LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER ARITMIA A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Aritmia atau disritmia adalah gangguan irama jantung yang disebabkan karena kegagalan dari sistem konduksi jantung baik pacemaker sebagai pembentuk impuls maupun hantarannya. Aritmia dapat digolongkan menjadi : a. Gangguan pembentukan impuls SA Node ( Nodus Sinus Atrial) Atrium AV Node (Nodus Atrioventrikular) Supraventrikular Ventrikel Bradikardia Sinus (SB) Takikardia Sinus (ST) Sinus Aritmia Sinus Arest Ekstrasistol Atrial (AES/PAC) Takikardia Atrial Atrial Flutter Fibrilasi Atrial Irama junctional Ekstrasistol junctional Takikardia junctional Ekstrasistol Supraventikular (SVES) Takikardia Supraventrikular (SVT) Irama Idioventrikular Ekstrasistol Ventrikular (VES) Takikardia Ventrikular (VT) Ventrikular Fibrilasi (VF) b. Gangguan panghantaran impuls Nodus SA Nodus AV Interventrikuler SA blok Total AV Block 1st AV block 2nd AV block derajat 1 (Mobizt I) 2nd AV block derajat 2 (Mobizt II) Right bundle branch block (RBBB) Left bundle branch block (LBBB) Keterangan : Kelainan Bradikardia Sinus - Takikardia Sinus - Aritmia Sinus - Sinus Arest Ekstrasistol atrial (AES/PAC ) - Kriteria Irama teratur HR < 60x/menit Gelombang P, normal diikuti gelombang QRS & T PR interval = 0.12 – 0.20 detik Gelombang QRS = 0.06 – 0.12 detik Irama teratur HR = 100 – 150 x/menit Gelombang P normal, diikuti gelombang QRS & T PR interval = 0.12 – 0.20 detik Gelombang QRS = 0.06 – 0.12 detik Terdapat perbedaan interval PP terpanjang dan terpendek > 0,12 detik Irama tidak teratur Frekuensi 60-100x/menit Gel P normal dan dikuti ole gel QRS & T Interval PR normal 0,12-0,20 detik Gel QRS normal 0,06-0,12 detik Irama teratur kecuali pada irama yang hilang Frekuensi biasanya <60x/menit Gel P normal kecuali pada grafik yang hilang tidak ada gel P Interval PR normal kecuali pada grafik yang hilang Gel QRS normal 0,12-0,20 detik Irama tidak teratur, karena ada irama yang timbul lebih awal Frekuensi : tergantung irama dasar Gel P : bentuk berbeda dari irama dasar Interval PR: normal / memendek Gambaran EKG Takikardia Atrial - Atrial Flutter - - Fibrilasi Atrial - Irama junctional - Ekstrasistol junctional Takikardia junctional - Irama teratur Frekuensi = 150 – 250 bpm Gelombang P = sukar, kadang kecil PR interval <0,12detik Komplek QRS normal Irama teratur/ irreguler Frekuensinya 250-400x/menit Ciri utama yaitu gelombang P tidak ada digantika dengan bentuk yang mirip gigi gergaji (saw tooth). Komplek QRS normal, interval RR normal Gel T bisa ada namun tertutup dengan gel flutter Frekuensinya 350-600x/menit Gel P tidak jelas, tampak undulasi yang ireguler QRS tampak normal Irama ireguler dan biasanya cepat Irama teratur Frekuensi :40 – 60 bpm Gel P : terbalik didepan, dibelakang atau hilang PR interval : kurang dari 0.12 atau hilang Gel QRS : 0.06-0.12 det Irama tidak teratur, karena ada irama yang timbul lebih awal Frekuensi : tergantung irama dasar Gel P :tidak ada atau tidak normal Interval PR: normal / memendek Gel QRS normal Irama teratur Frekuensi : lebih dari 100 bpm Gel P : tidak ada atau terbalik PR interval : tidak dapat dihitung atau memendek Gel QRS : 0.06-0.12 det Ekstrasistol Supraventi kular (SVES) - Irama tidak teratur, karena ada irama yang timbul lebih awal Frekuensi : tergantung irama dasar Gel P :tidak ada atau kecil Interval PR: tidak ada/ memendek Gel QRS normal Takikardia Supraventri kular (SVT) Irama teratur Frekuensi : 150 – 250 bpm Gel P : tidak ada atau kecil PR interval : tidak ada atau memendek Gel QRS : 0.06-0.12 det - Irama idioventrik uler - Ekstrasistol Ventrikular (VES) - Irama teratur Frekuensi :20 – 40 bpm Gel P : tidak ada PR interval : tidak ada Gel QRS : lebar atau lebih dari 0.12 det Irama tidak teratur, karena ada irama yang timbul