka, pers yang tak menjaga klaim konstutisionalnya hanya akan makin mengecewakan. Karena publik mengukur kerja mereka berdasarkan harapan yang terbaik, bukan yang terburuk, pada jurnalisme. Maka dari itu, perusahaan pers terutama ruang redaksi, perlu menemukan gaya pengorganisasian baru bagi kerja jurnalistiknya. Pers harus lebih cerdas dalam pekerjaannya mengingat mereka diharapkan dapat berperan sebagai pensahih di tengah era banjir informasi seperti saat ini. Pers tidak hanya bertindak sebagai pemberi kesimpulan dari setiap informasi yang diperolehnya melalui pencarian di internet, tetapi juga memastikan kebenaran terjadinya peristiwa tersebut. Satu-satunya cara organisasi pemberitaan bisa menyongsong masa depan adalah dengan memahami fungsi yang mereka mainkan dalam kehidupan. Masa depan jurnalisme terletak pada fungsi yang dimainkan oleh berita dalam 16 keseharian publik, bukan pada teknik dan praktik ruang redaksi abad ke-20 yang sudah lewat. Bagaimana pun perubahan bentuk media akan terus terjadi di era digital, jurnalisme pada dasarnya tetaplah sama. Jurnalisme akan senantiasa berisi fakta dan berpengaruh bagi kehidupaan publik yang luas (Kovach, 2012: 201). Meski begitu menurut Baran (2004: 122), perkawinan antara koran dengan web belum sukses memberikan keuntungan finansial bagi koran cetak lama, tetapi memberikann tanda yang menggembirakan. Faktanya, banyak perusahaan koran yang mengakui bahwa memang harus menerima kondisi kehilangan keuntungan ekonomi ketika membangun kepercayaan pembaca online, penerimaan dan jauh di atas semua itu, pembaca yang sering dan teratur melihat website kita. Jurnalistik dipahami sebagai proses peliputan, penulisan dan penyebarluasan informasi atau berita melalui media massa. Online dipahami sebagai keadaan konektivitas mengacu kepada internet atau world wide web (www). Online merupakan bahasa internet yang berarti “informasi dapat diakses di mana saja dan kapan saja” selama ada jaringan internet atau konektivitas (Romli, 2012: 12) Jurnalistik online akan selalu berkaitan dengan keberadaan jaringan internet. Bagaimanapun juga, internet yang menghubungkan antarkomputer di seluruh dunia. Seperti yang telah kita ketahui, internet merupakan bentuk konvergensi dari beberapa teknologi penting terdahulu seperti komputer, televisi, radio dan telepon. Internet begitu memukau dan berkembang begitu cepat dengan variasi programnya yang menjadikan bumi ini dalam cengkeraman teknologi. Paul Bradshaw dalam Romli (2012: 12) menyebutkan ada lima prinsip dasar jurnalistik online yaitu: 1. Keringkasan (Brevity), berita online dituntut ringkas untuk menyesuaikan dengan kehidupan manusia dan tingkat kesibukannnya yang semakin tinggi 2. Kemampuan beradaptasi (Adaptability), wartawan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Jurnalis harus dapat menyajikan berita dengan cara membuat berbagai keragaman format berita, baik dalam bentuk tulisan, suara maupun video 17 3. Dapat dipindai (scannability), untuk memudahkan audiens, situs-situs jurnalistik online hendaknya memiliki sifat dapat dipindai agar pembaca tidak perlu merasa terpaksa dalam membaca informasi atau berita 4. Interaktivitas, komunikasi dari public kepada jurnalis dalam jurnalisme online sangat dimungkinkan dengan adanya akses yang semakin luas. Hal ini penting karena semakin audiens merasa dilibatkan maka mereka akan merasa dihargai 5. Komunitas dan percakapan, media online memiliki peran yang lebih besar daripada media cetak atau media konvensional lainnya, yakni sebagai komunitas. Jurnalis online juga harus memberi jawaban atau timbal balik kepada publik sebagai sebuah balasan atas interaksi yang dilakukan publik tadi. Pemanfaatan komputer oleh masyarakat luas mulai marak setelah penjualan komputer komersial meledak di pasaran. Banyaknya pengguna komputer personal dan terus berkembangnya perangkat komputer beserta jaringannya menjadikan masa depan media juga turut berubah. Proses perkembangan komputer dan jaringan memberi sumbangsih yang cukup besar dalam keberadaan media online (Baran, 2012: 390). Internet, kependekan dari interconnection-networking, secara harfiyah artinya adalah jaringan antarkoneksi. Internet dipahami sebagai sistem jaringan komputer yang saling terhubung. Berkat jaringan itulah yang ada di sebuah komputer dapat diakses orang lain melalui komputer lainnya. Jaringan ini mentransmisi informasi dari banyak orang ke banyak orang. Internet menghasilkan sebuah media, dikenal dengan media online (Romli, 2012: 12). Telah diramalkan bahwa di masa depan jaringan menjadi bentuk terpenting dari transmisi media. Pengembangan jaringan telah dimulai sejak tahun 1960-an. Perkembangan yang berkesinambungan dari fungsi-fungsi komputer dan peralatan lain yang terkait jaringan mulai makmur setelah tahun 1990 (Wen, 2003: 83). Hampir seluruh penduduk dunia mulai bisa mengakses jaringan internet. Kantor-kantor maupun komputer milik pribadi dihubungkan dengan jaringan untuk memudahkan perolehan dan pertukaran informasi di seluruh dunia. 