Uploaded by Misran AsRofil

Konsep Dasar

advertisement
1
LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANGAN
PENGANTAR OSEANOGRAFI PERAIRAN PANTAI TANJUNG TIRAM
OLEH :
NAMA
: HABIL YATSIN
STAMBUK
: Q1B118019
KELOMPOK
: XI (SEBELAS)
ASISTEN PEMBIMBING : KUMALASARI ODE MURHUM
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
1
ii
LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANGAN
PENGANTAR OSEANOGRAFI PERAIRAN PANTAI TANJUNG TIRAM
OLEH :
HABIL YATSIN
Q1B1 18 019
Diajukkan sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Pengantar Oseanografi
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
ii
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul: Laporan Lengkap Praktikum Lapangan Pengantar Oseanogarfi
Laporan Lengkap
: Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Pengantar Oseanografi
Nama
: Habil Yatsin
NIM
: Q1B1 18 019
Jurusan
: Teknologi Hasil Perikanan
Laporan Lengkap ini
Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :
Asisten Pembimbing
Kumalasari Ode Murhum
I1A7 15 030
Mengetahui
Koordinator Mata kuliah
Ahmad Mustafa S. Pi, M.P
NIP. 19731106 200312 1 001
Kendari, Maret 2019
Tanggal Pengesahan
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Subhana Wa Ta’ala atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Lengkap
Mikrobiologi Dasar ini. Laporan Lengkap Pengantar Oseanografi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat untuk kelulusan mata kuliah Pengantar Oseanografi.
Atas berkat Rahmat Allah Subhana Wa Ta’ala penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada orang tua, dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Oseanografi
serta asisten yang telah mendampingi Penulis pada saat praktikum dan berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Lengkap Pengantar Oseanografi.
Saya menyadari bahwa dalam proses pembuatan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara pembuatannya. Oleh karena itu penulis
dengan terbuka menerima masukan, saran dan kritik penyempurnaan laporan ini.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Kendari,
Penulis
iv
Mei 2019
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Habil Yatsin, merupakan anak dari Ayah
Muhamd Tapisa dan Ibu Wa Tiu. Penulis dilahirkan di Kombeli,
tanggal 4 September 1999. Penulis merupakan anak keempat dari
5 bersaudara.Penulis pertama kali diterima di SDN 1 Lapanda
selama 6 tahun dan lulus pada tahun
2011, kemudian
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 5 Pasarwajo selama 3 tahun dan lulus pada
tahun 2014, selanjutnya diterima lagi di SMA Negeri 1 Pasarwajo selama 3 tahun dan
lulus pada tahun
2017. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan pada tingkat
perguruan tinggi dan diterima di Jurusan Teknologi Hasil
Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari melalui jalur
SBMPTN.
v
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..........................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI .......................................................................................
DAFTAR TABEL ..............................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................
B. Tujuan ........................................................................................
C. Manfaat ......................................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi …………………………………….
B. Habitat dan Penyebaran………………………………………..
C. Mikroorganisme……………………………………………….
D. Metode ALT/TPC……………………………………………..
E. Media…………………………………………………………..
III. METODE PRAKTEK
A. Waktu dan Tempat ....................................................................
B. Alat dan Bahan ..........................................................................
C. Prosedur Pengamatan ................................................................
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasi Pengenalan Alat ...............................................................
1. Pengenalan Alat .................................................................
2. Pengamatan ALT………………………………………….
3. Pengamatan Koloni ............................................................
4. Penggoresan .......................................................................
B. Pembahasan..............................................................................
1. Pengenalan Alat ................................................................
2. Pengamatan ALT
3. Pengamatan Koloni...........................................................
4. Penggoresan ......................................................................
V. PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................
B. Saran ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
vi
i
ii
iii
v
vii
viii
1
2
2
3
4
5
6
7
9
9
10
13
13
13
16
16
17
17
17
18
19
19
vii
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
1.
2.
3.
4.
Halaman
Hasil Pengenalan Alat… .........................................................
Hasil Pengamatan ALT ...........................................................
Hasil Pengamatan Koloni.........................................................
Hasil Penggoresan ....................................................................
vii
13
16
16
16
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Gambar Morfologi Ikan Layang ..............................................
viii
3
1
I.Konsep Dasar
A. Definisi Oseanografi
Oseanografi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu ilmu yang
mempelajari lautan. Ilmu semata-mata bukanlah merupakan suatu ilmu murni, tetapi
merupakan perpaduan dari bermacam-macam ilmu dasar lain ( Hurtabarat dkk 2014).
Oseanografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang lautan. Mempelajari
oseanografi dalam kaitannya dengan geografi, tidak semata-mata mempelajari
oseanografi sebagai ilmu murni. Oseanografi merupakan ilmu yang terdiri dari
beberapa ilmu pendukung, diantaranya Fisika Osenografi, yaitu ilmu yang
mempelajari tentang sifat fisika yang terjadi dalam lautan dan yang terjadi antara
lautan dengan atmosfer dan daratan. Kedua Geology Oseanografi, yaitu ilmu yang
mempelajari asal lautan yang telah berubah dalam jangka waktu yang sangat lama,
termasuk didalamnya penelitian tentang lapisan kerakbumi, gunungapi dan terjadinya
gempa bumi. Ketiga Kimia Oceanography, yaitu ilmu yang berhubungan dengan
reaksi kimia yang terjadi di dalam dan didasar laut serta menganalisa sifat air laut.
empat Biologi Oseanografi, yaitu ilmu yang mempelajari semua organisme yang
hidup di lautan dan Hidrologi ,klimatologi dan ilmu lainnya (Lanuru dan Suwarni
,2011).
2
B. Parameter Oseanografi
1. Suhu
Suhu air laut adalah derajat
temperature yang terjadi pada lautan. Suhu
permukaan laut sebagai kandidat utama yang menimbulkan perubahan atmosfer frekuensi
rendah. Kondisi permukaan laut di daerah tropis umumnya hangat dengan variasi suhu
tahunan rendah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap aktivitas konveksi yang tinggi.
Sedangkan laut merupakan sumber uap air utama untuk segala proses yang ada di atmosfer.
Daerah tropis menjadi penting pada sistem iklim global karena pemanasan yang kuat dan
terungkapnya fluktuasi iklim jangka waktu tahunan maupun interdekadal yang dapat
memengaruhi iklim global serta berdampak sosioekonomi pada daerah tersebut atau wilayah
yang lebih luas. Oleh sebab itu perubahan iklim yang terjadi pada daerah tropis akan
menyebabkan perubahan pada daerah yang lebih luas lagi (Habibie dan Nuraini, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu permukaan air laut dan suhu udara ialah
keseimbangnan kalor dan keseimbangan masa air di lapisan permukaan laut. Faktor
meteorologi yang mengatur keseimbangan ialah curah hujan, penguapan, kelembaban, suhu
udara, kecepatan angin, penyinaran matahari dan suhu permukaan laut itu sendiri. Kondisi
iklim mempunyai peran utama terhadap permukaan air laut, sehingga di Indonesia
mempunyai empat musim. Perubahan pada suhu dan salinitas akan menaikan atau
mengurangi densitas air laut di lapisan permukaan sehingga memicu terjadinya konveksi ke
lapisan bawah (Hadikusuma, 2008).
Suhu merupakan salah satu factor eksternal yang paling mudah untuk diteliti dan
ditentukan. Aktivitas metabolisme serta penyebaran organisme air banyak dipengaruhi oleh
suhu air. Suhu juga Sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air, suhu
pada badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan
3
awan dan aliran serta kedalaman air. Suhu perairan berperan mengendalikan kondisi
ekosistem perairan. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan dekomposisi bahan organic
oleh mikroba. Kenaikan suhu dapat menyebabkan stratifikasi atau pelapisan air, stratifikasi
air ini dapat berpengaruh terhadap pengadukan air dan diperlukan dalam rangka penyebaran
oksigen sehingga dengan adanya
pelapisan air tersebut di lapisan dasar tidak menjadi
anaerob. Perubahan suhu permukaan dapat berpengaruh terhadap proses fisik, kimia dan
biologi di perairan tersebut (Hamuna et al., 2018).
2. Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air
laut, dimana salinitas Air berpengaruh terhadap tekanan osmotic air, semakin tinggi
salinitas maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Perbedaan salinitas
perairan dapat terjadi karena adanya perbedaan penguapan dan presipitasi. Salinitas
merupakan pengubah penting dalam perairan pantai dan estuaria. Sebaran salinitas di
laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah
hujan dan aliran sungai. Gambaran salinitas di perairan menginformasikan bahwa
besar kecilnya fluktuasi salinitas diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya oleh pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi) dan curah hujan atau
presipitasi (Mainassy, 2017).
Salinitas maksimum pada lapisan permukaan dan 10 m (<34,10%) dan
minimum (>33,70%) diperoleh dibagian barat di dekat pantai dan semakin tinggi ke
arah lepas pantai. Kondisi ini erat kaitannya dengan pengadukan massa air dari bawah
ke permukaan dan penyusupan massa air yang bersalinitas tinggi yang bergerak dari
arah laut menuju pantai . Dari pola distribusi horizontal salinitas terlihat semakin
4
dekat ke pantai nilai salinitas semakin rendah. Salinitas maksimum pada lapisan
permukaan dan 10 m (<34,10%) dan minimum ( >33,70%) diperoleh dibagian barat
di dekat pantai dan semakin tinggi ke arah lepas pantai. Kondisi ini erat kaitannya
dengan pengadukan massa air dari bawah kepermukaan dan penyusupan massa air
yang bersalinitas tinggi yang bergerak dari arah laut menuju pantai. Pola distribusi
horizontal salinitas terlihat semakin dekat ke pantai nilai salinitas semakin rendah
(Simanjuntak, 2009).
Salinitas dalam perairan dapat diartikan sebagai konsentrasi total ion-ion
terlarut dalam perairan.ion-ion yang memberikan kontribusi utama adalah natrium
klorida, kalium klorida, sulfat, bikarbonat. Pada air laut kadar garam dipengaruhi oleh
masuknya air tawar ke dalam perairan, evaporasi dan transpirasi tumbuhan dan
plankton. Apabila masuk ke air tawar dan laju evapotranspirasi tinggi, maka salinitas
dalam suatu perairan akan menurun Salinitas dapat memperpanjang waktu generasi
bakteri dan salinitas jamur. Seringkali juga menyebabkan perubahan morfologis dan
fisiologis mikroba dan biota laut. Beberapa bakteri laut yang semula mempurnyai
bentuk batang atau bentuk koma pada salinitas optimal menjadi lebih panjang pada
konsentrasi garum lebih 5% dan akhirnya menjadi bentukan filamen. Perubahan
silinitas menyebabkan perubahan mekanisme reproduktitf (Mudatsir, 2007).
3. Kecerahan
Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat diamati secara
visual menggunakan secchi disk. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan kita
dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi
dalam air, lapisan-lapisan mana yang tidak keruh, dan yang paling keruh. Perairan
5
yang memiliki nilai kecerahan rendah pada waktu cuaca yang normal dapat
memberikan suatu petunjuk atau indikasi banyaknya partikel-partikel tersuspensi
dalam perairan tersebut. Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan
kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu.
(Mainassy, 2017).
Sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap
dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air merupakan parameter
kekeruhan. Kecerahan merupakan tingkat intensitas cahaya matahari yang menembus
suatu perairan, sehingga hal ini sangat dipengaruhi oleh kekeruhan.Kekeruhan
disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut
seperti lumpur, pasir, bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya.
Kecerahan yang mencapai 100% umumnya pada kedalaman <5m, sedangkan perairan
yang lebih dalam (>10 m) tingkat kecerahannya lebih kecil yakni <70% yang
disebabkan oleh kemampuan tingkat intensitas cahaya matahari yang menembus
perairan rata-rata <10 m (Salim et al., 2017).
Kekeruhan atau turbiditas menunjukkkan kadar bahan-bahan yang melayang
di dalam air yang dapat mengganggu penetrasi cahaya matahari ke dalam air. Nilai
kekeruhan yang tinggi akan memperkecil penetrasi cahaya matahari ke dalam air,
sehingga dapat menghambat proses fotosintesis oleh tumbuhan air. Kurangnya
penetrasi cahaya matahari dapat menurunkan produktivitas perairan.Kekeruhan air
disebabkan oleh adanya partikel-partikel kecil yang bersifat koloidal dan mempunyai
ukuran 10 nm- 10 nm.Kekeruhan air disebabkan karena adanya zat organik dan
anorganik yang menyerap cahaya dengan frekwensi yang berlainan. Kemampuan
6
cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh
kecerahan dan kekeruhan air. Semakin tinggi kecerahan atau semakin rendah
kekeruhan maka semakin tinggi penetrasi cahaya matahari masuk ke perairan.Dengan
demikian proses fotosintesis di air tersebut dapat berlangsung dan memudahkan
interaksi mikroorganisme yang membutuhkan oksigen (Mudatsir, 2007).
4. Pasang surut
.Pasang surut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang
dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di
luar materi itu berada. Sehingga pasang surut yang terjadi di bumi terdapat dalam tiga
bentuk yaitu Pasang surut atmosfer (Atmospheric Tide) adalah gerakan atmosfer
bumi yang diakibatkan oleh adanya aksi gravitasi dari matahari dan bulan atau benda
langit lainnya, Pasang surut bumi (Boily Tide) adalah gangguan akibat gaya gravitasi
benda langit terhadap bagian bumi padat. dan Pasang surut laut atau Ocean Tide
(Azis,2006).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek
sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan kearah luar pusat rotasi. Gravitasi
berbanding lurus dengan massa, tetapi berbanding terbalik dengan jarak. Meskipun
ukuran bulan lebih kecil dari pada mata-hari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih
besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut. Hal ini
karena jarak bulan lebih dekat dari pada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge)
pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh
7
deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari
(Sangari, 2014).
Ada tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan
keteraturannya, yaitu pertama Pasang-surut tipe harian tunggal (diurnal type): yakni
bila dalam waktu 24 jam terdapat 1 kali pasang dan 1 kali surut. Kedua, Pasang-surut
tipe tengah harian/harian ganda (semi diurnal type):yakni bila dalam waktu 24 jam
terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut dan ketiga Pasang-surut tipe campuran (mixed
tides): yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke
tipe harian tunggal atau condong ke tipe harian ganda. Tipe pasang-surut ini penting
diketahui untuk studi lingkungan, mengingat bila di suatu lokasi dengan tipe pasangsurut harian tunggal atau campuran condong harian tunggal terjadi pencemaran, maka
dalam waktu kurang dari 24 jam, pencemar diharapkan akan tersapu bersih dari
lokasi. Namun pencemar akan pindah ke lokasi lain, bila tidak segera dilakukan clean
up.Berbeda dengan lokasi dengan tipe harian ganda, atau tipe campuran condong
harian ganda, maka pencemar tidak akan segera tergelontor keluar. Dalam sebulan,
variasi harian dari rentang pasang-surut berubah secara sistematis terhadap siklus
bulan. Rentang pasang-surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi
lantai samudera (Surinati, 2007).
5. Arus
Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan
di dunia. Pergerakan air ini merupakan hasil dari beberapa proses yang terdiri dari
adanya aksi angin di atas permukaan laut dan terjadinya perbedaan kerapatan air laut
yang disebabkan oleh pemanasan matahari. Arus dapat pula dihasilkan dari aktifitas
8
pasang surut dan pergerakan ombak di pantai. Berdasarkan proses pembangkitannya,
maka kita akan menjumpai beberapa jenis arus di pantai dan di laut seperti Arus yang
ditimbulkan oleh angin (wind driven currents), Arus pasang surut (tidal currents),
Arus susur pantai (longshore currents) dan Arus yang ditimbulkan oleh perbedaan
kerapatan atau density driven currents (Lanuru dan Suwarni, 2011).
Arus
terjadi karena adanya proses
pergerakan massa air menuju
kesetimbangan yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air.
Salah satu arus yang mempengaruhi perairan Indonesia adalah arus laut permukaan.
Arus laut permukaan merupakan arus laut yang bergerak di permukaan. Faktor
pembangkit arus permukaan disebabkan oleh adanya angin yang bertiup diatasnya.
Tenaga angin memberikan pengaruh terhadap arus permukaan (atas) sekitar 2% dari
kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang sesuai dengan makin
bertambahnya kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin tidak berpengaruh
pada kedalaman 200 meter (Octavia et al., 2018).
