Kebudayaan itu diperoleh dan dipelajari. Pengemban kebudayaan (jadi yang memiliki kebudayaan tertentu) selamanya merupakan kelompok sosial tertentu, yang jangkauannya lebih besar atau lebih kecil. Kebudayaan itu terikat pada kelompok, dan kebudayaan diwariskan dan diemban (J. Van Baal 1987 :17). Hukum adalah adalah bagian dari kebudayaan dan masyarakat, oleh karena itu tidak mungkin mengkaji hukum secara terisolasi, tanpa memperhatikan kekuatan kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Secara khusus budaya hukum adalah bagian dari kekuatan kekuatan tersebut, yang memberi masukan, menjadi penggerak dan selanjutnya memberi output kepada sistem hukum (Sulistyowati 2005 : 43). Hukum juga merupakan sebuah sistem (substansi, struktur dan budaya hukum), dimana hukum dibuat untuk mendatangkan keadilan bagi masyarakat, atau menciptakan keharmonisan, tata tertib dalam masyarakat. Hukum dipandang sangat memainkan peranan penting dalam kebudayaan karena hukum bersentuhan dengan prilaku yang ada dalam masyarakat. Menurut Ihromi yang dikutip oleh Sulistyowati, pada umumnya sarjana hukum mengadakan wacana mengenai hukum dengan berfokus hanya kepada pengertian hukum sebagai aturan aturan, noma norma, dan asas asas. Mereka seolah olah tidak menyadari bahwa kenyataan sosial mempunyai pengaruh yang besar terhadap “ beroperasinya”nya hukum dalam kehidupan sehari hari. Mereka beranggapan bahwa tidak ada perbedaan antara apa yang terumus dalam hukum, dengan institusi institusi dan perilaku perilaku orang dalam menyikapi aturan aturan dan norma norma tersebut. Hal inilah yang menjadikan hukum sangat berkuasa, karena mengkonstruksi segala sesuatu dalam kehidupan kita, menentukan siapa kita dalam relasi dengan orang dan kelompok lain, dan mengkategorikan perbuatan kita dalam kategori salah dan benar. Pernyataan itu akhirnya melahirkan aliran pemikiran “baru” (Critical Legal Studies): yakni hukum adalah alat untuk mendefinsikan kekuasaan, dari para minoritas elite (the ruling) yang powerful dengan cara merepresi mayoritas orang yang powerless atau sedikit saja powernya. Sangat jelas kondisi ini berdampak kurang baik terhadap kaum miskin dan perempuan yang dianggap lemah, seperti kasus dibawah ini; Kedudukan wanita hindu dalam pembagian harta warisan. Menurut Gde Puja yang dikutip oleh Prof. H. Hilman Hadikusuma, hukum waris Hindu mirip dengan hukum waris adat, bahwa pewarisan tidak dikarenakan kematian seseorang yang meninggalkan harta kekayaan. Jelasnya matinya pewaris tidak menimbulkan perubahan titel hak atas harta peninggalan, melainkan tetap merupakan harta bersama sampai adanya tuntutan formal untuk membagi bagi harta itu diantara para ahli waris. Kemudian walaupun dalam kebudayaan Hindu dikenal sistem ‘sapinda’ (unilateral) dan sistem ‘sakulya’ (bilateral), Namur hukum waris Hindu yang lebih diutamakan ada;ah sistem’purusa’ (asas patrilineal) Agama Hindu menganut sistem kewarisan individual terbatas, dimana harta warisan dapat dibagikan, atau sistem kewarisan mayorat, dimana harta warisan tidak dibagikan tetapi dikuasai anak lelaki tertua yang bertanggung jawab menggantikan ayahnya mengurus anggota keluarganya. Pada dasarnya menurut agama Hindu hanya pria sebagai pewaris dan waris, tetapi kemungkinan ada juga pewaris wanita, misalnya janda yang wafat tanpa keturunan, tetapi punya anak angkat dari keluarganya. Maka harta itu dapat diwariskan lepada anaknya. Secara umum dapat dikatakan bahwa anak tertua lelaki di Bali menerima warisan yang lebih banyak, karena anak lelaki dianggap sebagai „juru selamat“ orang tuanya di dunia dan akhirat. Dalam perkawinanpun perempuan memiliki kedudukan yang lemah. Jika sepasang suami istri bercerai, maka menurut hukum adat pihak wanita tidak memiliki atas anak dan harta mereka. Daftar Pustaka Irianto, Sulistyowati, 2005, Perempuan di Antara Berbagai Pilihan Hukum, Yayasan Obor Indonesia. Van Baal, J, 1987, Sejarah dan Pertumbuhan teori Antropologi Budaya (Hingga dekade 1970), PT Gramedia Jakarta Hadikusuma, H, Hilman, 1991, Hukum waris Indonesia menurut Perundangan, Hukum adat, hukum agama Hindu dan Islam, Penerbit PT. Aditya Bakti Bandung