18 Internet merupakan sarana pertukaran informasi seluruh dunia melalui serangkaian komputer yang saling berhubungan. Komponen yang paling populer dari internet adalah world wide web (www). Sebenarnya ada banyak fitur yang bisa dimanfaatkan di internet. Namun, web telah dikembangkan menjadi fitur yang komersil. Maka website adalah komponen internet yang aling sering digunakan untuk kepentingan apapun di dunia. Termasuk untuk pemasaran bisnis, hingga pemuatan berita bagi media massa (Blech dan Blech, 2001: 495). Internet sangat tepat dikatakan sebagai “jaringan dalam jaringan” yang berkembang dalam kecepatan yang sangat menakjubkan. Salah satu cara untuk mengakses informasi pada internet adalah melalui world wide web, biasanya sering diesbut website atau web. Website atau site (situs) adalah halaman mengandung konten (media), termasuk teks, video, audio dan gambar. Website bisa diakses melalui internet dan memiliki alamat internet yang dikenal dengan URL (Uniform Resource Lacator) yang berawalan www atau http:// (Hypertext Transfer Protocol). Dari pengertian tersebut, jurnalistik online dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian informasi melalui media internet, utamanya website. Membangun dan memelihara sebuah website yang sukses membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak. Butuh kreativitas yang tinggi untuk menarik pengunjung melihat sebuah website dan meminta mereka untuk kembali melihatnya di lain waktu. Sementara, keberlangsungan media online bergantung pada pembaca yang dengan rutin membuka website tersebut. Jika media tersebut tidak mampu menarik pembaca untuk setia membuka website tersebut maka media tersebut tidak akan mampu bertahan lama. Kita biasanya menganggap orang yang mengakses sebuah media sebagai anggota khalayak, namun internet memiliki pengguna, bukan anggota khalayak. Setiap saat, atau bahkan pada saat yang sama, seseorang mungkin dapat membaca konten internet dan menciptakan konten untuk disebarkan melalui internet. Misalnya saat mengakses email ataupun chating, merupakan salah satu contoh bagaimana sorang pengguna internet bisa menjadi pembaca sekaligus pencipta pesan. Dengan mudah kita dapat mengakses web, dari satu halaman ke halaman yang lain (Baran, 2012: 399). 19 Media dan website bekerja bersama-sama dengan baik karena keduanya adalah berhubungan dengan komunikasi yang bersifat massa. Website membawa komunikator bersama-sama membangun komunitas dan menampilkan produk media, teks ataupun karya seni kepada khalayak global. Kita bisa memasukkan segala bentuk pesan ke dalam web, baik berupa teks, gambar, gambar bergerak suara hingga paduan kesemuanya. Internet dan website membentuk kembali cara kerja media-media secara signifikan. Ketika media yang berinteraksi dengan kita berubah, peran yang dimainkannya di dalam kehidupan kita dan dampak yang dimilikinya dalam kebudayaan kita juga akan turut berubah (Baran, 2012: 388). II.1.1. Konvergensi Konvergensi adalah bentuk revolusioner dan evolusioner dari jurnalisme yang muncul di berbagai belahan dunia. Definisi konvergensi bergantung pada perspektif masing-masing individu. Konvergensi dimaknai berbeda di tiap negara, karena adanya perbedaan budaya. Faktor lain yang mempengaruhi defenisi tersebut adalah regulasi yang mengatur kepemilikan media dan kekuatan teknologi digital. Larry Pryorr, professor komunikasi dari University of South California, mengemukakan defenisi konvergensi yaitu “konvergensi adalah apa yang terjadi di ruang berita sebagai staf editorial anggota bekerja sama untuk menghasilkan beberapa produk untuk beberapa platform untuk menjangkau khalayak massa dengan konten interaktif.” Secara umum, konvergensi adalah sebuah kondisi di mana suatu media massa memiliki beragam platform untuk memuat berita maupun informasi yang mereka sajikan (Quinn dan Filak, 2005: 3). Adapun Jenkins dalam Jurnal Dewan Pers (2013: 17), berpendapat bahwa konvergensi multimedia massa menciptakan kebudayaan baru karena isi pesan pemberitaan berhamburan datang dengan berbagai platform piranti lunak di beragam piranti kerasnya. Konvergensi adalah kata untuk menggambarkan perubahan teknologi, industri, budaya dan sosial yang datang bersama-sama dari industri yang sebelumnya terpisah (komputasi, cetak, film, audio dan sebagainya). Sehingga dalam prakteknya, perusahaan pers yang menerapkan konvergensi 20 multimedia harus mempekerjakan wartawan yang punya keahlian ganda pula. Mereka harus mampu melakukan berbagai jenis peliputan dengan menggunakan berbagai perangkat, mengolah hasil liputan dalam berbagai bentuk penyiaran serta menyebarkan berita dengan menggunakan berbagai saluran. Dalam konteks media online saat ini, konvergensi bisa dibuat hanya dalam satu halaman website. Media tidak lagi harus membuat stasiun televisi atau radio yang membutuhkan dana besar untuk operasional. Cukup dengan sebuah halaman website, seluruh platform media bisa dibuat. Media bisa menyajikan berita dalam format tulisan, suara, atau paduan suara dan gambar yang bergerak. Professor Rich Gordon dari Universitas Northwestern telah mengidentifikasi lima bentuk konvergensi yang ada di Amerika Serikat sebagai berikut (Gordon dalam Quinn dan Filak, 2005: 4-6): 1. Konvergensi kepemilikan. Hal ini berkaitan dengan pengaturan dalam satu perusahaan media besar yang mendorong cross-promosi dan berbagi konten antara cetak, online dan platform televisi dimiliki oleh perusahaan yang sama. Contoh terbesar di Amerika Serikat adalah Tribune Company. Presiden Jack Fuller mengatakan bahwa memiliki televisi, radio dan surat kabar dalam satu pasar memberikan cara untuk menurunkan biaya, meningkatkan efisiensi, dan "memberikan kualitas berita yang lebih tinggi pada saat tekanan ekonomi" 2. Konvergensi taktis. Ini menggambarkan berbagi konten pengaturan dan kemitraan yang telah muncul di antara media perusahaan dengan kepemilikan terpisah. Yang paling umum model kemitraan antara stasiun televisi atau kabel channel dan surat kabar di mana masing-masing perusahaan tetap dengan pendapatan sendiri. Gordon mencatat: "dalam sebagian besar pasar, motivasi utama dan tujuan awal kemitraan ini tampaknya untuk kepentingan promosi " 3. Konvergensi struktural. Bentuk konvergensi terkait dengan perubahan pengumpulan berita dan distribusi, Gordon menulis, tetapi juga merupakan proses manajemen dalam arti memperkenalkan perubahan dalam praktek kerja. Sebuah contoh adalah Orlando Keputusan Sentinel untuk mempekerjakan tim produsen multimedia dan editor untuk mengemas materi cetak untuk televisi. Tim penulisan ulang konten cetak dalam bentuk yang sesuai untuk televisi itu. Sementara itu, sebuah situs web yang terpisah menghasilkan bahan asli dan juga mengemas ulang konten dari koran dan televisi mitra. Mereka juga menghasilkan konten terfokus, seperti televisi talkbacks antara wartawan cetak dan televisi partner. Talkbacks terdiri dari percakapan antara penyiar televisi dan wartawan spesialis di lapangan. 