BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik formulasi obat, indentifikasi, kombinasi, analisis dan standardisasi/pembakuan obat serta pengobatan, termaksud pula sifat-sifat obat dan distribusinya serta penggunanya yang aman. Farmasi dalam bahasa Yunani disebut Farmakon yaitu medika atau obat (Syamsuni, 2006). Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu farmasi pun mengalami perkembangan hingga terpecah menjadi yang lebih khusus tetapi saling berkaitan, antara farmakologi, farmakognosi, galenika dan kimia farmasi. Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari sejarah, khasiat obat dalam segala seginya, yaitu sumber/asal-usulnya, sifat kimia dan dan fisikanya,vkegiatan fisiologisnya/efek terhadap fungsi biokimiawi dan faal, cara kerja, absorbsi, nasib (distribusi, biotransformasi), ekskresinya dalam tubuh, dan efek toksiknya, serta penggunaannya dalam pengobatan (Syamsuni, 2006). Interaksi obat adalah suatu peristiwa dimana kerja obat dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan atau hamper bersamaan. Interaksi tersebut dapat menimbulkan potensiasi atau antagonisme satu obat oleh obat lainnya. Interaksi obat dapat menyebabkan meningkatnya toksisitas obat, efek samping, atau berkurangnya efek klinik (Arthur, 1986). Penggunakan interaksi obat untuk mengetahui suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau dengan obat lain, dikarenakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat lain tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan (Ganiswara, 2000). Efek antara obat-obat yang dapat mengakibatkan efektivitas yang berlainan atau (bertambahnya) efek samping. Berdasarkan mekanismenya interaksi farmakodinamik dan farmakokinetik. Yang pertama adalah bila dua zat bekerja terhadap reseptor atau enzim atau saluran ion (ionchannel) yang sama, dan menyebabkan efektivitas masing-masing diperkuat atau berlawanan (misalnya Ginkgo biloba dan antitrombotika) (Rahardja, 2007). Ada beberapa cara berlangsungnya interaksi obat, yang terpenting diantaranya adalah : (Rahardja, 2007) a. Interaksi kimiawi b. Kompetisi untuk protein plasma c. Induksi enzim d. Inhibisi enzim Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktikum mengenai interaksi obat untuk mengetahui interaksi yang terjadi antara OBH dengan epherin, asam buah dengan eritromisin, dan susu dengan tetrasiklin. 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui terjadinya interaksi obat secara in vitro 2. Untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pada interaksi obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar teori 2.1.1 Definisi Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya (BNF 58, 2009). Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008). Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007). 2.1.2 Mekanisme Interaksi Obat Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan satu dari dua mekanisme berikut: 3. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik). 4. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi farmakokinetik) yaitu : a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas). b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara substansial). c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar. d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan. (Hashem, 2005). Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat : 1. Interaksi Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya. Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe : a. Interaksi pada absorbsi obat 1. Efek perubahan pH gastrointestinal Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah daripada pada pH tinggi (Stockley, 2008). 2. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan. Sebagai contoh, antibakteri tetrasiklin dapat membentuk khelat dengan sejumlah ion logam divalen dan trivalen, seperti kalsium, bismut aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang kurang diserap dan mengurangi efek antibakteri (Stockley, 2008). 