1 LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANGAN PENGANTAR OSEANOGRAFI PERAIRAN PANTAI TANJUNG TIRAM OLEH : NAMA : HABIL YATSIN STAMBUK : Q1B118019 KELOMPOK : XI (SEBELAS) ASISTEN PEMBIMBING : KUMALASARI ODE MURHUM JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019 1 ii LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANGAN PENGANTAR OSEANOGRAFI PERAIRAN PANTAI TANJUNG TIRAM OLEH : HABIL YATSIN Q1B1 18 019 Diajukkan sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Pengantar Oseanografi JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019 ii iii HALAMAN PENGESAHAN Judul: Laporan Lengkap Praktikum Lapangan Pengantar Oseanogarfi Laporan Lengkap : Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Pengantar Oseanografi Nama : Habil Yatsin NIM : Q1B1 18 019 Jurusan : Teknologi Hasil Perikanan Laporan Lengkap ini Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh : Asisten Pembimbing Kumalasari Ode Murhum I1A7 15 030 Mengetahui Koordinator Mata kuliah Ahmad Mustafa S. Pi, M.P NIP. 19731106 200312 1 001 Kendari, Maret 2019 Tanggal Pengesahan iii iv KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah Subhana Wa Ta’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Lengkap Mikrobiologi Dasar ini. Laporan Lengkap Pengantar Oseanografi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk kelulusan mata kuliah Pengantar Oseanografi. Atas berkat Rahmat Allah Subhana Wa Ta’ala penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada orang tua, dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Oseanografi serta asisten yang telah mendampingi Penulis pada saat praktikum dan berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Lengkap Pengantar Oseanografi. Saya menyadari bahwa dalam proses pembuatan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara pembuatannya. Oleh karena itu penulis dengan terbuka menerima masukan, saran dan kritik penyempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Kendari, Penulis iv Mei 2019 v RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Habil Yatsin, merupakan anak dari Ayah Muhamd Tapisa dan Ibu Wa Tiu. Penulis dilahirkan di Kombeli, tanggal 4 September 1999. Penulis merupakan anak keempat dari 5 bersaudara.Penulis pertama kali diterima di SDN 1 Lapanda selama 6 tahun dan lulus pada tahun 2011, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 5 Pasarwajo selama 3 tahun dan lulus pada tahun 2014, selanjutnya diterima lagi di SMA Negeri 1 Pasarwajo selama 3 tahun dan lulus pada tahun 2017. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan pada tingkat perguruan tinggi dan diterima di Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari melalui jalur SBMPTN. v vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ KATA PENGANTAR ........................................................................ RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI ....................................................................................... DAFTAR TABEL .............................................................................. DAFTAR GAMBAR .......................................................................... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... B. Tujuan ........................................................................................ C. Manfaat ...................................................................................... II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi ……………………………………. B. Habitat dan Penyebaran……………………………………….. C. Mikroorganisme………………………………………………. D. Metode ALT/TPC…………………………………………….. E. Media………………………………………………………….. III. METODE PRAKTEK A. Waktu dan Tempat .................................................................... B. Alat dan Bahan .......................................................................... C. Prosedur Pengamatan ................................................................ IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasi Pengenalan Alat ............................................................... 1. Pengenalan Alat ................................................................. 2. Pengamatan ALT…………………………………………. 3. Pengamatan Koloni ............................................................ 4. Penggoresan ....................................................................... B. Pembahasan.............................................................................. 1. Pengenalan Alat ................................................................ 2. Pengamatan ALT 3. Pengamatan Koloni........................................................... 4. Penggoresan ...................................................................... V. PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................ B. Saran .................................................................................. DAFTAR PUSTAKA vi i ii iii v vii viii 1 2 2 3 4 5 6 7 9 9 10 13 13 13 16 16 17 17 17 18 19 19 vii LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1. 2. 3. 4. Halaman Hasil Pengenalan Alat… ......................................................... Hasil Pengamatan ALT ........................................................... Hasil Pengamatan Koloni......................................................... Hasil Penggoresan .................................................................... vii 13 16 16 16 viii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Gambar Morfologi Ikan Layang .............................................. viii 3 1 I.Konsep Dasar A. Definisi Oseanografi Oseanografi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu ilmu yang mempelajari lautan. Ilmu semata-mata bukanlah merupakan suatu ilmu murni, tetapi merupakan perpaduan dari bermacam-macam ilmu dasar lain ( Hurtabarat dkk 2014). Oseanografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang lautan. Mempelajari oseanografi dalam kaitannya dengan geografi, tidak semata-mata mempelajari oseanografi sebagai ilmu murni. Oseanografi merupakan ilmu yang terdiri dari beberapa ilmu pendukung, diantaranya Fisika Osenografi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang sifat fisika yang terjadi dalam lautan dan yang terjadi antara lautan dengan atmosfer dan daratan. Kedua Geology Oseanografi, yaitu ilmu yang mempelajari asal lautan yang telah berubah dalam jangka waktu yang sangat lama, termasuk didalamnya penelitian tentang lapisan kerakbumi, gunungapi dan terjadinya gempa bumi. Ketiga Kimia Oceanography, yaitu ilmu yang berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi di dalam dan didasar laut serta menganalisa sifat air laut. empat Biologi Oseanografi, yaitu ilmu yang mempelajari semua organisme yang hidup di lautan dan Hidrologi ,klimatologi dan ilmu lainnya (Lanuru dan Suwarni ,2011). 