4. Konvergensi pengumpulan informasi. Ini terjadi di tingkat pelaporan dan istilah Gordon untuk situasi di mana perusahaan media membutuhkan wartawan untuk memiliki beberapa keterampilan. Di beberapa bagian 21 dunia, ini merupakan bentuk yang paling kontroversial dari konvergensi sebagai perdebatan orang-orang apakah satu orang bisa berhasil menghasilkan konten yang berkualitas di semua bentuk media. Beberapa istilah muncul untuk menggambarkan fenomena ini, termasuk platypus atau Inspector Gadget atau ransel jurnalisme. Reporter multimedia tunggal mungkin merupakan pilihan yang sesuai dan bisa diterapkan di acara-acara berita kecil atau di organisasi media pasar kecil. Namun pada acara berita utama di mana kelompok wartawan mono-media melebihi satu reporter multimedia, bentuk pelaporan tidak mungkin menghasilkan kualitas. Teknologi digital menjadikan wartawan multi-keterampilan mungkin terjadi, tetapi kita tidak akan melihat terlalu banyak Inspektur Gadget sampai wartawan cukup terlatih dan dilengkapi. Jenis pelatihan crossplatform yang dibutuhkan untuk menghasilkan jurnalis seperti ini selalu menjadi isu bermasalah di Amerika Serikat. 5. Menceritakan atau konvergensi presentasi. Gordon mengatakan jenis konvergensi ini beroperasi pada tingkat jurnalis yang bekerja, meskipun perlu dukungan manajemen dalam hal pembelian peralatan yang sesuai. Dia memperkirakan bahwa baru bentuk cerita akan muncul dari kombinasi komputer, perangkat portabel pengumpulan berita, dan potensi interaktif Web dan televisi, sebagai wartawan belajar untuk menghargai kemampuan unik setiap media. Banyak wartawan yang memikirkan bagaimana melakukan bentuk konvergensi ini. Doug Feaver, editor eksekutif washingtonpost.com, mengatakan bahwa jurnalis yang bekerja di medianya "menciptakan media baru" saat mereka bekerja. Bentuk konvergensi tetap fase percobaan atau evolusi dalam banyak ruang redaksi. Tapi kita bisa melihatnya muncul karena semakin banyak orang lulus dengan keterampilan digital canggih. Di beberapa daerah, ada koran terbitan nasional yang dijual hanya dengan seribuan rupiah. Harga jual yang rendah ini dianggap dapat mengganggu pertumbuhan pers daerah. Memang untuk harga jual majalah masih tinggi, namun persaingan ketat. Sekarang yang terjadi bukan lagi bagaimana menjual majalah kepada pembaca, tetapi bagaimana memperoleh pembaca yang tepat secara luas. Menurut Efendi dalam Jurnal Dewan Pers (2013: 9), luasnya pembaca dibutuhkan untuk peningkatan perolehan iklan. Semua ini memperlihatkan bahwa pendapatan yang berasal dari sirkulasi saat ini sangat kecil. Sementara iklan diperebutkan oleh banyak penerbitan. Untuk tetap hidup dan berkembang, saat ini dibutuhkan model bisnis baru media cetak. Media cetak tidak dapat hanya mengandalkan revenue konvensional seperti sirkulasi yang semakin mengecil dan iklan yang diperbutkan banyak penerbit. Maka media harus memanfaatkan teknologi komunikasi internet 22 dan bekerja sama dengan media lain seperti radio dan televisi serta media sosial. Media cetak tak lagi bisa berdiri sendiri. Steven Paul “Steve” Jobs mengemukakan bahwa “dalam konvergensi media hal terpenting adalah bagaimana dalam satu perangkat praktis kita bisa mendapatkan informasi apapun, terutama yang menghibur dan tantangannya menyangkut bagaimana semua informasi itu sahih”. Mengacu pada pernyataan ini, maka konvergensi yang dimaksud Steve Jobs dapat dibuat pada media online. Di mana satu halaman menyajikan berbagai bentuk pemuatan berita. Tetapi ada tantangan lain seiring dengan berkembangnya media online. Akan semakin sulit memastikan kesahihan sebuah informasi. Karena siapapun dapat menebarkan informasi tersebut. II.2. Pers dan Jurnalistik Pers adalah lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem pemerintahan di negara di mana ia beroperasi, bersamasama dengan subsistem lainnya. Ditinjau dari teori sistem, pers merupakan sistem terbuka yang probabilistik. Terbuka artinya bahwa pers tidak bebas dari pengaruh lingkungan, tetapi di lain pihak pers juga mempengaruhi lingkungan. Probabilistik berarti hasil operasinya tidak dapat diduga secara pasti (Efendy, 2000: 87). Pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar, majalah, tabloid dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas meliputi media massa cetak maupun elektronik, antara lain radio siaran dan televisi siaran, sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik. Jadi tegasnya, pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang menyebarkan berita sebagai karya jurnalistk kepada khalayak. Pers dan jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga karena ia berwujud, konkret, nyata. Sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan, daya hidup, menghidupi pers. Dengan demikian, pers dan jurnalistik merupakan dwitunggal. Pers tidak mungkin beroperasi tanpa jurnalistik, sebaliknya jurnalistik tidak akan mungkin mewujudkan suatu karya bernama berita tanpa pers. 23 Pengertian pers dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah yaitu: Pers adalah lembaga sosial wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya yang dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia (Sukardi, 2012: 60) Meski dari pengertian tersebut terdapat kalimat “segala jenis saluran yang tersedia”, namun tidak lantas semua saluran komunikasi termasuk katagori pers. Wina Armada lebih lanjut menjelaskan bahwa yang dapat dikatagorikan sebagai pers adalah jika proses pengerjaan dan isinya memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik, termasuk menaati Kode Etik Jurnalistik (Sukardi, 2012: 61). Pers dan jurnalistik merupakan dua hal yang terkait sangat