Uploaded by User8577

makalah seminar

advertisement
Judul
Pemrasaran / NIM
Pembahas / NIM
Hari / Tanggal
Waktu
Ruangan
Dosen Pembimbing
: Manajemen Kesehatan Ternak Sapi Pedaging di
BPTUHPT Padang Mengatas Sumatera Barat
: Hafidz Ilyas At Thariq / J3I216127
:
/
:
:
:
: Dudi Firmansyah, S.Pt
Menyetujui,
Dudi Firmansyah, S.Pt
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peternakan sapi pedaging memberikan kontribusi yang sangat besar dalam
produktivitas daging khususnya untuk pemenuhan kebutuhan daging nasional di
Indonesia. Sampai saat ini, kebutuhan daging belum dapat terpenuhi seluruhnya,
terlihat dari data Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2017
kebutuhan daging di tahun 2017 sebanyak 604 968 ton sedangkan jumlah
produksi daging sapi di Indonesia sebanyak 354 770 ton. Upaya untuk memenuhi
kebutuhan tersebut dibutuhkan peningkatan produksi sapi pedaging melalui
peningkatan populasi dan produktivitas ternak lokal.
Tingkat produktivitas ternak sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan
faktor lingkungan. Pengaruh faktor lingkungan terdiri atas kesehatan dan
reproduksi, manajemen pemeliharaan, pakan dan iklim. Diantara faktor
lingkungan tersebut, kesehatan mempunyai peran yang sangat penting. Pada saat
pemeliharaan ternak permasalahan yang sering dihadapi adalah penyakit,
diantaranya seperti penyakit Brucellosis, Bloat, Myasis dan Infectious Bovine
Rhinotracheitis. Upaya pengendalian penyakit dapat dilakukan melalui usaha
pencegahan penyakit atau pengobatan pada ternak yang sakit. Usaha pencegahan
penyakit lebih penting dibandingkan mengobati karena dapat mengurangi biaya,
morbiditas, penularan penyakit, dan mortalitas.
Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTUHPT)
Padang Mengatas adalah Instansi yang bergerak di bidang pembibitan sapi
pedaging dan hijauan pakan ternak. BPTUHPT Padang Mengatas memelihara sapi
Simmental, Limousin, Belgian Blue dan Pesisir dengan sistem pemeliharaan
secara intensif dan semi intensif. Oleh karena itu, mempelajari manajemen
kesehatan sangat penting untuk menambah wawasan, keterampilan, dan
pengalaman baru.
1.2 Tujuan
Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah untuk menambah ilmu
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kerja di bidang sapi potong
khususnya dalam manajemen kesehatan yang dilakukan di BPTUHPT Padang
Mengatas. PKL juga mengetahui persoalan-persoalan manajemen kesehatan yang
ada di lapangan dan bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut.
2
KERAGAAN PERUSAHAAN
Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTUHPT)
Sapi Pedaging Padang Mengatas merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Ditjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan yang berperan dalam menghasilkan bibit ternak
sapi pedaging unggul, yang berlokasi di Padang Mengatas, Kecamatan Luak,
Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Berjarak ±12 km dari
pusat Kota Payakumbuh dan ±136 km dari Kota Padang, ibu kota Sumatera Barat.
Luas areal BPTUHPT Padang Mengatas ±280 ha dengan ketinggian 700 hingga
900 mdpl terdiri dari 240 ha padang penggembalaan, 18 ha kebun rumput dan 3
ha kebun legum, 12 ha untuk kandang, kantor, perumahan dan jalan lingkungan
dengan status tanah merupakan milik negara.
BPTUHPT Padang Mangatas didirikan pada tahun 1916 oleh pemerintah
Hindia-Belanda dengan nama BPTU Padang Mangatas dan pada bulan Mei 2013
Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Padang Mengatas berubah nama
menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTUHPT)
Padang Mengatas dan dijadikan sebagai tempat pembibitan sapi Simmental,
Limousine, Pesisir dan hijauan pakan ternak. BPTUHPT Padang Mangatas
memelihara 4 jenis sapi yaitu sapi Simmental, Limousine, Belgian Blue, dan
Pesisir. Jumlah sapi di BPTUHPT Padang Mengatas berubah-ubah setiap
waktunya. Hal ini terjadi karena adanya kematian, sapi afkir, sapi beranak dan
sapi yang dijual.