2 B. Parameter Oseanografi 1. Suhu Suhu air laut adalah derajat temperature yang terjadi pada lautan. Suhu permukaan laut sebagai kandidat utama yang menimbulkan perubahan atmosfer frekuensi rendah. Kondisi permukaan laut di daerah tropis umumnya hangat dengan variasi suhu tahunan rendah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap aktivitas konveksi yang tinggi. Sedangkan laut merupakan sumber uap air utama untuk segala proses yang ada di atmosfer. Daerah tropis menjadi penting pada sistem iklim global karena pemanasan yang kuat dan terungkapnya fluktuasi iklim jangka waktu tahunan maupun interdekadal yang dapat memengaruhi iklim global serta berdampak sosioekonomi pada daerah tersebut atau wilayah yang lebih luas. Oleh sebab itu perubahan iklim yang terjadi pada daerah tropis akan menyebabkan perubahan pada daerah yang lebih luas lagi (Habibie dan Nuraini, 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu permukaan air laut dan suhu udara ialah keseimbangnan kalor dan keseimbangan masa air di lapisan permukaan laut. Faktor meteorologi yang mengatur keseimbangan ialah curah hujan, penguapan, kelembaban, suhu udara, kecepatan angin, penyinaran matahari dan suhu permukaan laut itu sendiri. Kondisi iklim mempunyai peran utama terhadap permukaan air laut, sehingga di Indonesia mempunyai empat musim. Perubahan pada suhu dan salinitas akan menaikan atau mengurangi densitas air laut di lapisan permukaan sehingga memicu terjadinya konveksi ke lapisan bawah (Hadikusuma, 2008). Suhu merupakan salah satu factor eksternal yang paling mudah untuk diteliti dan ditentukan. Aktivitas metabolisme serta penyebaran organisme air banyak dipengaruhi oleh suhu air. Suhu juga Sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air, suhu pada badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan 3 awan dan aliran serta kedalaman air. Suhu perairan berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan dekomposisi bahan organic oleh mikroba. Kenaikan suhu dapat menyebabkan stratifikasi atau pelapisan air, stratifikasi air ini dapat berpengaruh terhadap pengadukan air dan diperlukan dalam rangka penyebaran oksigen sehingga dengan adanya pelapisan air tersebut di lapisan dasar tidak menjadi anaerob. Perubahan suhu permukaan dapat berpengaruh terhadap proses fisik, kimia dan biologi di perairan tersebut (Hamuna et al., 2018). 2. Salinitas Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut, dimana salinitas Air berpengaruh terhadap tekanan osmotic air, semakin tinggi salinitas maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Perbedaan salinitas perairan dapat terjadi karena adanya perbedaan penguapan dan presipitasi. Salinitas merupakan pengubah penting dalam perairan pantai dan estuaria. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Gambaran salinitas di perairan menginformasikan bahwa besar kecilnya fluktuasi salinitas diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya oleh pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi) dan curah hujan atau presipitasi (Mainassy, 2017). Salinitas maksimum pada lapisan permukaan dan 10 m (<34,10%) dan minimum (>33,70%) diperoleh dibagian barat di dekat pantai dan semakin tinggi ke arah lepas pantai. Kondisi ini erat kaitannya dengan pengadukan massa air dari bawah ke permukaan dan penyusupan massa air yang bersalinitas tinggi yang bergerak dari arah laut menuju pantai . Dari pola distribusi horizontal salinitas terlihat semakin 4 dekat ke pantai nilai salinitas semakin rendah. Salinitas maksimum pada lapisan permukaan dan 10 m (<34,10%) dan minimum ( >33,70%) diperoleh dibagian barat di dekat pantai dan semakin tinggi ke arah lepas pantai. Kondisi ini erat kaitannya dengan pengadukan massa air dari bawah kepermukaan dan penyusupan massa air yang bersalinitas tinggi yang bergerak dari arah laut menuju pantai. Pola distribusi horizontal salinitas terlihat semakin dekat ke pantai nilai salinitas semakin rendah (Simanjuntak, 2009). Salinitas dalam perairan dapat diartikan sebagai konsentrasi total ion-ion terlarut dalam perairan.ion-ion yang memberikan kontribusi utama adalah natrium klorida, kalium klorida, sulfat, bikarbonat. Pada air laut kadar garam dipengaruhi oleh masuknya air tawar ke dalam perairan, evaporasi dan transpirasi tumbuhan dan plankton. Apabila masuk ke air tawar dan laju evapotranspirasi tinggi, maka salinitas dalam suatu perairan akan menurun Salinitas dapat memperpanjang waktu generasi bakteri dan salinitas jamur. Seringkali juga menyebabkan perubahan morfologis dan fisiologis mikroba dan biota laut. Beberapa bakteri laut yang semula mempurnyai bentuk batang atau bentuk koma pada salinitas optimal menjadi lebih panjang pada konsentrasi garum lebih 5% dan akhirnya menjadi bentukan filamen. Perubahan silinitas menyebabkan perubahan mekanisme reproduktitf (Mudatsir, 2007). 3. Kecerahan Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat diamati secara visual menggunakan secchi disk. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan mana yang tidak keruh, dan yang paling keruh. Perairan 5 yang memiliki nilai kecerahan rendah pada waktu cuaca yang normal dapat memberikan suatu petunjuk atau indikasi banyaknya partikel-partikel tersuspensi dalam perairan tersebut. Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. (Mainassy, 2017). Sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air merupakan parameter kekeruhan. Kecerahan merupakan tingkat intensitas cahaya matahari yang menembus suatu perairan, sehingga hal ini sangat dipengaruhi oleh kekeruhan.Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir, bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya. Kecerahan yang mencapai 100% umumnya pada kedalaman <5m, sedangkan perairan yang lebih dalam (>10 m) tingkat kecerahannya lebih kecil yakni <70% yang disebabkan oleh kemampuan tingkat intensitas cahaya matahari yang menembus perairan rata-rata <10 m (Salim et al., 2017). Kekeruhan atau turbiditas menunjukkkan kadar bahan-bahan yang melayang di dalam air yang dapat mengganggu penetrasi cahaya matahari ke dalam air. Nilai kekeruhan yang tinggi akan memperkecil penetrasi cahaya matahari ke dalam air, sehingga dapat menghambat proses fotosintesis oleh tumbuhan air. Kurangnya penetrasi cahaya matahari dapat menurunkan produktivitas perairan.Kekeruhan air disebabkan oleh adanya partikel-partikel kecil yang bersifat koloidal dan mempunyai ukuran 10 nm- 10 nm.Kekeruhan air disebabkan karena adanya zat organik dan anorganik yang menyerap cahaya dengan frekwensi yang berlainan. Kemampuan 6 cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh kecerahan dan kekeruhan air. Semakin tinggi kecerahan atau semakin rendah kekeruhan maka semakin tinggi penetrasi cahaya matahari masuk ke perairan.Dengan demikian proses fotosintesis di air tersebut dapat berlangsung dan memudahkan interaksi mikroorganisme yang membutuhkan oksigen (Mudatsir, 2007). 4. Pasang surut .Pasang surut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di luar materi itu berada. Sehingga pasang surut yang terjadi di bumi terdapat dalam tiga bentuk yaitu Pasang surut atmosfer (Atmospheric Tide) adalah gerakan atmosfer bumi yang diakibatkan oleh adanya aksi gravitasi dari matahari dan bulan atau benda langit lainnya, Pasang surut bumi (Boily Tide) adalah gangguan akibat gaya gravitasi benda langit terhadap bagian bumi padat. dan Pasang surut laut atau Ocean Tide (Azis,2006). Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan kearah luar pusat rotasi. Gravitasi berbanding lurus dengan massa, tetapi berbanding terbalik dengan jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari pada mata-hari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut. Hal ini karena jarak bulan lebih dekat dari pada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh 7 deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Sangari, 2014). Ada tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pertama Pasang-surut tipe harian tunggal (diurnal type): yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat 1 kali pasang dan 1 kali surut. Kedua, Pasang-surut tipe tengah harian/harian ganda (semi diurnal type):yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut dan ketiga Pasang-surut tipe campuran (mixed tides): yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal atau condong ke tipe harian ganda. Tipe pasang-surut ini penting diketahui untuk studi lingkungan, mengingat bila di suatu lokasi dengan tipe pasangsurut harian tunggal atau campuran condong harian tunggal terjadi pencemaran, maka dalam waktu kurang dari 24 jam, pencemar diharapkan akan tersapu bersih dari lokasi. Namun pencemar akan pindah ke lokasi lain, bila tidak segera dilakukan clean up.Berbeda dengan lokasi dengan tipe harian ganda, atau tipe campuran condong harian ganda, maka pencemar tidak akan segera tergelontor keluar. Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang-surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang-surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera (Surinati, 2007). 5. Arus Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan di dunia. Pergerakan air ini merupakan hasil dari beberapa proses yang terdiri dari adanya aksi angin di atas permukaan laut dan terjadinya perbedaan kerapatan air laut yang disebabkan oleh pemanasan matahari. Arus dapat pula dihasilkan dari aktifitas 8 pasang surut dan pergerakan ombak di pantai. Berdasarkan proses pembangkitannya, maka kita akan menjumpai beberapa jenis arus di pantai dan di laut seperti Arus yang ditimbulkan oleh angin (wind driven currents), Arus pasang surut (tidal currents), Arus susur pantai (longshore currents) dan Arus yang ditimbulkan oleh perbedaan kerapatan atau density driven currents (Lanuru dan Suwarni, 2011). Arus terjadi karena adanya proses pergerakan massa air menuju kesetimbangan yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air. Salah satu arus yang mempengaruhi perairan Indonesia adalah arus laut permukaan. Arus laut permukaan merupakan arus laut yang bergerak di permukaan. Faktor pembangkit arus permukaan disebabkan oleh adanya angin yang bertiup diatasnya. Tenaga angin memberikan pengaruh terhadap arus permukaan (atas) sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin tidak berpengaruh pada kedalaman 200 meter (Octavia et al., 2018). Menurut Loupatty (2013) Arus dapat juga membawa sedimen yang mengapung (suspended sediment) maupun yang terdapat didasar laut. Begitu pula dengan arus susur pantai dan arus meretas pantai. Keduanya merupakan arus yang berperan dalam transport sedimen di sepanjang pantai serta pembentukan berbagai sedimen yang terdapat di pantai .Selain arus yang tejadi secara horizontal, terdapat arus yang terjadi secara vertikal yaitu upwelling. Fenomena upwelling juga dipengaruhi oleh adanya musim barat dan musim timur di beberapa perairan. Adapun fenomena arus yang terjadi di perairan Indonesia adalah Arlindo (Arus Lintas Indonesia) yang berperan penting dalam rantai sikulasi termohalin dan fenomena 9 iklim global Massa air dari ARLINDO berasal dari massa air Pasifik Utara sebanyak 92%, dan massa air Pasifik Selatan sebanyak 8%. Massa air yang dibawa oleh Arlindo akan memengaruhi kondisi ekosistem laut dan pesisir yang dilaluinya, selain itu juga diyakini memengaruhi pola migrasi ikan di wilayah yang dilalui Arlindo.Massa air Arlindo telah memperkaya keanekaragaman hayati laut Indonesia, karena menjadi tempat berkumpulnya khazanah hayati dua samudera besar (Cahya et al., 2016). 6. Gelombang Menurut Kurniawan et al. (2011) gelombang laut adalah pergerakan naik dan turunnya air laut dengan arah tegak lurus pemukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang yang kita amati di laut biasanya memiliki pola yang rumit. Untuk menerangkan secara teoritis proses terjadinya gelombang biasanya digunakan model yang sederhana yang penampilannya menunjukkan adanya puncak dan lembah. istilah-istilah dan bagian-bagian dari gelombang seperti: Crest (Titik tertinggi gelombang), Trough (Titik terendah gelombang), Wave height (tinnggi gelombang), Wavelength (panjang gelombang), wave period (periode gelombang), wave steepness atau kemiringan gelombang (Lanuru dan Suwarni, 2011). Dinamika energi gelombang dan angin berasal dari tekanan yang berbeda antar lapisan atmosfer, kemudian energi ditransfer dari angin ke gelombang. Energi yang ditransfer tergantung pada kecepatan angin, lamanya waktu yang bertiup angin dan jaraknya (fetch). Angin yang bertiup di permukaan laut merupakan factor utama penyebab timbulnya gelombang laut. Angin yang berhembus di atas permukaan air 10 akan memindahkan energinya ke air. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk (Purba, 2014). Analisis karakteristik gelombang dan khususnya interaksi antara gelombang dan sedimen memberikan gambaran tentang proses fisik yang sedang terjadi. Analisa spasial gelombang memberikan informasi tentang kejadian gelombang berdasarkan sebarannya, sedangkan analisa temporal memberikan informasi tentang karakteristik gelombang berdasarkan waktu kejadian. Ketika gelombang datang dari perairan dalam bergerak menuju ke perairan dangkal, karakteristik gelombang akan mengalami perubahan dikarenakan faktor kedalaman. Perubahan gelombang tersebut disebut dengan transformasi gelombang (Hidayani, 2017). 7. Sedimen dan topografi Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulutmulut sungai adalah salah satu contoh hasil dan proses pengendapan materialmaterial yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Sedimentasi terjadi apabila kekuatan arus atau gaya dari agen transportasi menurun sehingga partikel sedimen yang berada di dalam suspensi akan mulai terendapkan. Kecepatan pengendapan umumnya bahan-bahan yang kasar terlebih dahulu terendapkan kemudian menyusul bahan/partikel yang lebih halus. Sifat dasar dan distribusi sedimen di laut dangkal dan laut dalam dikontrol oleh 4 faktor yang saling berinteraksi yaitu Jenis sumber material, Laju suplai sedimen, distribusi ukuran partikel dan Kondisi energi di dasar perairan yang berhubungan 11 dengan kekuatan arus Pengamatan yang lebih dekat menunjukkan bahwa sedimen terrigeneous adalah sekumpulan pecahan pecahan batu dan mineral yang berukuran kecil dengan komposisi yang menghampiri sama dengan batuan sumber sedimen tersebut. Jika erosi sedimen berjalan lambat maka suplai sedimen juga lambat dan pencucian “washed” sedimen oleh air yang bergerak berlangsung lama. Sebaliknya jika erosi sedimen berjalan cepat, kemudian suplai sedimen cepat dan tidak tercuci (terbawa) oleh air dalam waktu yang lama maka akan menghasilkan sedimen yang mengendap di dasar dengan karakter heterogenous dan tidak tersortasi dengan baik (Lanuru dan Suwarni, 2011). Tipe pantai dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu pantai berpasir, pantai berlumpur dan pantai barbatu. Dari ketiga tipe pantai tersebut, pantai berpasir dan pantai berlumpur paling rawan terjadi erosi pantai karena butir sedimen penyusunnya yang relative kecil dan mudah terbawa arus. Dalam hal ini, analisa butir dan jenis sedimen penting kaitannya dengan transport sedimen dengan menggunakan parameter mean, sortasi,skewness dan kurtosis.ukuran butir sedimen dominan di suatu perairan apabila dihubungkan dengan kecepatan arus yang ada, dapat dilihat kecenderungannya dari erosi,tertranspor atau deposisi (Hidayani, 2017). Proses hidrologi sangat mempengaruhi proses erosi dan sedimentasi. Sedimentasi adalah proses mengendapnya material fragmental oleh air sebagai akibat dari adanya erosi. terkumpulnya Proses mengendapnya material tersebut yaitu proses butir-butir tanah yang terjadi karena kecepatan aliran air yang mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan pengendapan (settling velocity). 