lebih awal Frekuensi : tergantung irama dasar Gel P :tidak ada Bigemini Interval PR: tidak ada Gel QRS : melebar Trigemini Takikardia Ventrikular (VT) - Irama teratur Frekuensi : 100 – 200 bpm Gel P : tidak ada PR interval : tidak ada Gel QRS : lebih 0.12 det Ventrikular Fibrilasi (VF) - Asistol Ventrikular - SA blok - Total AV Block - - - 1st AV block - Irama tidak teratur VF kasar Frekuensi : lebih dari 350 bpm/ tidak dapat di hitung Gel P : tidak ada PR interval : tidak ada Gel QRS : tidak dapat di hitung / VF halus tidak teratur Frekuensi tidak ada Gel P mungkn ada tetapi tak dapat dihantarkan ke nodus AV dan ventrikel Irama tidak ada Teratur kecuali pada gelombang yang hilang Fekuensi biasanya kurang dari 60 bpm Gel P normal kecuali pada gel yang hilang PR interval normal dan hilang pada gel yang hilang Gel QRS normal Irama regular Tidak ada hubungan antara atrium dengan ventrikel. Makanya kadang gelombang P muncul bareng dengan komplek QRS. Komplek QRS biasanya lebar dan bentuknya berbeda dengan komplek QRS lainya karena gel P juga ikut tertanam di komplek QRS, RR interval regular. Gel P normal, kadang bentuknya beda karena tertanam di komplek QRS. Gel P mendahului setiap kompleks QRS Interval PR > 0,20 detik Gel P bertumpuk pada gel T didepannya Kompleks QRS mengikuti P Irama biasanya reguler 2nd AV block derajat 1 (Mobizt I) - 2nd AV block derajat 2 (Mobizt II) - Right bundle branch block (RBBB) - Left bundle branch block (LBBB) - Irama tidak teratur Frekuensi “ normal atau kurang dari 60 bpm Gel P normal tetapi ada satu gel P tidak diikuti gel QRS PR interval makin lama memanjang dan blok Gel QRS normal Irama tidak teratur Frekuensi “ normal atau kurang dari 60 bpm Gel P normal tetapi ada satu gel P tidak diikuti gel QRS PR interval normal / memanjang konstan Gel QRS normal Irama teratur Frekuensi normal 60 -100 bpm Gel P normal PR interval normal Gel QRS melebar Ada bentuk rSR ( M shape) di V1-V2 Gel S lebar dan dalam di I, II, aVL, V5,V6 Perubahan ST segmen dan gel T di V1-V2 Irama teratur Frekuensi normal 60 -100 bpm Gel P normal PR interval normal Gel QRS melebar Ada bentuk rSR ( M shape) di V5-V6 Gel Q lebar dan dalam di V1-V2 Perubahan ST segmen dan gel T di V5-V6 2. Etiologi Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh : a. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi) b. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard. c. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya d. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia) e. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung f. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. g. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis) h. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme) i. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung j. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung) 3. Faktor Risiko Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung atau kelainan irama jantung. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah: a. Ketidakseimbangan elektrolit Beberapa elektrolit seperti natrium, kalium, magnesium, dan kalsium terlibat dalam kontraksi dan relaksasi jantung. Konduksi impuls saraf jantung dimulai saat kanal ion kalsium terbuka. Saat kanal terbuka, kalium keluar dari sel dan natrium masuk ke dalam sel secara cepat dan menyebabkan jantung kontraksi. Hampir sama cepatnya, ion magnesium memicu kalium untuk kembali ke dalam sel yang akan mendorong natrium keluar sel dan menyebabkan jantung menjadi relaksasi. Ketidakseimbangan kalium merupakan penyebab aritmia jantung paling sering yang berhubungan dengan elektrolit paling sering. Kalium yang memainkan peran penting bada konduksi saraf dan kemampuan jantung untuk mengirimkan impuls listrik. Kadar kalium darah rendah mampu menyebabkan aritmia