3
MANAJEMEN KESEHATAN
Kesehatan pada ternak merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
pemeliharaan ternak sapi potong. Manajemen kesehatan merupakan salah satu hal
yang memiliki peran penting dalam memperoleh ternak yang sehat.Manajemen
kesehatan yang dilakukan di BPTUHPT Padang mengatas yaitu program
pencegahan penyakit dan pengobatan suatu penyakit.
3.1 Program Pencegahan Penyakit
Manajemen pengendalian penyakit yang paling baik dilakukan yaitu
pencegahan penyakit daripada mengobati. BPTUHPT Padang Mengatas memiliki
program pencegahan penyakit untuk menjaga ternak sapi yang dipelihara tetap
sehat dan menghasilkan bibit unggul yang bebas dari penyakit. Program
pencegahan penyakit yang berada di BPTUHPT Padang Mengatas seperti
program biosecurity, monitoring, survailans, pengendalian ektoparasit dan
pengendalian endoparasit.
3.1.1 Biosecurity
Penerapan biosecurity pada seluruh sektor peternakan baik di industri
perunggasan maupun peternakan lainnya akan mengurangi resiko penyebaran
mikroorganisme penyebab penyakit yang mengancam sektor tersebut. Biosecurity
sangat penting untuk mengendalikan dan mencegah berbagai penyakityang
mematikan, dari itu BPTUHPT Padang Mengatas menerapkan komponen
biosecurity. Tindakan umum yang dilakukan sebagai berikut:
a. Sanitasi
Penerapan sanitasi di BPTUHPT Padang Mengatas terdapat instalasi
biosecurity dan pestcontrol.Penerapan instalasi biosekuriti di BPTUHPT
Padang Mengatas berada di pintu masuk areal balai dengan memiliki dua
metode yaitu metode spraying dan metode dipping.Pest control yang
digunakan yaitu untuk membunuh hama serangga yang berada di sekitar
kandang.Kegiatan sanitasi yang rutin dilakukan BPTUHPT Padang Mengatas
yaitu membersihkan kandang dengan cara menyapu jalur, membersikan
tempat minum dan tempat pakan, cleaning manual, dancleaningflushing.
b. Trafic control
Trafic control atau kontrol lalu lintas merupakan tindakan pencegahan
penularan penyakit yang dibawa oleh alat angkut, hewan selain ternak, dan
pengunjung.BPTUHPT Padang Mengatas menerapkan biosecurity di dalam
kandang atau paddock dengan membatasi keluar masuknya manusia ke dalam
kandang seperti tamu atau pengunjung dilarang masuk ke dalam kandang.
c. Isolasi
Isolasi merupakan suatu tindakan untuk mencegah kontak diantara
hewan pada suatu area atau lingkungan. Isolasi yang dilakukan BPTUHPT
Padang Mengatas yaitu memisahkan ternak berdasarkan kelompok umur atau
kelompok produksi. Fasilitas yang digunakan untuk tindakan isolasi harus
dalam keadaan bersih dan didisinfeksi, dan setiap pegawai yang bekerja
menggunakan pakaian khusus atau wearpack.
3.1.2 Monitoring
Monitoring adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengontrol ternak
yang sakit dikandang maupun di padang penggembalaan. Monitoring yang
dilakukan di padang penggembalaan dilakukan tiga kali sehari sehari pada waktu
pagi, siang, dan sore. Monitoring yang dilakukan tidak hanya mengontrol sapi
sakit, tetapi mengontrol sapi yang birahi dan sapi bunting.
3.1.3 Survailans
Survailans adalah suatu kegiatan pendeteksi penyakit untuk diberantas
secara berulang dan berkelanjutan terhadap seekor ternak. Surveilans yang
dilakukan untuk memonitoring penyakit PHMS (Penyakit Hewan Menular
Strategis), penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroba, bakteri, virus dan parasit,
serta penyakit ini dapat bersifat zoonosis.Survailans di BPTUHPT Padang
Mengatas dilakukan oleh Balai Veteriner Bukit Tinggi. Kegiatan survailans ini
dilakukan setiap dua tahun sekali pada semua sapi yang berada di BPTUHPT
Padang Mengatas. Ada empat sampling pada setiap kelompok ternak yang di
ambil dalam program survailans yaitu sampel darah, sampel feses, sampel ulas
vagina, dan sampel bilas prepotium.
