REFLEKSI DAN RELEVANSI PEMIKIRAN FILSAFAT HUKUM BAGI PENGEMBANGAN ILMU HUKUM Oleh : A. Suharto Dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan [email protected] ABSTRAK Pemikiran Filsafat hukum memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan ilmu hukum. Filsafat hukum memberikan nilai-nilai yang sangat dibutuhkan bagi ilmu hukum yang menjadi sumber rujukan penting guna mengungkap segala makna terkait pokok bahasan dalam ilmu hukum. Ilmu hukum tidak identik dengan hukum, ilmu hukum tidak bisa melihat wujud hukum, karena hukum tidak tampak, sebagaimana gedung pengadilan, aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat). Kaidah hukum diluar pandangan ilmu hukum, karena kaidah hukum mengisaratkan apa yang seharusnya, bukan apa yang senyatanya (das sein). Pertanyaan-pertanyaan filsafat hukum seringkali tidak bisa dijawab dengan memuaskan oleh ilmu hukum, karena sifatnya yang spekulatif dan radikal. Misalnya pertanyaan apakah hukum itu? Apakah hakikat hukum? Apa dasar kekuatan mengikat dari hukum ? Mengapa orang patuh pada hukum dan masih banyak pertanyaan filksafat hukum lainnya. Disinilah fungsi dan peran filsafat hukum yang meletakkan dasar kajiannya pada aspek keadilan untuk mengurai, menjelaskan lebih jauh lagi segala hal yang tidak bisa dijawab dengan sempurna oleh ilmu hukum. Kata Kunci : Pemikiran Filsafat hukum bagi Pengembangan Ilmu hukum Pendahuluan Filsafat hukum seperti halnya filsafat politik, filsafat ekonomi, filsafat Pancasila, filsafat ilmu, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari filsafat pada umumnya. Dilihat dari kelahirannya merupakan bagian dari filsafat etika atau moral. Filsafat etika menitikberatkan kajiannya pada perilaku manusia. Filsafat 69 hukum dengan obyek hukum, selalu memfokuskan dan mendasarkan pijakannya pada aspek keadilan. Filsafat hukum merupakan meta-meta teori dari ilmu hukum, dengan posisinya yang demikian, maka segala pokok bahasan ilmu hukum berada dalam naungan filsafat hukum, sampai pada pertanyaan-pertanyaan pokok dan mendalam (radikal) di luar batas kemampuan ilmu hukum untuk menjawabnya ( karena jawaban ilmu hukum, tidak mencakup keseluruhan makna, sebagaimana jawaban yang diberikan oleh filsafat hukum, yang syarat dengan makna dan nilainilai). Salah satu pertanyaan mendasar yang sudah ratusan tahun sebagaimana disampaikan oleh Jerome Frank, adalah ”.Kita telah banyak membicarakan tentang hukum. Namun apakah hukum itu? Definisi lengkap hukum mustahil dilakukan . . .”5 Hal ini bisa dimengerti karena hukum begitu luas ruang lingkupnya, sehingga mustahil apabila dirumuskan dalam beberapa kalimat dari sebuah definisi.6 Filsafat hukum adalah induk dari semua disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas masalah-masalah yang paling fundamental yang timbul dalam hukum, juga saking fundamentalnya sehingga bagi manusia tidak terpecahkan, karena masalahnya melampaui kemampuan berpikir manusia. Filsafat hukum 5 Jerome Frank, Maret 2013 Hukum dan Pemikiran Modern, Bandung, Cendekia. 1 hlm. 5 Untuk membuat definisi hukum, maka kita harus memahami tentang definisi. Definisi itu sifatnya harus jelas, singkat, padat, dan mudah dipahami. Dengan karakter definisi seperti itu, maka hukum yang ruang lingkupnya sangat luas, maka mustahil kalau tidak dibuat sebagai sebuah uraian yang panjang. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Imanual Kan (noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von recht) yang artinya tidak ada seorang ahli hukumpun yang mampu membuat definisi hukum yang bisa memuaskan semua pihak (sempurna). Hal ini dilakukan oleh Imanuel Kant melalui pertimbangan yang mendalam. Penulis lainnya seperti van apel dorn, juga tidak membuat definisi tentang hukum. Apel Dorn hanya membuat uraian tentang hukum karena menyadari tidak sempurnanya definisi tentang hukum. Namun bagaimana bila seorang pemula yang mau belajar tentang hukum, bila tidak ada pedoman definisi tentang hukum? Tentu saja akan menyulitkan pemula hukum. Untuk itu penulis sepakat adanya definsisi tentang hukum sebagai pedoman bagi orang yang baru belajar tentang hukum (sebagai pedoman). 