yang relatif stabil sedangkan kadar kalium tinggi bisa menyebabkan secara cepat pada aritmia yang letal atau mematikan. Natrium, magnesium dan kalsium yang tidak seimbang juga bisa menyebabkan jantung aritmia namun menurut penelitian aritmia akan terjadi ketika kadar natrium, magnesium, dan kalsium sangat rendah atau tinggi dalam kondisi ekstrim yang pada umumnya tidak mampu membuat manusia berfungsi yang menyebabkan kematian. Kadar normal serum kalium ialah 3,55,0 mEq/L. Kadar normal serum natrium ialah 135-145 mEq/L. Kadar normal serum kalsium ialah 8,4-10,2 mEq/L. Kadar normal serum magnesium ialah 1,5-2,0 mEq/L. Kadar tersebut berbeda tergantung laboratorium. b. Perubahan struktur jantung Perubahan struktur jantung sangat bisa sekali menyebabkan aritmia, sebagai contoh ialah kardiomiopati. Kardiomiopati merupakan penyakit otot jantung. Pada kardiomiopati, otot jantung membesar, menebal atau kaku. Pada kasus langka jaringan otot digantikan oleh jaringan parut. Ketika kardiomiopati menjadi lebih parah, jantung menjadi lebih lemah. Ini mengakibatkan jantung memompa darah lebih sedikit ke seluruh tubuh dan lebih sulit menjaga ritme elektrik jantung. Akibatnya bisa terjadi gagal jantung atau aritmia. c. Coronary Artery Disease Coronary artery disease menghasilkan iskemi atapun infark yang mengakibatkan sel jantung kekurangan oksigen. Hal ini menyebabkan mereka depolarisasi yang menyebabkan berubahnya formasi impuls dan/atau berubahnya kondusi impuls. Perubahan konduksi impuls mampu menyebabkan aritmia pada jantung. d. Tekanan darah tinggi Pada hipertensi, beberapa mekanisme menurunkan stabilitas elektrik myokardium dan mempercepat ventricular arrhythmia. Pada tahap awal hipertensi, perubahan elektrofisiologi seperti durasi depolarisasi yang memanjang umumnya terjadi karena perubahan penanganan kalsium dan pertukaran natrium dan kalsium. Kehilangan connexin dan pelambatan konduksi tidak terjadi pada tahap awal. Hipertensi menurunkan variabilitas denyut jantung dan mengurangi sensitivitas baroreflex. Apoptosis kardiomiosit terjadi pada tahap akhir hipertensi dan semakin memburuknya sifat elekrik myokardium. Kurangnya aliran darah balik mampu menyebabkan iskemi ketika aktivitas fisik atau bradikardia. Meningkatkan aktivitas simpatetik jantung akan meningkatkan resiko aritmia dengan meningkatkan jumlah prematur denyut ventrikular. e. Masalah pada tiroid Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid terlalu banyak. Hal ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur sehingga menyebabkan fibrilasi atrium (atrial fibrillation). Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid tidak cukup melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan bradikardi (bradycardia). f. Konsumsi kafein atau nikotin Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dan dapat berkontribusi terhadap risiko aritmia jantung yang lebih serius. g. Obat-obatan Terdapat beberapa obat-obatan yang mampu menyebabkan aritmia. Sebagai contoh obat anti alergi seperti diphenhydramine, obat flu seperti pseudoephedrine, obat asma seperti theophylline, obat anti malaria chloroquine, bahkan beberapa obat anti aritmia pun bisa memperparah keadaan aritmia seperti propanolol, amiodaron, digoxin. Oleh karena itu dalam penggunaan obat, terutama yang bisa dibeli dengan mudah dibaca efek samping yang mungkin terjadi untuk mencegah atau menghindari hal yang tidak diinginkan. h. Diabetes Diabetes mampu menyebabkan kardiomiopati diabetika. Hal ini mampu menyebabkan aritmia. Selain itu kondisi hipoglikemi parah ketika mengontrol kadar gula darah diasosiasikan dengan kejadian aritmia. Hal ini diperkirakan menjadi penyebab kematian di tempat tidur, karena malam hari merupakan saat dimana kadar gula darah menjadi sangat rendah yang diasosiasikan dengan aritmia. i. Tidur apnea Tidur