3.1.4 Pengendalian Ektoparasit
Pengendalian ektoparasit merupakan usaha untuk menekan populasi
ektoparasit semaksimalnya agar ternak aman dan terhindar dari ektoparasit
khususnya caplak. Gejala yang ditimbulkan oleh ektoparasit yaitu iritasi kulit,
gatal, rontok bulu (alopecia), radang, myasis, dan bentuk alergi
sejenisnya.BPTUHPT Padang Mengatas menggunakan metode spraying untuk
pengendalian ektoparasit dengan menyemprotkan cairan khusus keseluruh badan
sapi. Bahan aktif fipronil 50g/l, dosis yang digunakan sebanyak 2.5 cc/liter air.
Spraying pencegahan ektoparasit dilakukan setiap 2 minggu sekali pada setiap
grup sapi di padang penggembalaan.
3.1.5 Pengendalian Endoparasit
Endoparasit adalah parasit yang hidup didalam tubuh inangnya seperti cacing
yang hidup dalam usus dan lambung. Pengendalian endoparasit di BPTUHPT
Padang Mengatas dilakukan dengan cara pemberian obat cacing kepada pedet dan
sapi dewasa secara rutin. Pemberian obat cacing untuk pedet dilakukan empat kali
dalam setahun dengan interval tiga bulan sekali sedangkan pada sapi dewasa dua
kali dalam setahun dengan interval enam bulan sekali. Jenis obat yang diberikan
Flukicide 12.5% dengan kandungan Albendazole dengan dosis 6 ml per 100 kg
bobot badan untuk penanganan cacing usus dan 8 ml per 100 kg bobot badan
untuk penanganan cacing hati.
3.2 Penanganan Sapi Sakit
Sapi-sapi sakit yang berada di padang gembalaan dipisahkan dari grupnya
dan di rawat di kandang 1 untuk mendapatkan perlakuan khusus oleh paramedik
veteriner BPTUHPT Padang Mengatas. Pengobatan ternak dilakukan di kandang
jepit yang terdapat di area kandang 1. Hal ini diperkuat dengan sumber menurut
Meat & Livestock Australian (2010) kandang sakit sebaiknya dekat dengan
penjepit (crush) untuk memudahkan pengobatan.
3.3 Jenis Penyakit dan Pengobatannya
Penyakit merupakan salah satu faktor yang sering menyebabkan kerugian
pada suatu peternakan. Pemeriksaan ternak yang diduga sakit adalah suatu proses
untuk menentukan dan mengamati perubahan yang terjadi pada ternak melalui
tanda-tanda atau gejala-gejala yang nampak sehingga dapat diambil suatu
kesimpulan dan suatu penyakit dapat diketahui penyebabnya. Berikut adalah
jenis-jenis penyakit dan penangannya yang ada di BPTUHPT Padang
Mengatas.Tabel 1.
Tabel 1 Data kasus penyakit periode Febuari - Maret 2019
No.
Jenis Penyakit
1
Ektoparasit
2
Papiloma
3
Sakit Mata
4
Distokia
5
Babesiosis
6
Traumatic
7
Myasis
8
Retensi Plasenta
9
Abortus
10
Kehexia
11
Endometritis
12
Scabies
13
Pink Eye
14
Helmintiasis
15
Malnutrisi
Total Sakit
Sumber: BPTUHPT Padang Mengatas (2019)
Sapi Eksotis
13
10
9
3
2
11
1
1
2
10
17
1
5
21
14
120
Sapi Pesisir
7
1
1
1
23
11
60
3.3.1 Ektoparasit
Ektoparasit berupa kutu, caplak, tungau dan sebagainya dapat mengganggu
kesehatan dan produksi ternak. Serangan caplak pada sapi merupakan kasus yang
paling banyak terjadi di BPTUHPT Padang Mengatas. Banyaknya caplak terjadi
karena sapi yang dipelihara merupakan sapi tipe berambut panjang yaitu
simmental dan limousine, sedangkan pada sapi pesisir yang berambut pendek
hanya sedikit yang terdapat caplak pada tubuhnya. Faktor lain yang menjadi
penyebab tingginya infestasi caplak karena sistem pemeliharaan dilakukan pada
padang penggembalaan, sehingga memudahkan caplak melakukan perkembang
biakan.Pemberantasan ektoparasit di BPTUHPT Padang Mengatas yaitu dengan
tindakan spraying dan penyuntikan dengan ivermectin secara subcutan dengan
dosis 1cc untuk kg/bobot badan.
