Uploaded by andidhaun

MAKALAH AKUNTANSI KEPRILAKUAN KEL 5

advertisement
MAKALAH KELOMPOK AKUNTANSI
KEPRILAKUAN
Aspek Keperilakuan pada Perencanaan
Laba
dan Penganggaran
Disusun oleh:
Kelompok 5 ( Lima )
Anggota:
1. Jangcik ( ERC1C012011 )
2. Asdarmawi ( ERC1C012095 )
3. Heni . F. Pransiska ( )
4. Puji. P. Lestari ( )
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JAMBI
2014
.DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kata Pengantar
Perkembangan dalam dunia usaha akhir-akhir ini berjalan dengan pesat, sehingga
mengakibatkan timbulnya persaingan yang semakin ketat. Gejala yang demikian membawa
permasalahan bagi suatu perusahaan agar mampu mempertahankan diri dan mampu mencapai
tujuan perusahaan. Oleh sebab itu manajemen perusahaan harus mampu mengelola
perusahaannya secara efektif dan efisien untuk mengatasi keadaan tersebut. Perusahaan sangat
memerlukan suatu alat yang berfungsi sebagai perencanaan serta pengendalian. Untuk
melakukan perencanaan dan pengendalian diperlukan suatu alat yang baik, yang dapat
memberikan informasi yang diperlukan manajemen dalam menjalankan fungsinya. Alat
tersebut adalah anggaran. Anggaran berperan sebagai alat perencanaan dan pengendalian.
Sebagai sebuah rencana tindakan, anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk
mengendalikan kegiatan organisasi atau unit organisasi dengan cara membandingkan antara
hasil sesungguhnya yang dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan (Abdul Halim,
2000:172).
Penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting sekaligus kompleks, karena
anggaran mempunyai dampak fungsional maupun disfungsional terhadap sikap dan perilaku
anggota organisasi. Beberapa aspek keperilakuan dalam penyusunan anggaran, antara lain:
Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran
Partisipasi penyusunan anggaran adalah
keikutsertaan seluruh tingkat manajemen dalam proses penyusunan anggaran dan mereka
mempunyai pengaruh dalam penentuan besarnya anggaran. Siegel dan Markoni (1989) dalam
Rahman dan Supomo (2003), berpendapat bahwa partisipasi manajer dalam penyusunan
anggaran akan menimbulkan inisiatif bagi mereka untuk menyumbangkan ide dan informasi,
meningkatkan kebersamaan, dan merasa memiliki, sehingga kerja sama di antara anggota
dalam mencapai tujuan juga meningkat.
Aspek perilaku yang terkait dengan anggaran merujuk pada perilaku manusia yang
terlibat
pada saat anggaran tersebut disusun dan diimplemetasikan. Anggaran dapat
mempengaruhi perilaku manusia. Adanya anggaran mengakibatkan manusia membatasi
tindakannya. Anggaran pula yang menyebabkan kinerja manajer selalu dan secara kontinyu
dipantau serta dibandingkan. Hal ini pula yang mengakibatkan timbulnya tekanan. Manajer
seringkali menghadapi permasalahan akibat adanya anggaran seperti misalnya timbulya over
atau under budget, penyimpangan dari anggaran yang diharapkan, dan sebagainya. Akibatnya
anggaran kemudian dianggap sebagai sesuatu yang dapat menghambat atau mengancam karir.
Keberhasilan anggaran terutama akan ditentukan oleh cara pembuatan anggaran itu
sendiri. Program anggaran yang paling berhasil harus melibatkan manajer dalam
tanggungjawab pengendalian biaya untuk membuat estimasi anggaran mereka sendiri.
Pendekatan dalam penyediaaan data anggaran ini penting terutama apabila anggaran tersebut
akan digunakan untuk mengendalikan dan mengevaluasi aktivitas seorang manajer.
Pendekatan penganggaran yang dianggap paling efektif adalah anggaran yang dibuat dengan
kerjasama dan partisipasi penuh dari manajer pada semua tingkatan (Garrison and Noreen :
408).
Manajemen harus selalu menyadari bahwa dimensi manusia dalam penganggaran
merupakan faktor kunci. Mudah bagi manajer untuk menguasai aspek teknis dari program
anggaran, tetapi tidak mudah dalam memasukkan aspek manusia. Manajemen harus ingat
bahwa
maksud
penyusunan
anggaran
adalah
untuk
memotivasi
karyawan
dan
mengkoordinasikan aktivitas. Untuk mendorong orang supaya bertanggungjawab terhadap
penyusunan anggaran dan terhadap implementasi anggaran untuk mencapai tujuan organisasi
secara efektif dan efisien, perusahaan perlu mempertimbangkan aspek etika dan perilaku
dalam penganggaran.
B. Latar Belakang
Penyusunan anggaran dilakukan oleh manusia dan diperuntukkan bagi manusia. Jadi tidak
mengherankan jika manusia mampu mempengaruhi penganggaran dan disebaliknya.Penganggaran
berakibat pada terbatasnya ruang gerak pengguna anggaran sebab didalamnya terdapat apa yang
diinginkan dan kapan harus diwujudkan hasil anggaran tersebut. Dan sebagian besar orang
menganggapnya sebagai tekanan. Muncul pertanyaan,tekanan mengurangi minat dan semangat
kerja, mengapa anggaran masih dipakai? Jika penganggaran merupakan sarana perolehan pangsa
pasar, laba yang besar, dan perbaikan citra perusahaan, ada baiknya dalam anggaran tercermin
tambahan biaya iklan dan promosi untuk peningkatan jumlah penjualan, memasukkan estimasi
gaji penjualan dan estimasi arus kas terhadap waktu tagihan atas penjualan, pembayaran pada
pemasok, antisipasi beban. Aspek keperilakuan dari penganggaran mengacu pada perilaku
manusia yang muncul dalam proses penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang didorong
ketika manusia mencoba untuk hidup dengan anggaran. Anggaran mempunyai dampak langsung
terhadap perilaku manusia karena dapat menimbulkan perasaan lega jika dapat menjelaskan pada
pihak lain apa yang sudah kita rencanakan ,berapa besarnya dan dapat terpenuhi dengan tepat
sesuai tujuan yang kita harapkan,atau merasa gelisah, tertekan jika anggaran yangdibuat tidak
sesuai dengan kenyataan.