Menurut Loupatty (2013) Arus dapat juga membawa sedimen yang
mengapung (suspended sediment) maupun yang terdapat didasar laut. Begitu pula
dengan arus susur pantai dan arus meretas pantai. Keduanya merupakan arus yang
berperan dalam transport sedimen di sepanjang pantai serta pembentukan berbagai
sedimen yang terdapat di pantai .Selain arus yang tejadi secara horizontal, terdapat
arus yang terjadi secara vertikal yaitu upwelling. Fenomena upwelling juga
dipengaruhi oleh adanya musim barat dan musim timur di beberapa perairan. Adapun
fenomena arus yang terjadi di perairan Indonesia adalah Arlindo (Arus Lintas
Indonesia) yang berperan penting dalam rantai sikulasi termohalin dan fenomena
9
iklim global Massa air dari ARLINDO berasal dari massa air Pasifik Utara sebanyak
92%, dan massa air Pasifik Selatan sebanyak 8%. Massa air yang dibawa oleh
Arlindo akan memengaruhi kondisi ekosistem laut dan pesisir yang dilaluinya, selain
itu juga diyakini memengaruhi pola migrasi ikan di wilayah yang dilalui
Arlindo.Massa air Arlindo telah memperkaya keanekaragaman hayati laut Indonesia,
karena menjadi tempat berkumpulnya khazanah hayati dua samudera besar (Cahya et
al., 2016).
6. Gelombang
Menurut Kurniawan et al. (2011) gelombang laut adalah pergerakan naik dan
turunnya air laut dengan arah tegak lurus pemukaan air laut yang membentuk
kurva/grafik sinusoidal. Gelombang yang kita amati di laut biasanya memiliki pola
yang rumit. Untuk menerangkan secara teoritis proses terjadinya gelombang biasanya
digunakan model yang sederhana yang penampilannya menunjukkan adanya puncak
dan lembah. istilah-istilah dan bagian-bagian dari gelombang seperti: Crest (Titik
tertinggi gelombang), Trough (Titik terendah
gelombang), Wave height (tinnggi
gelombang), Wavelength (panjang gelombang), wave period (periode gelombang),
wave steepness atau kemiringan gelombang (Lanuru dan Suwarni, 2011).
Dinamika energi gelombang dan angin berasal dari tekanan yang berbeda
antar lapisan atmosfer, kemudian energi ditransfer dari angin ke gelombang. Energi
yang ditransfer tergantung pada kecepatan angin, lamanya waktu yang bertiup angin
dan jaraknya (fetch). Angin yang bertiup di permukaan laut merupakan factor utama
penyebab timbulnya gelombang laut. Angin yang berhembus di atas permukaan air
10
akan memindahkan energinya ke air. Semakin lama dan semakin kuat angin
berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk (Purba, 2014).
Analisis karakteristik gelombang dan khususnya interaksi antara gelombang
dan sedimen memberikan gambaran tentang proses fisik yang sedang terjadi. Analisa
spasial gelombang memberikan informasi tentang kejadian gelombang berdasarkan
sebarannya, sedangkan analisa temporal memberikan informasi tentang karakteristik
gelombang berdasarkan waktu kejadian. Ketika gelombang datang dari perairan
dalam bergerak menuju ke perairan dangkal, karakteristik gelombang akan
mengalami perubahan dikarenakan faktor kedalaman. Perubahan gelombang tersebut
disebut dengan transformasi gelombang (Hidayani, 2017).
7. Sedimen dan topografi
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh
media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulutmulut sungai adalah salah satu contoh hasil dan proses pengendapan materialmaterial yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang
terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang
diangkut oleh angin. Sedimentasi terjadi apabila kekuatan arus atau gaya dari agen
transportasi menurun sehingga partikel sedimen yang berada di dalam suspensi akan
mulai terendapkan. Kecepatan pengendapan umumnya bahan-bahan yang kasar
terlebih dahulu terendapkan kemudian menyusul bahan/partikel yang lebih halus.
Sifat dasar dan distribusi sedimen di laut dangkal dan laut dalam dikontrol oleh 4
faktor yang saling berinteraksi yaitu Jenis sumber material, Laju suplai sedimen,
distribusi ukuran partikel dan Kondisi energi di dasar perairan yang berhubungan
11
dengan kekuatan arus Pengamatan yang lebih dekat menunjukkan bahwa sedimen
terrigeneous adalah sekumpulan pecahan pecahan batu dan mineral yang berukuran
kecil dengan komposisi yang menghampiri sama dengan batuan sumber sedimen
tersebut. Jika erosi sedimen berjalan lambat maka suplai sedimen juga lambat dan
pencucian “washed” sedimen oleh air yang bergerak berlangsung lama. Sebaliknya
jika erosi sedimen berjalan cepat, kemudian suplai sedimen cepat dan tidak tercuci
(terbawa) oleh air dalam waktu yang lama maka akan menghasilkan sedimen yang
mengendap di dasar dengan karakter heterogenous dan tidak tersortasi dengan baik
(Lanuru dan Suwarni, 2011).
Tipe pantai dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu pantai berpasir, pantai
berlumpur dan pantai barbatu. Dari ketiga tipe pantai tersebut, pantai berpasir dan
pantai berlumpur paling rawan terjadi erosi pantai karena butir sedimen penyusunnya
yang relative kecil dan mudah terbawa arus. Dalam hal ini, analisa butir dan jenis
sedimen penting kaitannya dengan transport sedimen dengan menggunakan
parameter mean, sortasi,skewness dan kurtosis.ukuran butir sedimen dominan di
suatu perairan apabila dihubungkan dengan kecepatan arus yang ada, dapat dilihat
kecenderungannya dari erosi,tertranspor atau deposisi (Hidayani, 2017).
Proses hidrologi sangat mempengaruhi proses erosi dan sedimentasi.
Sedimentasi adalah proses mengendapnya material fragmental oleh air sebagai akibat
dari adanya erosi.
terkumpulnya
Proses mengendapnya material tersebut
yaitu proses
butir-butir tanah yang terjadi karena kecepatan aliran air yang
mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan pengendapan (settling velocity).
12
Proses sedimentasi dapat terjadi pada lahan-lahan pertanian maupun di sepanjang
dasar sungai, dasar waduk, muara, dan sebagainya (Purwadi et al., 2013).
Kondisi topografi dasar laut mempengaruhi fungsi daerah pesisir suatu
perairan. Perairan selatan jawa mempunyai topografi dasar laut curam sehingga arus
laut menjadi berombak deras dan membahayakan kapal akan berlabuh. Sedangkan
sepanjang pesisir utara jawa memiliki topogrfi dasar laut yang landai sehingga arus
permukaan relative tenang dan memiliki kedalaman perairan sekitar 10-20 meter
(Pramono, 2005).
8. pH
Menurut hamuna et al. (2018) derajat keasaman (pH) merupakan logaritma
negative dari konsentrasi ion-ion hydrogen yang terlepas
dalam suatu cairan dan
merupakan indicator baik buruknya suatu perairan . Batas toleransi mikroorganisme
di air terhadap pH air bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
temperatur, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai ion dan kation serta jenis
organisme yang hidup di dalamnya. Kebanyakan mikroba yang terdapat di air hidup
pada pH optimum 6,0-8,0, meskipun beberapa Mikroba memiliki pH optimum 3,0
dan beberapa mikroba lainnya memiliki pH optimum 10,53 . Bila derajat keasaman
air netral, tidak bersifat asam atau basa akan mencegah terjadinya pelarutan logam
berat dan korosi jaringan pada distribusi air minum. Air yang masih segar dari
pegunungan biasanya memiliki pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan
semakin menurun dan semakin bersifat asam, hal ini disebabkan pertambahan bahanbahan organic yang kemudian membebaskan CO2 (Mudatsir,2007).
13
Pada umumnya air
laut mempunyai nilai pH lebih besar dari 7 yang
cenderung bersifat basa , namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi lebih
rendah dari 7 sehingga menjadi bersifat asam. Derajat keasaman suatu perairan
merupakan salah satu parameter
kimia
yang
cukup penting dalam memantau
kestabilan perairan . Perubahan nilai pH suatu perairan terhadap organisme akuatik
mempunyai batasan tertentu dengan nilai pH yang bervariasi, tergantung pada suhu
air laut, konsentrasi oksigen terlarut dan adanya anion dan kation Pada umumnya ,
nilai pH dalam suatu perairan berkisar antara 4 – 9 , sedangkan di daerah bakau, nilai
pH dapat menjadi lebih rendah disebabkan kandungan bahan organik yang tinggi.