erat. Jika dari pengertiannya pers merupakan wadah, maka jurnalistik merupakan kegiatan atau aktivitasnya. Jurnalistik atau journalism berasal dari kata journal, artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari. Pengertian ini bisa juga berarti surat kabar. Journal berasal dari bahasa Latin diurnal, artinya harian atau setiap hari. McDougall menyebutkan bahwa jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting di mana pun dan dalam kondisi bagaimanapun. Di negara-negara demokrasi, jurnalisme sangat diperlukan dalam sebagai penyambung lidah antara masyarakat dengan pemerintah yang berkuasa. Tidak peduli perubahan-perubahan sosial, budaya dan ekonomi di masa datang. Tidak dapat dibayangkan bagaimana jadinya tanpa ada jurnalisme berkembang di dalamnya (Kusumaningrat, 2009: 15). Pers memiliki peranan yang sangat penting di masyarakat. Pers lah yang menjadi perantara informasi dari masyarakat dan penguasa. Dalam pekerjaannya, pers bertanggung jawab kepada masyarakat. Walau bagaimanapun, pers bekerja mengatasnamakan kepentingan rakyat yang berhak mengetahui berbagai informasi atas peristiwa yang terjadi. Kusumaningat merumuskan bahwa pers yang bertanggung jawab memiliki delapan fungsi (2009: 27) sebagai berikut: 1. Fungsi informatif, di mana pers memberikan informasi kepada masyarakat secara teratur. Pers menghimpun dan menyebarkan 24 informasi yang penting bagi masyarakat, peristiwa yang berdampak bagi masyarakat. Pers yang baik tidak sekadar memberitakan gosip atau hal-hal yang tidak penting bagi masyarakat. 2. Fungsi kontrol, yaitu sebagai pengawas berlangsungnya pemerintahan oleh penguasa. Selain itu juga mengawasi kerja sama antara pemerintah dan pengusaha. Pers akan memberikan informasi kepada masyarakat tentang bagaimana pemerintah menjalankan negara dengan program-program mereka, bagaimana pengusaha menjalankan kerja mereka yang juga berdampak bagi kehidupan masyarakat dan negara. 3. Fungsi interpretatif dan direktif, yaitu memberikan interpretasi dan bimbingan. Fungsi ini biasanya dapat dilakukan melalui rubrik tajuk rencana ataupun kolom opini dan berita latar belakang. Di dalam tulisan-tulisan tersebut biasanya terselip pesan bimbingan tindakan apa yang mungkin dapat dilakukan oleh masyarakat menyikapi peristiwa yang terjadi. Fungsi ini juga dapat membantu mencerdaskan masyarakat dalam bersikap. 4. Fungsi menghibur, pers menuturkan kisah-kisah dunia dengan tulisan yang hidup dan menarik, meski informasi yang disampaikan relatif tidak terlalu penting. Fungsi menghibur biasanya dapat kita temukan dalam tulisan-tulisan feature, baik berupa tulisan tentang pariwisata, budaya, profil, dan sebagainya. 5. Fungsi regeneratif, yaitu pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru agar terjadi proses regenerasi dari angkatan sebelumnya kepada angkatan yang baru. Pers menyampaikan bagaimana sebuah peristiwa terjadi di masa lalu, bagaimana dunia ini dijalankan sekarang dan bagaimana penyelesaiannya. Sehingga generasi setelahnya akan mempunyai gambaran mengenai penyelesaian sebuah permasalahan yang sedang terjadi dengan bercermin dari masalah yang mungkin serupa dan terjadi di masa sebelumnya. 6. Fungsi pengawalan hak warga negara, di mana pers harus dapat menjamin hak setiap pribadi untuk bisa didengar dan diberi 25 penerangan yang dibutuhkannya. Pers diharapkan jangan sampai menimbulkan kategori golongan masyarakat mayoritas dan minoritas dalam pemberitaan yang mereka muat. Dengan demikian, pers harus sangat berhati-hati dalam membuat istilah dan pilihan kata yang tepat dalam pemberitaan yang mereka buat agar tidak menimbulkan konflik baru di masyarakat. 7. Fungsi ekonomi, yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Dengan menggunakan iklan, penawaran akan berjalan dari tangan ke tangan dan barang produksi pun dapat dijual. 8. Fungsi swadaya, di mana pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kewajibannya sendiri agar dapat independen dari pengaruh-pengaruh serta tekanan dalam bidang keuangan. Sehingga pers juga dapat menjamin kesejahteraan wartawan mereka dan diharapkan mampu independen dalam pemberitaan mereka. Media yang digunakan sejak awal sejarah kerja jurnalistik adalah dalam bentuk tulisan. Tidak salah jika kemudian disebutkan bahwa surat kabar merupakan media penyebaran jurnalistik yang tertua di dunia. Surat kabar pertama yang diketahui pertama kali dibuat pada masa kekuasaan Caesar di Roma yang disebut Acta Diurna. Secara harfiah, Acta Diurna berarti kegiatan-kegiatan dalam sehari. Kegiatan-kegiatan tersebut dituliskan dalam sebuah batu tulis, ditempatkan di dinding setelah setiap pertemuan senat. Sirkulasinya tunggal dan tidak ada pengukuran yang akurat untuk menghitung jumlah pembacanya karena orang-orang yang akan datang sendiri untuk melihatnya. Namun benda ini dapat menunjukkan bahwa orang selalu ingin mengetahui hal yang telah terjadi dan orang lain akan membantu mereka untuk mengetahuinya (Baran, 2012: 130). Sedangkan surat kabar yang kita kenal seperti saat ini bermula pada abad ke-17 di Eropa. Adalah Corantos, lembaran berita satu halaman tentang kejadian khusus yang dicetak berbahasa Inggris di Belanda pada tahun 1620. Surat kabar tersebut diimpor ke Inggris oleh para penjual buku Inggris yang bersemangat unntuk memuaskan tuntutan publik atas informasi tentang yang terjadi di Eropa Daratan. Ini pula yang akhirnya menjadi salah satu penyebab Perang Tiga Puluh Tahun. 