Dalam perusahaan Anggaran dapat digunakan untuk memantau kinerja manajer
keuangan.Adapun tujuan anggaran adalah memberikan informasi yang dapat meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan sebagai standar bagi evaluasi kinerja dan meningkatkan
komunikasi dan koordinasi antar bagian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anggran
Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang
diukur dalam satuan moneter standar dan satuan lain yang mencakup jangka waktu satu
tahun (Mulyadi, 1993).
Unsur-unsur utama dalam anggaran:
1) Keseluruhan Rencana, merupakan penentuan kegiatan yang dilakukan pada waktu
yang akan datang.
2) Kegiatan Perusahaan, meliputi seluruh kegiatan yang akan dilakukan oleh semua
bagian-bagian dalam perusahaan.
3) Dinyatakan dalam angka, adalah unit yang dapat digunakan pada semua kegiatan
perusahaan yang bermacam-macam.
4) Periode tertentu, adalah keseluruhan mengenai apa-apa saja yang akan terjadi pada
masa yang akan datang.
B. Manfaat Perencanaan Laba dan Anggaran
Anggaran yang disusun oleh suatu perusahaan harus disesuaikan dengan sumberdaya
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan target perusahaan. Anggaran harus
menggambarkan/merefleksikan adanya beban tambahan yang diperlukan usaha yang
dilakukan (dalam bentuk iklan dan promosi atau pemasaran) untuk memacu/mendorong
penjualan dan meningkatkan image perusahaan termasuk estimasi biaya upah dan gaji
untuk mendukung tenaga penjualan yang lebih besar dan memberikan struktur komisi
yang lebih menarik dengan harapan dapat lebih memotivasi usaha-usaha penjualan.
Selanjutnya dalam anggaran hendaknya terkandung estimasi cash flow yang berkaitan
dengan waktu pengumpulan kas dari pelanggan, pembayaran kas ke supplier, dan
mengantisipasi peningkatan beban rupa-rupa. Dengan kata lain anggaran tersebut harus
dibuat secara rinci mengenai bagaimana suatu perusahaan diharapkan beroperasi.
Anggaran memiliki beberapa manfaat pokok, yaitu:
1) Sebagai pedoman kerja. Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan
arah serta target-target yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan perusahaan pada
waktu yang akan datang.
2) Sebagai alat koordinasi kerja. Dengan adanya anggaran semua bagian-bagian yang
terdapat di dalam perusahan dapat saling menunjang dan bekerja sama dengan baik,
untuk menuju pada sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
3) Sebagai alat pengawasan atau pengendalian. Anggaran berfungsi sebagai tolok ukur
(alat pembanding) untuk menilai dan mengevaluasi realisasi kegiatan perusahaan pada
masa yang akan datang.
C. Prosedur Penyusunan Anggaran
Ada tiga tahapan besar dalam proses penyusunan budget :
1) penyusunan tujuan perusahaan
Tujuan petrusahaan yang telah ditetapkan, selanjutnya dirinci lebih lanjut ke dalam
sasaran (goal) dan dibebankan pencapaiannya kepada manajer tertentu dalam proses
penyusunan anggaran. Sasaran merupakan target tertentu yang diarahkan untuk
mencapai tujuan. Penyusunan anggaran pada hakekatnya merupakan goal setting
process dan sekaligus merupakan role setting process. Untuk dapat memerankan
pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam penyusunan anggaran, manajer diberi
tanggungjawab menentukan sumber daya yang diperlukan.
2) implementasi
Tahap Implementasi merupakan tahap berikutnya setelah tahap penetapan tujuan.
Setelah tujuan ditetapkan dan manajer yang harus bertanggungjawab atas pencapaian
sasaran tersebut sudah ditunjuk, manajer tersebut diberi alokasi sumber daya.
Selanjutnya komisi anggaran menyusun anggaran secara komprehensif untuk disahkan
oleh direksi dan pemegang saham. Anggaran untuk selanjutnya diimplementasikan dan
berfungsi sebagai blueprint berbagai tindakan yang akan dilaksanakan selam satu
tahun anggaran. Dalam tahap implementasi ini, manajer bertanggungjawab untuk
mengkomunikasikan anggaran yang telah disahkan tersebut kepada manajer tingkat
menengah dan bawah.
Hal ini dimaksudkan agar manajer menengah dan bawah tahu dan bersedia dengan
penuh kesadaran untuk mencapai standar yang sudah ditetapkan dalam anggaran.
Dalam tahap implementasi ini, juga diperlukan kerjasama dan koordinasi agar
anggaran dapat diimplementasikan dengan baik.
3) pengendalian dan evaluasi kinerja
Dalam tahap ini, kinerja yang sesungguhnya dibandingkan dengan standar yang sudah
tercantum dalam anggaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagian organisasi
yang mempunyai kinerja dibawah standar dan untuk mengambil tindakan koreksi bagi
bagian tersebut.
Untuk mengembangkan suatu anggaran atau perencanaan laba ada beberapa langkahlangkah penting yang harus dilakukan, yaitu :
1) Top manajemen harus memutuskan apa yang menjadi tujuan jangka pendek perusahaan
dan strategi-strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan
dibutuhkan sebagai pedoman agar hasil-hasilnya dapat dicapai sedangkan strategi
merupakan alat untuk mencapai tujuan tersebut.
2) Sasaran harus disusun dan sumberdaya-sumberdaya harus dialokasikan. Sasaran
merupakan kuantifikasi jangka pendek dari tujuan, sebagai contoh tujuan suatu
perusahaan adalah dapat meraih pangsa pasar yang lebih luas, strateginya dengan
melakukan promosi dan iklan di berbagai media cetak dan elektronik, sedangkan
sasarannya yaitu meningkatkan penjualan sebesar 10% pada tahun berjalan.
3) Suatu anggaran yang menyeluruh atau perencanaan laba harus disiapkan, disetujui oleh
top manajemen, dan dikomunikasikan kepada supervisor dan para karyawan yang
terkait
4) Profit planning dan Comprehensive Budget digunakan untuk mengontrol biaya dan
menunjukkan permasalahan-permasalahan organisasi dengan cara membandingkan
secara periodik hasil aktual dengan yang apa telah dianggarkan.
D. Berbagai Fungsi dari Perencanaan Laba dan Anggaran
Ada beberapa fungsi anggaran yang perlu kita ketahui.Yaitu :
1. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan perusahaan sebagai hasil negosiasi
antar anggota organisasi yang dominan dan mencerminkan konsensus organisasional mengenai
tujuan operasi untuk masa depan.
