Uploaded by hayyuputriu

PAPER BU ERWIN

advertisement
PAPER
ILMU SOSIAL DAN PERILAKU KESEHATAN
“Analisis Pemberian Informasi Penggunaan Obat Menggunakan Teori
Lawrence Green ”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Sosial dan Perilaku Kesehatan
Disusun oleh:
KELOMPOK 5
1. Khrisna Agung C, S.Farm., Apt.
(172520102043)
2. Hayyu Putri Utami S.Tr.Keb.
(172520102054)
3. Frida Ayu Karisma S.ST.
(172520102055)
FAKULTAS PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2018
1. PENDAHULUAN
Dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical
care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang awalnya hanya berfokus
pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari
pasien. Konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut, maka seorang
farmasis dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan
perilakunya untuk dapat melakukan interaksi secara langsung dengan
pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melakukan pemberian
informasi dan monitoring penggunaan obat kepada pasien serta
mengetahui tujuan akhirnya, sesuai harapan dan terdokumentasi dengan
baik. Seorang farmasis harus memahami dan menyadari kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses
pelayanan.
Adanya pharmaceutical care, diharapkan dapat ikut membantu
tugas pokok farmasis dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Melakukan
pharmaceutical
care
masyarakat
adalah
upaya
untuk
meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya (UU
RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Konseling dan pelayanan
informasi obat merupakan hal yang penting dalam penyediaan informasi
oleh apoteker yang diperlukan pasien, ditambah dengan mengumpulkan
data pasien sebagai dasar untuk terapi obat dan membangun rencana
pelayanan kefarmasian.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada
pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah.
Penelitian yang melibatkan pasien yang berobat jalan menunjukkan
bahwa lebih dari 70% pasien tidak minum obat sesuai dengan dosis yang
seharusnya. Kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang
terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50%, sedangkan
di Negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah (Ade, 2011).
Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan pasien terhadap
pengetahuan obat padahal Informasi-informasi obat tersebut dapat
diperoleh oleh konsumen di apotek, di mana salah satu bentuk pelayanan
apotek yang wajib diberikan oleh tenaga farmasi adalah pelayanan
informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan
kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas
permintaan masyarakat
1.1 Akar Permasalahan
Rumah Sakit Citra Husada Jember memiliki target pengguna
pelayanan dengan ekonomi menengah kebawah, maka sebagian besar
pasien
merupakan
dari
perekonomian
menengah
kebawah
dan
pemahaman yang kurang. Pemberian pemahaman yang dilakukan
petugas kesehatan juga perlu maksimal. Salah satu permasalah yang ada
yaitu pemberian pemahaman penggunaan obat kepada pasien di instalasi
farmasi dan muncul berbagai permasalahan terkait farmasi yaitu:
1. Pengetahuan yang rendah membuat pemahaman masyarakat
kurang sehingga penggunaan obat secara berlebihan (overdosis)
2. Salah pemahaman penggunaan obat karena keterbatasan bahasa
daerah antara petugas dan pasien misal : bahasa madura
3. Kurang pemahaman penggunaan obat yang tidak layak atau
kadaluarsa karena masyarakat tidak mengetahui masa kadaluarsa
obat atau sayang untuk dibuang
4. Membeli
obat
bebas
yang
diresepkan
pada
pemeriksaan
sebelumnya dengan keluhan yang sama dengan dosis yang tidak
dianjurkan dokter (resep dokter)
5. Lupa waktu minum obat sehingga pasien meminum obat pada
waktu teringat saja
6. Penggunaan obat tidak mengikuti aturan waktu yang telah
ditetapkan, seperti menghentikan penggunaan obat karena merasa
sudah sembuh
1.2 Rumusan Masalah
Apakah
pemberian
informasi
penggunaan
obat
dapat
meningkatkan pemahaman pasien terhadap jenis obat, indikasi obat,
waktu penggunaan obat, frekuensi penggunaan obat, jumlah obat yang
dikonsumsi dan efek samping nya ?
2. PEMBAHASAN
2.1 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pengertian dan Tujuan Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi
obat merupakan suatu kegiatan untuk memberi pelayanan informasi obat
yang akurat dan objektif dalam hubungannya dengan perawatan pasien,
pelayanan informasi obat sangat penting dalam upaya menunjang budaya
pengelolaan dan penggunaan obat secara rasinal (Julianti dkk, 1996).
Sedangkan menurut Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit pelayanan
informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif,
terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang
memerlukan di rumah sakit.