26 Pertarungan kekuasaan politik di Inggris pada saat itu mendorong munculnya bibit-bibit media ketika para partisan pada sisi monarki dan parlemen menerbitkan diurnal untuk mendukung posisi mereka. Ketika monarki menang, monopoli hak penerbitan diberikan kepada Oxford Gazette, suara resmi kerajaan. Oxford Gazette didirikan pada tahun 1665, kemudian diganti dengan nama London Gazette. Jurnal ini menggunakan formula berita asing, informasi resmi, pernyataan kerajaan dan berita lokal yang menjadi model bagi surat kabar pertama di daerah kolonial (Baran, 2012: 131). Surat kabar memang terlahir di Eropa. Namun perkembangan yang sangat pesat justru terjadi di Amerika. Pada masa peralihan menuju abad ke-19, Kota New York menyediakan segala bahan yang diperlukan untuk khalayak, surat kabar dan jurnalisme baru. Pada masa itu, Kota New York dapat dikatakan sebagai kota pusat kebudayaan, perdagangan, politik, dan terutama karena gelombang imigrasi yang datang ke garis pantainya yang sangat beragam secara demografis. Ditambah lagi dengan pertumbuhan kemampuan baca-tulis di kalangan para pekerja sehingga kondisi ini sangat membantu untuk bertumbuhnya penny press, surat kabar 1 sen untuk semua orang. Surat kabar tersebut adalah New York Sun, didirikan oleh Benjamin Day pada tanggal 3 September 1833. Inovasi yang dikeluarkan Day adalah dengan menjual surat kabarnya dengan harga yang sangat murah sehingga akan mampu menarik banyak pembaca, sehingga akan ada ruang yang dapat dijual kepada pengiklan sebagai sumber dana agar dapat bertahan. Masyarakat yang biasanya tidak dilibatkan dalam arus utama sosial, kebudayaan dan politik dengan segera melihat nilai surat kabar massal. Sejak tahun 1827, mulai bermunculan beragam surat kabar yang terus berupaya menyuarakan suara masyarakat. Setidaknya ada 40 surat kabar yang turut menyuarakan suara minoritas dan memuat isu kemanusiaan yang terjadi di Amerika. Surat kabar tersebut diantaranya Freedom’s Journal, The Ram’s Horn, North Star dan lain sebagainya (Baran, 2012: 135). Surat kabar-surat kabar tersebut memuat berita yang jauh berbeda dari surat kabar yang pernah ada di masa itu yang sebagian besarnya berisi tentang kerjaan dan pejabat publik belaka. 27 Masyarakat merasa senang dengan keberadaan surat kabar yang memberitakan sisi kemanusiaan lainnya yang terjadi di sekitar mereka. Di masa-masa setelahnya, medium yang memuat informasi untuk masyarakat semakin berkembang dan beragam bentuknya. Dimulai dengan radio siaran pada masa Perang Dunia, kemunculan televisi dan TV kabel jaringan berlangganan hingga seperti sekarang ini, kehadiran dan perkembangan internet yang sangat pesat. Selama perkembangan media komunikassi berlangsung, media berupa cetakan tetap dibutuhkan oleh masyarakat. Terbukti dengan keberadaannya yang hingga saat ini masih begitu mudah diteemukan di manamana. Teknologi melayani perkembangan media online dan koran cetak tradisional sekaligus. Komputer dan satelit sangat membantu pengumpulan dan penyebaran berita, baik ketika reporter mengirimkannya ke redaktur atau pengiriman berita ke online data service. Komputer juga membuat proses tata letak dan pencetakan lebih mudah, cepat dan akurat sehingga membantu mengontrol biaya produksi koran (Baran, 2003: 124) II.3. Komunikasi dan Komunikasi Massa Banyak definisi komunikasi bersifat khas, mencerminkan paradigma atau perspektif yang digunakan ahli-ahli komunikasi tersebut dalam mendekati fenomena komunikasi. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi, definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal tersebut. Komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk memahami satu sama lain. Walaupun komunikasi kita dapat menjadi ambigu, satu tujuan utamanya adalah pemahaman (Mulyana, 2005: 46) Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Di awal perkembangannya, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata “media komunikasi massa”, media massa yang dihasilkan oleh teknologi modern. Media massa menunjuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa. Massa dalam komunikasi massa menunjuk pada penerima pesa yang berkaitan dengan media massa. Media massa dapat berbentuk 28 cetak (koran dan majalah), elektronik (televisi dan radio) buku dan film. Dalam perkembangan komunikasi massa dewasa ini ada satu perkembangan media massa, yakni internet (Nurudin, 2003: 3). Komunikasi massa merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusionalnya atau gabungan antara tujuan, organisasi dan kegiatan yang sebenarnya. Karena komunikasi tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan masyarakat secara keseluruhan, maka komunikasi massa pun amat dipengaruhi oleh kebudayaan dan peristiwa sejarah. Mempelajari komunikasi massa secara menyeluruh sama dengan mempelajari masyarakat secara keseluruhan (McQuail,1996: 8). Komunikasi massa adalah bentuk komunikasi yang mampu menjanngkau ribuan, bahan jutaan orang melalui medium massa seperti koran atau televisi. Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses penggunaan sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audien yang luas untuk tujuan memberi informasi, menghibur atau membujuk. Setiap rubrik di koran atau program di televisi mengandung salah satu maupun sekaligus ketiga tujuan tersebut (Vivian, 2008: 450). Komunikasi massa merujuk pada keseluruhan institusi yang merupakan pembawa pesan yang mampu menyampaikan pesan-pesan ke jutaan orang nyaris serentak. Komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara yakni komunikasi oleh media dan komunikasi untuk massa. Namun tidak berarti bahwa komunikasi massa adalah komunikasi untuk setiap orang. Media tetap cenderung memilih khalayak yang menjadi sasaran dari informasi yang merekaberikan dan demikian pula sebaliknya, khalayak pun memilih-milih media yang sesuai dengan keinginan mereka. Khalayak memilih media yang memberikan informasi yang menurut mereka berita itulah yang mereka butuhkan (McQuail, 1996: 7). Dengan kata lain, media cenderung mengisi pemberitaan mereka sesuai dengan keinginan ataupun kebutuhan khalayak mereka. Media memilih-milih informasi seperti apa yang dirasa sesuai dengan karakteristik khalayaknya. Begitu pun khalayak, khalayak cenderung memilih media-media yang memuat informasi yang sesuai dengan selera mereka. Hal ini terjadi