Pada umumnya , nilai pH dalam suatu perairan berkisar antara 4 – 9 , sedangkan di
daerah bakau, nilai pH dapat menjadi lebih rendah disebabkan kandungan bahan
organik yang tinggi (Simanjuntak, 2009).
Kondisi perairan yang bersifat asam atau basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme, karena akan mengakibatkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi. Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi dan pada
umumnya sebagian besar organisme akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Kondisi
asam basa/pH merupakan salah satu hal penting dalam menentukan kualitas perairan.
pH umumnya mengalami peningkatan akibat dari perairan yang sudah tercemar oleh
aktivitas manusia, banyaknya limbah, ataupun bahan organik dan anorganik yang
mencemari perairan tersebut (Mainassy, 2017).
14
II. TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui fruktasi harian suhu, salinitas, pH dan tingkat kecerahan di perairan
pantai Tanjung Tiram serta factor-faktor yang mempengaruhinya
2. Untuk mengetahui tipe pasut dan beda pasut di perairan pantai Tajung Tiram, serta factorfaktor yang mempengaruhinya.
3. Untuk mengetahui kecepatan dan arah arus di perairan pantai Tajung Tiram, serta factorfaktor yang mempengaruhinya.
4. Untuk mengetahui karakteristik gelombang di perairan pantai Tajung Tiram, serta factorfaktor yang mempengaruhinya.
5. Untuk mengetahui topografi serta hubungannya dengan sedimen di perairan pantai
Tanjung Tiram.
15
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Pratikum oseanografi dilaksanakan pada hari sabtu-minggu tanggal 16-17
maret 2019 pada pukul 10:00-09:00 WITA dan bertempat di Desa Tanjung Tiram,
Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktek lapangan Pengantar Oseanografi
dapat di lihat pada tabel 1. Berikut ini nama alat dan bahan serta kegunaannya.
Tabel 1. Alat dan Bahan
No.
1.
Alat dan Bahan
Satuan
Kegunaan
Alat
- Sechi disk
m
Pengukur Kecerahan
- Patok Berskala
m
Pengukur kedalaman
0
- Thermometer
C
Pengukur Suhu
- Meteran Roll
m
Alat mengukur panjang
PPT
Mengukur salinitas
- Pipa Paralon
-
Mengambil subtrat
- Kompas
-
Sebagai penunjuk arah
- Plastic Sampel
-
Tempat menyimpan substrat
- Hendrefraktometer
- Stopwatch
S
Menghitung waktu
16
- Layang Arus
2.
-
Menghitung kecepatan arus
-
Membersihkan plasma
Bahan
-
- Tissue
handrefraktometer
Sebagai pembersih plasma
-
- Aqua
hendrefrakto meter
C. Prosedur pengamatan
Prosedur pengamatan pada praktikum lapangan oseanografi ini adalah sebagai
berikut:
1. Suhu
Prosedur kerja pada pengukuran suhu adalah sebagai berikut:
1.
Menyiapkan thermometer untuk melakukan pengukuran suhu.
2.
Melakukan pengukuran suhu dengan cara mencelupkan thermometer ke dalam
perairan selama kurang lebih 1-3 menit, dilakukan 3 kali pengulangan.
3.
Mencatat hasil pengukuran pada kertas yang telah disiapkan.
4.
Melakukan pengambilan sampel dengan interval waktu 1 jam selama 24 jam.
2. Salinitas
Prosedur kerja pada pengukuran salinitas adalah sebagai berikut:
1.
Menyiapkan handrefraktormeter untuk melakukan pengukuran salinitas.
17
2.
Meneteskan aquades 1 tetes pada kaca handrefraktometer kemudian dibersikan
dengan tisu, bertujuan untuk menormalkan hendrafraktometer.
3.
Mengambil
sampel
air
laut
kemudian
meneteskan
1
tetes
pada
handrefraktometer.
4.
Mengamati dan mencatat hasil yang ditampilkan pada handrefraktometer.
5.
Melakukan pengambilan sampel dengan interval waktu 1 jam selama 24 jam.
3. Kecerahan
Prosedur kerja pada pengukuran kecerahan adalah sebagai berikut:
1.
Menyiapkan secchi dich untuk melakukan pengukuran kecerahan.
2.
Menenggelamkan secchi disc ke dalam perairan sampai warna pada secchi
disc tidak kelihatan.
3.
Menarik perlahan-lahan hingga warna pada secchi disc terlihat hitam
putihnya.
4.
Menandai batas pada tali secchi disc yang masuk di perairan , sebelum dan
sesudah terlihat warna secchii disc.
5.
Mengukur panjang tali secchi dics yang masuk kedalam peraian.
6.
Mencatat hasil pengukuran.
4. Pasang Surut
Prosedur kerja pada pengukuran pasang surut adalah sebagai berikut:
1.
Menyiapkan patok berskala dan selang untuk melakukan pengukuran pasang
surut.
2.
Menancapkan patok pada dasar perairan.
18
3.
Mencatat perubahan tinggi pasan surut pada patok berskala dengan interval 1
jam selama 24 jam.
5. Arus Laut
Prosedur kerja pada pengukuran arus laut antara lain sebagai berikut:
1.
Menyiapka layangan arus dengan panjang tali 10 meter untuk melakukan
pengukuran arus laut.
2.
Meletakan layangan arus di atas permukaan air bersamaan dengan hitungan
stopwatch, serta mengaktifkan kompas.
3.
mencatat waktu bila tali telah dalam keadaan renggang sempurna.
4.
Kecepatan arus dihitung dengan menggunakan rumus: v = S/t.
5.
Mencatat hasil pengamatan.
6. Gelombang Laut
Prosedur kerja pada pengukuran gelombang laut antara lain sebagai berikut:
1.
Menyiapkan peralatan berupa patok berskala, meter rool,stopwatch untuk
melakukan pengukuran panjang , tinngi, dan periode gelombang laut.
2.
Untuk mengukur panjang gelombang gunakan patok untuk mengukur jarak
antara dua puncak gelombang, yang berdekatan kemudian mencatat hasilnya.
3.
Untuk mengukur tinggi gelombang, menancapkan patok ke dasar perairan
kemudian menghitung tinggi gelombang dengan menandai pada patok jarak
antara puncak dan lembah gelombang dn mencatat hasilnya.
19
4.
Untuk mengukur periode gelombang, seperti langkah (3) memulai hitungan
stopwatch setelah mendapatkan puncak gelombang berikutnya. Kemudian
mencatat hasilnya.
7. Topografi dan Sedimen
Adapun prosedur pengamatan untuk mengukur topografi yaitu:
1. Menyiapkan patok berskala, meteran roll, pipa paralon, dan plastik sampel
2. Menancapkan patok pada ke dalaman 25 cm dan mengukur jaraknya dari garis
pantai, lakukan sampai kedalaman 150 cm
3. Untuk sedimen, mengambil sampel substrat dengan kedalaman 50, 100, dan 150
cm
4. Mencatat hasil yang diperoleh
Adapun prosedur pengamatan untuk sedimen yang dilakukan di laboratorium
yaitu:
1. Menimbang substrak menggunakan timbangan analitik
2. Memasukkan substrak kedalam sieve shaker (saringan bertingkat)
3. Diayak selama 5 menit dengan amplitudo 20
4. Mengeluarkan substrak tersebut dari sieve shaker (saringan bertingka)
5.