Informasi yang dibutuhkan pasien yaitu:
1. Nama obat (merk dagang) dan kegunaannya
2. Cara penggunaan obat tersebut (obat luar atau obat dalam) beserta
aturan pemakaian meliputi dosis dan jadwal penggunaan obat.
3. Petunjuk khusus tentang cara penyediaan obat
4. Hal-hal yang mungkin timbul selam penggunaan obat
5. Pantangan – pantangan selama penggunaan obat
6. Cara penyimpanan obat yang benar
7. Tindakan yang harus segera diambil jika terjadi kesalahan dosis
8. Apa yang harus dilakukan bila persediaan obat masih banyak
9. namun sudah dirasakn sembuh
Sasaran informasi obat :
1. Pasien dan atau keluarga pasien.
2. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan,
asisten apoteker, rekam medis, ahli gizi dan lain-lain
3. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain
2.2 Komunikasi dalam Informasi obat
Informasi obat merupakan bagian dari suatu kegiatan konsultasi
dimana
pasien
dapat
memperoleh
informasi
mengenai
proses
pengobatannya. Brosur, etiket dari produsen obat merupakan suatu
komunikasi verbal yang sangat bermanfaat (Graham, 1995). Seringkali
komunikasi
menemui
hambatan,
sehingga
akan
mempengaruhi
keberhasilan suatu pengobatan. Kemungkinan penyebabnya antara lain
kesenjangan antara pemberi dan penerima informasi, baik dalam
penggunaan bahasa, cara penuturan ataupun cara pendekatan dan
informasi yang diberikan tidak diartikan secara benar atau tidak mengerti.
Faktor yang dirasakan cukup menghambat komunikasi adalah kondisi
masyarakat yang percaya berlebihan dalam mengkonsumsi obat dan
mudah dipengaruhi oleh promos obat. Penyediaan informasi yang benar,
obyektif dan lengkap akan mempengaruhi masalah ketidakrasionalan
penggunaan obat (Mulyono, 2002).
2.3 Kegiatan PIO
Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat
yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker
pelayanan informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak
menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat,
misalnya penerbitan bulletin, leaflet, brosur, seminar dan sebagainya.
Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat
memberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang
diterima. Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya
merupakan kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan
yang masuk dapat disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap
muka) atau tertulis (surat melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan
mengenai obat dapat bervariasi dari yang sederhana sampai yang bersifat
urgen dan kompleks yang membutuhkan penelusuran literatur serta
evaluasi secara seksama. Faktor-faktor komunikasi yang meliputi bahasa,
pendengaran atau tingkat intelektual merupakan faktor yang dapat
menghambat efektivitas komunikasi. Informasi yang perlu disampaikan
adalah sebagai berikut :
1) Status Obat
2) Khasiat keamanan obat
3) Efek samping obat
4) Alasan mengapa obat tidak dapat dipergunakan untuk semua penyakit
(Graham, 1995)
2.4 Teori Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi
manusia
dengan
lingkungannya
yang
terwujud
dalam
bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. perilaku merupakan respon/reaksi
seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari
dalam dirinya sendiri (Notoatmodjo, 2010).
Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap faktor
penentu yang dapat mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan, antara lain :
1. Teori ABC (Sulzer, Azaroff, Mayer : 1977 )
Menurut teori ini perilaku manusia merupakan sutu proses sekaligus hasil
interaksi antara Antecedent, Behavior, Consequences.
a. Antecedent : trigger, bisa alamiah ataupun man made
b. Behavior
: reaksi terhadap antecedent
c. Consequences : bisa positif( menerima), ataupun negatif ( menolak)
2. Teori “Reation Action” (FESBEIN &AJZEN :1980 )
Teori ini menekankan pentingnya “intention”/niat sebagai faktor penentu
perilaku.
Niat itu sendiri ditentukan oleh :
a. sikap
b. norma subjektif
c. pengendalian perilaku
3. Teori Lawrence Green (1980)
Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari
tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor
pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku
(non behavior causes).
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
a. Faktor predisposisi (predisposing
pengetahuan,
sikap,
factor), yang terwujud
kepercayaan,
keyakinan,
nilai-nilai
dalam
dan
sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau saranasarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril
dan sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
4. Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa
perilaku merupakan fungsi dari :
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau
perawatan kesehatannya (behavior itention).