3.3.2 Papiloma
Papillomatosis atau penyakit kulit (warts) merupakan tumor yang tumbuh
liar pada kulit berbentuk seperti bunga kol, yang disebabkan oleh Bovine
Papilloma Virus (BPV). Penanganan papilomatosis pada ternak di BPTUHPT
Padang Mengatas dilakukan dengan cara imunoterapi (autovaksin) dan operasi
minor atau pembedahan (incisi). Tindakan penanganan metode imunoterapi yaitu,
antigen diperoleh dengan cara membuat suspensi dari kutil, kemudian
ditambahkan antibiotik dan zat inaktivasi virus. Suspensi yang telah siap di
injeksikan secara subcutan. Metode ini dilakukan bekerjasama dengan veteriner
Bukit Tinggi. Tindakan dengan metode pembedahan dilakukan dengan cara
pencabutan atau penyayatan kutil dan kemudian bekas sayatan diberikan obat
luka.
3.3.3 Sakit mata
Penyakit iritasi mata ini diduga disebabkan karena infeksi pada kelenjar
mata karena terkena polusi, ranting semak, dan bahan aktif dari spraying.
Penyakit ini ditandai dengan munculnya benjolan pada bola mata seperti bunga
kol kemudian menjadi luka. Usaha yang dilakukan di BPTUHPT Padang
Mengatas dalam menangani penyakit iritasi mata ini dengan membersihkan luka
pada mata dengan rivanol dan kapas kemudian pada bagian mata yang luka
diberikan Dexametason sebagai anti radang dan pengurang rasa sakit, setelah itu
disuntikan antibiotik (Oxytetracicline) kemudian disemprot dengan gusanex untuk
membunuh larva lalat dan mencegah lalat hinggap.
3.3.4 Distokia
Distokia adalah penyakit dimana induk susah melahirkan. Penyebab dari
penyakit ini adalah besarnya ukuran fetus, posisi fetus yang salah, kelahiran
kembar dan proses kelahiran melebihi waktu delapan jam dari saat pertama kali
induk merejan untuk melahirkan.Penanganan distokia yang dilakukan di
BPTUHPT Padang Mengatas terdapat tiga cara yaitu manipulatif, fetotomi, dan
operasi caesar. Teknik manipulatif atau penarikan dilakukan dengan tahapan
refulsi atau tangan masuk untuk mendorong fetus kedalam lalu jika mengalami
abnormalitas dalam fetus dilakukan reposisi atau mengubahnya menjadi dalam
keadaan yang memungkinkan fetus untuk bisa dikeluarkan dari tubuh induk,
kemudian dilakukan tahapan yang terakhir dengan cara retaksi atau penarikan
fetus.
Fetotomi yang dilakukan di BPTUHPT Padang mengatas menggunakan
teknik perkutan. Fetotomi merupakan cara pemotongan fetus dikeluarkan menjadi
potongan-potongan yang lebih kecil sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan
melalui saluran peranakan. Sebelum dilakukan penanganan sapi diberikan
anastesi epidoral dengan lidocaine. Setelah fetus sudah keluar sapi diberi vitamin
B12 untuk pembentukan darah, antibiotik (Oxytetracicline), dan sulpidon untuk
mengurangi rasa sakit.
Setario caesaria atau operasi caesar ini adalah pengeluaran fetus yang
umumnya melalui laparo histerektom atau pembedahan pada perut dan uterus.
Persiapan caesar dilakukan cukur rambut dibagian flank kiri, dilakukan anastesi
epidural 2-4cc pada bagian pangkal ekor dan anastesi elblock dilokasi yang akan
di sayat dengan dosis 80cc di delapan titik berbeda dan penyuntikan penilject
untuk remedikasi. Operasi caesar dilakukan setelah bius bekerja sekitar 2-4 menit
disuntikan, kemudian dilakukan penyayatan pada bagian kulit, musculus
abdominiseksterna dan interna, lapisan peritonium, dan uterus. ketika fetus
dikeluarkan dilakukan pemotongan tali pusar, setelah itu dilakukan penjahitan.