2. Anggaran merupakan cetak biru perusahaan untuk bertindak yang mencerminkan prioritas
manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi yang menunjukkan bagaimana subunit organisasi
bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan.
3. Anggaran sebagai alat komunikasi internal yang menghubungkan beragam departemen atau
divisi organisasi antara yang satu dengan yang lainnya dan dengan manajemen puncak.
4. Anggaran dapat digunakan sebagai pembanding standar terhadap hasil operasi aktual.
5. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen untuk
menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan atau kelemahan perusahaan.
6. Anggaran mencoba untuk mempengaruhi dan memotivasi baik manajer maupun karyawan untuk
terus bertindak dengan cara yang konsisten dengan operasi yang efektif dan efisien serta selaras
dengan tujuan organisasi.
Anggaran telah menjadi alat manajemen yang diterima untuk merencanakan dan
mengendalikan aktivitas organisasi. Anggaran ditetapkan dengan berbagai tingkatan kerumitan dan
keberhasilan oleh kebanyakan organisasi bisnis dan nirlaba.
E. Pandangan Perilaku terhadap Proses Penyusunan Anggaran
Ada tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran, yaitu :
1. Tahap Penetapan Tujuan
Aktivitas perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang luas ke dalam
tujuan-tujuan aktivitas yang khusus. Untuk menyusun rencana yang realistis dan menciptakan
anggaran yang praktis, interaksi yang ekstensif diperlukan antara manajer lini dan manajer staf
organisasi.
Kontroler dan direktur perencanaan memainkan peranan kuncidalam proses manusia dari
penyusunan anggaran ini. Jika sesuai baik dengan struktur organisasi maupun gaya kepemimpinan,
maka manajer tingkat bawah dan para karyawan sebaiknya diberikan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam proses penetapan tujuan karena dengan demikian mereka akan lebih mungkin
menerima tujuan yang turut mereka formulasikan.
Penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa konsep utama perilaku yang berpengaruh
terhadap tahapan penetapan tujuan adalah proses perencanaan meliputi pertisipasi, kesesuaian
tujuan, dan komitmen.
2. Tahap Implementasi
Pada tahap ini, rencana formal tesebut digunakan untuk mengomunikasikan tujuan dan
strategi organisasi, serta untuk memotivasi orang secara positif dalam organisasi. Hal ini dapat
dicapai dengan meyediakan target kinerja terinci bagi mereka yang bertanggungjawab untuk
mengambil tindakan. Agar rencana tersebut berhasil, maka rencana itu harus dikomunikasikan
secara efektif.
Kesalahpahaman sebaiknya dideteksi dan diselesaikan dengan segera. Hanya setelah itu
baru rencana formal memungkinkan akan menerima kerja sama penuh dari berbagai kelompok
yang ingin dimotiasi olehnya. Konsep ilmu keperilakuan utama yang memengaruhi tahap
implementasi, adalah komunikasi, kerja sama, dan koordinasi.
3. Tahap Pengendalian dan Evaluasi Kinerja.
Setelah anggaran diimplementasikan, maka anggaran tersebut berfungsi sebagai elemen
kunci dalam system pengendalian. Anggaran menjadi tolok ukur terhadap mana kinerja actual
dibandingkan dan berfungsi sebagai suatu dasar untuk melakukan manajemen berdasarkan
pengecualian.
Sebaiknya
dijelaskan
bahwa
manajemen
berdasarkan pengecualian
tidak
menganggap bahwa hanya varians yang tidak menguntungkan saja yang perlu diinvestigasi. Malah
sebaiknya, manajemen memerhatikan varians yang tidak menguntungkan terlebih dahulu. Varians
yang menguntungkan dan kinerja di atas standar akan mengindikasikan bagaimana masa depan
akan memperoleh manfaat dari transfer pengetahuan dan teknologi ke operasi yang serupa. Atau,
varians yang menguntungkan dapat mengindikasikan kebutuhan akan penyusunan anggaran.
Varians yang tidak menguntungkan dan kinerja di bawah standar sebaknya memicu
tindakan korektif guna menghindari pengulangan yang berbiaya mahal. Kebijakan, sikap, dan
tindakan manajemen dalam evaluasi kinerja dan tindak lanjut atas varians memiliki barbagai
konsekuensi keperilakuan, yang, jika tidak dipahami dan dikendalikan, dapat meniadakan
keberhasilan dari seluruh proses perencanaan dan pengendalian. Beberapa konsekuensi
keperilakuan yang muncul meliputi tekanan, motivasi, aspirasi dan kegelisahan.
F. Konsekuensi Disfungsional dan Proses Penyusunan Anggaran
Berbagai fungsi anggaran seperti penetapan tujuan, pengendalian, dan mekanisme evaluasi
kinerja dapat memicu berbagai konsekuensi disfungsional, seperti rasa tidak percaya, resistensi,
konflik internal, dan efek samping lainnya yang tidak diinginkan. Rasa Tidak Percaya Anggaran
merupakan suatu sumber tekanan yang dapat menimbulkan rasa tidak percaya, rasa permusuhan,
dan mengarah pada kinerja yang menurun. Riset telah menemukan sejumlah besar rasa tidak
percaya terhadap seluruh proses anggaran pada tingkat penyelia. Alasannya adalah :
1. Anggaran cenderung untuk terlalu menyederhanakan atau mendistorsi situasi “riil” dan gagal
untuk memungkinkan dimasukannya variasi dalam faktor-faktor eksternal.
2. Anggaran mencerminkan variabel-variabel kualitatif, seperti pengetahuan mengenai tenaga kerja,
kualitas bahan baku, dan efisiensi mesin, secara tidak mencukupi.
3. Anggaran hanya mengonfirmasikan apa yang telah diketahui oleh penyelia.
4. Anggaran sering kali digunakan untuk memanipulasi penyelia sehingga ukuran kinerja yang
diindikasikan dicurigai.
5. Laporan anggaran menekankan pada hasil, bukan pada alasan.
6. Anggaran mengganggu gaya kepemimpinan penyelia.
7. Anggaran cenderung untuk menekan pada kegagalan.
Resistensi
Walaupun anggaran telah digunakan secara luas dan manfaatnya sangat didukung, anggaran
masih ditolak oleh banyak partisipan dalam suatu organisasi. Salah satu alas an utama untuk hal itu
adalah bahwa anggaran menandai dan membawa perubahan, sehingga merupakan suatu ancaman
terhadap status quo. Literature dalam bidang ilmu social, manajemen, dan perilaku organisasi telah
menggambarkan fenomena dari resistensi karyawan untuk berubah. Banyak orang menjadi terbiasa
dengan cara-cara tertentu untuk melakukan segala sesuatu dan dengan cara-cara tertentu untuk
memangdang kejadian, serta tidak tertarikuntuk berubah. Adalah suatu tantangan bagi manajemen
untuk mengatasi resistensi untuk berubah ini dan untuk berhasil memperkenalkan inovasi yang
meningkatkan kinerja organisasi.