karena ada begitu banyak ragam 29 karakter manusia maupun lingkungan sosial tempat sehari-hari mereka berinteraksi dengan manusia lainnya. Sehingga kebutuhan akan informasi masingmasing orang akan berbeda-beda dengan sendiriya. Komunikasi massa membutuhkan media massa dalam penyebarannya. Karena sifat media massa yang mampu menjangkau khalayak yang luas sebagai sasaran dari berlangsungnya komunikasi massa. Media massa adalah institusi yang berperan sebagai pelopor perubahan. Ini merupakan paradigma utama media massa (Bungin, 2006: 85). Dalam menjalankan paradigma utama tersebut, media massa memiliki peranan yang penting bagi masyarakatnya. Di antara peranan yang dimiliki oleh media massa adalah sebagi berikut: 1. Sebagai media edukasi, media massa berperan memberikan pencerahan kepada masyarakat. Melalui kontennya, media massa berperan untuk mendidik masyarakat agar cerdas, berpikiran terbuka dan menjadi masyarakat yang maju. 2. Sebagai media informasi, media massa bertanggung jawab menyampaikan informasi yang jujur dan benar kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan kaya dengan informasi yang beragam. Untuk itu, media wajib memastikan kebenaran sebuah berita sebelum menyebarkan kepada masyarakat dengan memenuhi semua unsur jurnalisme dalam pemberitaan mereka. Prinsip jurnalisme harus diterapkan selama proses pengumpulan hingga penyebaran berita ataupun informasi. Keterbukaan informasi dalam masyarakat juga akan membantu terciptanya masyarakat yang cerdas. 3. Sebagai media hiburan, media massa juga menjadi institusi kebudayaan, yaitu setiap saat menjadi corong kebudayaan, katalisator perkembangan budaya. Sebagai pelopor perubahan, yang dimaksud adalah mendorong agar perkembangan budaya itu bermanfaat bagi manusia bermoral dan mencegah berkembangnya budaya yang justru merusak peradaban manusia. Orang yang paling mencolok dalam komunikasi massa adalah komunikator. Namun komunikasi massa bukan upaya satu orang saja. Ada sangat banyak orang terlibat di dalamnya. Setiap orang media yang dapat menghentikan atau mengubah pesan di tengah jalan menuju audien disebut gatekeeper. Editor 30 koran atau majalah dan produser program adalah gatekeeper karena mereka yang memutuskan berita mana yang akan dimuat atau ditonjolkan dan sesuai dengan publikasi mereka. Gatekeeper punya tanggung jawab besar karena mereka membentuk pesan yang sampai ke kita (Vivian, 2008: 459) Wright (1959) dalam Severin (2005: 4) mengemukakan tiga ciri komunikasi massa sebagai berikut: 1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen dan anonim. 2. Pesan-pesan yang disampaikan secara umum sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. Karena pesan-pesan yang disampaikan akan selalu berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi saat itu. 3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar. Misalnya pada perusahaan media massa. Komunikasi massa disebarluaskan melalui media massa. Inti dari fungsi media sebagai penyampai informasi adalah mencari, memuat dan menyebarluaskan berita. Para jurnalis atau wartawan sendiri tidak selalu sepakat tentang definisi dari berita. Definisi berita masih sering menjadi perdebatan di kalangan jurnalis maupun pakar jurnalisme sendiri. Salah satu definisi yang berguna adalah berita merupakan laporan tentang sesuatu yang ingin atau perlu diketahui oleh orang-orang. Iklan juga bagian dari fungsi informasi dalam media, namun iklan dan berita merupakan dua hal yang sangat berbeda (Vivian, 2008: 8). II.3.1. Mediamorfosis Sepanjang perjalanan peradaban manusia di dunia, perubahan akan selalu terjadi. Manusia akan terus berkembang dan berinovasi dengan memanfaatkan lingkungan ataupun sengaja membuat beragam alat yang akan dapat membantu manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sistem kehidupan masyarakat pun senantiasa turut berubah bersama perkembangan zaman. Dalam interaksi antarmanusia, komunikasi menjadi alat utama bagi manusia untuk mengerti satu 31 sama lain. Untuk memberi tahu manusia lainnya tentang apa yang kita ingin katakan, begitupun agar orang lain mengerti. Dengan saling mengerti, interaksi antarmanusia dapat terjalin. Komunikasi merambah banyak hal, baik bahasa, lisan maupun tulisan, suara, gerak tubuh maupun tanda-tanda lain yang mengandung arti dan disepakati bersama oleh individu-individu yang terlibat di dalamnya. Komunikasi pun sudah pasti turut mengalami perubahan sejak awal manusia ada hingga zaman teknologi digital saat ini. Riwayat perkembangan komunikasi antarmanusia adalah sama dengan sejarah kehidupan manusia itu sendiri. Menurut Nordenstreng dan Varis (1973) dalam Bungin (2006: 105), ada empat titik penentu utama dalam sejarah komunikasi manusia, yaitu: 1. Penemuan bahasa sebagai alat interaksi tercanggih 2. Perkembangan seni tulisan dan kemampuan bicara manusia menggunakan bahasa 3. Perkembangan kemampuan reproduksi kata-kata tertulis dengan menggunakan alat pencetak, sehingga memungkinkan terwujudnya komunikasi massa 4. Lahirnya komunikasi elektronik, mulai telegraf, telepon, radio, televisi hingga satelit. Media yang digunakan manusia guna mendukung berlangsungnya komunikasi dengan lebih cepat dan menjangkau banyak orang tak luput dari perkembangan ini. Perubahan yang terjadi pada media komunikasi sering disebut mediamorfosis. Mediamorfosis pertama kali dikemukakan oleh Roger Fidler dalam sebuah artikel yang dimuat di sebuah koran pada tahun 1990 (Fidler, 2003: xi). Roger kemudian memperluas konsep yang dikemukakannya itu hingga menjadi sebuah buku. Mediamorfosis bukanlah sekadar teori sebagai cara berpikir yang terpadu tentang evolusi teknologi media komunikasi. Mediamorfosis mendorong kita untuk memahami semua bentuk sebagai bagian dari sebuah sistem yang saling terkait dan mencatat berbagai kesamaan dan hubungan yang ada antara bentuk- 32 bentuk yang muncul di masa lalu, masa sekarang