3.3.5 Babesiosis
Babesiosis atau parasit darah adalah infeksi sel darah merah yang
disebabkan oleh parasit. Menurut Lubis (2006) babesiosis ditularkan melalui
gigitan caplak (Boophilus sp.) disebut juga tick fever atau redwater. Parasit darah
disebuttick fever sebab di transfer oleh caplak dan menimbulkan ternak menjadi
demam. Infeksi berat jika tidak diobati dapat menyebabkan kematian. Penyakit
parasit darah yang sering dijumpai adalah babesiosis, theileriosis, dan
anaplasmosis. Sapi yang terinfeksi caplak di BPTUHPT Padang Mengatas sangat
rentan terkena babesiosis. Berdasarkan laporan medik BPTUHPT Padang
Mengatas, babesiosis menunjukan gejala klinis seperti anemia, lesu, demam,
anoreksia, urin bercampur darah, lumpuh hingga menyebabkan kematian.
Perlakuan yang dilakukan pada sapi yang terkena parasit darah dengan
memberikan antibiotik dan vitamin dengan cara injeksi intra muscular.
3.3.6 Traumatic
Traumatic adalah rasa takut yang terjadi pada ternak yang disebabkan oleh
faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut bisa disebabkan oleh ternak itu
sendiri, ternak lainnya maupun manusia yang menyebabkan ternak terluka.
Penanganan yang dilakukan di BPTUHPT Padang Mengatas dalam menangani
traumatis tergantung pada gejala setiap ternak. Beberapa penanganan yang
terdapat di balai yaitu laminitis (radang lamina), arthritis, dan footroot atau kuku
busuk. Perlakuan yang dilakukan sama yaitu pemberian dexametason 20cc dan
antibiotik (Oxytetracicline), penanganan tambahan untuk footroot dengan
melakukan dipping formalin.
3.3.7 Myasis
Myasis adalah infestasi larva lalat ke dalam suatu jaringan hidup yang
menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan penurunan kualitas. Menurut Rohela et
al (2006) myasis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh larva lalat
(belatung) yang menyerang semua jenis hewan vertebrata yang berdarah panas
termasuk manusia. Ciri-ciri myasis adalah terdapat larva lalat atau belatung,
bernanah, berdarah pada luka dan berbau busuk.Pengobatan pada penyakit ini
adalah dengan cara membersihkan terlebih dahulu luka yang terdapat larva lalat
dengana rivanol, kemudian luka ditutup dengan kapas yang sudah di semprot
gusanex, setelah itu suntik antibiotik Oxytetracicline LA untuk mengatasi infeksi
sekunder.
3.3.8 Retensi Plasenta
Retensi plasenta merupakan suatu kondisi selaput fetus menetap lebih lama
dari 8–12 jam di dalam setelah kelahiran. Menurut Gunay et al (2011) Retensi
plasenta merupakan kegagalan pelepasan vili kotiledon fetus dari kripta karunkula
induk melebihi waktu normal, yaitu sampai 8 delapan jam pasca partus.
Penanganan retensi plasenta di BPTUHPT Padang Mengatas adalah dengan cara
memasukan tangan untuk mengeluarkan plasenta yang tertinggal. Plasenta yang
sudah dikeluarkan semua, lalu dilakukan metode irigasi yaitu dengan pemberian
povidon iodine 1% dimasukan melalui selang untuk membersihkan sisa-sisa
plasenta. Pasca penanganan retensi plasenta kemudian dilakukan injeksi sulpidon
untuk penurun panas dan rasa sakit, pemberian antibiotik, dan vitamin B12.
3.3.9 Abortus
Abortus atau keluron adalah pengeluaran fetus sebelum akhir masa
kebuntingan dengan fetus yang belum sanggup hidup, sedangkan kelahiran
prematur adalah pengeluaran fetus sebelum masa akhir kebuntingan dengan fetus
yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh induk. Klasifikasi abortus berdasarkan
penyebabnya dibagi dua yaitu abortus yang diakibatkan oleh faktor infeksius dan
non infeksius. Abortus yang bersifat infeksius karena terinfeksi bakteri, virus,
danjamur. Abortus yang terdapat di BPTUHPT Padang Mengatas disebabkan oleh
faktor non infeksius, diantaranya traumatik, demam, dan kebuntingan kembar.
Penanganan yang dilakukan yaitu dengan pemberian antibiotik dan vitamin B12,
jika terjadi demam diberikan tambahan obat sulpidon untuk menurunkan panas.