Alasan lain dari resistensi anggaran adalah bahwa proses anggaran memerlukan waktu dan
perhatian yang besar. Manajer atau penyelia mungkin merasa terlalu terbebani dengan adanya
permintaan yang ekstensif atas waktu mereka dan tanggung jawab rutin mereka. Oleh karena itu,
mereka tidak ingin untuk terlibat dalam proses penyusunan anggaran.
Akhirnya, banyak manajer dan penyelia kurang memahami seluk-beluk dari penyusunan
anggaran. Mereka sering kali takut untuk mengakuinya atau tidak mau cukup mempelajari
mengenai proses perencanaan dan penyusunan anggaran guna memberikan kontribusi yang berarti.
Konflik Internal
Konflik internal dapat berkembang sebagai akibat dari interaksi yang diperlukan oleh
anggaran antara orang-orang pada berbagai tingkatan organisasi yang berbeda. Atau dapat
berkembang pula dari akibat dari laporan kinerja yang membandingkan satu departemen dengan
departemen lainnya. Gejala-gejala umum dari konflik adalah ketidakmampuan untuk mencapai
kerja sama antarpribadi dan antarkelompok selama proses penyusunan anggaran.
Konflik internal menciptakan suatu lingkungan kerja yang kompetitif dan bermusuhan.
Konflik dapat menyebabkan orang berfokus pada kebutuhan departemennya sendiri secara
eksklusif daripada kebutuhan dari organisasi secara total. Situasi ini menyebabkan keselarasan
tujuan menjadi lebih sulit, jika tidak mungkin, untuk dicapai. Hal tersebut menimbulkan kebencian
kepada manajemen, dan juga kepada anggaran.
Untuk membuat anggaran berhasil, tekanan ditingkatkan ke bawah dan ditolak oleh
manajemen tingkat bawah, sehingga menimbulkan tekanan dan konflik yang lebih besar.
Persaingan antara bawahan mungkin meningkat dan kualitas kerja menurun. Guna menghilangkan
tekanan, kesalahan akan ditimpakan kepada individu atau kelompok tertentu. Kesemuanya akan
mengarah pada konflik yang lebih besar diantara individu dan organisasi.
Efek Samping Lain yang Tidak Diinginkan
Anggaran barang kali menghasilkan pengaruh lain yang tidak diinginkan. Salah satu dari
hal ini adalah terbentuknya kelompok-kelompok informal yang kecil, yang bekerja menentang
tujuan dari anggaran. Kelompok-kelompok karyawan ini biasanya dibentuk untuk melawan konflik
internal dan tekanan yang diciptakan oleh anggaran tersebut. Tujuan mereka adalah untuk
mengurangi ketegangan. Tetapi, tujuan mereka dapat berlawanan dengan tujuan organisasi, dan
dampak yang tidak diinginkan dari aktivitas mereka bisa juga berlawanan dengan tujuan yang
mereka maksudkan sebelumnya, yaitu untuk mengurangi ketegangan. Kelompok karyawan ini
kadang kala menggeser tanggung jawab ke departemen lain, mempertanyakan validitas dari data
yang dianggarkan, dan melakukan lobi untuk menurunkan standar. Situasi semacam ini
menimbulkan kesulitan bagi fungsi staf akuntansi untuk melimpahkan wewenang secara efektif,
menciptakan iklim oganisasi yang penuh ketegangan, dan merusak manfaat dari anggaran.
Anggaran sering kali dipandang sebagai alat tekanan manajerial. Oarng-orang merasakan tekanan
ketika manajemen puncak berusaha untuk memperbaiki efisiensi dengan cara memperoleh lebih
banyak output dari tingkat input yang ada (atau lebih rendah). Tekanan yang berlebihan dapat
dihubungkan dengan frustasi, emosi yang meningkat, dan penyakit fisik yang ditimbulkan oleh
stress. Efek samping lainnya yang tidak diinginkan yang dapat berkembang adalah penekanan yang
berlebihan pada kinerja departemental dan kurang menekankan pada kinerja organisasi secara
keseluruhan. Anggaran juga dapat menghambat inisiatif individual dan inovasi yang efektif biaya,
karena metode bisnis yang telah ada dengan probabilitas keberhasilan yang diketahui lebih dipilih
dibandingkan dengan metode baru dengan peluang keberhasilan yang belum terbukti. Dengan
demikian, individu sering kali tidak berani berinovasi.
Untuk membuat anggaran berhasil, karyawan harus dibuat untuk menyadari bahwa fungsi
anggaran sebagai wahana yang positif untuk operasi organisasi yang mulus. Daripada memandang
anggaran sebagai cara yang mengerikan untuk memeras keringat karyawan sampai ke titik
penghabisan, orang harus belajar untuk memandang anggaran sebagai alat untuk menciptakan
keselarasan tujuan dan sebagai standar kinerja yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat
kepada seluruh karyawan perusahaan. Manajemen dan tenaga kerja yang berpendidikan
kemungkinan besar akan bekerja sama dalam menyusun anggaran dan rencana laba. Tanpa
pendidikan anggaran, kerja sama semacam itu mustahil akan terjadi. Tanpa mempedulikan seberapa
canggihnya tehnik anggaran, proses anggaran dapat menjadi pemborosan terhadap dana perusahaan
jika masalah potensial tidak dibahas sebelumnya dan diselesaikan.
G. Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan dalam Lingkungan Perencanaan Dampak dari
lingkungan perencanaan
Sebelum konsep ilmu keperilakuan yang memengaruhi proses perencanaan atau penyusunan
anggaran dapat dibahas dengan berarti, adalah perlu untuk memperkenalkan faktor-faktor yang
menimbulkan variasi dalam lingkungan perencanaan. Lingkungan perencanaan mengacu pada
struktur, proses, dan pola-pola interaksi dalam penetapan kerja. Hal tersebut kadang kala disebut
dengan budaya penerimaan manajemen puncak terhadap ide-ide baru, prosedur dan perangkat
untuk membuat agar pekerjaan dilakukan, perasaan identifikasi dengan organisasi, tingkat kohesi
dari tenaga kerja, dan seterusnya. Ukuran dan struktur, gaya kepemimpinan, jenis system
pengendalian, dan stabilitas lingkungan dari suatu organisasi merupakan beberapa factor yang
memengaruhi lingkungan kerja dimana perencanaan terjadi. Lingkungan kerja atau budaya
organisasi memengaruhi perilaku dan oleh karena itu juga memengaruhi proses perencanaan.