Menimbang kembali menggunakan timbangan analitik dengan masing-masing
ukuran saringan dan mencatat hasilnya.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Suhu
Hasil pengukuran suhu yang dilakukan di perairan Desa Tanjung Tiram dapat
dilihat pada Grafik berikut:
SUHU
SUHU
32
30 30 30
28
29
30 30
29 29
27
28 28
27
28 28
27 27 27
28 28
29
30
28
Gambar 1. Grafik perubahan suhu di Tanjung Tiram
2. Salinitas
Berdasarkan hasil pengukuran salinitas di perairan pantai Tanjung Tiram pada
tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil pengukuran salinitas
Jam
(Wita)
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
Salinitas (o/oo)
32,00
31,60
31,00
32,00
31,00
Jam (Wita)
22.00
23.00
24.00
01.00
02.00
Salinitas
(o/oo)
33,00
33,00
35,00
33,00
27,00
21
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
31,00
33,00
33,00
34,00
32,00
34,00
33,00
03.00
04.00
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
35,00
33,00
35,00
33,00
35,00
31,00
35,00
3. pH
Berdasarkan hasil pengukuran pH rata-rata di perairan pantai Tanjung Tiram
pada tanggal 16-17 mei 2019 di dapatkan sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Pengukuran pH
Jam
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
01:00
02:00
03:00
04:00
05:00
06:00
07:00
08:00
09:00
Rata-rata
pH
6
7
6
7
6
7
5
4
8
6
6
6
7
6
5
6,21
4. Kecerahan
Berdasarkan hasil pengukuran kecerahan rata-rata di perairan pantai Tanjung
Tiram pada tanggal 16-17 Maretl 2019 di dapatkan sebagai berikut :
22
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kecerahan
Kelompok
Kecerahan (m)
I
14,27
II
14,27
III
IV
19,83
14,29
V
VI
14,29
14,29
VII
VIII
14,00
14,00
IX
11,00
X
XI
14,00
13,00
XII
XIII
12,50
-
XIV
7,10
XV
Rata-Rata
5,27
13,01
5. Pasang surut
Berdasarkan hasil pengukuran tinggi permukaan di perairan pantai Tanjung
Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil Pengukuran Tinggi Permukaan Air di Perairan Pantai T. Tiram
JAM (wita)
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
Tinggi
(cm)
110
97
87
86
91
112
134
149
166
143.5
132
Jam (Wita)
22.00
23.00
24.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
08.00
Tinggi (cm)
123
71
38.5
97
10
9
16
31
60
90
120
23
21.00
130
09.00
116
Tinggi Muka Air terhadap
MSL(cm)
100
80
60
40
20
0
-20
-40
-60
-80
-100
Jam
Gambar 2. Grafik pasang suru air laut di Tanjung Tiram
6. Arus laut
Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan dan arah arus laut yang di lakukan
sebanyak dua kali di perairan pantai Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019
di dapatkan sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kecepatan dan Arah Arus di Perairan Pantai T. Tiram
Pukul 16.00 Wita Tanggal 16 Maret 2019
Kelompok
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
Kec. Arus (m/s)
0,050
0,013
0,015
0,014
0,050
0,050
0,040
0,032
0,032
0,064
0,020
0,057
0,038
0,024
0,041
Arah Arus
barat daya
tenggara
selatan
utara barat laut
barat
barat
barat daya
barat
barat
barat daya
barat daya
selatan
barat barat laut
barat daya
selatan
Arah Angin
barat daya
selatan
selatan
barat
selatan
Barat
barat daya
Barat
barat daya
barat daya
Barat
barat daya
barat daya
barat daya
barat daya
Lokasi
Kanan dermaga
Kanan dermaga
Kanan dermaga
Kiri dermaga
Kiri dermaga
Kiri dermaga
Kiri dermaga
Kiri dermaga
Kiri dermaga
Kanan dermaga
Kanan dermaga
Kanan dermaga
Kiri dermaga
Kanan dermaga
Kanan dermaga
24
7. Gelombang
Berdasarkan hasil pengukuran gelombang yang di lakukan di perairan pantai
Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil Pengukuran Panjang Tinggi dan Periode Gelombang di Perairan
Pantai T. Tiram Pukul 07.00-08.00 Wita Tanggal 16-17 Maret 2019
Arah
Panjang(cm)
Nilai
Tinggi(cm)
Periode(s)
Angin
Gelombang
I
160
14
1,51
barat daya
Barat
II
117
17
1,28
barat daya
Barat
III
106
11
1,88
selatan
Barat
IV
90
12
1,1
barat
barat daya
V
103
9
66
barat
barat daya
VI
76
7
2,64
barat
barat daya
VII
70
4
1,5
barat
barat daya
VIII
84
6
2.5
barat
Barat
IX
20
3
2.7
selatan
Barat
X
74
5
1.4
barat daya
barat daya
XI
156
6
1.84
barat
barat daya
XII
278
68
120
barat
barat daya
XIII
160
8
1.83
Barat
XIV
135
14.6
1.40
barat
selatan
barat daya
barat daya
XV
104
6.8
2.89
selatan
barat daya
Rata2
151
22
120
barat
Barat
Kelompok
Lokasi
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
Kanan
dermaga
25
8. Topografi dan Sediment
a. Topografi
Berdasarkan hasil pengukuran sediment yang di lakukan di perairan pantai
Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Pengukuran Topogrfi di Perairan Pantai T. Tiram
Titik Pengukuran
Jenis
I
III
IV
V
VI
22,16
41,76
2,67
40,40
73,58
51,24
92,04
Lumpur
Butirankerikil
Pasir
halus
77,84
7,00
15,35
Lumpur
Butirankerikil
Pasir
halus
Lumpur
Butirankerikil
Pasir
halus
II
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
Rata2
49,50
10,06
12,37
78,57
57,20
58,25
6,41
0,83
21,15
35,72
58,00
50,50
86,80
86,89
17,65
40,30
36,09
90,90
94,91
73,41
62,18
5,29
1,60
0,00
3,14
0,74
3,78
2,50
5,66
2,69
4,25
5,44
10,02
31,19
0,05
24,00
19,00
15,40
73,19
81,00
29,80
47,86
1,09
12,74
15,22
30,72
78,47
60,81
95,16
73,00
80,00
80,88
25,96
19,00
67,48
46,38
92,21
80,29
82,21
65,40
6,18
8,00
4,79
3,00
1,00
3,72
0,85
0,00
2,72
5,76
6,70
6,70
2,57
3,88
6,52
12,94
18,19
69,00
8,00
23,71
42,85
11,20
18,40
9,30
1,56
19,7
19,94
20,15
87,85
77,25
74,77
29,50
92,00
66,73
51,36
86,98
79,50
83,98
94,84
68,95
77,56
74,98
5,63
9,81
7,04
1,50
0,00
9,56
5,79
1,82
2,10
6,72
3,60
11,35
2,50
4,87
b. Sediment
Berdasarkan hasil pengukuran sediment yang di lakukan di perairan pantai
Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut:
26
Tabel 8. Hasil Pengukuran Sediment di Perairan Pantai T. Tiram
Kealaman
(cm)
Titik Pengukuran
Kategori
I
II
III
IV
V
VI
22,16
41,76
2,67
40,40
49,50
73,58
51,24
92,04
58,00
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
Rata2
10,06
12,37
78,57
57,20
58,25
6,41
0,83
21,15
35,72
50,50
86,80
86,89
17,65
40,30
36,09
90,90
94,91
73,41
62,18
0
Butirankerikil
Pasir
halus
77,84
7,00
5,29
1,60
0,00
3,14
0,74
3,78
2,50
5,66
2,69
4,25
5,44
10,02
15,35
31,19
0,05
24,00
19,00
15,40
73,19
81,00
29,80
47,86
1,09
12,74
15,22
30,72
50
Lumpur
Butirankerikil
Pasir
halus
78,47
60,81
95,16
73,00
80,00
80,88
25,96
19,00
67,48
46,38
92,21
80,29
82,21
65,40
6,18
8,00
4,79
3,00
1,00
3,72
0,85
0,00
2,72
5,76
6,70
6,70
2,57
3,88
6,52
12,94
18,19
69,00
8,00
23,71
42,85
11,20
18,40
9,30
1,56
19,7
19,94
20,15
100
Lumpur
Butirankerikil
Pasir
halus
87,85
77,25
74,77
29,50
92,00
66,73
51,36
86,98
79,50
83,98
94,84
68,95
77,56
74,98
Lumpur
5,63
9,81
7,04
1,50
0,00
9,56
5,79
1,82
2,10
6,72
3,60
11,35
2,50
4,87
B. Pembahasan
1. Suhu
Bedasarkan tabel dan grafik diatas pengukuran suhu yang dilakukan selama 24
jam diperoleh kisaran suhu 27°C-32°C dengan rata-rata suhu 29,86°C. Hal ini
menunujukkan bahwa suhu di perairan laut tersebut adalah normal. Berdasarkan baku
mutu air laut untuk biota laut dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan hidup
No.51 tahun 2004 bahwa Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <20C dari
suhu alami, maka suhu perairan laut Tanjung Tiram masih berada dalam batas normal
dan sesuai dengan kebutuhan untuk metabolisme biota laut dan ekosistem pesisir laut
seperti karang, lamun dan mangrove.