apnea merupakan gangguan tidur umum dimana terdapat episode jeda dari bernafas ketika tidur. Jeda yang terjadi bisa beberapa detik sampai beberapa menit. Bisa terjadi 30 kali atau lebih dalam sejam. Umumnya setelah itu bernafas kembali normal, kadang diikuti dengan dengkuran yang kuat. Terdapat banyak penelitian yang mengatakan tidur apnea berhubungan dengan aritmia terutama atrial fibrilasi dan sick sinus sindrom. Dipercaya orang yang mengalami tidur apnea cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Selain itu tidur apnea mampu memicu keadaan kurang oksigen, perubahan kadar karbon dioksida, efek langsung pada jantung karena perubahan tekanan, dan peningkatan kadar marker inflamasi yang meningkatkan resiko aritmia. j. Genetik Terdapat beberapa kondisi genetik yang mampu menyebabkan aritmia seperti congenital abnormality of heart’s electrical system dimana seseorang mengalami abnormal serabut otot yang menghubungkan ruangan atas dan bawah jantung. Kehadiran serabut ekstra ini bisa mengarah ke paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT) di kemudian hari. Selain itu juga ada kondisi genetik seperti arrhythmogenic right ventricular dysplasia (ARVD) yang dimana kondisi seseorang mendapatkan jantung normal ketika lahir, namun seiringnya waktu otot jantung digantikan oleh lemah dan jaringan parut yang menyebabkan aritmia. 4. Patofisiologi Aritmia Dalam keadaan normal, pacu untuk deyut jantung dimulai di denyut nodus SA dengan irama sinur 70-80 kali per menit, kemudian di nodus AV dengan 50 kali per menit, yang kemudian di hantarkan pada berkas HIS lalu ke serabut purkinje. Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan dan sentrum yang memimppin ini disebut pacemaker. Dalam keadaan tertentu, sentrum yang lebih rendah dapat juga bekerja sebagai pacemaker, yaitu : a. Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV membentuk pacu lebih besar. b. Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan k BIndel HIS akibat adanya kerusakan pada system hantaran atau penekanan oleh obt. Aritmia terjadi karena ganguan pembentukan impuls (otomatisitas abnormal atau gngguan konduksi). Apabila terjadi perubahan tonus susunan saraf pusat otonom atau karena suatu penyakit di Nodus SA sendiri maka dapat terjadi aritmia a. Trigger automatisasi Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan delayed after-depolarisation yaitu suatu voltase kecil yang timbul sesudah sebuah potensial aksi, Apabila suatu ketika terjadi peningkatan tonus simpatis misalnya pada gagal jantung atau terjadi penghambatan aktivitas sodiumpotassium-ATP-ase misalnya pada penggunaan digitalis, hipokalemia atau hipomagnesemia atau terjadi reperfusi jaringan miokard yang iskemik misalnya pada pemberian trombolitik maka keadaan-keadaan tersebut akan mnegubah voltase kecil ini mencapai nilai ambang potensial sehingga terbentuk sebuah potensial aksi prematur yang dinamakan “trigger impuls” Trigger impuls yang pertama dapat mencetuskan sebuah trigger impuls yang kedua kemudian yang ketiga dan seterusnya samapai terjadi suatu iramam takikardai. b. Gangguan konduksi 1) Re-entry Bilamana konduksi di dalah satu jalur tergaggu sebagai akibat iskemia atau masa refrakter, maka gelombang depolarisasi yang berjalan pada jalur tersebut akan berhenti, sedangkan gelombang pada jalur B tetap berjalan seperti semula bahkan dapat berjalan secara retrograd masuk dan terhalang di jalur A. Apabila beberapa saat kemudian terjadi penyembuhan pada jalur A atau masa refrakter sudah lewat maka gelombang depolarisasi dari jalur B akan menembus rintangan jalur A dan kembali mengaktifkan jalur B sehingga terbentuk sebuah gerakan sirkuler atau reentri loop. Gelombang depolarisasi yang berjalan melingkar ini bertindak sebagai generator yang secara terus-menerus mencetuskan impuls. Reentri loop ini dapat berupa lingkaran besar melalui jalur tambahan yang disebut macroentrant atau microentrant. 