Perilaku manusia bersifat adaptif dan berbeda dari satu tindakan tertentu oleh manajemen puncak
dapat mendorong perilaku dan hasil anggaran yang menguntungkan, sementara tindakan yang sama
di lingkungan yang berbeda dapat mendorong perilaku yang tidak diinginkan dan hasil anggaran
yang disfungsional.
Ukuran dan struktur organisasi
Ukuran dan struktur dari suatu organisasi memengaruhi perilaku manusia dan pola interaksi
dalam tahap penetapan tujuan, implemetasi, dan pengendalian serta evaluasi terhadap proses
perencanaan. Ukuran organisasi mungkin dipandang sebagai jumlah karyawan, nilai dollar dari
pabrik fisik, volume penjualan, jumlah kantor cabang, atau ukuran kuantitatif lainnya yang
membedakan organisasi. Struktur organisasi mengacu pada hubungan formal dan informal antara
paa anggota organisasi. Hal tersebut meliputi jumlah lapisan wewenang, jumlah kantor atau posisi
pada setiap lapisan, tanggung jawab dari setiap kantor, dan prosedur untuk membuat pekerjaan
dilakukan.
Di perusahaan-perusahaan kecil, struktur perencanaan dan pengendalian adalah relative sederhana
karena aktivitas organisasi hanya dilaksanakan oleh sedikit orang. Aktivitas dapat dengan mudah
dikendalikan dan masalah keselarasan tujuan dapat dengan cepat dibahas. Sebaliknya, perusahaanperusahaan besar harus mengembangkan struktur birokrasi yang kompleks untuk berurusan dengan
administrasi dari berbagai fungsi organisasi. Wewenang didelegasikan dan disebarkan dari atas.
Pekerjaan dan tugas karena kebutuhan dibagi menjadi bidang-bidang tanggung jawab kecil, yang
menciptakan kebutuhan akan koordinasi yang lebih ketat dan pengendalian formal di sepanjang
garis penyelia/bawahan. Dalam struktur manajemen birokratis semacam itu, penyusunan anggaran
yang efektif dianggap lebih sulit karena potensi inefisiensi dalam komunikasi di dalam organisasi,
kurangnya keselarsan tujuan, dan ketidakmampuan dari banyak orang untuk melihat hubungan
antara peran kerja mereka dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. Dalam organisasi birokratis
yang besar, system perencanaan harus didesain untuk mengurangi kemampuan yang melekat dari
manajer yang tidak puas untuk mempraktikkan ketidakpatuhan yang tidak dapat dideteksi. System
perencanaan juga harus berusaha untuk menghilangkan atau mengurangi ketidakselarasan tujuan
yang serius. Ukuran dan kompleksitas dari beberapa organisasi menimbulkan masalah besar dalam
perencanaan, implementasi, dan pengendalian. Ukuran organisasi mengacaukan proses anggaran
dengan cara-cara lain. Misalnya, manajer pada berbagai tingkatan organisasi dapat menyaring
informasi dan meneruskan ke atas atau ke bawah hanya informasi yang menguntungkan bagi
mereka. Manajer atau penyelia dapat melaksanakan hanya bagian tanggung jawab mereka yang
konsisten dengan tujuan dan kepentingan mereka sendiri.
Gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan juga memengaruhi lingkungan perencanaan organisasi. Teori X dari
Mc. Gregor menjelaskan gaya kepemimpinan yang otoriter dan dikendalikan secara ketat, dimana
kebutuhan akan efisiensi dan pengendalian mengharuskan pendekatan manajerial tersebut untuk
berurusan dengan bawahannya. Untuk memantau kinerja bawahan, para pemimpin ini menugaskan
staf mereka untuk mengumpulkan informasi yang memungkinkan dilakukannya pengwasan secara
tidak langsung. Filosofi untuk mendorong perilaku bawahan yang diinginkan adalah : “gaji mereka
dengan baik dan awasi mereka dengan ketat”.
Teori X mengimplikasikan bahwa anggaran akan disusun oleh manajemen puncak
(kontroler atau direktur perencanaan) dan dikenakan pada manajemen tingkat bawah. Dengan
demikian, dalam gaya kepemimpinan otoriter, anggaran dipandang sebagai alat pengendalian
manajemen yang didesain untuk memastikan kepatuhan karyawan terhadap harapan dari
manajemen puncak.
Gaya kepemimpinan otoriter secara nyata memfasilitasi koordinasi dan pengendalian atas
aktivitas, khususnya ketika tanggung jawab atas tugas tersebut tidak jelas. Gaya kepemimpinan ini
terutama efisien dalam kasus perbedaan bahasa atau budaya. Tetapi, gaya kepemimpinan ini tidak
mendorong partisipasi dan dapat menimbulkan tekanan anggaran yang berlebihan, kegelisahan, dan
rusaknya motivasi.
Teori Y dari Mc. Gregor dan gaya kepemimpinan demokratis Likert mendorong tingkat
keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan. Gaya
kepemimpinan demokratis memungkinkan fleksibilitas dalam proses penyusunan anggaran dan
memberikan peluang kepada karyawan untuk terlibat dalam perancangan arah organisasi,
mengekspresikan ide-ide mereka tentang bagaimana perusahaan sebaiknya beroperasi, dan
memanfaatkan bakat mereka secara efektif. Dengan pendekatan partisipatif, dibutuhkan waktu yang
lebih banyak untuk menyelesaikan anggaran karena adanya komunikasi dan negosiasi bolak-balik
antar-departemen. Tetapi, riset telah mengungkapkan bahwa orang mengidentifikasikan dirinya
lebih dekat dengan anggaran dan melakukan usaha yang lebih besar guna mencapai tujuan yang
dinyatakan ketika mereka berpartisipasi dalam menetapkan tujuan ini.
Stabilitas lingkungan organisasi
Factor lainnya yang memengaruhi lingkungan perencanaan adalah lingkungan eksternal.