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan (accesebility of information).
d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil
tindakan atau keputusan (personal autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
5. Teori WHO (1984)
WHO
menganalisis
bahwa
yang
menyebabkan
seseorang
berperilaku tertentu adalah :
a. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang
terhadap objek (objek kesehatan).
a) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain.
b) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau
nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan
dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain
yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakantindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan
tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan
mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak
diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya
pengalaman seseorang.
b. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting
untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk
dicontoh.
c. Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu,
tenaga dan sebagainya.
d. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of
life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini
terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat
ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia (Notoatmodjo,
2003).
2.5 Hubungan Pemberian Informasi penggunaan obat dengan teori
Lawrence Green
Green (1980) mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat
dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2
faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar
perilaku (non behavior causes). Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk
oleh Faktor predisposisi (predisposing factor), Faktor pendukung (enabling
factor), Faktor pendorong (reinforcing factor).
Pemberian informasi penggunaan obat di RS Citra Husada yang
dihubungkan dengan teori Lawrence Green
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor predisposisi dihubungkan dengan permasalah di RS Citra Husada
yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilainilai, dan sebagainya yaitu:
Kesalahan dalam pelayanan di instalasi farmasi di RS Citra
Husada tidak selalu karena petugas tidak menyampaikan pemahaman
penggunaan obat namun bisa karena tingat pendidikan yang berpengaruh
pada pemahaman pasien dalam memahami.
Contoh : Obat Suppositoria untuk dimasukkan dubur namun diartikan obat
dimakan dengan bubur
2. Faktro-faktor pendukung (enabling factors)
Faktor pemungkin/penghubug dihubungkan dengan permasalah di RS
Citra Husada yang terwujud dalam fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana,
alat-alat dan sebagainya yaitu:
Dengan adanya fasilitas dan tindakan dan petugas bagian farmasi
yang dapat membantu memahami pasien terhadap cara penggunaan obat
maka akan mengurangi permasalahan
Contoh : booklet atau brosur mengenai cara penggunaan obat, terdapat
label yang memiliki warna dan tulisan yang jelas pada produk obat
sehingga pasien tertarik untuk membaca.
3. Faktro-faktor pendorong (renforcing factors)
Faktor penguat dihubungkan dengan permasalah di RS Citra Husada
Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilakumasyarakat yaitu:
Terdapat beberapa faktor utama terjadinya perilaku, dalam
pemberian pemahaman dapat juga dari petugas farmasi tersebut
sehingga terjadi salah pemahaman.
Contoh : sikap petugas farmasi dalam memberikan pemahaman terkesan
acuh atau tidak ramah kepada pasien sehingga pasien malas untuk
bertanya lebih jelas tentang cara penggunaan obat.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Pelayanan informasi obat merupakan suatu kegiatan untuk
memberi informasi obat yang akurat dan objektif dalam dalam perawatan
pasien, pelayanan informasi obat sangat penting dalam upaya menunjang
budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasinal. Informasi obat
merupakan bagian dari suatu kegiatan konsultasi atau komunikasi dimana
pasien dapat memperoleh informasi mengenai proses pengobatannya.
Faktor penghambat komunikasi adalah kondisi masyarakat yang percaya
berlebihan dalam mengkonsumsi obat dan mudah dipengaruhi oleh
promosi obat. Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi
obat yang bersifat aktif atau pasif. Faktor-faktor komunikasi yang meliputi
bahasa, pendengaran atau tingkat intelektual merupakan faktor yang
dapat menghambat efektivitas komunikasi.
perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap
stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
3.2
Saran
a. Untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada pasien,
hendaknya
kita
selalu
menambah
wawasan
tentang
perkembangan dunia kesehatan dan obat-obatan. Selain itu,
petugas kesehatan yang bekerja dibagian pemberian obat dapat
memberikan informasi dengan jelas dan mudah dimengerti oleh
pasien.
b. Petugas kesehatan dapat berperan dalam upaya kesehatan
masyarakat, misalnya dengan melakukan penyuluhan, poster,
leaflet, dan KIE.
c. Untuk menjamin agar obat dapat digunakan secara benar oleh
pasien, maka diperlukan KIE pada saat penyerahan obat
minimal
mengenai
cara
penggunaannya,
khasiat,
lama
pemakaian obat, dan cara penyimpanan untuk obat. Dan pasien
disuruh mengulang KIE yang disampaikan petugas kesehatan.
Daftar pustaka
Nandra, M. Kep, 2015. Konsep Dan Teori Perilaku (https://tintahmerah.
wordpress.konsep-teori-perilaku.com)
Download