2) Concealed conduction (konduksi yang tersembunyi) Impuls-impuls kecil pada jantung kadang-kadang dapat menghambat dan menganggu konduksi impuls utama. Keadaan ini disebut concealed conduction. Contoh concealed conduction ini ialah pada fibrilasi atrium, pada ekstrasistol ventrikel yang dikonduksi secara retrograd. Biasanya gangguan konduksi jantung ini tidak memiliki arti klinis yang penting. c. Blok Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi sehingga dapat dibagi menjadi blok SA (apabila hambatan konduksi pada perinodal zpne di nodus SA); blok AV (jika hambatan konduksi terjadi di jalur antara nodus SA sampai berkas His); blok cabang berkas (bundle branch block=BBB) yang dapat terjadi di right bundle branch block atau left bundle branch block. Pathway (Terlampir) 5. Manisfestasi Klinis Aritmia a Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat. b Sinkop pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil. c Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah d Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis. e Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan 6. Penatalaksanaan Aritmia a. Terapi medis Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu : Kelas 1 A Anti aritmia Kelas 1: sodium channel blocker 1. Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter. 2. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi. 3. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang Kelas 1 B 1. Lidocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia. 2. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT 1. Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi Kelas 1 C Kelas 2 Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade) 1. Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi kelas 3 kelas 4 Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation) 1. Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker) 1.Verapamil,indikasi supraventrikular aritmia b. Terapi mekanis 1) Kardioversi Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif. 2) Defibrilasi Kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. 3) Defibrilator kardioverter implantabel : Suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel. 4) Terapi pacemaker Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung. 7. Pemeriksaan Penunjang a. EKG Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. b. Monitor Holter Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. c. Foto dada Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup d. Skan pencitraan miokardia Menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa. e. Tes stres latihan Dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia. f. Elektrolit Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia. g. Pemeriksaan obat Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin. h. Pemeriksaan tiroid Peningkatan atau penururnan menyebabkan.meningkatkan disritmia. i. Laju sedimentasi kadar tiroid serum dapat Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia. j. GDA/nadi oksimetri Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia. 8. Komplikasi a. Stroke Ketika jantung tidak dapat memompa darah secara efektif, darah akan melambat. Hal ini dapat menyebabkan gumpalan darah terbentuk. Jika bekuan darah terbawa dalam aliran darah dan dalam perjalannya menghalangi arteri otak, maka akan menyebabkan stroke. Ini dapat merusak otak dan menyebabkan kematian. b. Gagal jantung Gagal jantung dapat terjadi karena jantung memompa tidak efektif dalam waktu lama karena bradikardi atau takikardi. Gagal jantung juga menyebabkan kelebihan cairan yang terkumpul pada kaki dan paru-paru. B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas klien Pengkajian identitas klien meliputi nama klien, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan , alamat dan identitas penanggung jawab. b. Riwayat kesehatan 1) Riwayat keperawatan sekarang - Keluhan utama : lemas, sinkop (pingsan), baik yang dahulu maupun sekarang, kepala ringan, pusing, kelelahan, nyeri dada, dan berdebardebar. - Riwayat penyakit saat ini: aritmia gangguan penghantaran meliputi bloksino atrial, blok-atrio ventrikular, dan blok intra-ventrikular. 