6 70 akan melupakan kegiatan yang tidak pernah berakhir,karena mencoba memberikan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan abadi. Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang terhadapnya hanya dapat diberikan jawaban yang menimbulkan pertanyaan baru.7 Dengan karakter pertanyaan filsafat hukum yang kritis dan spekulatif maka pertanyaan tersebut menukik menembus sampai hakekat hukum. Dimana pertanyaan–pertanyaan tersebut tidak bisa dipecahkan dan tidak mungkin ditemukan jawabannya dalam ilmu hukum yang berobyekkan hukum positip. Sedangkan filsafat hukum dikarenakan sifatnya yang spekulatif dan kritis tersebut, akan mampu menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu hukum. Sementara, ilmu hukum dapat dipahami sebagai penerapan konsepkonsep keilmuan dalam memahami dan menerangkan hukum. Dalam rangka mencapai usaha ini ada kemungkinan bahwa konsep-konsep keilmuan yang berasal dari ilmu alam diterapkan kedalamnya. Dalam keadaan seperti itu sudah tentu obyek dari ilmu hukum harus dapat diserap oleh panca indera manusia. Dalam wujud seperti itu, hukum dipandang sebagai sebagai gejala sosial. Dari segi ontologism, penyamaan hukum sebagai gejala social cenderung melihat hukum hanya sebagai hubungan sosial, tidak melihat hukum yang ada dalam hati nurani manusia yakni keadilan dan yang tercermin dalam kaiah-kaidah. Dari segi epistemologis , pandangan seperti itu 77 menempatkan ilmu hukum menjadi Otje Salman dan Anton F Susanto, 2005, Teori HUkum (Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali), Bandung, PT. Refika Aditama, hlm. 64 71 induktivisme naïf. Usaha ilmu hukum menjadi penghimpun fakta sebanyakbanyaknya dan hanya sekedar untuk menguatkan bukti-bukti observasi.8 Adalah Mazhab sejarah dengan tokoh utamanya FK Von Savigny yang mencoba melihat hukum dalam konteks sosial, dimana mashab sejarah menempatkan hukum sebagai gejala sosial, dan dengan demikian ada konsekwensi logis terhadap hukum itu sendiri, misalnya dalam mencari kebenaran dengan menggunakan metode ilmu sosial. inti ajaran mashab sejarah adalah “das recht wird nich gemach est is wird mird dem volk” (hukum itu tidak di buat tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat). Ilmu hukum sebagai ilmu bertugas mencari kebenaran, namun demikian ilmu hukum tidak bisa secara serampangan begitu saja disamakan dengan hukum, karena hukum sebagai sarana yang bertugas mencari keadilan (justice). Dengan ilmu hukum sebagai pencari kebenaran maka diharapkan bisa melengkapi hukum positif yang ada. Sedangkan pemikiran filsafat hukum melengkapi ilmu hukum dalam mengantarkan para pencari kebenaran untuk menemukan hakekat hukum sesungguhnya (keadilan). Sehubungan dengan hal tersebut, pemikiran fisafat hukum sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu hukum, sehingga perlu kiranya memahami refleksi dan relevansi pemikiran filsafat hukum bagi pengembangan ilmu hukum. Hubungan Filsafat Hukum dengan Ilmu Hukum Keterkaitan filsafat hukum dan ilmu hukum dengan hukum ialah fisafat hukum dan ilmu hukum dapat menjadi salah satu sumber hukum (communis opinion doctorum). Memang tidak semua hasil filsafat hukum dan ilmu hukum 8 Sugijanto Darmadi.1998.Kedudukan Ilmu Hukum dalam Ilmu dan Filsafat. Badung : CV. Mandar Maju hlm. 10 72 dapat menjadi sumber hukum. Hanya hasil filsafat hukum dan ilmu hukum yang hampir diakui oleh semua sarjana hukumlah yang dapat menjadi sumber hukum9 Peranan Filsafat hukum dan ilmu hukum sebagai sumber hukum sudah terasa sejak dahulu kala. Di zaman Yunani, hukum dipatuhi terutama karena hukum itu merupakan tradisi yang diajarkan oleh orang-orang yang bijaksana. Sedangkan di zaman romawi, Cicero menyebutkan tujuh bentuk hukum, tiga tidak ditemukan lagi dan diantara sisanya yang empat terdapat”wewenang para ahli hukum.10 Pada suatu ketika orang-orang mulai berpikir mempelajarai hukun secara lebih metodis dan sistematis. Inilah awal mula ilmu hukum. Berpikir secara metodis berarti menggunakan metode dengan tepat, sesuai dengan obyek yang dipikirkan. Berpikir secara sistematis berarti memisahkan dan menggabungkan pengertian-pengertian, sesuai dengan tempat pengertian-pengertian tersebut dalam suatu system rasional. Maka