teori tentang sifat hakekat negara

advertisement
TEORI TENTANG
SIFAT HAKEKAT
NEGARA
Pokok Bahasan :
Beberapa Definisi
Tinjauan Historis, Sosiologis, dan Yuridis
Teori satu segi, teori dua segi, dan teori tiga
segi
Sifat-sifat khusus yang dimiliki negara
Unsur-unsur yang dimiliki negara
Beberapa Definisi
1.
2.
3.
George Jellinek
negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok
manusia yang telah berkediaman yang tertentu
R.M. Kranenburg
negara adalah suatu organisasi yang timbul karena
kehendak suatu golongan atau bangsanya sendiri
Logemann
negara ialah organisasi (ikatan kerja) kemasyarakatan
yang bertujuan mengatur dan memelihara masyarakat
tertentu dengan kewibawaannya
4.
5.
Bellefroid
negara adalah suatu masyarakat hukum yang secara
kekal menempati suatu daerah tertentu dan yang
diperlengkapi dengan kekuasaan tertinggi untuk
mengurus kepentingan umum
R.M. Mac Iver
negara adalah asosiasi (persekutuan) yang
menyelenggarakan penertiban di dalam suatu
masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan
suatu sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu
pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi
kekuasaan memaksa
6.
Max Weber
negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai
monopoli dalam penggunaan kekuasaan fisik secara
sah dalam suatu wilayah
7. Ludwig Gumplowicz
negara itu tidak lain daripada organisasi dari
kekuasaan golongan kecil atas golongan besar
8. Prof. Mr. Sunarko
negara ialah suatu jenis dari suatu organisasi
masyarakat yang mengandung tiga hakekat atau
kriteria, yaitu harus ada daerah, warga negara dan
kekuasaan tertentu.
Tinjauan Historis, Sosiologis, dan
Yuridis tentang negara
Tinjauan secara HISTORIS adalah tinjauan
dari perkembangan penggunaan istilah dan
dasar pemakaian istilah tersebut mengenai
apa yang kini disebut sebagai “negara”,
yakni sejak masa Yunani dan Romawi kuno,
masa abad menengah, masa permulaan
abad modern, hingga masa kini.

Masa Yunani Kuno : negara dikenal dengan
istilah Polis, yang kalau kita tinjau dari sudut
pandang sekarang artinya “suatu negara
kota”(city state) dengan segala sifat khususnya,
seperti misalnya demokrasi langsung. Dari sini
kemudian timbul pengertian politik dan ilmu
politik

Masa Romawi Kuno : negara dikenal dengan
istilah “empiri, Empirio, Empirium”, dengan
wilayah yang sudah sangat luas (country
state), dan penekanan pada segi
pemerintahan (empire). Negara menjadi
semacam milik suatu dinasti (wangsa,
keturunan). Hal ini terus berkembang hingga
jaman modern dengan istilah : Kerajaan,
Kekaisaran, Kesultanan, Kesunanan, dll

Masa Abad Menengah :Tinjauannya bersifat
keagamaan, sehingga negara disebut dengan
istilah “civitas”(masyarakat). Dalam hal ini oleh
Augustinus, negara dipisahkan antara yang
bersifat keagamaan/keilahian (civitas Dei) dan
negara yang bersifat keduniawian (civitas
terrena atau civitas diaboli), dengan
pandangannya yang bersifat teokratislangsung, Augustinus berpendirian bahwa
civitas terrena harus mendekati “civitas Dei”
yang diatur oleh hukum-hukum Tuhan. (teori ini
sering dikenal sebagai “Teori MatahariRembulan” yaitu bahwa Tuhan adalah
matahari yang sinar keilahiannya menerangi
Raja/negara sebagai Rembulan).

Dalam masa perkembangannya, dengan
munculnya faham untuk memisahkan soal
duniawi dengan soal keagamaan
(sekularisme), timbulk teori yang oleh Thomas
Aquino disebut “Teori Dua Pedang”( Zwei
Zwaaden Theori) yaitu :
Pedang Tuhan (Penguasa Keagamaan) dipegang
Gereja
Pedang Dunia (Penguasa Dunia) yang dipegang
Raja, dimana keduanya terpisah, berkedudukan
sama/sederajat
Sehingga dalam masyarakat dikenal tiga organisasi
masyarakat yaitu civitas Dei (keagamaan), Civitas
Terrena (Keduniawian) dan Civitas Academika
(Masyarakat Ilmiah)


Selanjutnya dikenal pula istilah “La Stato”
(staat, state) yang dikem,ukakan oleh
Machiavelli, yang mengandung maksud bahwa
negara itu sifat hakekatnya adalah suatu ikatan
tertentu atau status tertentu. Pemikiran ini terus
mengalami perkembangan terutama dengan
perkembangan teori hukum alam dimana
bernegara berarti suatu peralihan status dari
status alamiah ke status bernegara (dari status
naturalis ke status civilis)
Istilah lain kita jumpai dari perkembangan di
Jerman pada masa perang dunia I, yaitu istilah
‘Reich’ atau ‘Rijk’ yang timbul akibat adanya
teori Kedaulatan Negara. Istilah ini berasl dari
kata “Regn-Regnum” yang artinya memerintah,
lalu menjadi Regering. Dengan demikian
penekanan ada pada unsur Pemerintah, yang
kemudian menimbulkan percampuradukan
pengertian “state” (negara) dengan
Government (Pemerintah).
Tinjauan secara SOSIOLOGIS ialah
bertitik tolak dari keberadaan manusia
yang selalu bermasyarakat
(Aristoteles : Zoon Politicon, manusia
‘in concreto’) sehingga negara pada
hakekatnya adalah semacam
organisasi sosial yang ada dan
berdampingan dengan organisasi
lain. Negara merupakan suatu
kenyataan atau gejala sosial.
Pertanyaan dasarnya ialah
bagaimana bentuk pengelompokan
manusia sebelum adanya negara ?

Pengelompokan sederhana : negara
adalah kelanjutan dari masyarakat
keluarga -from the familiy to state (Mac
Iver). Negara adalah organisasi
masyarakat yang bertujuan untuk
mengatur dirinya sendiri. Yakni
mengatur kekuasaan. Jadi negara
hanyalah semata sebagai alat. Sehingga
sifat hakekat negara adalah sebagai :
Organisasi kekuasaan/kewibawaan,
Dwang Organisatie, Zwang ordnung,
coersive instrument.

Pengelompokan yang lebih komplek :
negara merupakan pengelompokan
manusia yang merasa dirinya senasib
dan punya tujuan sama. Tetapi
bagaimana mereka berkelompok ? Ada
beberapa pandangan :
Mac Dougall menggunakan kriteria :


Terjadi secara wajar dan alamiah -natural
Terjadi secara sengaja dan buatan -artivicial
(negara)
Ferdinand Tonnies mengelompokkan
manusia ke dalam :


Gemeninscaft/paguyuban misalnya keluargadinasti
Geselscaft /pamrih : organisasi– masyarakat--negara
Kranenburg menggunakan kriteria setempattidak setempat dan teratur-tidak teratur,
sehingga menghasilkan 4 model
pengelompokan :




Setempat-teratur misal sekolah, gereja, mesjid
Setempat-tidak teratur misal pasar
Tidak setempat-tidak teratur misal pembaca
koran
Tidak setempat-teratur misal negara
Untuk hal yang ke empat tidak setempattetapi teratur, misal karena merasa ada
bahaya bersama, membutuhkan kesadaran
nasional, jadi ada rasa bersatu yang erat
untuk menghadapi bahaya bersama.
Tinjauan sosiologis bersifat politis
dikemukan oleh Rudolf Smend yang
mengatakan bahwa tugas/fungsi negara
yang terpenting adalah untuk integrasi
(mempersatukan). Jadi hakekat negara ialah
sebagai faktor pengintegrasi, yang meliputi
persoonlijk (misal rakyat), zakelijk
(tanah/wilayah), dan functioneel(fungsi
memerintah dan diperintah). Oleh karena itu
negara ialah ikatan-ikatan keinginan dari
manusia agar dalam keadaan tetap (punya
status), begitu lepas keninginan itu negara
tidak ada.
Variasi pendangan bersifat sosiologis
karena beda penekanan :
Rudolf Smend menekankan pada
‘willen verhalthis’( keinginan bersama)
bukan ‘herrschafts verhalthis’
(kekuasaan/pemerintahan)
Kranenburg menekankan hakekat
negara sebagai ikatan orang-orang
yang satu bangsa (group verbanu,
volksgemeinscahft)
Herman Heller dan Logemann
menekankan pada kewibawaan (gezag)
yaitu kekuasaan tertinggi ada pada siapa
dan berlakunya untuk siapa. Sebab
kenyataan menunjukkan bahwa banyak
negara yang bukan merupakan suatu
bangsa. penekanan pada kewibawaan
berarti memandang negara itu sebagai
organisasi atau kesatuan untuk
memutuskan dan kesatuan untuk
bekerjasama. Sebagai kesatuan untuk
memutuskan, negara merupakan
organisasi kewibawaan.

Menurut max weber, ada 3 macam dasar kewibawaan :
Charismatisch gezag : kekuasaan yang bersandarkan sifat
gaib (magisch religieus, seperti pada nabi, wali,dsb)
Tradisioneel gezag : kewibawaan yang bersandar pada
tradisi, misal kewibawaan yang dimiliki para raja karena
keturunan
Rationeel gezag : kewibawaan karena dasar pertimbangan
rasional. Misal kewibawaan pada para tentara dan
birokrasi, karena hierarki dan disiplin serta adanya sanksi

Menurut Prof Logemann, ada 5 macam gezag
/kewibawaan :
Magisch-gezag (termasuk teocratisch gezag)
Dynastiek gezag : kewibawaan bersandar keturunan
Charismatisch gezag : kewibawaan karena kekuatan
pribadi seseorang
Kewibaan yang dilegitimasikan sebagai simbol perwakilan
(mitos politik pada abad 19 : kedaulatan rakyat dan
perwakilan )
Kewibawaan suatu elit : misal mitos abad 20, pasukan
pelopor, kaum proletar, fasisme, nasional-sosialisme.



Oppenheimer memandang negara sebagai
organisasi penaklukan wilayah yang satu
terhadap wilayah lain. Jadi sifat hakekat negara
adalah organisasi yang menaklukan kelompok
lain.
Leon Duguit menyatakan bahwa sifat hakekat
negara ialah organisasi dari orang-orang kuat
yang memaksakan kehendaknya terhadap
orang-orang yang lemah
Pandangan lain dari Johan Kaspar yang
melihat sifat hakekat negara sebagai organisasi
yang hidup (organis/de organische staatleer)
dan mempunyai kehidupan sendiri yang dalam
berbagai hal menunjukkan kemiripan dengan
organisme manusia serta dapat bertindak
seolah-olah seperti orang, bahkan mempunyai
kehendak sebagai orang, kehendak negara
dilakukan oleh organ negara (seperti parlemen,
presiden dll)
Johan kaspar menggambarkan negara sebagai
suatu pribadi moral dan spiritual yang dapat
dibandingkan dengan manusia. Yang seolah-olah
merupakan badannya organisasi konstiusionalnya
negara yang seperti manusia yang juga tunduk
pada hukum pertumbuhan, kemunduran, dan
akhirnya kematian. Yang dapat dipandang
sebagai nyawanya ialah semangat nasional dari
rakyatnya yang terjelma dalam bentuk bahasa
nasional dan adat kebiasaan serta pandangan
hidup rakyatnya.
Teori organisme ini sebenarnya sudah dirintis oleh
Plato, Aristoteles, Thomas Aquino, dan Alfarabi.
Kata Alfarabi : negara sebetulnya adalah suatu
tubuh yang hidup sebagai halnya tubuh manusia (
the state is the body politics as the body pysical)
Tinjauan YURIDIS tentang sifat hakekat negara dimulai
dengan bertitik tolak pada manusia ‘in abstracto’/
manusia di alam bebas terlepas dari masyarakat yang
hanya dikuasai oleh hukum alam. Manusia bebas
tersebut dengan rasionya ingin mengikatkan diri
sehingga mempunyai status tertentu, yaitu status
‘civilis’(status bernegara). Metodenya bersifat fiksi,
spekulatif, tak peduli apakah dalam kenyataannya ada,
sehingga juga a histori. Sifat teori ini logis-rasional, yakni
memberi tempat pada logika dan rasio manusia.
Pandangan yuridis ada 3 variasi :

Teori hak milik yang memandang negara sebagai obyek hukum (rechts
objekt)
negara sebagai objek hukum berarti negara sebagai obyek dari orangorang yang telah bisa bertindak. Teori ini dengan sendirinya
memandang negara sebagai suatu alat dari manusia dan dalam hal ini
manusia tertentu yang lebih tinggi daripada yang dijadikan objek
(negara). Teori ini dijumpai pada abad menengah, dimana negara
dianggap sebagai objek perjanjian dari para tuan tanah, raja-raja, dan
para panglima. Prosesnya : tuan-tuan tanah yang memiliki
wilayah/tanah luas tidak dapat sendiri menguasai tanahnya, lalu
mengangkat para panglima tentara dengan imbalan jasa tanah. Tanah
yang dimiliki panglima tambah luas lalu lama-lama menjadi negara,
karena pemilikan tanah-tanah itu menimbulkan hak-hak lain menurut
hukum, seperti hak atas orang-orang yang diam disitu, hak untuk
memungut pajak, hak untuk kerja paksa, dll. Sehingga raja, tuan tanah
dan para panglima kedudukannya lebih tinggi daripada negara

Teori Perjanjian, yang memandang negara sebagai
‘Rechtsverhaltnis’ yaitu negara sebagai hasil perjanjian dari
orang-orang tertentu dan kemudian orang-orang tertentu itu
membentuk bangunan yang disebut negara. Teori perjanjian ini
ada 2 macam, yaitu:
Perjanjian Perdata yang bersifat dualistis (bertemunya dua
kepentingan yang berbeda, misal kepentingan akan uang
dan kepentingan akan perlindungan)
Perjanjian Publik/perjanjian kemasyarakatan (social contract)
yang didasarkan atas persamaan kepentingan (gesamt-akt),
yakni kepentingan bernegara.
Jadi pada hakekatnya negara adalah produk suatu perjanjian
baik bersifat Perdata (dualistik) maupun bersifat Publik
(gesamt-akt).

Pandangan mengenai negara sebagai subjek hukum
(rechtssubjekt), yakni negara bertindak sebagai
pembentuk hukum, sebagai ‘rechtspersoon’, sebagai
badan hukum, sebagai penjelmaan tata hukum nasional
(kelsen), sebagai organisasi kekuasaan atau jabatan
yang dapat memaksakan kehendaknya berupa hukum.
Dari pandangan ini sangat terkenal ialah “reine
rechtslehre” Hans kelsen. Menurut kelsen negara pada
hakekatnya adalah suatu ketertiban norma-norma
hukum, suatu ‘normen ordnung’, karena tersusun dari
norma-norma hukum yang mengikat, maka sebagai
konsekuensi logis negara punya kekuasaan. akibatnya
negara kedudukannya lebih tinggi daripada rakyat.
dalam pandangan yang ‘norm logisch’ ini yaitu yang
memandang negara sebagai suatu sistem hukum
semata, ketertiban negara tidak lain adalah merupakan
ketertiban hukum. Dengan demikian negara dan hukum
dianggap identik, sedangkan organ negara adalah identik
dengan organ hukum. Negara merupakan personifikasi
dari hukum.
Stufen Theorie
Hans kelsen (general Theoriy of law and state, 1945)
mengemukakan teori yang sangat terkenal tentang hirarki normanorma hukum (stufen theorie) yang berbentuk kerucut/stupa.
Kelsen mengemukakan dua lapis norma hukum, sedangkan
muridnya Hans nawiasky mengemukakan tiga lapis norma hukum.
Yaitu :



Lapis pertama norma hukum menurut kelsen maupun nawiasky ialah
apa yang disebut ‘Grundnorm’ yaitu norma dasar yang tertinggi yang
bersifat presupposed dan tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dasar
berlakunya, tidak perlu diperdebatkan lagi, karena merupakan sesuatu
yang fiktif, hipotetis, aksioma. Pencerminannya di Indonesia ialah
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 (yang bersifat Filosofis)
Kalau kelsen langsung menuju ke lapis norma-norma hukum yang
bertingkat-tingat, nawiasky mengemukakan lapis kedua setelah
‘grundnorm’ ialah staatsgrundgesetze (aturan dasar negara),
pencerminan di Indobnesia ialah batang tubuh UUD 1945, ini masih
aturan dasar yang pokok bagi negara sebagai penjabaran dari
Grundnorm
Lapis ketiga ialah yang oleh kelsen disebut norm (biasa) atau oleh
nawiasky disebut formelle Gestze, berupa peraturan perundangan,
misal di Indonesia UU dan perpu, PP, Kepres, dsb.
Teori satu segi
Teori satu segi tentang hakekat negara
maksudnya bahwa pandangan-pandangan teoritik
tentang hakekat negara baik yang bersifat
sosiologis, maupun yang bersifat yuridis
menunjukkan bahwa pandangannya tentang
hakekat negara hanya terhadap satu aspek/segi
saja. Yaitu kalau tidak pada hakekat negara dalam
sosoknya sebagai suatu kenyataan sosial atau
institusi sosial, atau pada hakekatnya negara
sebagai suatu bangunan/bentukan hukum, suatu
institusi hukum. Pandangan yang demkian di
sebut “Eine-seiten-theorie” tentang hakekat
negara, yang tentunya belum dapat memberikan
gambaran sesungguhnya tentang negara secara
lebih utuh. Sehingga mendorong lahirnya teori dua
segi
teori dua segi
Teori dua segi dikemukan oleh Jellinek yang membagi
ilmu negara umum dalam dua aspek yakni ilmu negara
sosiologis dan ilmu hukum negara atau ilmu negara
yuridis.

Negara dalam pengertian sosiologis ialah kesatuan ikatan yang
hidup bersama dan kerjasama, yang dilengkapi dengan
kekuasaan memerintah yang asli, pada suatu wilayah tertentu,
maka pengertian negara sosiologis mengandung empat unsur :
Wilayah negara
Bangsa negara
Kewibawaan
Konstitusi negara

Negara dalam makna yuridis ialah badan wilayah yang
dilengkapi dengan kekuasaan untuk mengatur diri sendiri.
Lebih jelas lagi menurut Jellinek, hakekat negara
sosiologis ialah negara sebagai ‘soziales factum’,
yaitu negara dipandang dari luar yang menampak
sebagai suatu ‘ganzneiy’ (kebulatan/totalitas) dari
suatu bentuk kehidupan sosial.
Sedangkan negara secara yuridis ialah
pandangan terhadap negara dari dalam yang
menampak sebagai suatu struktur atau organisasi
yang terdiri dari lembaga-lembaga kenegaraan
yang adanya karena penetapan didalam
ketentuan hukum tertentu dan melaksanakan
tugasnya berdasarkan ketentuan hukum pula.
Atas jasanya dalam mengemukakan hakekat
negara secara lebih lengkap, baik dalam sosok
sebagai kenyataan sosial maupun sebagai
bentukan hukum, Jellinek digelari sebagai bapak
Ilmu Negara.
teori tiga segi
Pelopor teori ini adalah Han nawiasky
yang mengemukakan hakekat negara
dilihat dalam tiga segi, yakni :