dan yang sedang dalam proses kemunculannya. Dengan mempelajari sistem komunikasi secara menyeluruh, kita akan menemukan bahwa media baru tidak muncul begitu lama. Ketika bentukbentuk media komunikasi yang lebih baru muncul, bentuk-bentuk yang terdahulu biasanya tidak mati, melainkan terus berkembang dan beradaptasi. Roger Fidler (2003: 44) merumuskan setidaknya ada enam prinsip dasar mediamorfosis 1. Koevolusi dan koeksistensi: semua bentuk media komunikasi hadir dan berkembang bersama dalam sistem yang adaptif dan kompleks serta akan terus meluas. Begitu muncul dan berkembang setiap bentuk media komunikasi yang baru dalam beberapa waktu hingga pada tingkat yang beragam pasti akan memengaruhi perkembangan setiap bentuk media komunikasi yang lain. 2. Metamorphosis: media baru tidak muncul begitu saja tanpa ada kaitan dengan media yang lain, semuanya muncul secara bertahap dari metamorfosis media terdahulu. Roger berpandangan pada tahap ini, bentuk media terdahulu cenderung akan beradaptasi dan lebih berkembang menyesuaikan diri dengan kehadiran bentuk media baru. Artinya, media terdahulu tak lantas mati begitu saja. 3. Pewarisan: bentuk baru media komunikasi yang muncul mewarisi sifat-sifat dominan dari bentuk-bentuk sebelumnya. Sehingga, bentuk media komunikasi yang baru sedikit banyak akan memiliki beberapa sifat yang sama dari media komunikasi terdahulu. 4. Kemampuan bertahan: semua bentuk media komunikasi dan perusahaan media dipaksa untuk beradaptasi dan berkembang agar dapat bertahan dalam lingkungan yang berubah. Di sini, media dipaksa untuk dapat berinovasi sedemikian rupa agar tetap menarik perhatian masyarakat. Jika tidak mampu bertahan, maka pilihan yang tersedia lainnya hanyalah mati. 5. Peluang dan kebutuhan: media baru tidak langsung diadopsi secara luas lantaran keterbatasan-keterbatasan teknologi itu sendiri. Pasti selalu ada kesempatan dan alasan-alasan sosial, politik dan atau ekonomi yang mendorong teknologi media baru untuk berkembang. 6. Pengadopsian yang tertunda: teknologi-teknologi media baru selalu membutuhkan waktu yang lebih lama daripada yang diperkirakan untuk mencapai kesuksesan bisnis. Teknologi-teknologi itu cenderung membutuhkan sedikitnya satu generasi manusia (20-30 tahun) untuk bergerak maju dari rancangan konsep hingga perluasan pengadopsiannya. 33 II.4. Interaksionisme Simbolik Perspektif interaksi simbolik sebenarnya berada di bawah payung perspektif yang lebih besar yang sering disebut perspektif fenomenologis atau perspektif interpretif. Maurice Natanson (dalam Mulyana, 2001: 59) menggunakan istilah fenomenologis sebagai suatu istilah generik untuk merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial. Menurut Natanson, pandangan fenomenologis atas realitas sosial menganggap dunia intersubjektif sebagai terbentuk dalam aktivitas kesadaran yang salah satu hasilnya adalah ilmu alam. Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa dua pendekatan utama dalam tradisi fenomenologis adalah interaksionisme simbolik dan etnometodologi. Selama dekade-dekade awal perkembangannya, teori interaksi simbolik seolah-olah tetap tersembunyi di belakang dominasi teori fungsionalisme dari Talcott Parsons. Namun kemunduran fungsionalisme tahun 1950-an dan tahun 1960-an mengakibatkan interaksionisme simbolik muncul kembali ke permukaan dan berkembang pesat hingga saaat ini. Selama than 1960-an tokoh-tokoh interaksionis seperti Howard S Becker dan Erving Goffman menghasilkan kajiankajian intepretif yang menarik dan menawarkan pandangan alternatif yang sangat memikat mengenai sosialisasi dan hubungan antara individu dan masyarakat. Menurut Meltzer, sementara interaksionisme simbolik dianggap relatif homogen, sebenarnya perspektif ini terdiri dari beberapa mazhab berdasarkan historis dan intelektual mereka yang berbeda. Aliran-aliran interaksionisme simbolik tersebut adalah Mazhab Chicago, Mazhab Iowa, Pendekatan Dramaturgis dan Etnometodologi. Mazhab Chicago dan Mazhab Dramaturgis tampaknya memberikan pemahaman lebih lengkap mengenai realitas yang dikaji. Kedua pendekatan itu tidak hanya menganalisis kehadiran manusia di antara sesamanya, tetapi juga motif, sikap, nilai yang mereka anut dalam privasi mereka. Meskipun terdapat berbagai cara menafsirkan interaksionisme simbolik, kebanyakan penganut perspektif ini menjadikan pemikiran George Herbert Mead, terutama dalam bukunya Mind, Self and Society (1934) sebagai rujukan pertama mereka (Mulyana, 2001: 60). 34 Sebagian pakar berpendapat, teori interaksi simbolik, khususnya dari George Herbert Mead, sebenarnya berada di bawah payung teori tindakan sosial yang dikemukakan sosiolog Jerman, Max Weber (1864-1920), meskipun Weber sendiri sebenarnya bukanlah seorang interpretif murni. Mead sendiri tidaklah secara harfiah mengembangkan teori Weber. Memang ada kemiripan dalam pemikiran kedua tokoh tersebut mengenai tindakan manusia. Pemikiran Mead diilhami beberapa pandangan filsafat khususnya pragmatise dan behaviorisme. Weber mendefinisikan tindakan sosial sebagai semua perilaku manusia ketika dan sejauh individu memberikan suatu makna subjektif terhadap perilaku tersebut. Tindakan di sini bisa terbuka atau tersembunyi, bisa merupakan intervensi positif dalam suatu situasi atau sengaja berdiam diri sebagai tanda setuju dalam situasi tersebut. Menurut Weber, tindakan bermakna sosial sejauh berdasarkan makna subjektifnya yang diberikan oleh individu atau individuindividu, tindakan itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya diorientasikan dalam penampilannya. Jadi tindakan sosial adalah tindakan yang disengaja, disengaja bagi orang lain dan bagi sang aktor sendiri, yang pikiranpikirannya aktif saling menafsirkan perilaku orang lain, berkomunikasi satu sama lain dan mengendalikan perilaku dirinya masing-masing sesuai dengan maksud komunikasinya. Bagi Weber, masyarakat adalah suatu entitas aktif yang terdiri dari orang-orang berpikir dan melakukan tindakan-tindakan sosial yang bermakna (Mulyana, 2001: 61). Interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada di luardirinya. Oleh karena individu terus berubah maka masyarakat pun berubah melalui interaksi. Jadi interaksilah yang dianggap variabel penting yang menentukan perilaku manusia, bukan struktur masyarakat. II.4.1. Pragmatisme Dirumuskan oleh John Dewey, William James, Charles Peirce dan Josiah Royce, aliran filsafat ini memiliki beberapa pandangan. Pertama, realitas yang 35 sejati itu tidak pernah ada di dunia nyata, melainkan secara aktif diciptakan ketika kita bertindak di dan terhadap dunia. Apa yang nyata bagi manusia bergantung pada definisi atau interpretasi kita. Kedua, kaum pragmatis juga percaya bahwa manusia mengingat dan melandaskan pengetahuan mereka tentang dunia pada apa yang terbukti berguna bagi mereka. Mereka akan melakukan sesuatu yang mereka pikir bermanfaat dan meninggalkannya bila merasa itu tidak bermanfaat vagi mereka. Ketiga, manusia mendefinisikan objek fisik dan objek sosial yang mereka temui berdasarkan kegunaannya bagi mereka, termasuk tujuan mereka. Suatu benda punya beragam kegunaan, namun arti penting dari benda tersebut bersifat kontekstual, bergantung pada bagaimana kita menggunakan benda tersebut untuk mencapai tujuan kita. Keempat, bila kita ingin memahami orang yang melakukan tindakan (aktor), kita harus mendasarkan pemahaman itu pada apa yang sebenarnya mereka lakukan di dunia. Yang terpenting untuk diamati adalah apa yang manusia lakukan dalam situasi mereka yang sebenarnya, dalam kehidupan sehari-hari, bukan dalam laboratorium yang dibuat-buat (Mulyana, 2001: 64) II.4.2. Behaviorisme Meskipun pandangan interaksi simbolik sangat berbeda dengan behaviorisme, pandangan Mead dipengaruhi oleh paham tersebut. Mead setuju dengan behaviorisme dalam arti manusia harus dipahami berdasarkan apa yang membedakannya dengan hewan lain. Kaum behavioris berpandangan bahwa satusatunya cara sah secara ilmiah untuk memahami semua hewan, termasuk manusia, adalah dengan mengamati perilaku mereka secara langsung dan seksama. Mead menolak gagasan itu. Dalam pandangan Mead, pengamatan atas perilaku luar manusia semata menafikan kualitas penting manusia yang berbeda dengan kualitas alam. Mead menyebut pandangannya sebagai behaviorisme sosial. Behaviorisme sosial merujuk kepada deskripsi perilaku pada tingkat yang khas manusia. Jadi, dalam pandangan behaviorisme sosial, konsep mendasarnya adalah tindakan sosial yang juga mempertimbangkan aspek tersembunyi perilaku manusia. Behaviorisme sosial Mead memulai telaahnya dengan tindakan individu yang dapat diamati, kemudian mengkonseptualisasikan perilaku lebih luas, termasuk aktivitas tersembunyi. Mead menganggap aktivitas tersembunyi ini 36 justru yang membedakan perilaku manusia dengan perilaku hewan rendah (Mulyana, 2001: 65). Esensi interaksionisme simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku mausia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Dalam pandangan interaksi simbolik, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Fenomenologi Fenomonelogi lahir pada permulaan abad ke-20. Pada saat itu, sekelompok ilmuwan sosial yang tidak puas dengan cara-cara yang digunakan oleh kelompok positivisme dalam mencari fakta-fakta atau sebab-sebab dari gejala sosial. Kelompok positivisme dirasa tidak memperlihatkan keadaan individu secara utuh, malah membaginya ke dalam sejumlah kategori berdasarkan suatu sistem klasifikasi yang telah diciptakan sebelumnya. Mereka mengelompokkan responden tanpa melihat latar belakang masing-masing secara utuh. Para peneliti sosial yang tidak puas dengan cara kerja kelompok positivisme menamakan diri kelompok penelitian kualitatif. Mereka mengacu pada perspektif fenomenologi karena itu paham kualitatif ini sering disebut dengan paham fenomenologi (Mantra, 2004:25) Fenomenologi menggunakan tata pikir logika lebih dari sekadar kausal linier dan bertujuan membangn ilmu idiografik. Menurut Husserl (1962) dalam (Mantra, 2004: 26), fenomenologi mengakui empat kebenaran, yaitu: kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logis, kebenaran empirik etik, dan kebenaran empirik transendental. Fenomenologi memandang bahwa kondisi tertentu yang melibatkan tindakan manusia tidak lantas terjadi begitu saja. Kondisi tersebut terjadi tidak terlepas dari aktor yang ada di belakangnya. Perilaku apapun yang tampak di 37 permukaan baru bisa dipahami dan dijelaskan ketika bisa mengungkap apa yang tersembunyi dalam dunia kesadaran atau pengetahuan si pelaku. Sebab realitas itu pada dasarnya bersifat subjektif maknawi. Makna tidak melekat begitu saja pada realitas yang terjadi, melainkan bergantung bagaimana setiap individu memahami realitas tersebut. Karenanya dunia konseptual para pelaku ditempatkan sebagai kata kunci untuk bisa memahami tindakan manusia (Bungin, 2007: 44). Sebagai bidang filsafat modern, fenomenologi menyelidiki pengalaman kesadaran yang berkaitan dengan pembagian antara subjek (ego) dengan objek (dunia) dan bagaimana sesuatu hal di dunia ini diklasifikasikan. Para fenomenolog berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu lainnya, melainkan oleh dirinya sendiri. Edmund Husserl menyatakan bahwa filosofinya merupakan strategi untuk ‘mengamankan’ kesadaran dari teori-teori reduktivisme yang ada pada abad ke-19 dalam bentuk ilmu pengetahuan alam mekanistik seperti Freud (Moleong, 2005: 16). Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berbeda dalam situasi tertentu. Sosiologi fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh filusuf Edmund Husserl dan Alfred Schultz. Fenomenologis tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Yang menjadi penekanan ialah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari (Moleong, 2005: 17).