Lingkungan tersebut meliputi iklim politik dan ekonomi, ketersediaan pasokan, struktur industri
yang melayani organisasi, hakikat persaingan, dan lain sebagainya. Lingkungan yang stabil
mengenakan resiko yang terbatas dan memungkinkan proses penetapan tujuan menjadi demokratis
dan partisipatif.
Lingkungan yang berubah dengan cepat menghasilkan situasi yang beresiko tinggi. Perubahan yang
dramatis dalam tingkat bunga, fluktuasi nilai tukar mata asing, dan semakin meningkatnya
persaingan dari luar negeri adalah beberapa kasus di antaranya. Untuk menghadapi perubahan
semacam itu, keputusan harus dibuat dengan cepat dan tegas. Penyesuaian tujuan dan/ atau strategi
yang sering mungkin diperlukan. Dalam kasus-kasus ini, gaya kepemimpinan otoriter telah terbukti
lebih efisien dibandingkan dengan gaya kepemimpinan yang demokratis dan partisipatif.
H. Konsep-konsep Keperilakuan yang Relevan dalam Proses Penyusunan Anggaran
Tahap penetapan tujuan
Selama tahap penetapan tujuan, tujuan umum dari manajemen puncak diterjemahkan ke
dalam target-target yang pasti dan dapat diukur bagi organisasi serta bagi setiap subunit utama
(pusat-pusat pertanggungjawaban). Orang-orang di dalam organisasi bertanggungjawab untuk
menentukan sasaran dan menetapkan tujuan. Orang-orang dalam organisasi juga bertanggungjawab
atas pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Dengan demikian, fase penetapan tujuan dari
perencanaan penuh dengan kekurangan dalam perilaku.
Keselarasan tujuan
Masalah utama yang dijumpai dalam tahap penetapan tujuan adalah mencapai suatu tingkat
keselarasan tujuan atau kompatibilitas yang mungkin di antara tujuan-tujuan organisasi, subunitsubunitnya (divisi atau departemen), dan anggota-anggotanya yang berpartisipasi. Keselarasan
tujuan atau kompatibilitas akan terjadi ketika individu memandang bahwa kebutuhan pribadinya
dapat dipenuhi dengan mencapai tujuan organisasi. Jika tujuan organisasi dipandang sebagai alat
untuk mencapai tujuan pribadi atau untuk memenuhi kebutuhan pribadi, maka tujuan organisasi
akan memotivasi karyawan untuk menyelesaikan tindakan yang diinginkan.
Partisipasi
Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran diklaim oleh sebagian besar orang sebagai
obat mujarab untuk memenuhi kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi diri dari para anggota
organisasi. Partisipasi adalah suatu “proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau
lebih pihak di mana keputusan tersebut akan memilik dampak masa depan terhadap mereka yang
membuatnya.” Dengan kata lain, pekerja dan manajer tingkat bawah memiliki suara dalam proses
manajemen. Ketika diterapkan kepada perencanaan,partisipasi mengacu pada keterlibatan manajer
tingkat menengah dan bawah dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan tujuan
operasional dan penetapan sasaran kinerja. Keterlibatan tersebut dapat bervariasi dari hanya sekedar
hadir pada pertemuan-pertemuan anggaran sampai pada partisipasi dalam diskusi yang berkaitan
dengan kewajaran dari kuota penjualan dan target produksi dan pada hak untuk melakukan
negosiasi dalam menetapkan sasaran dari orang itu sendiri.
Hampir semua studi mengenai partisipasi dalam proses manajemen menyimpulkan bahwa
partisipasi menguntungkan organisasi. Partisipasi telah menunjukkan dampak positif terhadap sikap
karyawan, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi, dan meningkatkan kerja sama diantara
manajer. Namun, Becker dan Green menemukan bahwa ketika hal tersebut diterapkan dalam situasi
yang salah, partisipasi dapat menurunkan motivasi dan usaha karyawan untuk mencapai tujuan
organisasi.
Banyak studi mengenai pengambilan keputusan secara partisipatif tidak menyetujui suatu
format eksklusif yang diinginkan untuk partisipasi karyawan yang akan bekerja di semua
organisasi. Terdapat relative sedikit diskusi atau kesepakatan mengenai kedalaman, lingkup, atau
bobot partisipasi. Yaitu, tidak ada pandangan yang seragam mengenai siapa yang sebaiknya
berpartisipasi (kedalaman), jenis keputusan dimana mereka sebaiknya berpartisipasi (lingkup), atau
tingkat kekuasaan partisipan dalam keputusan akhir (bobot).
Dalam pengertian yang lebih luas, partisipasi merupakan inti dari proses demokratis dan
oleh karena itu tidaklah alamiah jika diterapkan dalam struktur organisasi yang otoriter. Dengan
demikian, dalam organisasi besar dan birokratis yang dikelola secara sentral, partisipasi dalam
menentukan tujuan dan menetapkan sasaran akan berdasarkan definisi terbatas pada sekelompok
eksklusif puncak. Perusahaan dengan gaya kepemimpinan demokratis dan/atau organisasi yang
terdesentralisasi memungkinkan partisipasi manajemen yang lebih besar dalam keputusan
penetapan anggaran. Banyak dari perusahaan ini mendorong baik manajer tingkat bawah maupun
karyawan untuk memberikan kontribusi kepada proses perencanaan. Salah satu alasannya adalah
bahwa orang bereaksi secara berbeda terhadap kemungkinan untuk berperan dalam menetapkan
standar kinerja mereka sendiri. Karyawan yang otoriter dan/atau sangat bergantung dapat merasa
terancam oleh kemungkinan untuk menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan. Mereka
akan merasa lebih nyaman jika mereka menerima instruksi yang jelas dan tegas mengenai batas
pengeluaran dan standar kinerja.
Di pihak lain, orang dengan independensi yang kuat dan kebutuhan akan harga diri akan
maju ketika diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam memformulasikan sasaran kinerja mereka
sendiri. Alasan lain mengapa partisipasi mungkin tidak berhasil adalah bahwa tidak ada usaha
serius yang dibuat untuk menjamin partisipasi dan kerja sama dari para manajer tingkat bawah dan
karyawan.