12 Proses sedimentasi dapat terjadi pada lahan-lahan pertanian maupun di sepanjang dasar sungai, dasar waduk, muara, dan sebagainya (Purwadi et al., 2013). Kondisi topografi dasar laut mempengaruhi fungsi daerah pesisir suatu perairan. Perairan selatan jawa mempunyai topografi dasar laut curam sehingga arus laut menjadi berombak deras dan membahayakan kapal akan berlabuh. Sedangkan sepanjang pesisir utara jawa memiliki topogrfi dasar laut yang landai sehingga arus permukaan relative tenang dan memiliki kedalaman perairan sekitar 10-20 meter (Pramono, 2005). 8. pH Menurut hamuna et al. (2018) derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negative dari konsentrasi ion-ion hydrogen yang terlepas dalam suatu cairan dan merupakan indicator baik buruknya suatu perairan . Batas toleransi mikroorganisme di air terhadap pH air bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti temperatur, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai ion dan kation serta jenis organisme yang hidup di dalamnya. Kebanyakan mikroba yang terdapat di air hidup pada pH optimum 6,0-8,0, meskipun beberapa Mikroba memiliki pH optimum 3,0 dan beberapa mikroba lainnya memiliki pH optimum 10,53 . Bila derajat keasaman air netral, tidak bersifat asam atau basa akan mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan pada distribusi air minum. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya memiliki pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan semakin menurun dan semakin bersifat asam, hal ini disebabkan pertambahan bahanbahan organic yang kemudian membebaskan CO2 (Mudatsir,2007). 13 Pada umumnya air laut mempunyai nilai pH lebih besar dari 7 yang cenderung bersifat basa , namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi lebih rendah dari 7 sehingga menjadi bersifat asam. Derajat keasaman suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang cukup penting dalam memantau kestabilan perairan . Perubahan nilai pH suatu perairan terhadap organisme akuatik mempunyai batasan tertentu dengan nilai pH yang bervariasi, tergantung pada suhu air laut, konsentrasi oksigen terlarut dan adanya anion dan kation Pada umumnya , nilai pH dalam suatu perairan berkisar antara 4 – 9 , sedangkan di daerah bakau, nilai pH dapat menjadi lebih rendah disebabkan kandungan bahan organik yang tinggi. Pada umumnya , nilai pH dalam suatu perairan berkisar antara 4 – 9 , sedangkan di daerah bakau, nilai pH dapat menjadi lebih rendah disebabkan kandungan bahan organik yang tinggi (Simanjuntak, 2009). Kondisi perairan yang bersifat asam atau basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme, karena akan mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi dan pada umumnya sebagian besar organisme akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Kondisi asam basa/pH merupakan salah satu hal penting dalam menentukan kualitas perairan. pH umumnya mengalami peningkatan akibat dari perairan yang sudah tercemar oleh aktivitas manusia, banyaknya limbah, ataupun bahan organik dan anorganik yang mencemari perairan tersebut (Mainassy, 2017). 14 II. TUJUAN Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui fruktasi harian suhu, salinitas, pH dan tingkat kecerahan di perairan pantai Tanjung Tiram serta factor-faktor yang mempengaruhinya 2. Untuk mengetahui tipe pasut dan beda pasut di perairan pantai Tajung Tiram, serta factorfaktor yang mempengaruhinya. 3. Untuk mengetahui kecepatan dan arah arus di perairan pantai Tajung Tiram, serta factorfaktor yang mempengaruhinya. 4. Untuk mengetahui karakteristik gelombang di perairan pantai Tajung Tiram, serta factorfaktor yang mempengaruhinya. 5. Untuk mengetahui topografi serta hubungannya dengan sedimen di perairan pantai Tanjung Tiram. 15 III. METODE PRAKTIKUM A. Waktu dan Tempat Pratikum oseanografi dilaksanakan pada hari sabtu-minggu tanggal 16-17 maret 2019 pada pukul 10:00-09:00 WITA dan bertempat di Desa Tanjung Tiram, Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktek lapangan Pengantar Oseanografi dapat di lihat pada tabel 1. Berikut ini nama alat dan bahan serta kegunaannya. Tabel 1. Alat dan Bahan No. 1. Alat dan Bahan Satuan Kegunaan Alat - Sechi disk m Pengukur Kecerahan - Patok Berskala m Pengukur kedalaman 0 - Thermometer C Pengukur Suhu - Meteran Roll m Alat mengukur panjang PPT Mengukur salinitas - Pipa Paralon - Mengambil subtrat - Kompas - Sebagai penunjuk arah - Plastic Sampel - Tempat menyimpan substrat - Hendrefraktometer - Stopwatch S Menghitung waktu 16 - Layang Arus 2. - Menghitung kecepatan arus - Membersihkan plasma Bahan - - Tissue handrefraktometer Sebagai pembersih plasma - - Aqua hendrefrakto meter C. Prosedur pengamatan Prosedur pengamatan pada praktikum lapangan oseanografi ini adalah sebagai berikut: 1. Suhu Prosedur kerja pada pengukuran suhu adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan thermometer untuk melakukan pengukuran suhu. 2. Melakukan pengukuran suhu dengan cara mencelupkan thermometer ke dalam perairan selama kurang lebih 1-3 menit, dilakukan 3 kali pengulangan. 3. Mencatat hasil pengukuran pada kertas yang telah disiapkan. 4. Melakukan pengambilan sampel dengan interval waktu 1 jam selama 24 jam. 2. Salinitas Prosedur kerja pada pengukuran salinitas adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan handrefraktormeter untuk melakukan pengukuran salinitas. 17 2. Meneteskan aquades 1 tetes pada kaca handrefraktometer kemudian dibersikan dengan tisu, bertujuan untuk menormalkan hendrafraktometer. 3. Mengambil sampel air laut kemudian meneteskan 1 tetes pada handrefraktometer. 4. Mengamati dan mencatat hasil yang ditampilkan pada handrefraktometer. 5. Melakukan pengambilan sampel dengan interval waktu 1 jam selama 24 jam. 3. Kecerahan Prosedur kerja pada pengukuran kecerahan adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan secchi dich untuk melakukan pengukuran kecerahan. 2. Menenggelamkan secchi disc ke dalam perairan sampai warna pada secchi disc tidak kelihatan. 3. Menarik perlahan-lahan hingga warna pada secchi disc terlihat hitam putihnya. 4. Menandai batas pada tali secchi disc yang masuk di perairan , sebelum dan sesudah terlihat warna secchii disc. 5. Mengukur panjang tali secchi dics yang masuk kedalam peraian. 6. Mencatat hasil pengukuran. 4. Pasang Surut Prosedur kerja pada pengukuran pasang surut adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan patok berskala dan selang untuk melakukan pengukuran pasang surut. 2. Menancapkan patok pada dasar perairan. 18 3. Mencatat perubahan tinggi pasan surut pada patok berskala dengan interval 1 jam selama 24 jam. 5. Arus Laut Prosedur kerja pada pengukuran arus laut antara lain sebagai berikut: 1. Menyiapka layangan arus dengan panjang tali 10 meter untuk melakukan pengukuran arus laut. 2. Meletakan layangan arus di atas permukaan air bersamaan dengan hitungan stopwatch, serta mengaktifkan kompas. 3. mencatat waktu bila tali telah dalam keadaan renggang sempurna. 4. Kecepatan arus dihitung dengan menggunakan rumus: v = S/t. 5. Mencatat hasil pengamatan. 6. Gelombang Laut Prosedur kerja pada pengukuran gelombang laut antara lain sebagai berikut: 1. Menyiapkan peralatan berupa patok berskala, meter rool,stopwatch untuk melakukan pengukuran panjang , tinngi, dan periode gelombang laut. 2. Untuk mengukur panjang gelombang gunakan patok untuk mengukur jarak antara dua puncak gelombang, yang berdekatan kemudian mencatat hasilnya. 