3. Perubahan motilitas gastrointestinal Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil, obat-obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi. Propantelin misalnya, menghambat pengosongan lambung dan mengurangi penyerapan parasetamol (asetaminofen), sedangkan metoklopramid memiliki efek sebaliknya (Stockley, 2008). 4. Induksi atau inhibisi protein transporter obat Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat. Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah Pglikoprotein. Digoksin adalah substrat P-glikoprotein, dan obat-obatan yang menginduksi protein ini, seperti rifampisin, dapat mengurangi ketersediaan hayati digoksin (Stockley, 2008). 5. Malabsorbsi dikarenakan obat Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu penyerapan sejumlah obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat (Stockley, 2008). b. Interaksi pada distribusi obat 1. Interaksi ikatan protein Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi (Stockley, 2008). 2. Induksi dan inhibisi protein transport obat Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS (Stockley, 2008). c. Interaksi pada metabolisme obat Perubahan pada metabolisme fase pertama Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah dalam urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi senyawa lipid kurang larut, yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadangkadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) 2. Interaksi Farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obatobat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi (BNF 58, 2009). II.2 Uraian bahan 1. Tetrasiklin (Dirjen POM, 1995) Nama resmi : Tetracyclinum Nama lain : Tetrasiklin RM/BM : C22H24N2O8/ 444,44 g/mol Rumus struktur : Pemerian : serbuk hablur, kuning tidak berbau, atau sedikit berbau lemah. Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, larut dalam 50 bagian etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform, dan dalam eter, larut dalam asam encer larut dalam alkali disertai peruraian. Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlingdungi dari cahaya. Khasiat : Zat tambahan Kegunaan : sebagai pereaksi untuk dilihat interaksi obat dengan susu 2. Eritromisin (Dirjwn POM, 1995) Nama resmi : Erythromycinum Nama lain : Eritromisina, eritromisin RM/BM : C37H67NO13/ 733,95 g/mol Rumus struktur : Pemerian : serbuk atau hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau atau hampir, tidak berbau, rasa pahit, agak higroskopik. Kelarutan : larut dalam lebih kurang 1000 bagian air, larut dalam etanol (95%) dalam kloroform dan dalam eter. Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik. Khasiat : Zat tambahan Kegunaan : sebagai pereaksi untuk dilihat interaksi obat dengan asam buah 3. Glycerylis Guaiacolas (Dirjen POM, 1995) Nama Resmi : Glycerylis Guaiacolas Nama Lain : Guai Fenesin RM/BM : C10H14O4/198,22 Rumus struktur : Pemerian : Serbuk hablur, bau khas lemah, rasa pahit. Kelarutan : Larut dalam air, agak sukar larut. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat. Khasiat : Zat tambahan Kegunaan : sebagai pereaksi untuk dilihat interaksi obat dengan OBH 4. OBH (Dirjen POM, 1995) Nama resmi : Glycyrrhizae Succus Nama lain : Ekstrak akar manis RM/BM : C2H7NOH/151,16 Rumus struktur : Pemerian : batang berbentuk silinder atau bongkah besar, licin, agak mengkilap, hitam coklat tua, atau serbuk berwarna coklat, bau lemah khas, rasa manis. Kelarutan : zat larut dalam etanol tidak kurang dari 75% Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik Khasiat : zat tambahan Kegunaan : sebagai pereaksi untuk dilihat interaksi obat dengan Glycerylis Guaiacolas 5. Buah Lemon (Dirjen POM, 1995) Nama resmi : Citrus limon Burm Nama lain : Citrus lemon Berat molekul : 0,856 gr Pemerian : cairan warna kuning pucat atau kuning kehijauan, bau khas aromatik, rasa pedas dan agak pahit. Kelarutan : larut dalam 12 bagian etanol (90%) P, larutan agak beropalesensi dengan etanol mutlak P. Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindungi dari cahaya, ditempat sejuk Khasiat : zat tambahan Kegunaan : sebagai pereaksi untuk dilihat interaksi obat dengan eritromisin BAB III METODE KERJA III.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 09 Mei 2017, pukul 13.00 WITA bertempat di laboratoriu farmakologi dan toksikologi. III.1 Alat dan Bahan a. Alat 1. Spuit injeksi dan jarumnya 2. Spuit untuk oral 3. Timbangan analitik digital 4. Labu takar 5,10,25,50 mL 5. Gelas beker 6. Erlenmeyer 7. Pengaduk 8. Pipet volume 9. Kain halus b. Bahan 1. OBH 2. Efedrin 3. Griserilguiakolat 4. Sari asam 5. Eritromisin 6. Susu 7. Tetrasiklin 8. Alkohol 9. Tissu III.2 Cara kerja a. Interaksi obat (OBH + GG) 1. Disiapkan alat dan bahan 2. Dibersihkan alat denagan alkohol 70% 3. Digerus GG 4. Diukur OBH sebanyak 25 mL kedalam 2 gelaskimia 5. Dimasukkan GG kedalam 2 gelaskimia yang telahberisi OBH 6. Dilakukan metode putar dan metode aduk 7. Diamati apabila kedua obat tersebut bercampur, mengendap atau menggumpal. b. Interaksi obat (Eritromisin + asam buah) 1. Disiapkan alat dan bahan 2. Dibersihkan alat denagan alkohol 70% 3. Diperas jeruk 4. Diukur asam buah sebanyak 25 mL kedalam 2 gelaskimia 5. Dimasukkan eritromisin kedalam 3 gelaskimia yang telah berisi asam buah-buahan 6. Dilakukan metode putar dan metode aduk 7. Diamati apabila kedua obat tersebut bercampur, mengendap atau menggumpal c. Interaksi obat (Tetrasiklin + susu) 1. Disiapkan alat dan bahan 2. Dibersihkan alat denagan alkohol 70% 3. Diukur susu ebanyak 25 mL kedalam 2 gelaskimia 4. Dimasukkan tetrasiklin kedalam gelas kimia yang telah berisi susu 5. Dilakukan metode putar dan metode aduk 6. Diamati apabila kedua obat tesebut bercampur, mengendap atau menggumpal BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Tabel Pengamatan Interaksi Diputar Diaduk Obat Bercampur Mengendap Menggum Bercam pal pur Mengen Meng dap gumpa l Obat Batuk + - - + - - - + - - + - - - + + - - Hitam dengan Ephedrine dan GliserilG uaiakolat Asam Buah – buahan deng an Eritromisin Susu dengan Tetracicline IV.2 Pembahasan Interaksi farmasetik adalah interaksi yang terjadi karena adanya perubahan atau reaksi kimia dan fisika antara dua obat atau lebih yang dapat dikenal atau dilihat diluar tubuh, dan tubuh mengakibatkan aktifitas farmakologi, obat tersebut hilang/berubah (Dirjen POM, 1979). Interaksi farmasetik inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terliat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat (ganiswara, 2007). Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan interaksi obat secara farmasetik atau in vitro atau yang lebih dikenal dengan interaksi yang terjadi diluar tubuh. Bahan yang akan kami gunakan dalam percobaan ini yaitu OBH sebanyak 50 ml yang kemudian dibagi menjadi dua bagian menjadi 25 ml, susu sebanyak 50 ml dibagi menjadi dua bagian menjadi 25 ml, GG 2 butir, tetrasiklin 2 butir, eritromisin 2 butir, dan jeruk kurang lebih 2. Kami melakukan praktikum interaksi obat secara in vitro dengan menggunakan dua cara yaitu dengan cara diputar dan diaduk lalu diamati perubahan yang terjadi dimana parameter pengamatan yang dilihat ada atau tidaknya interaksi yang terbentuk serta pengamatan yang diamati ialah terjadinya endapan, bercampurnya obat atau terbentuknya gumpalan saat obat dicampurkan. Interaksi obat dengan cara diputar dan diaduk ini dilakukan secara bersamaan selama kurang lebih 2 menit. Langkah pertama yang dilakukan yaitu interaksi antara Obat batuk hitam atau OBH dengan gliserilguaiakolat. Gliserilguaiakolat dimasukkan kedalam lumpang lalu digerus hingga homogen, gliserilguaiakolat yang sudah halus ditaruh diatas kertas perkamen dan dibagi menjadi dua bagian dimaksudkan untuk digunakan dalam dua cara dengan cara diputar dan diaduk, lalu siapkan gelas ukur dan ukur OBH sebanyak 25 ml kemudian dipindahkan di gelas kimia, Gliserilguaiakolat yang sudah dibagi