Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 menghendaki agar Hukum Keluarga dan Waris ke arah Hukum Adat Parental. Disamping Ketetapan MPRS tersebut diatas, Undangundang Pokok Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 pasal 31, telah mengatur keseimbangan hak dan kedudukan antara istri dan suami dalam masyarakat. Masyarakat Bali khususnya masyarakat Hindu Bali yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, di mana kedudukan laki-laki lebih menonjol sehingga hukum waris yang berlaku di Bali adalah Hukum waris adat Bali. Dalam hukum adat Bali yang didasarkan pada sistem kekeluargaan kepurusa, orang-orang yang dapat diperhitungkan sebagai ahli waris dalam garis pokok keutamaan dan garis pokok pengganti adalah para laki-laki dalam keluarga yang bersangkutan, sepanjang tidak terputus haknya sebagai ahli waris. Kelompok orang-orang yang termasuk dalam garis keutamaan pertama sebagai ahli waris adalah keturunan pewaris lurus kebawah, yaitu anak kandung laki-laki atau perempuan yang ditingkatkan statusnya sebagai penerus keturunan (sentana rajeg) dan anak angkat (sentana peperasan), kedua sentana itu mempunyai kedudukan sama dengan anak kandung laki-laki terhadap warisan. Anak perempuan dan janda tidak berkedudukan sebagai ahli waris akan tetapi kalau anak perempuan tersebut tidak kawin (dahe tua) maka berhak atas harta orang tuanya. 1. Jadi prinsipnya janda adalah orang dibebankan kewajiban untuk mengurus harta peninggalan almarhum suaminya dengan baik untuk kepentingan dan tugas-tugas keluarga baik materiil/immateriil, serta menghidupi dirinya dengan baik untuk bisa melaksanakan dharmanya sebagai janda yaitu tidak menghambur-hamburkan kekayaan almarhum, tidak kawin tanpa izin, tidak melakukan upacara-upacara yang sejak dulu dipikul bersama almarhum suaminya (termasuk harta pusaka). Menurut UU Perkawinan memungkinkan seorang janda mewarisi harta perkawinan apabila telah ada dan diatur di dalam perjanjian perkawinan yang tertulis sepanjang tidak melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan (pasal 29 UU Perkawinan) dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, dan apabila tidak ada perjanjian perkawinan diatur dalam Hukum Adat.