3. Untuk mengukur tinggi gelombang, menancapkan patok ke dasar perairan kemudian menghitung tinggi gelombang dengan menandai pada patok jarak antara puncak dan lembah gelombang dn mencatat hasilnya. 19 4. Untuk mengukur periode gelombang, seperti langkah (3) memulai hitungan stopwatch setelah mendapatkan puncak gelombang berikutnya. Kemudian mencatat hasilnya. 7. Topografi dan Sedimen Adapun prosedur pengamatan untuk mengukur topografi yaitu: 1. Menyiapkan patok berskala, meteran roll, pipa paralon, dan plastik sampel 2. Menancapkan patok pada ke dalaman 25 cm dan mengukur jaraknya dari garis pantai, lakukan sampai kedalaman 150 cm 3. Untuk sedimen, mengambil sampel substrat dengan kedalaman 50, 100, dan 150 cm 4. Mencatat hasil yang diperoleh Adapun prosedur pengamatan untuk sedimen yang dilakukan di laboratorium yaitu: 1. Menimbang substrak menggunakan timbangan analitik 2. Memasukkan substrak kedalam sieve shaker (saringan bertingkat) 3. Diayak selama 5 menit dengan amplitudo 20 4. Mengeluarkan substrak tersebut dari sieve shaker (saringan bertingka) 5. Menimbang kembali menggunakan timbangan analitik dengan masing-masing ukuran saringan dan mencatat hasilnya. 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Suhu Hasil pengukuran suhu yang dilakukan di perairan Desa Tanjung Tiram dapat dilihat pada Grafik berikut: SUHU SUHU 32 30 30 30 28 29 30 30 29 29 27 28 28 27 28 28 27 27 27 28 28 29 30 28 Gambar 1. Grafik perubahan suhu di Tanjung Tiram 2. Salinitas Berdasarkan hasil pengukuran salinitas di perairan pantai Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut : Tabel 1. Hasil pengukuran salinitas Jam (Wita) 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 Salinitas (o/oo) 32,00 31,60 31,00 32,00 31,00 Jam (Wita) 22.00 23.00 24.00 01.00 02.00 Salinitas (o/oo) 33,00 33,00 35,00 33,00 27,00 21 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 31,00 33,00 33,00 34,00 32,00 34,00 33,00 03.00 04.00 05.00 06.00 07.00 08.00 09.00 35,00 33,00 35,00 33,00 35,00 31,00 35,00 3. pH Berdasarkan hasil pengukuran pH rata-rata di perairan pantai Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 mei 2019 di dapatkan sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Pengukuran pH Jam 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 01:00 02:00 03:00 04:00 05:00 06:00 07:00 08:00 09:00 Rata-rata pH 6 7 6 7 6 7 5 4 8 6 6 6 7 6 5 6,21 4. Kecerahan Berdasarkan hasil pengukuran kecerahan rata-rata di perairan pantai Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maretl 2019 di dapatkan sebagai berikut : 22 Tabel 3. Hasil Pengukuran Kecerahan Kelompok Kecerahan (m) I 14,27 II 14,27 III IV 19,83 14,29 V VI 14,29 14,29 VII VIII 14,00 14,00 IX 11,00 X XI 14,00 13,00 XII XIII 12,50 - XIV 7,10 XV Rata-Rata 5,27 13,01 5. Pasang surut Berdasarkan hasil pengukuran tinggi permukaan di perairan pantai Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut : Tabel 4. Hasil Pengukuran Tinggi Permukaan Air di Perairan Pantai T. Tiram JAM (wita) 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 Tinggi (cm) 110 97 87 86 91 112 134 149 166 143.5 132 Jam (Wita) 22.00 23.00 24.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 08.00 Tinggi (cm) 123 71 38.5 97 10 9 16 31 60 90 120 23 21.00 130 09.00 116 Tinggi Muka Air terhadap MSL(cm) 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80 -100 Jam Gambar 2. Grafik pasang suru air laut di Tanjung Tiram 6. Arus laut Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan dan arah arus laut yang di lakukan sebanyak dua kali di perairan pantai Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut: Tabel 5. Hasil Pengukuran Kecepatan dan Arah Arus di Perairan Pantai T. Tiram Pukul 16.00 Wita Tanggal 16 Maret 2019 Kelompok I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV Kec. Arus (m/s) 0,050 0,013 0,015 0,014 0,050 0,050 0,040 0,032 0,032 0,064 0,020 0,057 0,038 0,024 0,041 Arah Arus barat daya tenggara selatan utara barat laut barat barat barat daya barat barat barat daya barat daya selatan barat barat laut barat daya selatan Arah Angin barat daya selatan selatan barat selatan Barat barat daya Barat barat daya barat daya Barat barat daya barat daya barat daya barat daya Lokasi Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kiri dermaga Kiri dermaga Kiri dermaga Kiri dermaga Kiri dermaga Kiri dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kiri dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga 24 7. Gelombang Berdasarkan hasil pengukuran gelombang yang di lakukan di perairan pantai Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut: Tabel 6. Hasil Pengukuran Panjang Tinggi dan Periode Gelombang di Perairan Pantai T. Tiram Pukul 07.00-08.00 Wita Tanggal 16-17 Maret 2019 Arah Panjang(cm) Nilai Tinggi(cm) Periode(s) Angin Gelombang I 160 14 1,51 barat daya Barat II 117 17 1,28 barat daya Barat III 106 11 1,88 selatan Barat IV 90 12 1,1 barat barat daya V 103 9 66 barat barat daya VI 76 7 2,64 barat barat daya VII 70 4 1,5 barat barat daya VIII 84 6 2.5 barat Barat IX 20 3 2.7 selatan Barat X 74 5 1.4 barat daya barat daya XI 156 6 1.84 barat barat daya XII 278 68 120 barat barat daya XIII 160 8 1.83 Barat XIV 135 14.6 1.40 barat selatan barat daya barat daya XV 104 6.8 2.89 selatan barat daya Rata2 151 22 120 barat Barat Kelompok Lokasi Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga Kanan dermaga 25 8. Topografi dan Sediment a. Topografi Berdasarkan hasil pengukuran sediment yang di lakukan di perairan pantai Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut: Tabel 7. Hasil Pengukuran Topogrfi di Perairan Pantai T. Tiram Titik Pengukuran Jenis I III IV V VI 22,16 41,76 2,67 40,40 73,58 51,24 92,04 Lumpur Butirankerikil Pasir halus 77,84 7,00 15,35 Lumpur Butirankerikil Pasir halus Lumpur Butirankerikil Pasir halus II VII VIII IX X XI XII XIII XIV Rata2 49,50 10,06 12,37 78,57 57,20 58,25 6,41 0,83 21,15 35,72 58,00 50,50 86,80 86,89 17,65 40,30 36,09 90,90 94,91 73,41 62,18 5,29 1,60 0,00 3,14 0,74 3,78 2,50 5,66 2,69 4,25 5,44 10,02 31,19 0,05 24,00 19,00 15,40 73,19 81,00 29,80 47,86 1,09 12,74 15,22 30,72 78,47 60,81 95,16 73,00 80,00 80,88 25,96 19,00 67,48 46,38 92,21 80,29 82,21 65,40 6,18 8,00 4,79 3,00 1,00 3,72 0,85 0,00 2,72 5,76 6,70 6,70 2,57 3,88 6,52 12,94 18,19 69,00 8,00 23,71 42,85 11,20 18,40 9,30 1,56 19,7 19,94 20,15 87,85 77,25 74,77 29,50 92,00 66,73 51,36 86,98 79,50 83,98 94,84 68,95 77,56 74,98 5,63 9,81 7,04 1,50 0,00 9,56 5,79 1,82 2,10 6,72 3,60 11,35 2,50 4,87 b. Sediment Berdasarkan hasil pengukuran sediment yang di lakukan di perairan pantai Tanjung Tiram pada tanggal 16-17 Maret 2019 di dapatkan sebagai berikut: 26 Tabel 8. Hasil Pengukuran Sediment di Perairan Pantai T. Tiram Kealaman (cm) Titik Pengukuran Kategori I II III IV V VI 22,16 41,76 2,67 40,40 49,50 73,58 51,24 92,04 58,00 VII VIII IX X XI XII XIII XIV Rata2 10,06 12,37 78,57 57,20 58,25 6,41 0,83 21,15 35,72 50,50 86,80 86,89 17,65 40,30 36,09 90,90 94,91 73,41 62,18 0 Butirankerikil Pasir halus 77,84 7,00 5,29 1,60 0,00 3,14 0,74 3,78 2,50 5,66 2,69 4,25 5,44 10,02 15,35 31,19 0,05 24,00 19,00 15,40 73,19 81,00 29,80 47,86 1,09 12,74 15,22 30,72 50 Lumpur Butirankerikil Pasir halus 78,47 60,81 95,16 73,00 80,00 80,88 25,96 19,00 67,48 46,38 92,21 80,29 82,21 65,40 6,18 8,00 4,79 3,00 1,00 3,72 0,85 0,00 2,72 5,76 6,70 6,70 2,57 3,88 6,52 12,94 18,19 69,00 8,00 23,71 42,85 11,20 18,40 9,30 1,56 19,7 19,94 20,15 100 Lumpur Butirankerikil Pasir halus 87,85 77,25 74,77 29,50 92,00 66,73 51,36 86,98 79,50 83,98 94,84 68,95 77,56 74,98 Lumpur 5,63 9,81 7,04 1,50 0,00 9,56 5,79 1,82 2,10 6,72 3,60 11,35 2,50 4,87 B. Pembahasan 1. Suhu Bedasarkan tabel dan grafik diatas pengukuran suhu yang dilakukan selama 24 jam diperoleh kisaran suhu 27°C-32°C dengan rata-rata suhu 29,86°C. Hal ini menunujukkan bahwa suhu di perairan laut tersebut adalah normal. Berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan hidup No.51 tahun 2004 bahwa Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <20C dari suhu alami, maka suhu perairan laut Tanjung Tiram masih berada dalam batas normal dan sesuai dengan kebutuhan untuk metabolisme biota laut dan ekosistem pesisir laut seperti karang, lamun dan mangrove. 