27
Suhu tertinggi di perairan Tanjung Tiram mencapai 32°C yang diukur pada
pukul 15:00 WITA. Hal ini disebabkan karena pengukuran suhu dilakukan pada sore
hari karena air laut mampu menyimpan panas pada laut sehinga walaupun tidak ada
matahari suhunya masih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hamuna et al.
(2018) Kenaikan suhu dapat menyebabkan stratifikasi atau pelapisan air, stratifikasi
air ini dapat berpengaruh terhadap pengadukan air dan diperlukan dalam rangka
penyebaran oksigen sehingga dengan adanya pelapisan air tersebut di lapisan dasar
tidak menjadi anaerob. Perubahan suhu permukaan dapat berpengaruh terhadap
proses fisik, kimia dan biologi di perairan tersebut.
Sedangkan suhu terendah mencapai 27°C, terjadi pada pukul 11:00, 23:00,
02:00, 03:00 dan 04:00 WITA. Penurunan suhu pada pukul 11:00 WITA terjadi
karena cuaca atau kurangnya
intesitas cahaya sehingga akan mempengaruhi
penyebaran suhu dipermukaan air laut. Semantara pada pukul 23:00-04:00 WITA
dilakukan pada malam hari adanya proses penguapan yang terjadi di perairan laut dan
kurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke permukaan perairan serta terjadi
curah hujan sehingga akan menurunkan suhu perairan dan terjadi variasi suhu. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Hadikusuma (2008) Faktor-faktor yang mempenagruhi
suhu permukaan air laut dan suhu udara ialah keseimbangnan kalor dan
keseimbangan masa air di lapisan permukaan laut. Faktor meteorologi yang mengatur
keseimbangan ialah curah hujan, penguapan, kelembaban, suhu udara, kecepatan
angin, penyinaran matahari dan suhu permukaan laut itu sendiri. Kondisi iklim
mempunyai peran utama terhadap permukaan air laut.
28
Bila suatu perairan memiliki suhu rata-rata yang normal maka akan
menyebabkan biota laut yang terdapat didalamnya akan tumbuh dan berkembang
dengan baik. Menurut hamuna et al.(2018) Aktivitas metabolisme serta penyebaran
organisme air banyak dipengaruhi oleh suhu air. Suhu juga Sangat berpengaruh
terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air, suhu pada badan air dipengaruhi oleh
musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta
kedalaman air.
2. Salinitas
Berdasarkan tabel di atas salinitas yang ada di Tanjung tiram yang dilakukan
selama 24 jam berkisar 27 ppt-35 ppt dan merupakan salinitas yang normal bagi
organisme yang ada didalamnya.Salinitas terendah terdapat pada pukul 02:00 WITA.
Hal ini di pengaruhi oleh penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut maka,
salinitasnya makin tinggi dan sebaliknya apabila penguapan rendah maka, daerah itu
kadar garamnya rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mainassy (2017)
Perbedaan salinitas perairan dapat terjadi karena adanya perbedaan penguapan dan
presipitasi. Salinitas merupakan perubah penting dalam perairan pantai dan estuaria.
Perubahan salinitas dapat menyebabkan perubahan kualitas ekosistem akuatik,
terutama ditinjau dari tipe-tipe dan kelimpahan organisme. Gambaran salinitas di
perairan menginformasikan bahwa besar kecilnya fluktuasi salinitas diduga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya oleh pola sirkulasi air, penguapan
(evaporasi) dan curah hujan atau presipitasi.
Sedangkan salinitas tertinggi terdapat pada pukul 24:00, 03:00, 05:00, 07:00
dan 09:00 WITA. Keadaan ini erat kaitanya dengan tingkat sumber perairan dari arah
29
pantai maupun dari arah laut lepas yang berpengaruh terhadap konsistensi salinitas
pada lapisan perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tubalawony (2012) Secara
umum pola sebaran salinitas pada lapisan permukaan laut (kedalaman 0-5 m) lebih
homogen pada bagian selatan perairan bila dibandingkan dengan bagian utara
perairan. Perbedaan salinitas pada bagian utara dan selatan perairan mengindikasikan
bahwa massa air pada kedua bagian perairan tersebut berasal dari sumber yang
berbeda. Di bagian utara perairan, salinitas massa air lapisan permukaan lebih banyak
ditentukan oleh karakteristik massa air Laut Banda yang cenderung bergerak ke arah
barat pada bulan Juli. Hal ini terlihat dari pola sebaran salinitas yang menunjukkan
peningkatan ke arah timur perairan
Selain itu, tercampurnya air diwilayah muara dengan pinggiran pantai juga
dapat memengaruhi salinitas perairan dan aktivitas masyarakat pesisir yang
membuang sisa air limbah rumah tangga. Hal ini sesuai dengan pernyataan mudatsir
(2007) Salinitas dalam perairan dapat diartikan sebagai konsentrasi total ion-ion
terlarut dalam perairan. Ion-ion yang memberikan kontribusi utama adalah natrium
klorida, kalium klorida, sulfat, bikarbonat. Pada air laut kadar garam dipengaruhi oleh
masuknya air tawar ke dalam perairan, evaporasi dan transpirasi fumbuhan dan
plankton.
3. pH
Berdasarkan tabel diatas pengukuran pH yang dilakukan setiap 1 jam selama
14 jam di perairan Tanjung Tiram berkisar antara 4-8 ppt. Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa pH di perairan pantai Tanjung Tiram dapat di katakan memiliki pH
normal. Hal ini di karenakan perairan di pantai tersebut tidak tercemar, sehingga
30
kandungan pHnya relative stabil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Simanjuntak
(2009) Pada umumnya nilai pH dalam suatu perairan berkisar
sedangkan di daerah bakau, nilai pH dapat menjadi lebih
antara 4 – 9 ,
rendah disebabkan
kandungan bahan organik yang tinggi.
Dengan nilai pH yang normal akan memengaruhi keadaan biologis biota laut
sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Mainassy (2013) Kondisi perairan yang bersifat asam atau basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme, karena akan mengakibatkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Batas toleransi organisme terhadap
pH bervariasi dan pada umumnya sebagian besar organisme akuatik sensitif terhadap
perubahan pH.
Bila suatu perairan memiiki pH yang tinggi maka kondisi ini akan
menguntungkan bagi beberapa jenis biota laut terhadap asupan nutrient, sebab dengan
kondisi pH yang tinggi akan memungkinkan ketersedian fitoplankton yang melimpah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Hamuna et al. (2018) pH suatu perairan merupakan
salah satu parameter kimia yang cukup penting dalam memantau kestabilan perairan.
Variasi nilai pH perairan sangat mempengaruhi biota di suatu perairan. Selain itu,
tingginya nilai pH sangat menentukan dominasi fitoplankton yang mempengaruhi
tingkat produktivitas primer suatu perairan dimana keberadaan fitoplankton didukung
oleh ketersediaanya nutrient diperairan laut
4. Kecerahan
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada perairan pantai Tanjung
Tiram diperoleh untuk masing-masing kelompok berbeda-beda karena pengukuran
31
dilakukan dengan kedalaman berbeda-beda, namun kecerahan rata-rata 13,01 meter.
Kecerahan air laut dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam
perairan, sebab pengamatan dilakukan pada saat siang hari dengan cuacanya yang
cerah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salim et al. (2017) Kecerahan yang mencapai
100% umumnya pada kedalaman < 5 m, sedangkan perairan yang lebih dalam (>10
m) tingkat kecerahannya lebih kecil yakni <70% yang disebabkan oleh kemampuan
tingkat intensitas cahaya matahari yang menembus perairan rata-rata <10 m. sehingga
perairan pantai Tanjung Tiram tergolong suatu perairan yang memiliki tingkat
produktivitas penetrasi cahaya dalam air yang rendah sehingga dapat menghambat
fotosintesis oleh tumbuhan air.
Kekeruhan suatu perairan dapat terjadi karena adanya zat anorganik maupun
organic yang berasal dari
pesisir pantai, dasar laut maupun kotoran atau sisa
makanan biota laut yang tersuspensi dengan air laut sehingga air Nampak keruh.