Negara sebagai idea
Negara sebagai gejala sosial
Negara sebagai gejala/ pengertian hukum
Negara sebagai idea/gagasan, dirangkum sebagai
persekutuan sosial yang membulat/organisasi,
yang berdaulat, mengatasi perhubungan pribadi
individual, dari tingkat yang tertinggi dengan
tujuan duniawi yang mencakup (terakhir). Jadi
sebagai suatu gagasan negara itu harus bersifat
menyeluruh atau mengatasi individu dan
kolektifitas yang lain. Yang pertama ialah gagasan
bernegara dulu, setelah itu baru aspek sosiologis
dan yuridis.
Negara senagai gejala sosial, dapat diringkas
dalam rumusan sebagai suatu institusi sosial
untuk mewujudkan gagasan negara (modalita)
dalam realita.
Negara sebagai pengertian hukum ialah
pengertian yang menyeluruh dari organisasi yang
merupakan suatu ikatan duniawi yang memangku
jabatan pengaturan hukum yang tertinggi. Ini
menuntut perhubungan antara warga-warganya
diperkuat dengan sanksi.
Sifat-sifat khusus yang dimiliki
negara
Prof. Miriam Budiarjo mengemukakan tiga sifat
karakteristik negara, yaitu :



Sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan untuk
memakai kekerasan fisik secara legal, misalnya
menggunakan sarana polisi, tentara, dll agar peraturan
perundangan ditaati, sehingga ketertiban masyarakat
tercapai dan anarki dapat dicegah.
Sifat monopoli, dalam arti negara sendirilah yang
mempunyai hak tunggal untuk menetapkan tujuan-tujuan
bersama dalam masyarakat, menetapkan asas/ideologi
negara, dll
Sifat mencakup semua, dalam arti kekuasaan negara
itu meliputi dan mengatasi semua kekuasaan organisasi
atau entitas lainnya yang ada di masyarakat
Unsur-unsur yang dimiliki negara
Prof. Nasrun mengatakan bahwa negara adalah
organisasi kemasyarakatan yang khusus dan
tertinggi, dimana kekhususan dan ketinggiannya
terletak pada unsur-unsurnya yang hanya dimiliki
negara, dan tidak dimiliki oleh organisasi yang
lain.
Unsur negara di bedakan antara unsur yang
bersifat konstitutif yaitu unsur pembentuk, yang
merupakan syarat mutlak yang bersifat primer
untuk adanya negara, dan unsur yang bersifat
deklaratif, yang merupakan syarat yang bersifat
sekunder (fakultatif)
Unsur yang bersifat konstitutif ialah :



Unsur wilayah negara (darat, laut. Udara);
Unsur bangsa (rakyat);
Unsur pemerintah yang berdaulat (baik ke dalam
maupun ke luar)
Sedangkan Unsur yang bersifat deklaratif ialah berupa
adanya pengakuan negara lain. Ini merupakan unsur
tambahan agar suatu negara dapat diterima
dilingkungan pergaulan internasional. Unsur ini tidak
harus ada untuk negara bisa eksis.
Tetapi dipandang dari sudut hukum internasional,
masalah pengakuan termasuk unsur mutlak. Seperti
tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo tahun
1933 yang menegaskan bahwa negara sebagai persona
internasional harus memiliki kemampuan
menyelenggarakan perhubungan-perhubungan dengan
negara lain.
Download