27 Suhu tertinggi di perairan Tanjung Tiram mencapai 32°C yang diukur pada pukul 15:00 WITA. Hal ini disebabkan karena pengukuran suhu dilakukan pada sore hari karena air laut mampu menyimpan panas pada laut sehinga walaupun tidak ada matahari suhunya masih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hamuna et al. (2018) Kenaikan suhu dapat menyebabkan stratifikasi atau pelapisan air, stratifikasi air ini dapat berpengaruh terhadap pengadukan air dan diperlukan dalam rangka penyebaran oksigen sehingga dengan adanya pelapisan air tersebut di lapisan dasar tidak menjadi anaerob. Perubahan suhu permukaan dapat berpengaruh terhadap proses fisik, kimia dan biologi di perairan tersebut. Sedangkan suhu terendah mencapai 27°C, terjadi pada pukul 11:00, 23:00, 02:00, 03:00 dan 04:00 WITA. Penurunan suhu pada pukul 11:00 WITA terjadi karena cuaca atau kurangnya intesitas cahaya sehingga akan mempengaruhi penyebaran suhu dipermukaan air laut. Semantara pada pukul 23:00-04:00 WITA dilakukan pada malam hari adanya proses penguapan yang terjadi di perairan laut dan kurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke permukaan perairan serta terjadi curah hujan sehingga akan menurunkan suhu perairan dan terjadi variasi suhu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hadikusuma (2008) Faktor-faktor yang mempenagruhi suhu permukaan air laut dan suhu udara ialah keseimbangnan kalor dan keseimbangan masa air di lapisan permukaan laut. Faktor meteorologi yang mengatur keseimbangan ialah curah hujan, penguapan, kelembaban, suhu udara, kecepatan angin, penyinaran matahari dan suhu permukaan laut itu sendiri. Kondisi iklim mempunyai peran utama terhadap permukaan air laut. 28 Bila suatu perairan memiliki suhu rata-rata yang normal maka akan menyebabkan biota laut yang terdapat didalamnya akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut hamuna et al.(2018) Aktivitas metabolisme serta penyebaran organisme air banyak dipengaruhi oleh suhu air. Suhu juga Sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air, suhu pada badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman air. 2. Salinitas Berdasarkan tabel di atas salinitas yang ada di Tanjung tiram yang dilakukan selama 24 jam berkisar 27 ppt-35 ppt dan merupakan salinitas yang normal bagi organisme yang ada didalamnya.Salinitas terendah terdapat pada pukul 02:00 WITA. Hal ini di pengaruhi oleh penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut maka, salinitasnya makin tinggi dan sebaliknya apabila penguapan rendah maka, daerah itu kadar garamnya rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mainassy (2017) Perbedaan salinitas perairan dapat terjadi karena adanya perbedaan penguapan dan presipitasi. Salinitas merupakan perubah penting dalam perairan pantai dan estuaria. Perubahan salinitas dapat menyebabkan perubahan kualitas ekosistem akuatik, terutama ditinjau dari tipe-tipe dan kelimpahan organisme. Gambaran salinitas di perairan menginformasikan bahwa besar kecilnya fluktuasi salinitas diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya oleh pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi) dan curah hujan atau presipitasi. Sedangkan salinitas tertinggi terdapat pada pukul 24:00, 03:00, 05:00, 07:00 dan 09:00 WITA. Keadaan ini erat kaitanya dengan tingkat sumber perairan dari arah 29 pantai maupun dari arah laut lepas yang berpengaruh terhadap konsistensi salinitas pada lapisan perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tubalawony (2012) Secara umum pola sebaran salinitas pada lapisan permukaan laut (kedalaman 0-5 m) lebih homogen pada bagian selatan perairan bila dibandingkan dengan bagian utara perairan. Perbedaan salinitas pada bagian utara dan selatan perairan mengindikasikan bahwa massa air pada kedua bagian perairan tersebut berasal dari sumber yang berbeda. Di bagian utara perairan, salinitas massa air lapisan permukaan lebih banyak ditentukan oleh karakteristik massa air Laut Banda yang cenderung bergerak ke arah barat pada bulan Juli. Hal ini terlihat dari pola sebaran salinitas yang menunjukkan peningkatan ke arah timur perairan Selain itu, tercampurnya air diwilayah muara dengan pinggiran pantai juga dapat memengaruhi salinitas perairan dan aktivitas masyarakat pesisir yang membuang sisa air limbah rumah tangga. Hal ini sesuai dengan pernyataan mudatsir (2007) Salinitas dalam perairan dapat diartikan sebagai konsentrasi total ion-ion terlarut dalam perairan. Ion-ion yang memberikan kontribusi utama adalah natrium klorida, kalium klorida, sulfat, bikarbonat. Pada air laut kadar garam dipengaruhi oleh masuknya air tawar ke dalam perairan, evaporasi dan transpirasi fumbuhan dan plankton. 3. pH Berdasarkan tabel diatas pengukuran pH yang dilakukan setiap 1 jam selama 14 jam di perairan Tanjung Tiram berkisar antara 4-8 ppt. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pH di perairan pantai Tanjung Tiram dapat di katakan memiliki pH normal. Hal ini di karenakan perairan di pantai tersebut tidak tercemar, sehingga 30 kandungan pHnya relative stabil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Simanjuntak (2009) Pada umumnya nilai pH dalam suatu perairan berkisar sedangkan di daerah bakau, nilai pH dapat menjadi lebih antara 4 – 9 , rendah disebabkan kandungan bahan organik yang tinggi. Dengan nilai pH yang normal akan memengaruhi keadaan biologis biota laut sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mainassy (2013) Kondisi perairan yang bersifat asam atau basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme, karena akan mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi dan pada umumnya sebagian besar organisme akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Bila suatu perairan memiiki pH yang tinggi maka kondisi ini akan menguntungkan bagi beberapa jenis biota laut terhadap asupan nutrient, sebab dengan kondisi pH yang tinggi akan memungkinkan ketersedian fitoplankton yang melimpah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hamuna et al. (2018) pH suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang cukup penting dalam memantau kestabilan perairan. Variasi nilai pH perairan sangat mempengaruhi biota di suatu perairan. Selain itu, tingginya nilai pH sangat menentukan dominasi fitoplankton yang mempengaruhi tingkat produktivitas primer suatu perairan dimana keberadaan fitoplankton didukung oleh ketersediaanya nutrient diperairan laut 4. Kecerahan Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada perairan pantai Tanjung Tiram diperoleh untuk masing-masing kelompok berbeda-beda karena pengukuran 31 dilakukan dengan kedalaman berbeda-beda, namun kecerahan rata-rata 13,01 meter. Kecerahan air laut dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan, sebab pengamatan