Manfaat patisipasi
Salah satu manfaat dari partisipasi yang berhasil adalah bahwa partisipan menjadi terlibat
secara emosi dan bukan hanya secara tugas dalam pekerjaan mereka. Patisipasi dapat meningkatkan
moral dan mendorong inisiatif yang lebih besar pada semua tingkatan manajemen. Partisipasi yang
berarti juga meningkatkan rasa kesatuan kelompok, yang pada gilirannya cenderung untuk
meningkatkan kerja sama antar anggota kelompok dalam penetapan tujuan. Tujuan organisasi yang
dibantu penetapannya oleh orang-orang tersebut kemudian akan dipandang sebagai tujuan yang
selaras dengan tujuan pribadi mereka. Proses ini disebut dengan internalisasi tujuan.
Kurangnya internalisasi tujuan dapat menimbulkan konflik antara tujuan pribadi individual
dan tujuan yang terkait dengan karyawan. Karena tujuan dan kebutuhan pribadi biasanya
mendominasi tujuan organisasi, kurangnya internalisasi tujuan dapat dihubungkan dengan
penurunan dalam moral produktivitas. Ketika orang menginternalisasi dan menerima tujuan
organisasi, dan ketika terdapat tingkat kesatuan kelompok yang tinggi, maka persyaratan untuk
efisiensi yang maksimal dalam pencapaian tujuan akan tercapai.
Batasan dan permasalahan partisipasi
Partisipasi dalam penetapan tujuan mempunyai keterbatasannya tersendiri. Proses
partisipasi memberikan kekuasaan kepada para manajer untuk menetapkan isi dari anggaran
mereka. Kekuasaan ini bisa digunakan dengan cara yang memiliki konsekuensi disfungsional bagi
organisasi itu. Sebagai contoh, para manajer bisa memasukkan “slack organisasional” ke dalam
anggaran mereka. Slack adalah selisih antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk
secara efisien menyelesaikan suatu tugas dan jumlah sumber daya yang lebih besar diperuntukkan
bagi tugas tersebut. Dengan kata lain, slack adalah penggelembungan anggaran. Beberapa orang
beragumentasi bahwa sejumlah kecil slack diperlukan karena mengurangi sebagian tekanan dan
memungkinkan berpadunya tujuan pribadi dan organisasi, sehingga membuat keselarasan tujuan
lebih mungkin terjadi. Tetapi, slack yang berlebihan jelas merugikan kepentingan organisasi.
Slack yang berlebihan membuat batas pengeluaran, kuota produksi, dan standar kinerja
menjadi tidak berarti. Masalah slack yang berlebihan dapat diatasi jika manajemen puncak
menetapkan prosedur yang efektif untuk tinjauan mendalam selama proses penyusunan anggaran.
Jika tujuan anggaran terlalu mudah untuk dicapai karena adanya slack atau factorfaktor lain yang
ditimbulkan dari partisipasi dalam proses penyusunan anggaran, maka manfaat motivasional
menjadi minimal atau tidak ada sama sekali. Jika di lain pihak, tujuan dianggarkan terlalu sulit
untuk dicapai dan kinerja actual mulai menyimpang secara tidak menguntungkan dari standar,
orang akan mencoba memperbaiki kinerja mereka pada awalnya. Akan tetapi, jika penyimpangan
anggaran menjadi semakin besar, maka orang pada akhirnya akan menjadi kecil hati dan menyerah
untuk memperbaiki situasi tersebut. Jelas bahwa bukanlah kepentingan perusahaan untuk membuat
orang menjadi begitu kecil hati. Intinya, anggaran yang terlalu ketat atau terlalu longgar atau
disusun dengan slack yang berlebihan atau tanpa slack sama sekali dapat menciptakan tanggapan
keperilakuan yang berlawanan dengan kepentingan perusahaan.
I. Tahap Implementasi
Setelah tujuan organisasi ditetapkan,direktur perencanaan mengonsolidasikannnya ke
dalam anggaran formal yang komprehensif. Cetak biru untuk tindakan ditingkat perusahaan ini
kemudian disetujui oleh presiden direktur atau dewan komisaris. Anggaran tersebut kemudian
diimplementasikan
melalui
komunikasi
karyawan
kunci
dalam
organisasi.
Hal
ini
mengimformasikan kepada mengenai harapan manajemen,alokasi sumber daya,kuota produksi,dan
tenggang waktu.
Untuk membuat anggaran bekerja,semua karyawan harus belajar untuk melihatnya sebagai
wahana positif untuk tindakan organisasi dan sebagai perbaikan dan bukan sebagai beban atau
senjata manajemen. Mereka harus belajar untuk mempertimbangkan anggaran sebagai alat
perencanaan dan pengendalian aktifitas organisasi. Tanpa pemahaman,bahkan proses penyusunan
anggaran yang palig canggih secara tekhnis sekalipun dapat menjadi pemborosan bagi dana
perusahaan dan gagal untuk memperbaiki efisiensi operasional.
Pengomunikasian Anggaran
Kontroler atau direktur perencanaan bertanggung jawab untuk mnimplementasikan
anggaran. Hal ini dapat dicapai dengan mengomunikasikan sasaran operasional yang disetujui
kepada orang-orang di tingkat organisasi yang lebih rendah. Hal ini kadang kala disebut sebagai
“menjual” anggaran kebawah. Banyak masalah komunikasi yang kompleks dapat berkembang
dalam tugas menjual ini karena pesan tersebut harus dipahami oleh orang yang memiliki latar
belakang dan pelatihan yang beragam serta yang bekerja ditingkatan organisasi yang berbeda.
Untuk menghilangkan beberapa dari masalah potensial,kontroler harus menerjemahkan sasaran
organisasi secara keseluruhan kedalam sasaran yang dapat dipahami bagi setiap subunit organisasi.
Sasaran tersebut dapat dikomunikasikan dengan sangat efektif jika dijelaskan secara pribadi dan
dilengkapi dengan pedoman tertulis atau diskusi tindak lanjut informal dengan subbagian.
Yaitu,direktur perencanaan sebaiknya menjelaskan dasar-dasar dari proses penyusunan anggaran
yang menghasilkan jumlah anggaran akhir. Jika tingkat inflasi, misalnya, harus dipertimbangkan
ketika anggaran disusun,kemudian direktur perencanaan sebaiknya mengidentifikasikan mengapa
tingkat tertentu digunakan. Demikian pula,orang-orang ditingkat bawah sebaiknya diberitahu
mengenai asumsi-asumsi alokasi biaya,prioritas pemasaran,prediksi ekonomi,dan masalah-masalah
lainnya yang diantisipasi oleh perusahaan.