2) Riwayat keperawatan sebelumnya - Penyakit yang pernah diderita: aritmia, kardiomiopati, gjk, penyakit katup jantung, hipertensi. - Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi. 3) Riwayat kesehatan keluarga - Penyakit jantung, stroke, hipertensi c. Pengkajian Fisik 1) B1 (Breathing) Penyakit paru kronis, riwayat atau penggunaan tembakau berulang, napas pendek, batuk (dengan atau tanpa produksi sputum), pernapasan krekels. 2) B2 (Blood) - Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode aritmia. - Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus alternant (denyut kuat teratur atau denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur atau denyut lemah). - Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial). - Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun. - Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung). 3) B3 (Brain) - Kesadaran composmentis hingga coma. - Glasgow Coma Scale ( GCS ) : E : , V : , M : , tergantung dari kesadaran klien - Pusing, berdenyut, sakit kepala - Status mental berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan memori, perubahan pola bicara, kesadaran, pingsan, koma. - Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar). 4) B4 (Bladder) - Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat. 5) B5 (Bowel) - Hilang nafsu makan, anoreksia. - Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat). - Mual dan atau tidak disertai muntah. - Perubahan berat badan. - Ditandai dengan perubahan berat badan. 6) B6 (Bone) - Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, cyanosis, berkeringat (gagal jantung, syok), turgor kulit. - Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot normal d. Pola fungsional kesehatan Gordon 1) Pola persepsi kesehatan-manajemen kesehatan. Mendeskripsikan pola kesehatan dan kesejahteraan klien dan bagaimana kesehatan dikelola. Termasuk persepsi individu tentang status kesehatan dan relevansinya dengan kegiatan saat ini dan perencanaan masa depan. Juga termasuk manajemen risiko kesehatan individu dan kesehatan umum perawatan perilaku, seperti praktek-praktek keselamatan dan kepatuhan terhadap promosi kegiatan kesehatan mental dan fisik, resep medis atau perawat, dan tindak lanjut perawatan. 2) Pola nutrisi-metabolisme Mendeskripsikan pola konsumsi makanan dan cairan berhubungan dengan kebutuhan metabolisme dan pola petunjuk dari kebutuhan nutrisi. Termasuk pola konsumsi makanan dan cairan individu: berapa kali makan sehari, jenis dan jumlah konsumsi makanan dan cairan, preferensi makanan tertentu, dan penggunaan suplemen nutrien atau vitamin. Mencakup laporan dari setiap lesi kulit, kemampuan untuk menyembuhkan, dan ukuran suhu tubuh, tinggi, dan berat badan. 3) Pola eliminasi Mendeskripsikan pola fungsi ekskresi ( bowel, perkemihan, dan kulit). Mencakup keteraturan individu merasakan fungsi ekskretoris, penggunaan rutinitas atau pencahar untuk eliminasi usus, dan setiap perubahan atau gangguan dalam pola waktu, cara ekskresi, kualitas, atau kuantitas eliminasi. Juga termasuk adalah setiap perangkat yang digunakan untuk mengontrol ekskresi. 