3.3.10 Kahexia
Kahexia yaitu kondisi tubuh ternak yang buruk dengan keadaan kondisi
sangat kurus. Buruk. Menurut Arif, Muttaqin (2010) pada hewan yang mengalami
kaheksia biasanya mengalami tanda-tanda diantaranya anoreksia, mengalami
gangguan metabolisme glukosa dan lipitc, penurunan berat badan, fatigue (mudah
lelah). Terapi yang dilakukan oleh BPTUHPT Padang Mengatas adalah
pemberian mineral blok, perbaikan pakan, dan vitamin B12. Pemberian obat
cacing juga dilakukan karena ditakutkan ada infestasi cacing yang berkepanjangan
dalam tubuh.
3.3.11 Endomtetritis
Menurut Hanafi et al (2008) endometritis merupakan peradangan yang
terjadi pada endometrium (mukosa uterus).peradangan tersebut dapat disebabkan
karena mikroorganisme baik virus, bakteri, protozoa dan fungi. Endometritis ini
mengeluarkan lendir keruh dari vulva akibat prosedur IB dari petugas IB yang
tidak berpengalaman, adanya bakteri,virus atau jamur yang masuk dalam saluran
reproduksi yang berakibat infeksi.Penanganan yang dilakukan di BPTUHPT
Padang Mengatas adalah melakukan perlakuanspullsecara rutin.
3.3.12 Scabies
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau sarcoptes
scabieis. Tungau sarcoptesscabiaes menyerang dengan cara menginfestasi kulit
inangnya dan bergerak membuat trowongan di bawah lapisan kulit sehingga
menyebabkan gatal, kerontokan rambut, dan kerusakan kulit.Penanganan yang
dilakukan di BPTUHPT Padang Mengatas adalah memasukan sapi ke dalam
kandang karantina agar tidak menular ke sapi lainnya. pemberianinvermectin
dengan dosis 1cc untuk 50kg berat badan. Pemberian obat pengobatan dilakukan
sesuai dengan kondisi ternak bersangkutan seperti antibiotik untuk mencegah
infeksi pada luka akibat garukan.
3.3.13 Pink Eye
Pink eye adalah penyakit mata yang menyerang hewan ternak terutama sapi,
kerbau, domba, dan kambing. Pink eye menyerang bagian konjungtiva yaitu
bagian terluar mata. Peradangan ini menyebabkan warna mata yang awalnya putih
menjadi kemerahan.Penanganan sapi yang terkena pink eye di BPTUHPT Padang
Mengatas adalah dengan menempatkan sapi di kandang untuk menghindari
kontak dengan cahaya matahari. Pemberian antibiotik (Oxytetracicline) dengan
cara diencerkan dengan aquades perbandingannya 1:4. Dilakukan setiap hari
sampai ternak benar-benar sehat.
3.3.14 Helmintiasis
Cacingan atau dalam kamus kedokteran dikenal dengan istilah helminthiasis
merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya infestasi cacing pada tubuh
hewan, baik pada saluran percernaan, pernapasan, hati, maupun pada bagian tubuh
lainnya. Sapi yang cacingan biasanya mengalami diare secara terus menerus,
terkandang keluarnya feses disertai dengan cacing. Penanganan yang dilakukan di
BPTUHPT Padang Mengatas untuk memberantas helmintiasis dengan pemberian
obat dengan cara oral menggunakan spoit.
3.3.15 Malnutrisi
Malnutrisi adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan ketidakseimbangan
antara asupan dan keluaran energi, baik karena kekurangan atau kelebihan asupan
makanan maupun akibat kebutuhan yang meningkat. Menurut Khan (2011)
kondisi malnutris akan ditunjukkan oleh adanya kekurusan, alopecia, rambut yang
rontok dan kulit yang kering. Terapi yang dilakukan di BPTUHPT Padang
Mengatas adalah pemberian mineral blok, perbaikan pakan, dan vitamin B12.