Selain bertujuan untuk menginformasikan manajer tingkat bawah mengenai tingkat bawah
mengenai tanggung jawab mereka,komunikasi atas sasaran anggaran juga dimaksudkan untuk
menenangkan kepercayaan diri karyawan tingkat bawah. Sebagai contoh,jika manajemen puncak
memiliki keraguan atas kemungkinan mencapai tujuan organisasi,persepsi ini dapat dengan kurang
hati-hati dikominikasikan kepada bawahan serta mendororng prilaku yang tidak diinginkan.
Dengan demikian,manajemen puncak harus memastikan bahwa tujuan-tujuan realistis telah
ditetapkan. Kemudian manajemen puncak dapat menunjukan keyakinan dalam menyusun
anggaran yang akan menginspirasikan prilaku bawahan yang diinginkan.
Kerja Sama dan Koordinasi
Implementasi anggaran yang berhasil membutuhkan kerja sama dari orang-orang dengan
beraneka ragam keterampilan dan bakat. Setiap dimensi dari rencana tersebut harus dijelaskan
dengan sangat hati-hati kepada mereka yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan guna
mengembangkan dalam diri mereka suatu persaan akan keterlibatan dan nilai penting mereka
sendiri dalam konteks anggaran keseluruhan. Hal ini juga memperlihatkan tugas-tugas yang saling
berhubungan yang menyusun seluruh aktivitas organisasi dan mengungkapkan peran yang
dimainkan oleh masing-masing subunit. Direktur perencanaan sebaiknya mempertimbangkan
sepenuhnya bahwa konflik yang muncul dalam kelompok dapat mengurangi kerja sama antarsubunit. Masalah-masalah ini harus ditangani segera setelah dideteksi guna menghindari
konsekuensi organisasional yang lebih serius. Direktur perencanaan sebaiknya juga menyadari
sikap dari orang-orang terhadap anggaran dan proses penyusunan anggaran. Jika anggaran tersebut
dianggap rendah oleh manajemen nonkeuangan,maka kecil kemungkinannya bahwa anggaran
tersebut akan diterima. Hal ini menimbulkan masalah yang besar yang potensial bagi kinerja
organisasi keseluruhan karena subunit organisasi kunci yang tidak bekerja sama dalam rencana
keseluruhanakan merusak koordinasi antar-departemen yang diharapkan.
Koordinasi adalah seni menggabungkan secara efektif seluruh sumber daya organisasi. Dari
sudut pandang keperilakuan,hal ini berarti menggabungkan bakat dan kekuatan dari setiap
partisipan organisasi dan membuatnya berjuang untuk mencapai tujuan yang sama. Untuk
melaksanakan ini,pelaksana harus berhasil mengomunikasikan bahwa bagaimana pekerjaan setiap
orang memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Lebih dari itu direktur
perencanaan sebaiknya mengidentifikasikan departemen mana yang bertanggung jawab untuk
aspek tertentu dan pekerjaan yang harus dilakukan,dimana individu-individu dalam departemen
tersebut bertanggung jawab, dan ke mana mereka dapat meminta tujuan.
J. Tahap Pengendalian dan Evaluasi Kinerja
Tujuan-tujuan yang dianggarkan jarang dicapai tanpa memantau kemajuan karyawan
secara kontinu terhadap pencapaian tujuan mereka. Dalam tahap pengendalian dan evaluasi
kinerja, kinerja aktual dibandingkan dengan standar yang dianggarkan guna menentukan bidangbidang permasalahan dalam organisasi tersebut dan menyarankan tindakan yang sesuai untuk
memperbaiki kinerja yang dibawah standar. Perbandingan antara biaya aktual dan biaya yang
dianggarkan juga akan mengindikasikan kinerja diatas anggaran.
Laporan-laporan kinerja
Untuk mempertahankan kendali atas biaya dan untuk menjaga agar karyawan termotivasi
kearah pencapaian sasaran,laporan kinerja sebaiknya disusun dan didistribusikan paling tidak
secara bulanan. Pentingnya komunikasi berkala atas hasil kinerja telah berulang kali ditunjukan
dalam studi-studi empiris. Penerbitan laporan kinerja yang tepat waktu memiliki dampak
mendorong pada moral karyawan. Kurangnya umpan balik kinerja,penundaan dalam umpan
balik,dan jarangnya atau sporadisnya umpan balik memiliki dampak yang menghilangkan moral
dan kinerja. Juga ditemukan bahwa umpan balik yang meningkat menghasilkan peningkatan dalam
akurasi tugas dan keyakinan serta hubungan baik yang tinggi. Kurangnya umpan balik disertai
dengan rendahnya keyakinan dan permusuhan. Kurangnya umpan balik kinerja mencegah orang
mengetahui tingkat pencapaian nyata dan dapat merugikan tingkat aspirasi mereka berikutnya.
“Tingkat aspirasi” adalah standar yang dikenakan sendiri yang dituju oleh orang tersebut. Tingkat
aspirasi adalah sasaran yang bahkan jika hampir dicapai mengarah pada perasaan berhasil yang
subyektif dan bila tidak,mengarah pada perasaan yang gagal secara subyektif. Pergeseran dalam
tingkat aspirasi dapat oleh perubahan dalam keyakinan karyawan mengenai kemampuannya untuk
mencapai sasaran kinrja. Hal tersebut telah dibuktikan secara empiris, misalnya, bahwa
keberhasilan di satu bidang biasanya mengarah pada tingkat aspirasi yang rendah di bidang-bidang
lain.
Kesimpulan
Pada bab ini terdapat beberapa pertanyaan yang harus dijawab. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut meliputi siapa yang akan memberikan input keputusan pada tahap perencanaan,
menyetujui
rencana
tersebut,
mengimplementasikan
anggaran,mengevaluasi
varians,dan
bertanggung jawab untuk mengoreksi inefisiensi. Jawabanya tergantung pada banyak variabel
yang mempengaruhi proses penyusunan anggaran. Struktur organisasi,budaya organisasi,gaya
kepemimpinan,tingkat partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan,jumlah slack yang
diperbolehkan,dan tingkat tekanan yang akan didorong oleh anggaran tersebur adalah beberapa
faktor yang akan mempengaruhi jawabannya.
Meskipun tidak ada jawaban definitif yang dapat diterapkan disemua organisasi,terdapat beberapa
aturan umum yang berlaku. Partisipasi angakatan kerja dalam pengambilan keputusan telah
ditunjukan meimiliki dampak psikologis positif terhadap angkatan kerja dan meningkatkan
kuantitatis maupun kulitas dari output pekerja.
Download