Kondisi ini akan berpengaruh pada proses penetrasi cahaya yang masuk kedalama
perairan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Mudatsir (2007) Semakin tinggi
kecerahan atau semakin rendah kekeruhan maka semakin tinggi penetrasi cahaya
matahari masuk ke perairan.Dengan demikian proses fotosintesis di air tersebut dapat
berlangsung dan memudahkan interaksi mikroorganisme yang membutuhkan
oksigen. Kekeruhan air disebabkan karena adanya zat organik dan anorganik yang
menyerap cahaya dengan frekwensi yang berlainan. Kemampuan cahaya matahari
untuk menembus sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh kecerahan dan kekeruhan
air.
32
5. Pasang Surut
Dari hasil pengukuran diperoleh kisaran pasang surut yaitu 9 cm-166cm.Pasang
tertinggi terjadi pada pukul 18:00 Wita dengan ketinggian mencapai 166cm.
Sedangkan surut terendah terjadi pada pukul 24.00 Wita dengan ketinggian mencapai
9 cm. Berdasarkan hasill pengukuran yang diperoleh selama 24 jam terjadi 2 kali
Pasang dan 2 kali Surut maka dapat disimpulkan bahwa tipe pasang surut di perairan
pantai Tanjung Tiram termasuk tipe pasang surut campuran condong ganda. Selain itu
pasut juga berpengaruh terhadap tingkat kekeruhan perairan karena terjadi
pembersihan dari pantai ke laut lepas ataupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Surinati (2007) Pasang-surut tipe
campuran (mixed tides) yakni bila
dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal
atau condong ke tipe harian ganda( 2 kali pasang dan 2 kali surut). Tipe pasang-surut
ini penting diketahui untuk studi lingkungan, mengingat bila di suatu lokasi dengan
tipe pasang-surut harian tunggal atau campuran condong harian tunggal terjadi
pencemaran, maka dalam waktu kurang dari 24 jam, pencemar diharapkan akan
tersapu bersih dari lokasi. Namun pencemar akan pindah ke lokasi lain, bila tidak
segera dilakukan clean up.Berbeda dengan lokasi dengan tipe harian ganda, atau tipe
campuran condong harian ganda, maka pencemar tidak akan segera tergelontor keluar.
Umur bulan pada saat pengamatan 09-10 hari bulan atau dalam kondisi neap.
saat neap kedudukan matahari tegak lurus dengan sumbu bumi-bulan sehingga terjadi
pasut minimum pad a titik di permukaan bumi yang tegak lurus sumbu bumi-bulan .
Saat tersebut terjadi di perempat bulan awal dan perempat bulan akhir.selain itu
33
dipengaruhi gaya gravitasi yang disebabkan oleh energy dari bulan maupun matahari.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Sangari (2014) Gravitasi berbanding lurus dengan
massa, tetapi berbanding terbalik dengan jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil
dari pada mata-hari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik
matahari dalam membangkitkan pasang surut laut. Hal ini karena jarak bulan lebih
dekat dari pada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah
bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional
di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara
sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari
Selain itu efek sentrifugal dari energi bulan dan matahari menyebab pasang
surut. Hal ini sesuai dengan pernyataan lanuru et.al Pada sistem bumi-bulan, gayagaya pembangkit pasut (tide generating forces) adalah resultan gaya-gaya yang
menyebabkan terjadinya pasut, yaitu gaya sentrifugal sistem bumi-bulan dan gaya
gravitasi bulan bekerja dalam persekutuan pusat gravitasi bumi-bulan yang titik
massanya terletak di sekitar jari-jari bumi dari titik pusat bumi
6. Arus laut
Dari hasil pengukuran kecepatan dan arah arus di perairan pantai Tanjung
Tiram. pada pukul 16:00 Wita tanggal 16 Maret 2019, dapat disimpulkan kecepatan
arus tertinggi terdapat pada kelompok X dengan kecepatan 0,064 m/det sedangkan
kecepatan terendah mencapai 0.013 m/det terdapat pada kelompok II. Kecepatan dan
arus tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti angin, hambatan, pasang dan
gaya cariolis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lanuru et al. (2011) Tiupan angin
yang sejajar dengan garis pantai dan
dengan adanya pengaruh gaya coriolis
34
menyebabkan aliran lapisan permukaan air menjauhi pantai mengakibatkan massa air
yang berasal dari lapisan dalam akan naik menggantikan kekosongan di lapisan
permukaan.selain itu tejadi proses yang pengangkutan gerakan air yang tenggelam ke
bawah di perairan pantai. Angin bertiup sejajar dengan pantai tetapi dalam hal ini
arah rata-rata aliran arus yang dihasilkan menuju ke arah daratan dan akhirnya aliran
massa air diarahkan ke bawah pada saat mereka mencapai garis pantai
Arus tegak lurus pantai mampu mengangkat partikel dekat permukaan dengan,
sedangkan arus sejajar pantai mampu mengangkat sedimen sepanjang garis pantai.
Menurut berbagai literature, disebutkan bahwa angkutan sedimen sejajar pantai lebih
memberikan dampak dibandingkan dengan arus tegak lurus pantai. Salah satu
pengaruh dari angkutan sedimen sepanjang pantai adalah perubahan profil pantai dan
perubahan garis pantai. Selain arus yang tejadi secara horizontal, terdapat arus yang
terjadi secara vertikal yaitu upwelling. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cahya et al.
(2016) Fenomena upwelling juga dipengaruhi oleh adanya musim barat dan musim
timur di beberapa perairan. Adapun fenomena arus yang terjadi di perairan Indonesia
adalah Arlindo (Arus Lintas Indonesia) yang berperan penting dalam rantai sikulasi
termohalin dan fenomena iklim global. Massa air Arlindo telah memperkaya
keanekaragaman hayati laut Indonesia, karena menjadi tempat berkumpulnya
khazanah hayati dua samudera besar .
Arus laut berpengaruh terhadap pasung surut karena ketika pada saat pasang
dan surut massa air bergerak lebih cepat dan akan terjadi arus pasang surut. Arus
mempengaruhi tinggi rendahnya salinitas karena laut yang dipengaruhi arus panas
maka salinitasnya akan naik dan kebalikannya laut-laut yang dipengaruhi oleh arus
35
dingin maka salinitasnya akan turun (rendah). Pasang surut juga berpengaruh terhadap
suhu karena apabla terjadi perbedaan suhu dan salinitas di suatu perairan akan terjadi
gerakan termohlin.
7. Gelombang
Berdasarkan hasil pengukuran panjang, tinggi dan periode gelombang pada
pukul 07:00-08:00 Wita Tanggal 16-17 maret 2019 di perairan pantai Tanjung Tiram.
diperoleh kisaran panjang gelombang yaitu 20 cm-278 cm, dan kisaran tinggi yaitu
3cm-68cm sedangkan kisaran periode gelombang yang diperoleh yaitu 1,1 s - 120 s.
Bagian-bagian gelombang yang memiliki perubahan dalam waktu yang berbeda
dipengaruhi akibat adanya gerakan air laut di permukaan sehingga arah gelombang
sesuai dengan arah angin. Tinggi rendah gelombang tergantung kecepatan angin dan
kekuatan angin yang mengenai permukaan air laut tersebut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Purba (2014) Dinamika energi gelombang dan angin berasal dari tekanan
yang berbeda antar lapisan atmosfer, kemudian energy ditransfer dari angin ke
gelombang. Energy yang ditransfer tergantung pada kecepatan angin, lamanya waktu
yang bertiup angin dan jaraknya (fetch). Angin yang berhembus di atas permukaan air
akan memindahkan energinya ke air. Semakin lama dan semakin kuat angin
berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk.
Gelombang berhubungan dengan topografi karena pantai Tanjung Tiram
yang landai berpengaruh terhadap besarnya ombak. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hidayani (2017) Analisis karakteristik gelombang dan khususnya interaksi antara
gelombang dan sedimen memberikan gambaran tentang proses fisik yng sedang
36
terjadi. Ketika gelombang datang dari perairan dalam bergerak menuju ke perairan
dangkal, karakteristik gelombang akan mengalami perubahan dikarenakan factor
kedalaman. Perubahan gelombang tersebut disebut dengan transformasi gelombang
8. Sediment dan Topografi
Berdasarkan peta Perairan Pantai Tanjung Tiram terletak di garis Astronomi
626° 46' 6'' LS 122° 43' 03'' BT. Karakteristik Perairan Pantai Tanjung Tiram
memiliki dasar perairan yang landai dan berpasir arusnya tidak terlalu kuat.