4) Pola aktifitas-latihan Mendeskripsikan pola latihan, aktifitas, waktu luang, dan rekreasi. Termasuk kegiatan sehari-hari yang memerlukan pengeluaran energi, seperti kebersihan, memasak, belanja, makan, bekerja, dan pemeliharaan rumah. Juga termasuk adalah jenis, jumlah, dan kualitas olahraga, termasuk olahraga, yang menggambarkan pola khas untuk individu. Penekanan pada kegiatan penting atau signifikan dan ada pembatasan. Faktor-faktor yang mengganggu dengan keinginan atau kegiatan yang diharapkan untuk individu (seperti defisit dan kompensasi neuromuskular, dypsnea, angina, atau otot kram saat aktivitas, dan klasifikasi jantung/paru, jika sesuai) juga termasuk. 5) Pola kognitif-persepsi Mendeskripsikan pola persepsi sensori dan pola kognitif. Termasuk kecukupan model sensorik, seperti penglihatan, pendengaran, rasa, sentuhan, dan bau, dan kompensasi atau prostesis yang saat ini digunakan. Laporan persepsi rasa sakit dan bagaimana rasa sakit yang dikelola. Termasuk juga kemampuan fungsional kognitif seperti bahasa, memori, penilaian, dan pengambilan keputusan. 6) Pola tidur-istirahat Mendeskripsikan pola tidur, istirahat, dan relaksasi. Termasuk pola periode tidur dan istirahat / relaksasi selama 24 jam. Termasuk persepsi kualitas dan kuantitas tidur dan istirahat, persepsi tingkat energi setelah tidur, dan setiap gangguan tidur. Termasuk juga alat bantu untuk tidur seperti obat atau waktu malam, rutinitas yang digunakan individu. 7) Pola persepsi diri dan konsep diri Mendeskripsikan pola persepsi diri dan konsep diri (contoh, kenyamanan tubuh, gambaran diri, keadaan perasaan). Termasuk sikap individu tentang diri, kemampuan persepsi (kognitif, afektif, atau fisik), citra tubuh, identitas, pengertian umum dari nilai, dan pola umum emosional. Postur tubuh dan gerakan, kontak mata, suara, dan termasuk pola bicara. 8) Pola peran-hubungan Mendeskripsikan pola keterlibatan peran dan hubungan. Termasuk persepsi individu dari peran utama dan tanggung jawab dalam situasi kehidupan saat ini. Kepuasan atau gangguan dalam keluarga, pekerjaan, atau hubungan sosial dan mencakup tanggung jawab yang terkait dengan peranperan ini. 9) Pola seksualitas-reproduksi Menjelaskan pola kepuasan atau ketidakpuasan dengan seksualitas; menggambarkan pola reproduksi. Sertakan kepuasan yang dirasakan individu atau laporan gangguan dalam seksualitasnya. Mencakup juga tahap reproduksi wanita (premenopause atau pascamenopause) dan setiap masalah yang dirasakan. 10) Pola koping-toleransi stess Menjelaskan pola koping umum dan efektivitas pola dalam hal toleransi stres. Termasuk cadangan individu atau kapasitas untuk menolak tantangan untuk integritas diri, cara penanganan stres, keluarga atau sistem pendukung lainnya, dan kemampuan yang dirasakan untuk mengelola situasi penuh tekanan. 11) Pola nilai-kepercayaan Data mengenai pola nilai-kepercayaan menjelaskan pola nilai-nilai, tujuan, atau keyakinan (termasuk spiritual) yang memandu pilihan atau keputusan. Termasuk apa yang dianggapi penting dalam hidup, kualitas hidup, dan setiap konflik yang dirasakan dalam nilai-nilai, keyakinan, atau harapan yang terkait dengan kesehatan. 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan oksigen f. Risiko perfusi serebral tidak efektif g. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional h. Defisit pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang terpapar informasi i. Defisit perawatan diri (mandi, berpakaian, makan) berhubungan dengan kelemahan 3. Intervensi Keperawatan (Terlampir) 4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan dibuat berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang dicapai. DAFTAR PUSTAKA Docthwrman, Joanne Mc Closkey. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). St Louis, Mossouri: Elsevier Inc Herdman, T Heather, dkk. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi. Edisi 10. Jakarta : EGC PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta., E. A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV, Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius