1 TEORI MEDIA KRITIS (MEDIA CRITICAL THEORY) Teori kritis dimulain dengan karya-karya Max Horkheimer, Theodore Adorno, Herbert Marcuse, dan banyak kolega mereka pada Frankrurt Institute for Social Research dalam tahun 1923. Kelompok ini semula dipengaruhi oleh prinsip-prinsip Marxis, meskipun mereka tidak pernah menjadi anggota paratai mana pun, dan karya mereka semata-mata ilmiah. Dengan bangkitnya National Socialism (Nazi) di jerman dalam tahun 30-an, Hampir semua anggota kelompok Frankrurt ini bermigrasi ke Amerika Serikat dan di sana mereka menaruh perhatian besar pada komunikasi massa dan media sebagai struktur penindasan dalam masyarakat kapitalistik, khususnya struktur di Amerika Serikat. Teori media kritis berasal dari aliran ilmu-ilmu kritis yang bersumber pada ilmu sosial Marxis. Beberapa tokoh yang mempeloporinya antara lain Karl Mark, Engels (pemikiran klasik), George Lukacs, Korsch, Gramschi, Guevara, Regis, Debay, T Adorno, Horkheimer, Marcuse, Habermas, Altrusser, Johan Galtung, Cardoso, Dos Santos, Paul Baran Samir Amin, Hamza Alavi (pemikiran modern). Ilmu ini juga disebut dengan emancipatory science (cabang ilmu sosial yang berjuang untuk mendobrak status quo dan membebaskan manusia, khususnya rakyat miskin dan kecil dari status quo dan struktur sistem yang menindas). Teori kritis berangkat dari cara melihat realitas dengan mengasumsikan bahwa selalu saja ada struktur sosial yang tidak adil. Bila berbicara ketidak adilan maka dalam perjalanan sejarah kita menemukan banyak tokoh pejuang ketidak adilan, Berkaitan dengan itu, saat kita bergerak memasuki abad ke-21, kita melihat kian mendesaknya visi baru yang menentang asumsi-asumsi berbagai teori yang mencoba mejelaskan lingkungan sosial dan budaya kita. Kita memasuki lingkungan budaya baru yang secara dramatis ditransformasikan oleh teknologi komunikasi dan media gelobal, sehinga kita memerlukan kajian komunikasi dan kebudayaan untuk menganalisis ekonomi politik industri komunikasi dan budaya global. Didalam struktur baru ini,bentuk-bentuk teknologi komunikasi yang baru telaah menciptaka suatu bentuk interalasidan integrasi global yang tidak perna terbayangkan sebelumnya oleh sejarah dunia. 2 Teori kritis melihat bahwa media tidak lepas kepentingan, terutama sarat kepentingan kaum pemilik modal, negara atau kelompok yang menindas lainnya. Dalam artian ini, media menjadi alat dominasi dan hegemoni masyarakat. Konsekuensi logisnya adalah realitas yang dihasilkan oleh media bersifat pada dirinya bias atau terdistorsi. Selanjutnya, teori kritis melihat bahwa media adalah pembentuk kesadaran. Representasi yang dilakukan oleh media dalam sebuah struktur masyarakat lebih dipahami sebagai media yang mampu memberikan konteks pengaruh kesadaran (manufactured consent). Dengan demikian, media menyediakan pengaruh untuk mereproduksi dan mendefinisikan status atau memapankan keabsahan struktur tertentu. Inilah sebabnya, media dalam kapasitasnya sebagai agen sosial sering mengandaikan juga praksis sosial dan politik. Pendefinisian dan reproduksi realitas yang dihasilkan oleh media massa tidak hanya dilihat sebagai akumulasi fakta atau realitas itu sendiri. Reproduksi realitas melalui media merupakan representasi tarik ulur ideologi atau sistem nilai yang mempunyai kepentingan yang berbeda satu sama lain. Dalam hal ini, media tidak hanya memainkan perannya hanya sekedar instrumen pasif yang tidak dinamis dalam proses rekonstruksi budaya tapi media massa tetap menjadi realitas sosial yang dinamis. Teori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk memahami bagaimana seseorang ditindas sehingga orang dapat mengambil tindakan untuk merubah kekuatan penindas. Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya dan komunikasi dalam perspektif yang luas dan beragam. Ia bertujuan untuk melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yang kita alami dan cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya kita, dan dunia. Saat ini teori kritis menjadi salah satu alat epistemologis yang dibutuhkan dalam studi humaniora. Hal ini didorong oleh kesadaran bahwa makna bukanlah sesuatu yang alamiah dan langsung. Bahasa bukanlah media transparan yang dapat menyampaikan ide-ide tanpa distorsi, sebaliknya ia adalah seperangkat kesepakatan yang berpengaruh dan menentukan jenis-jenis ide dan pengalaman manusia. 3 Teori kritis berusaha mengungkap dan memertanyakan asumsi dan praduga itu. Dalam usahanya, teori kritis menggunakan ide-ide dari bidang lain untuk memahami pola-pola dimana teks dan cara baca berinteraksi dengan dunia. Hal ini mendorong munculnya model pembacaan baru. Karenanya, salah satu ciri khas teori kritis adalah pembacaan kritis dari dari berbagai segi dan luas. Teori kritis adalah perangkat nalar yang, jika diposisikan dengan tepat dalam sejarah, mampu merubah dunia. Dengan kata lain, teori-teori kritis berusaha melakukan eksplanasi, namun eksplanasi dalam pengertian lain, yakni ekplanasi tentang adanya kondisi-kondisi yang dinilai palsu, semu, atau tidak benar (seperti “false class consciousness”). Tujuannya tak lain untuk pencerahan, emansipasi manusia, agar para pelaku sosial menyadari adanya pemaksaan tersembunyi, atau hegemoni. Teori kritis secara terbuka menekankan perlunya evaluasi dan kritik terhadap status quo. Teroi kritis membangun pertanyaan dan menyediakan alternatif jalan untuk menginterpretasikan hukum sosial media massa. Saat ini teori kritis digunakan untuk menjaga stabilitas informasi dari media, sehingga media tidak memihak dan netral dalam memberikan informasi sehingga tidak ada yang terkucilkan. Teori media kritis berhubungan dengan berbagai topik yang relevan, termasuk bahasa, struktur organisasi, hubungan interpersonal, dan media. Komunikasi itu sendiri menurut perspektif kritis merupakan suatu hasil dari tekanan (tension) antara kreativitas individu dalam memberi kerangka pada pesan dan kendala-kendala sosial terhadap kreativitas tersebut. Contohnya, seorang teoritikus berpendapat bahwa isi praktik produksi para praktisi media tidak hanya menyebabkan tetapi juga mengabadikan masalah. Thema pokok di dalam teori kritis adalah bahwa isi produksi juga ikut memperkuat status quo dan mengurangi usaha yang berguna bagi perubahan sosial yang konstruktif. Teori Spiral of Silence Teori ini petama kali dicetuskan oleh Elisabeth Noelle-Neumann Ia adalah ilmuwan politik Jerman. Neumann (1974) memperkenalkan spiral keheningansebagai upaya untuk menjelaskan di bagian bagaimana opini publik dibentuk. 4 Spiral of Silence adalah salah satu bagian dari teori komunikasi massa, yang secara bahasa arti dari “Spiral adalah lingkaran atau perputaran” dan “Silence bermaknakan diam atau sunyi”. sedang menurut ilmu komunikasi bahwa Spiral of Silence adalah salah satu dari teori komunikasi massa yang ketika seorang atau individu memiliki opini tentang berbagai isu, akan tetapi, ketakutan akan terisolasi menentukan apakah individu itu akan mengekspresikan opiniopininya secara terbuka atau tidak. Untuk meminimalkan kemungkinan terisolasi, individu-individu itu kemudian akan mencari dukungan bagi opini mereka dari lingkungannya, terutama dari media massa. Dengan demikian posisi yang tadinya minoritas bisa berkembang menjadi lebih mendekati mayoritas karena mereka sudah mendapat dukungan. Namun selama dukungan tidak diperoleh atau dianggap tidak memadai mereka akan tetap merasa sebagi minoritas dan akan terus memilih untuk mencari jalan aman dengan menyembunyikan opininya (menerima opini kelompok mayoritas). Spiral of silence merupakan