Barlian AW : Penulisan Berita Perlu Campur Tangan Sastrawi Oleh : Afrizal Afrizal Minggu, 05 Pebruari 2012 00:06 KOPI, Banda Aceh - Sastrawan Aceh, Barlian AW, menilai dalam penulisan sebuah karya jurnalistik perlu adanya campur tangan sastra. Sebab, pada tahun 1970 silam, juga telah muncul metoda baru yaitu jurnalisme sastrawi yang menghasilkan tulisan lebih berbobot, baik dari segi isi maupun keakuratan berita. Sehingga, mampu memikat para pembaca. Hal itu diungkapkan Barlian, dalam makalahnya saat menjadi pemateri pada pelatihan jurnalistik Hari Pers Nasional (HPN) ke 66, yang diikuti puluhan pekerja pers dari Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang dan sekitarnya, di aula kantor persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Aceh, Sabtu (5/2). Kata dia, berita yang tersajikan tanpa adanya campur tangan sastrawi akan menjadi kering dan hambar. Karena disajikan dalam satu menu yaitu Staright News, dan kurang memiliki cita rasa berita yang memikat dengan hanya mengandalkan rumus lima W plus satu H. “Gaya ini juga dimaksudkan untuk mengimbangi jurnalistik televisi. Pembaca tidak hanya diajak membaca berita, melainkan menikmati cerita,” katanya. Dijelaskan barlian, jurnalisme sastrawi selalu mengandalkan aspek detail untuk menikmati pembaca, karena, penulis berusaha menimbulkan emosi pembaca yang seakan-akan melihat langsung kejadian, seperti yang diceritakan dalam berita. “Maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan layaknya menulis fiksi, sebab, disana ada plot, karakter, konflik, dan juga klimaks. Walaupun tulisannya berbentuk fiksi, tapi akar jurnalisme sastrawi adalah fakta,” terangnya. Ia punya alasan yang kuat, pada prinsipnya jurnalisme adalah tulisan yang berangkat darri fakta. Sedangkan, sastra merupakan karya fiksi, jadi jurnalisme sastrawi adalah jurnalistik dua kaki. “Satu berada diranah fakta, satu lagi diranah fiksi. Meski begitu, jurnalisme ini tetap karya jurnalistik yang seutuhnya, hanya saja penulisannya dengan gaya sastra, tapi bukan fiksi,” katanya lagi. 1/2 Barlian AW : Penulisan Berita Perlu Campur Tangan Sastrawi Oleh : Afrizal Afrizal Minggu, 05 Pebruari 2012 00:06 Dikatakan, jurnalisme sastrawi merupakan metode penulisan yang berbeda jurnalisme biasa, karena, tidak hanya mengandalkan elemen 5 W plus 1 H, atau yang sering dikenal dengan piramida terbaik, dalam artian makin kebawah semakin tidak penting. “Jika dalam penulisan konvensional seorang editor selalu memotong berita yang panjang, tetapi jurnalistik bergaya sastrawi memberi tempat bagi penulis untuk mengaktualisasikan dirinya dan karya dalam tulisan yang panjang dan dalam, dia bisa membuat narasi ataupun deskripsi yang rinci, hidup, konstektual dan relevan,” ujarnya. Ia mencontohkan, Tom Wolfe, seorang wartawan Amerika (1974 : The New Journalism), yang menyebutkan jurnalisme sastrawi sebagai jurnalisme baru, dan para penulisnya disebut jurnalis baru, sebutnya. (Afrizal) 2/2