Bedasarkan sedimen yang diperoleh substrat yang ada umumnya berupa kerikil, pasir
kasar, pasir halus dan berlumpur. Daerah sekitar pantai yang bercuram banyak
terdapat ikan. Pada daerah yang landai banyak terdapat lamun, kerang-kerangan dan
bulu babi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lanuru et al. (2011) Sedimentasi terjadi
apabila kekuatan arus atau gaya dari agen transportasi menurun sehingga partikel
sedimen yang berada di dalam suspensi akan mulai terendapkan. Kecepatan
pengendapan umumnya bahan-bahan yang kasar terlebih dahulu terendapkan
kemudian menyusul bahan/partikel yang lebih halus. Sifat dasar dan distribusi
sedimen di laut dangkal dan laut dalam dikontrol oleh 4 faktor yang saling
berinteraksi yaitu Jenis sumber material, Laju suplai sedimen, Distribusi ukuran
partikel dan Kondisi energi di dasar perairan yang berhubungan dengan kekuatan
arus.
Seluruh permukaan dasar pantai, estuaria, dan lautan ditutupi oleh partikelpartikel sedimen yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu
berjuta-juta tahun. Partikel sedimen ini terdiri dari partikel partikel yang berasal dari
37
hasil pembokaran batu batuan dan potongan potongan kulit (shell) serta sisa rangka
dari organisme laut yang ukurannya sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisis mereka.
Pada perairan Tanjung Tiram tidak terlalu besar arus serta gelombang
membantu membawah partikel subtrat ke pantai yang bepasir karena pantai yang
berpasir tidak menyediakan subtrat yang tetap untuk melekat bagi organisme serta
besar atau tidaknya erosi pengikisan pantai. Pantai yang landai juga diakibatkan oleh
adanya pasang surut yang dapat mempengaruhi profil pantai.
21
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Fluktuasi suhu, salinitas dan tingkat kecerahan diperairan Pantai Tanjung Tiram
masih berada pada kondisi normal suatu perairan air asin. Hal ini ditunjukan pada
data suhu berkisar 27-32oC, salinitas 27-35 O/oo, dan kecerahan rata-rata 13,01
meter. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain letak geografisnya.
2. Tipe pasut yang dihasilkan yaitu tipe pasut berganda (Semi Diurnal Tide) atau dua
kali pasang dan dua kali surut. Faktor yang mempengaruhinya yaitu pengaruh
gravitasi bulan dan kedalaman.
3. Kecepatan dan arah arus di perairan tanjung tiram berfluktuasi dari pengukuran
pada pukul 16:00 Wita tanggal 16 Maret 2019, dapat disimpulkan kecepatan arus
tertinggi terdapat pada kelompok X dengan kecepatan 0,064 m/det sedangkan
kecepatan terendah mencapai 0.013 m/det terdapat pada kelompok II. Hal ini
disebabkan oleh tiupan angin
4. Karakteristik gelombang di perairan Pantai Tanjung Tiram adalah gelombang air
dangkal hal ini disebabkan oleh angin dan bentuk topografi tanjung tiram.
5. Bentuk topografi perairan Pantai Tanjung Tiram adalah landai dan bepasir serta
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan keadaan sedimen di perairan Pantai
Tanjung Tiram.
21
DAFTAR PUSTAKA
Azis , M.F. 2006. Gerak air dilaut. Oseana. Volume xxxi, nomor 4: 9 – 21.
Cahya , C.N., Setyohadi, D., dan Surinati, D. 2016. Pengaruh parameter oseanografi
terhadap distribusi ikan. Oseana. Volume xli, nomor 4: 1 – 14..
Habibie, M. N., dan Nuraini, T.A. 2014. Karakteristik Dan Tren Perubahan Suhu
Permukaan Laut Di Indonesia Periode 1982-2009. Jakarta: Pusat Penelitian
Dan Pengembangan BMKG.
Hadikusumah.2008. Variabilitas suhu dan salinitas di perairan cisadane. Makar sains.
Volume 12, no. 2,: 82-88.
Hamuna, B., Tanjung, R.H.R., Suwito, Maury, H.K., dan Alianto.2018. Kajian
kualitas air laut dan indeks pencemaran berdasarkan Parameter fisika-kimia
di perairan distrik depapre, Jayapura. Jurnal ilmu lingkungan.Volume 16
No. 1: 35-43
Hidayati, N. 2017. Dinamika Pantai. Jakarta: UB Press.
Kurniawan, R., Habibie, M.N., dan Suratno.2011. Variasi bulanan gelombang laut di
Indonesia Monthly ocean waves variation over indonesia. Jurnal meteorologi
dan geofisika. Volume 12 nomor 3: 221 – 232.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.2004.Keputusan
Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku
Laut.
Lanuru, M., dan Suwarni. 2011. Pengantar
Hasanudin.
Menteri Negara
Mutu
Air
oseanografi. Makasar: Universitas
Loupatty, G. 2013. Karakteristik energi gelombang dan arus perairan di Provinsi
Maluku. Jurnal barekeng.vol. 7 no. 1:19 – 22.
Mainassy, M.C. 2017. Pengaruh parameter fisika dan kimia terhadap kehadiran ikan
lompa (thryssa baelama forsskal) di perairan Pantai Apui Kabupaten Maluku
Tengah. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada . Volume 19 (2): 61-66.
22
Mudatsir. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan mikroba dalam air.
Jurnal kedokteran syuh kuala. Volume 7 nomor 1.
Octavia, Y. P., Jumarang, M.I., dan Apriansyah. 2018.. Estimasi arus laut permukaan
yang dibangkitkan oleh angin Di perairan indonesia Prisma fisika. Vol. Vi,
No. 01:01 – 08.
Purba, N.P.2014. Variabilitas angin dan gelombang laut sebagai energy terbarukan di
Pantai Selatan Jawa Barat. Jurnal akuatik. Volume V No.1:8-15.
Purwadi, O.T., Indriana, D.K., dan Lubis, A.M. 2016. Analisis sedimentasi di sungai
way besai. Jurnal rekayasa. vol. 20, No. 3.
Pramono, D. 2005. Budaya bahari. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rintaka1, W. E., Putri, M. R., Tenggono1, M., dan Tiadi, T.A.2013. Pengaruh suhu
dan salinitas perairan indonesia terhadap produktifitas primer. Bali: Balai
Penelitian dan Observasi Laut.
Ridha, U., Muskananfola, M.R., dan Hartoko, A.2013. Analisa Sebaran Tangkapan
Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru) Berdasarkan Data Satelit Suhu Permukaan
Laut Dan Klorofil-A Di Perairan Selat Bali. Diponegoro journal of maquares.
Volume 2, No. 4: 53-60.
Salim, D., Yuliyanto., dan Baharuddin. 2017. Karakteristik parameter oseanografi
fisika-kimia perairan Pulau Kerumputan Kabupaten Kotabaru Kalimantan
Selatan. Jurnal enggano. Vol. 2, No. 2: 218-228.
Sangari , F.J. 2014. Perancangan pembangkit listrik Pasang surut air laut. Teknologi
dan kejuruan. vol. 37, no. 1:187-196 .
Simanjuntak, M. 2009. Hubungan faktor lingkungan kimia, fisika terhadap distribusi
plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Jurnal perikanan (j.
Fish. Sci.). Volume xi (1 ): 31-45.
Surinati, D. 2013.lautan dan iklim. Oseana. Volume xxxviii, nomor 3: 33-40.
. 2013. Pasang surut dan energinya. Oseana. Volume xxxii, No. 1:15-22.
23
Suprijanto, H. 2017. Buku Ajar Teknik Pantai. Jakarta: UB Press.
Tubalawony, S., Kusmanto E., dan Muhadjirin. 2012. Suhu dan salinitas permukaan
merupakan indikator upwelling sebagai Respon terhadap angin muson
tenggara di perairan bagian utara laut sawu . Ilmu kelautan. Vol. 17 (4): 226239.
Download