3.4 Ukuran Keberhasilan Pengendalian Kesehatan
3.4.1 Mortalitas
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu aspek yang mampu
mempengaruhi keberhasilan usaha peternakan. Menurut Junaidi (2009) mortalitas
adalah ukuran jumlah kematian pada suatu populasi. Data morbiditas, angka
kecelakaan, dan mortalitas di BPTUHPT Padang Mengatas dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Data morbiditas, angka kecelakaan, mortalitas di BPTUHPT Padang
Mengatas periode Febuari-maret 2019
Parameter
Total sakit
Mati
Populasi
Morbiditas (%)
Mortalitas (%)
Angka Kecelakaan (%)
Sumber : BPTUHPT Padang Mengatas (2019)
Jumlah (ekor)
Sapi Eksotis
Sapi Pesisir
120
60
4
2
773
520
15.5
11.5
0.5
0.4
1.4
0.2
Hasil dari Tabel 2 menunjukan bahwa angka mortalitas yang ada di
BPTUHPT Padang Mengatas kurang dari 1% tetapi dari tingkat morbiditas berada
di angka 11.5% untuk sapi pesisir dan 15.5% untuk sapi eksotis. Data tersebut
menunjukan bahwa manajemen kesehatan yang dilakukan oleh balai sudah
optimal, karena dapat menekan mortalitas dengan baik.
3.4.2 Morbiditas
Morbiditas yaitu derajat sakit, cidera atau gangguan pada suatu populasi.
Hasil dari Tabel 2 menunjukan angka sakit atau morbiditas yang berbeda antara
sapi eksotis dan sapi pesisir. Pada sapi pesisir menunjukan angka morbiditas yang
lebih kecil dari pada sapi eksotis, hal ini karena sapi pesisir adalah sapi lokal
Indonesia khususnya Sumatera Barat. Sapi-sapi lokal Indonesia pada umumnya
berbangsa Bos Indicus yang mempunyai ketahanan lebih terhadap iklim tropis.
3.4.3 Angka Kecelakaan
Angka kecelakaan dihitung dari sapi sakit traumatik yang disebabkan oleh
lingkungan dan lainnya. Angka kecelakaan menunjukan sapi eksotis lebih banyak
dibanding sapi pesisir, hal ini disebabkan karena sapi eksotis banyak dipelihara
secara intensif apalagi untuk sapi Belgian Blue. Postur tubuh yang besar mudah
sekali untuk traumatik karena dalam kandang koloni dan pada awal pemeliharaan
tidak dilakukan penaburan alas kandang sehingga lantai kandang lembab dan
ternak mudah jatuh akibat alas kandang yang licin.
4
SIMPULAN
Berdasarkan Praktik Kerja Lapangan yang sudah dilaksanakan di
BPTUHPT Padang Mengatas dapat disimpulkan bahwa BPTUHPT Padang
Mengatas melakukan program pencegahan dan pengobatan pada seluruh ternak.
Tindakan pencegahan penyakit yang dilakukan adalah dengan menerapkan
program biosekuriti, monitoring, kontrol ektoparasit, kontrol endoparasit dan
survailans. Tindakan pengobatan yang dilakukan adalah dengan mengobati ternak
yang sakit sesuai dengan gejala-gejala yang timbul dan penyakit yang di derita
ternak. Keberhasilan dalam manajemen kesehatan yang dilakukan terlihat dari
persentasi mortalitas yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
[DITJENNAKKESWAN] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementrian Pertanian RI. 2017. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan
2017. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementrian Pertanian RI.
Gunay,A, Gunay,U,Orman,A. 2011.Effects of Retained Placenta on the Fertility
in Treated Dairy Cows. Bulg.J.Agric.Sci.17 (1): 126-131.
Hanafi EM, Ahmed WM, El Moez S I, Khadrawy HHE dan Hamed AR. 2008.
Effect of Clinical Endometritis on Ovarian Activity and Oxidative Stress
Status in Egyptian Buffalo-Cows. American-Eurasian J. Agric. & Environ.
Sci., 4 (5): 530-536, 2008 ISSN 1818-6769 © IDOSI Publications, 2008.
Junaidi. Hipertensi (Pengenalan, Pencegahan dan Pengobatan). Jakarta: PT
Bhuana Ilmu Populer; 2009.
Kahn CM. 2011. The Merck Veterinary Manual, Ninth Edition. USA: Merck &
Co. Inc
Lubis FY. 2006. Babesiosis(Piroplasmosis). Cermin Dunia Kedokteran 152:2729.
Muttaqin, Arif. 2010.Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Askep Medikal Bedah.
Jakarta: Salemba Medika.
Meat and Livestock Australia. 2010. Panduan pengobatan sapi feedlot. Australia:
Meat and Livestock Australia Limited.
Rohela M, Jamaiah I, Amir L, Nissapatorn V. 2006. A case of auricular myasis
in Malaysia. J Trop Med Public Health 37(3): 91-98.
Download