I. PENDAHULUAN Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling banyak dihadapi oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu jenis penyakit infeksi yang banyak terjadi adalah infeksi saluran pernapasan. Infeksi saluran pernapasan disebabkan oleh beberapa jenis patogen, salah satunya adalah Streptococcus pneumoniae. Menurut Champoux, et al., (2004). Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri Gram positif bersifat anaerob fermentatif aerotoleran yang mengkolonisasi saluran nasofaring individu sehat, sehingga individu tersebut menjadi individu pembawa (carrier) namun dapat bersifat invasif bila berpindah ke beberapa bagian organ tubuh seperti paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia, selaput meninges (meningitis) dan aliran darah (bakteremia atau septisemia). Pengobatan terhadap penyakit oleh S. pneumoniae dilakukan melalui terapi antibiotik, salah satunya antibiotik dari golongan makrolida. Makrolida mempunyai struktur umum berupa cincin lakton besar dan bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri. Salah satu antibiotik golongan makrolida yang pertama kali ditemukan adalah eritromisin yang awalnya digunakan untuk pengobatan terhadap infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi jaringan lunak yang diakibatkan oleh organisme yang peka terhadap makrolida, seperti S. pneumoniae dan ditujukan pada pasien yang mempunyai alergi terhadap penisillin (Zuckerman, 2004). Eritromisin mempunyai struktur berupa empat belas cincin lakton dan dua jenis gula yaitu gula kladinose dan gula amino (desosamin). Eritromisin berikatan pada subunit ribosom 50 S pada bakteri dan menghambat sintesis protein yang bergantung pada RNA sehingga mencegah reaksi transpeptidasi dan translokasi polipeptida. Tempat pengikatan eritromisin terletak di domain V pada rRNA bakteri 23S, tepatnya pada saluran pemanjangan rantai polipeptida pada ribosom (residu adenin posisi A2058) dan menghambat pemanjangan rantai polipetida bakteri atau pelepasan rantai polipeptida secara prematur yang dapat menyebabkan kegagalan sintesis protein (Zuckerman, 2004). Penyebaran strain klonal S. pneumoniae yang tidak peka bahkan resisten terhadap antibiotik golongan makrolida seperti eritromisin atau azitromisin terus meningkat. Menurut Song, et al. (2004) dalam Lynch & Zhanel (2009), resistensi terhadap antibiotik golongan makrolida sangat tinggi tercatat di Vietnam (92,1 persen), Taiwan (86 persen), Korea Selatan (80,6 persen), Hongkong (76,8 persen) dan China (73,9 persen). Dua mekanisme yang menyebabkan S. pneumoniae tidak peka terhadap antibiotik jenis makrolida yaitu: 1. modifikasi tempat pengikatan (binding site) antibiotik pada S. pneumoniae akibat dimetilasi ribosomal oleh gen erm(B), 2. mekanisme pompa effluks oleh gen mef(A) atau keduanya. Gen erm(B) atau erythromycin ribosomal metylase merupakan gen yang dibawa oleh elemen transposon konjugatif yang mengkode enzim metilase ribosomal atau enzim Erm(B) yang mengkatalisis dimetilasi tempat pengikatan eritromisin dan menyebabkan modifikasi pada struktur tempat pengikatan antibiotik tersebut sehingga menurunkan afinitas eritromisin (Leclercq & Courvalin, 2002). Gen mef(A) adalah salah satu gen yang dibawa oleh elemen genetik kromosomal salah satunya transposon Tn1207.1 pada S. pneumoniae fenotipe-M atau S. pneumoniae yang tidak peka terhadap golongan makrolida dengan cincin lakton berjumlah empat belas dan lima belas cincin seperti eritromisin. Gen mef(A) menghambat kerja eritromisin melalui pompa effluks aktif yang berisi 12 domain transmembran yang mengelilingi sitoplasma bakteri dan dikendalikan oleh tenaga proton. Pompa effluks menyebabkan eritromisin dikeluarkan lebih cepat dari sitoplasma bakteri dibandingkan dengan kecepatan eritromisin berdifusi kedalamnya (Leclercq & Courvalin, 2002). Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka masalah yang perlu dikaji adalah : 1. Apakah pada isolat Streptococcus pneumoniae yang tidak peka terhadap eritromisin ditemukan gen erm(B) dan mef(A) 2. Apakah pada isolat Streptococcus pneumoniae yang tidak peka terhadap eritromisin hanya ditemukan gen erm(B) 3. Apakah pada isolat Streptococcus pneumoniae yang tidak peka terhadap eritromisin hanya ditemukan gen mef(A) Penelitian ini sendiri bertujuan untuk : 1. Mengetahui adanya gen erm(B) dan mef(A) pada isolat Streptococcus pneumoniae yang tidak peka terhadap eritromisin menggunakan teknik Duplex PCR (Polymerase Chain Reaction) 2. Mengetahui adanya gen erm(B) pada isolat Streptococcus pneumoniae yang tidak peka terhadap eritromisin menggunakan teknik Duplex PCR (Polymerase Chain Reaction) 3. Mengetahui adanya gen mef(A) pada isolat Streptococcus pneumoniae yang tidak peka terhadap eritromisin menggunakan teknik Duplex PCR (Polymerase Chain Reaction) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah tentang isolat S. pneumoniae di Indonesia yang tidak peka terhadap antibiotik jenis eritromisin dan dapat digunakan dalam menentukan jenis antibiotik yang tepat bagi infeksi akibat organisme tersebut yang prevalensi kasusnya cukup tinggi di Indonesia. Hasil penelitian juga diharapkan dapat digunakan pada uji lebih lanjut untuk diketahui jenis serotipe S. pneumoniae apa yang didapatkan untuk dibandingkan dengan serotipe lainnya di Asia 4