menjadi dua bagian ditaruh ke dalam gelas kimia yang masing-masing berisi OBH 25 ml, gelas kimia yang sudah berisi OBH 25 ml dan Gliserilguaiakolat diaduk menggunakan batang pengaduk dan juga diputar dengan cara digoyang dimana kedua perlakuan ini diamati secara bersamaan selama 2 menit. Selanjutnya diamati apakah OBH dan Gliserilguaiakolat bercampur, mengendap atau menggumpal, dari hasil yang diperoleh larutan OBH dan GG yang diberi perlakuan dengan cara diputar dan diaduk sama-sama menghasilkan bentuk campuran yang homogen (tercampur). Metode ini diamati bahwa reaksi antara Obat Batuk Hitam dengan Gliserilguaiakolat dapat bercampur dan tidak menggendap atau tidak menggumpal. Hal ini sesuai dengan teori mutschler, 1991 bahwa apabila Gliserilguaiakolat dikombinasikan dengan Obat Batuk Hitam, devirat obat tersebut akan larut karena memiliki fungsi yang sama sebagai obat antitusif yang berdahak. Langkah kedua yaitu interaksi Asam Buah dengan Eritromisin. Pertama siapkan sebanyak 25 ml asam buah dalam gelas kimia, kemudian dipindahkan di gelas kimia, dituang eritromisin yang sudah dikeluarkan dari badan kapsul kemudian eritromisin dimasukkan kedalam gelas kimia yang berisi asam buah, diputar dan diaduk secara bersama selama dua menit, kemudian amati apakah eritromisin dan larutan jeruk bercampur, mengendap ataupun menggumpal, dari hasil percobaan dapat di lihat bahwa perlahanlahan dengan cara diputar dapat menghasilkan reaksi seperti menggumpal dan dengan cara diaduk dapat menghasilkan pengendapan. Metode ini diamati bahwa reaksi antara eritromisin dengan asam buah tidak dapat bercampur, dan tidak menggumpal, tetapi terjadi endapan. Hal ini sesuai atau tidak sesuai dengan literatur menurut sukandar, 2013 bahwa reaksi antara bahan makanan yang asam dapat mempengaruhi reabsorbsi, sehingga eritromisin tidak larut dalam asam buat tersebut, akibatnya obat tersebut tidak dapat diabsorbsi oleh tubuh sehingga terjadi endapan yang menandakan obat tersebut tidak larut. Langkah ketiga yaitu interaksi Susu dengan Tetracicline. Pertama siapkan sebanyak 25 ml susu dalam gelas kimia, dituang tetrasiklin yang sudah dikeluarkan dari badan kapsul ke dalam gelas kimia yang masingmasing berisi susu sebanyak 25 ml, kemudian kedua gelas kimia diputar dan diadukn\ secara bersama selama 2 menit, lalu diamati apakah tetrasiklin dan susu bercampur, mengendap atau menggumpal, hasil dari pengamatan dengan cara diputar menggumpal dan yang diaduk bercampur. Hal ini menurut suyono, 2005 bahwa reaksi antara susu dan tetracicline dapat bercampur, menggumpal tetapi tidak mengendap. Dari hasil tersebut ditemukan devirat obat yang menggumpal yang diinteraksi bersama susu. BAB V PENUTUP V.I Kesimpulan Dari hasil pengamatan diperoleh interaksi obat OBH dengan ephedrine dan GG , jika diberi perlakuan dengan diputar dan diaduk hasilnya dapat bercampur. Interaksi obat eritromisin dengan asam buah jeruk jika diberi perlakuan dengan diputar dan diaduk hasilnya dapat mengendap. Interaksi obat tetracicline dengan susu jika diberi perlakuan dengan diaduk hasilnya dapat bercampur dan jika dilakukan dengan diputar hasilnya dapat menggumpal. V.II Saran V.2.1 Praktikan Diharapkan kepada praktikan dalam melakukan praktikum lebih berhathati dalam menggunakan alat-alat dan hewan yang digunakan dalam laboratorium. V.2.2 Laboratorium Diharapkan dalam pelaksanaan praktikum, kita dapat membangun suasana dalam laboratorium yang tenang sehingga meminimalisir kegaduhan dalam ruangan praktikum. V.2.3 Asisten Cara pengarahan dalam praktikum sudah bagus dan efektif sehingga sebaiknya dipertahankan DAFTAR PUSTAKA Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Ganiswara, Sulistia, 2007. Farmakologi dan Terapi edisi V. Jakarta : Departemen farmakologi dan Teraupetik Fakultas Kedokteran UI Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Bandung: ITB Sukandar, E.Y, et al. 2013. Informasi Spesialis Obat Iso Farmakoterapi Jilid 1 Cetakan ke 3. Jakarta: PT ISFI