fenomena yang melibatkan jalur komunikasi media dan pribadi. Media mengumumkan opini yang menonjol. Individu mengungkapkan opini mereka atau tidak bergantung pada sudut pandang yang dominant; media selanjutnya mengikuti opini yang diungkapkan dan spiral tersebut berlanjut. Teori spiral of silence dapat dianggap sebagai bagian dari tradisi sosiopsikologis karena penekanannya pada apa yang dilakukan oleh manusia dalam menanggapi situasi yang mereka hadapi, dan yang menarik dari teori spiral of silence ini adalah interaksi yang kompleks antara pernyataan individu, penggambaran media dan opini masyarakat. Namun, teori spiral of silence tidak berlaku bagi seluruh individu masyarakat, sebab teori tidak berpengaruh bagi orang-orang yang dikenal sebagai avant garde dan hard core. Yang dimaksud denganavant garde di sini ialah orang-orang yang merasa bahwa posisi mereka akan semakin kuat, sedangkan orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok hard core ialah mereka yang selalu menentang, apa pun konsekuensinya. Teori spiral of silence ini muncul karena individu pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi, dalam arti sendirian mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Oleh karenanya orang akan mengamati lingkungannya untuk 5 mempelajari pandangan-pandangan mana yang bertahan dan mendapatkan dukungan dan mana yang tidak dominan atau populer, maka ia cenderung kurang berani mengekspresikan disebabkan adanya ketakutan akan terisolasi tersebut. Teori Spiral of silence mengacu hanya pada satu prinsip, walaupun itu merupakan salah satu yang paling penting dari komunikasi massa. Dalam istilah umum teori Spiral of silence ini lebih memperhatikan pengaruh antara empat elemen yaitu: komunikasi massa; komunikasi interpersonal dan relasi sosial; ungkapan opini individu; dan persepsi individu yang ada di sekitar ’opini iklim’ mereka dalam lingkungan sosial. Inti dari teori ini berfokus pada apa yang terjadi ketika orang-orang menyatakan opininya mengenai topik yang telah didefinisikan oleh media bagi khalayak. Orang yang yakin bahwa mereka memiliki sudut pandang minoritas terhadap isu-isu publik akan menarik diri dan diam di belakang yang mana komunikasi mereka dibatasi. Orang enggan untuk mengekspresikan pandangan minoritas mereka, terutama karena takut dikucilkan. Sedangkan mereka yang memiliki sudut pandang mayoritas akan lebih terdorong untuk bersuara. Begitu juga bila kita analisa tentang kejadian jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, ia merupakan contoh kasus tentang kebenaran teori Spiral Of Silence di Indonesia. Selama Orde Baru, kita kletahui bahwa: pemerintahan Soeharto yang bertumpukan demokrasi Pancasila betul-betul demokratis, mekanisme kepemimpinan nasional lima tahunan adalah contoh dari demokrasi yang dimaksud, bahwa pers Indonesia bebas, dan rakyat bebas menyatakan pendapatnya, serta pembangunan ekonomi berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat dan lain sebagainya. Pendapat minoritas di luar itu praktis habis "dibunuh" dan mereka yang kokoh dengan pendapat minoritas pun akhirnya takut menyuarakannya; atau tidak lagi ada media yang berani menyuarakannya. Namun akhirnya sejarah berbalik, opini mayoritas berhasil dihancurkan, dan opini minoritas bangkit mengemuka dengan berani ke hadapan publik sehingga menjadi opini mayoritas. Keterbalikan opini minoritas sehingga menjadi opini mayoritas di atas dikarenakan oleh kelompok minoritas terus “bergerilya” pada kelompok mayoritas yang bisa diajak untuk berdialog. Sehingga diskusi-diskusi yang berkembang di tengah masyarakat 6 Indonesia saat itu adalah tentang “cacatnya” rezim pemerintahan Orde Baru, yang akhirnya bermuara pada gerakan reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa seIndonesia.