dilakukan pada saat siang hari dengan cuacanya yang cerah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salim et al. (2017) Kecerahan yang mencapai 100% umumnya pada kedalaman < 5 m, sedangkan perairan yang lebih dalam (>10 m) tingkat kecerahannya lebih kecil yakni <70% yang disebabkan oleh kemampuan tingkat intensitas cahaya matahari yang menembus perairan rata-rata <10 m. sehingga perairan pantai Tanjung Tiram tergolong suatu perairan yang memiliki tingkat produktivitas penetrasi cahaya dalam air yang rendah sehingga dapat menghambat fotosintesis oleh tumbuhan air. Kekeruhan suatu perairan dapat terjadi karena adanya zat anorganik maupun organic yang berasal dari pesisir pantai, dasar laut maupun kotoran atau sisa makanan biota laut yang tersuspensi dengan air laut sehingga air Nampak keruh. Kondisi ini akan berpengaruh pada proses penetrasi cahaya yang masuk kedalama perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mudatsir (2007) Semakin tinggi kecerahan atau semakin rendah kekeruhan maka semakin tinggi penetrasi cahaya matahari masuk ke perairan.Dengan demikian proses fotosintesis di air tersebut dapat berlangsung dan memudahkan interaksi mikroorganisme yang membutuhkan oksigen. Kekeruhan air disebabkan karena adanya zat organik dan anorganik yang menyerap cahaya dengan frekwensi yang berlainan. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh kecerahan dan kekeruhan air. 32 5. Pasang Surut Dari hasil pengukuran diperoleh kisaran pasang surut yaitu 9 cm-166cm.Pasang tertinggi terjadi pada pukul 18:00 Wita dengan ketinggian mencapai 166cm. Sedangkan surut terendah terjadi pada pukul 24.00 Wita dengan ketinggian mencapai 9 cm. Berdasarkan hasill pengukuran yang diperoleh selama 24 jam terjadi 2 kali Pasang dan 2 kali Surut maka dapat disimpulkan bahwa tipe pasang surut di perairan pantai Tanjung Tiram termasuk tipe pasang surut campuran condong ganda. Selain itu pasut juga berpengaruh terhadap tingkat kekeruhan perairan karena terjadi pembersihan dari pantai ke laut lepas ataupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Surinati (2007) Pasang-surut tipe campuran (mixed tides) yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal atau condong ke tipe harian ganda( 2 kali pasang dan 2 kali surut). Tipe pasang-surut ini penting diketahui untuk studi lingkungan, mengingat bila di suatu lokasi dengan tipe pasang-surut harian tunggal atau campuran condong harian tunggal terjadi pencemaran, maka dalam waktu kurang dari 24 jam, pencemar diharapkan akan tersapu bersih dari lokasi. Namun pencemar akan pindah ke lokasi lain, bila tidak segera dilakukan clean up.Berbeda dengan lokasi dengan tipe harian ganda, atau tipe campuran condong harian ganda, maka pencemar tidak akan segera tergelontor keluar. Umur bulan pada saat pengamatan 09-10 hari bulan atau dalam kondisi neap. saat neap kedudukan matahari tegak lurus dengan sumbu bumi-bulan sehingga terjadi pasut minimum pad a titik di permukaan bumi yang tegak lurus sumbu bumi-bulan . Saat tersebut terjadi di perempat bulan awal dan perempat bulan akhir.selain itu 33 dipengaruhi gaya gravitasi yang disebabkan oleh energy dari bulan maupun matahari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sangari (2014) Gravitasi berbanding lurus dengan massa, tetapi berbanding terbalik dengan jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari pada mata-hari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut. Hal ini karena jarak bulan lebih dekat dari pada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari Selain itu efek sentrifugal dari energi bulan dan matahari menyebab pasang surut. Hal ini sesuai dengan pernyataan lanuru et.al Pada sistem bumi-bulan, gayagaya pembangkit pasut (tide generating forces) adalah resultan gaya-gaya yang menyebabkan terjadinya pasut, yaitu gaya sentrifugal sistem bumi-bulan dan gaya gravitasi bulan bekerja dalam persekutuan pusat gravitasi bumi-bulan yang titik massanya terletak di sekitar jari-jari bumi dari titik pusat bumi 6. Arus laut Dari hasil pengukuran kecepatan dan arah arus di perairan pantai Tanjung Tiram. pada pukul 16:00 Wita tanggal 16 Maret 2019, dapat disimpulkan kecepatan arus tertinggi terdapat pada kelompok X dengan kecepatan 0,064 m/det sedangkan kecepatan terendah mencapai 0.013 m/det terdapat pada kelompok II. Kecepatan dan arus tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti angin, hambatan, pasang dan gaya cariolis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lanuru et al. (2011) Tiupan angin yang sejajar dengan garis pantai dan dengan adanya pengaruh gaya coriolis 34 menyebabkan aliran lapisan permukaan air menjauhi pantai mengakibatkan massa air yang berasal dari lapisan dalam akan naik menggantikan kekosongan di lapisan permukaan.selain itu tejadi proses yang pengangkutan gerakan air yang tenggelam ke bawah di perairan pantai. Angin bertiup sejajar dengan pantai tetapi dalam hal ini arah rata-rata aliran arus yang dihasilkan menuju ke arah daratan dan akhirnya aliran massa air diarahkan ke bawah pada saat mereka mencapai garis pantai Arus tegak lurus pantai mampu mengangkat partikel dekat permukaan dengan, sedangkan arus sejajar pantai mampu mengangkat sedimen sepanjang garis pantai. Menurut berbagai literature, disebutkan bahwa angkutan sedimen sejajar pantai lebih memberikan dampak dibandingkan dengan arus tegak lurus pantai. Salah satu pengaruh dari angkutan sedimen sepanjang pantai adalah perubahan profil pantai dan perubahan garis pantai. Selain arus yang tejadi secara horizontal, terdapat arus yang terjadi secara vertikal yaitu upwelling. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cahya et al. (2016) Fenomena upwelling juga dipengaruhi oleh adanya musim barat dan musim timur di beberapa perairan. Adapun fenomena arus yang terjadi di perairan Indonesia adalah Arlindo (Arus Lintas Indonesia) yang berperan penting dalam rantai sikulasi termohalin dan fenomena iklim global. Massa air Arlindo telah memperkaya keanekaragaman hayati laut Indonesia, karena menjadi tempat berkumpulnya khazanah hayati dua samudera besar . Arus laut berpengaruh terhadap pasung surut karena ketika pada saat pasang dan surut massa air bergerak lebih cepat dan akan terjadi arus pasang surut. Arus mempengaruhi tinggi rendahnya salinitas karena laut yang dipengaruhi arus panas maka salinitasnya akan naik dan kebalikannya laut-laut yang dipengaruhi oleh arus 35 dingin maka salinitasnya akan turun (rendah). Pasang surut juga berpengaruh terhadap suhu karena apabla terjadi perbedaan suhu dan salinitas di suatu perairan akan terjadi gerakan termohlin. 7. Gelombang Berdasarkan hasil pengukuran panjang, tinggi dan periode gelombang pada pukul 07:00-08:00 Wita Tanggal 16-17 maret 2019 di perairan pantai Tanjung Tiram. diperoleh kisaran panjang gelombang yaitu 20 cm-278 cm, dan kisaran tinggi yaitu 3cm-68cm sedangkan kisaran periode gelombang yang diperoleh yaitu 1,1 s - 120 s. Bagian-bagian gelombang yang memiliki perubahan dalam waktu yang berbeda dipengaruhi akibat adanya gerakan air laut di permukaan sehingga arah gelombang sesuai dengan arah angin. Tinggi rendah gelombang tergantung kecepatan angin dan kekuatan angin yang mengenai permukaan air laut tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purba (2014) Dinamika energi gelombang dan angin berasal dari tekanan yang berbeda antar lapisan atmosfer, kemudian energy ditransfer dari angin ke gelombang. Energy yang ditransfer tergantung pada kecepatan angin, lamanya waktu yang bertiup angin dan jaraknya (fetch). Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk. Gelombang berhubungan dengan topografi karena pantai Tanjung Tiram yang landai berpengaruh terhadap besarnya ombak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayani (2017) Analisis karakteristik gelombang dan khususnya interaksi antara gelombang dan sedimen memberikan gambaran tentang proses fisik yng sedang 36 terjadi. Ketika gelombang datang dari perairan dalam bergerak menuju ke perairan dangkal, karakteristik gelombang akan mengalami perubahan dikarenakan factor kedalaman. Perubahan gelombang tersebut disebut dengan transformasi gelombang 8. Sediment dan Topografi Berdasarkan peta Perairan Pantai Tanjung Tiram terletak di garis Astronomi 626° 46' 6'' LS 122° 43' 03'' BT. Karakteristik Perairan Pantai Tanjung Tiram memiliki dasar perairan yang landai dan berpasir arusnya tidak terlalu kuat. Bedasarkan sedimen yang diperoleh substrat yang ada umumnya berupa kerikil, pasir kasar, pasir halus dan berlumpur. Daerah sekitar pantai yang bercuram banyak terdapat ikan. Pada daerah yang landai banyak terdapat lamun, kerang-kerangan dan bulu babi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lanuru et al. (2011) Sedimentasi terjadi apabila kekuatan arus atau gaya dari agen transportasi menurun sehingga partikel sedimen yang berada di dalam suspensi akan mulai terendapkan. Kecepatan pengendapan umumnya bahan-bahan yang kasar terlebih dahulu terendapkan kemudian menyusul bahan/partikel yang lebih halus. Sifat dasar dan distribusi sedimen di laut dangkal dan laut dalam dikontrol oleh 4 faktor yang saling berinteraksi yaitu Jenis sumber material, Laju suplai sedimen, Distribusi ukuran partikel dan Kondisi energi di dasar perairan yang berhubungan dengan kekuatan arus. Seluruh permukaan dasar pantai, estuaria, dan lautan ditutupi oleh partikelpartikel sedimen yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun. Partikel sedimen ini terdiri dari partikel partikel yang berasal dari 37 hasil pembokaran batu batuan dan potongan potongan kulit (shell) serta sisa rangka dari organisme laut yang ukurannya sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisis mereka. Pada perairan Tanjung Tiram tidak terlalu besar arus serta gelombang membantu membawah partikel subtrat ke pantai yang bepasir karena pantai yang berpasir tidak menyediakan subtrat yang tetap untuk melekat bagi organisme serta besar atau tidaknya erosi pengikisan pantai. Pantai yang landai juga diakibatkan oleh adanya pasang surut yang dapat mempengaruhi profil pantai. 21 V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Fluktuasi suhu, salinitas dan tingkat kecerahan diperairan Pantai Tanjung Tiram masih berada pada kondisi normal suatu perairan air asin. Hal ini ditunjukan pada data suhu berkisar 27-32oC, salinitas 27-35 O/oo, dan kecerahan rata-rata 13,01 meter. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain letak geografisnya. 2. Tipe pasut yang dihasilkan yaitu tipe pasut berganda (Semi Diurnal Tide) atau dua kali pasang dan dua kali surut. Faktor yang mempengaruhinya yaitu pengaruh gravitasi bulan dan kedalaman. 3. Kecepatan dan arah arus di perairan tanjung tiram berfluktuasi dari pengukuran pada pukul 16:00 Wita tanggal 16 Maret 2019, dapat disimpulkan kecepatan arus tertinggi terdapat pada kelompok X dengan kecepatan 0,064 m/det sedangkan kecepatan terendah mencapai 0.013 m/det terdapat pada kelompok II. Hal ini disebabkan oleh tiupan angin 4. Karakteristik gelombang di perairan Pantai Tanjung Tiram adalah gelombang air dangkal hal ini disebabkan oleh angin dan bentuk topografi tanjung tiram. 5. Bentuk topografi perairan Pantai Tanjung Tiram adalah landai dan bepasir serta mempunyai hubungan yang sangat erat dengan keadaan sedimen di perairan Pantai Tanjung Tiram. 21 DAFTAR PUSTAKA Azis , M.F. 2006. Gerak air dilaut. Oseana. Volume xxxi, nomor 4: 9 – 21. Cahya , C.N., Setyohadi, D., dan Surinati, D. 2016. Pengaruh parameter oseanografi terhadap distribusi ikan. Oseana. Volume xli, nomor 4: 1 – 14.. Habibie, M. N., dan Nuraini, T.A. 2014. Karakteristik Dan Tren Perubahan Suhu Permukaan Laut Di Indonesia Periode 1982-2009. Jakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan BMKG. Hadikusumah.2008. Variabilitas suhu dan salinitas di perairan cisadane. Makar sains. Volume 12, no. 2,: 82-88. Hamuna, B., Tanjung, R.H.R., Suwito, Maury, H.K., dan Alianto.2018. Kajian kualitas air laut dan indeks pencemaran berdasarkan Parameter fisika-kimia di perairan distrik depapre, Jayapura. Jurnal ilmu lingkungan.Volume 16 No. 1: 35-43 Hidayati, N. 2017. Dinamika Pantai. Jakarta: UB Press. Kurniawan, R., Habibie, M.N., dan Suratno.2011. Variasi bulanan gelombang laut di Indonesia Monthly ocean waves variation over indonesia. Jurnal meteorologi dan geofisika. Volume 12 nomor 3: 221 – 232. Kementerian Negara Lingkungan Hidup.2004.Keputusan Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Laut. Lanuru, M., dan Suwarni. 2011. Pengantar Hasanudin. Menteri Negara Mutu Air oseanografi. Makasar: Universitas Loupatty, G. 2013. Karakteristik energi gelombang dan arus perairan di Provinsi Maluku. Jurnal barekeng.vol. 7 no. 1:19 – 22. Mainassy, M.C. 2017. Pengaruh parameter fisika dan kimia terhadap kehadiran ikan lompa (thryssa baelama forsskal) di perairan Pantai Apui Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada . Volume 19 (2): 61-66. 22 Mudatsir. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan mikroba dalam air. Jurnal kedokteran syuh kuala. Volume 7 nomor 1. Octavia, Y. P., Jumarang, M.I., dan Apriansyah. 2018.. Estimasi arus laut permukaan yang dibangkitkan oleh angin Di perairan indonesia Prisma fisika. Vol. Vi, No. 01:01 – 08. Purba, N.P.2014. Variabilitas angin dan gelombang laut sebagai energy terbarukan di Pantai Selatan Jawa Barat. Jurnal akuatik. Volume V No.1:8-15. Purwadi, O.T., Indriana, D.K., dan Lubis, A.M. 2016. Analisis sedimentasi di sungai way besai. Jurnal rekayasa. vol. 20, No. 3. Pramono, D. 2005. Budaya bahari. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Rintaka1, W. E., Putri, M. R., Tenggono1, M., dan Tiadi, T.A.2013. Pengaruh suhu dan salinitas perairan indonesia terhadap produktifitas primer. Bali: Balai Penelitian dan Observasi Laut. Ridha, U., Muskananfola, M.R., dan Hartoko, A.2013. Analisa Sebaran Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru) Berdasarkan Data Satelit Suhu Permukaan Laut Dan Klorofil-A Di Perairan Selat Bali. Diponegoro journal of maquares. Volume 2, No. 4: 53-60. Salim, D., Yuliyanto., dan Baharuddin. 2017. Karakteristik parameter oseanografi fisika-kimia perairan Pulau Kerumputan Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Jurnal enggano. Vol. 2, No. 2: 218-228. Sangari , F.J. 2014. Perancangan pembangkit listrik Pasang surut air laut. Teknologi dan kejuruan. vol. 37, no. 1:187-196 . Simanjuntak, M. 2009. Hubungan faktor lingkungan kimia, fisika terhadap distribusi plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Jurnal perikanan (j. Fish. Sci.). Volume xi (1 ): 31-45. Surinati, D. 2013.lautan dan iklim. Oseana. Volume xxxviii, nomor 3: 33-40. . 2013. Pasang surut dan energinya. Oseana. Volume xxxii, No. 1:15-22. 23 Suprijanto, H. 2017. Buku Ajar Teknik Pantai. Jakarta: UB Press. Tubalawony, S., Kusmanto E., dan Muhadjirin. 2012. Suhu dan salinitas permukaan merupakan indikator upwelling sebagai Respon terhadap angin muson tenggara di perairan bagian utara laut sawu . Ilmu kelautan. Vol. 17 (4): 226239.