keilmuan berpikir nyata dalam kedua sifat berpikir tersebut, yakni metodis dan sistematis.11 Keterkaitan filsafat hukum dan ilmu hukum terlihat dari pengaruh dimensi-dimensi hukum dan sifat-sifatnya. Dimensi nilai atau gagasan hukum menjadi wewenang filsafat hukum, dimensi perilaku menjadi wewenang ilmu hukum dan dimensi kaidah menjadi wewenang teknik hukum. Hasil-hasil penelitian ilmu hukum adalah bahan bagi filsafat hukum. Filsafat hukum mengintegrasikan hasil penelitian ilmu hukum mengkaitkannya dengan keseluruhan yang ada dan menempatkannya dalam pemahaman manusiawi secara 9 Ibid., hal. 22 Roecoe Pound.1982. Pengantar Filsafat Hukum. Jakarta : Bhratara.hlm 5 11 Theo Huijbers, 1995. Filsafat Hukum.yogyakarta : Kanisius.hal.17 10 73 intens dan mengaplikasikannya pada kebutuhan manusia yang paling dasar akan suatu keadilan. Hasil penelitian ilmu hukum sebagai ilmu bersifat fragmentaris yakni hanya meneliti sebagian saja dari kenyataan. Sebab itu fungsi dari filsafat hukum ialah menempatkan hasil-hasil penelitian ilmu hukum yang fragmentaris itu dalam keseluruhan atau dalam kesemestaan. Filsafat hukum mengonstruksikan hal-hal yang tak terjangkau dan tak teraba oleh ilmu hukum, yakni segi badaniah dari hukum. Lebih jelasnya filsafat hukum menempatkan hasil-hasil ilmu hukum secara konsisten, komprehensif, koheren dan introspektif. Namun demikian, filsafat hukum tidak semata-mata mengkaji nilai yang berguna bagi ilmu hukum, tetapi filsafat hukum berfungsi untuk mengatur hasil-hasil ilmu hukum secara konsisten, komprehensif, koheren dan introspektif. Jadi fungsi filsafat hukum tidak semata-mata memberi masukan bagi imu hukum, tetapi juga berfungsi untuk mengolah hasil-hasil ilmu hukum Ilmu hukum cenderung untuk dimasukkan sebagai salah satu bidang ilmu sosial. Kecenderungan ini tentu menimbulkan konsekwensi bagi ilmu hukum itu sendiri. Kecenderungan itu lahir dari timbulnya pandangan yang mendekatkan atau secara ektrimnya menyamakan hukum sebagai suatu gejala social. Hal ini dimunculkan sejak Friedrich Karl Von Savigny, tokoh dalam aliran filsafat hukum (mazhab sejarah hukum). 12 Dalam konteks sistem hukum, ilmu hukum dibicarakan sebagai penjabaran, pengujian, dan pengembangan teori-teori hukum yang berasal dari komponen filsafat hukum. Tujuan berkaitan erat dengan dari penjabaran dan pengembangan dimensi-dimensi utama ilmu hukum, yaitu itu dimensi ontology, epistemology, dan dimensi aksiologisnya. Dalam kaitannya dengan 12 Op.cit. hal. 70 74 dimensi terakhirnya, ilmu hukum dipandang sebagai satu kesatuan dengan pendidikan hukum. Fungsi utamanya adalah sebagai media penghubung antara dunia rasional (sollen) dengan dunia empiris (sein).13 “ . . . bahwa mazhab hukum atau aliran pemikisaran hukum sangat berpengaruh terhadap pemaknaan apa hukum itu . . .”14 Ilmu hukum merupakan pengetahuan yang berusaha mengkaji hukum positip dengan sebenar-benarnya, sedangkan filsafat hukum merupakan ilmu pengetahuan mengenai hakekat hukum sebagaimana halnya dasar kekuatan mengikat dari hukum atau dengan kata lain atas dasar apa hukum mempunyai kekuatan mengikat. Untuk lebih jelasnya relevansi filsafat hukum bagi pengembangan ilmu hukum akan lebih lengkap bila kita melihat aliran-aliran dalam filsafat hukum. BERBAGAI ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM 1. Aliran Hukum Alam Apabila orang mengikuti sejarah hukum alam maka ia sedang mengikuti sejarah ummat manusia yang berjuang untuk menemukan keadilan yang mutlak di dunia ini serta kegagalan-kegagalannya.epanjang waktu yang membentang ribuan tahun lamanya juga sampai kepada masa sekarang ini, ide tentang hukum alam ini selalu saja muncul sebagai maivestasi dari usaha manusia yang demikian itu, yaitu yang merindukan adanya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Pada suatu ketika ide tentang hukum alam muncul dngan kuatnya, pada saat yang lain 13 Lili Rasjidi dan IB Wyasa Putra. 2003,.Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung :CV. Mandar Maju. hal. 160 14 Satjipto Rahardjo,2007,Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Buku kompas, hlm. 170 75 lagi ia diabaikan, tetapi bagaimanapun ia tidak pernah mati15 Kebangkitan hukum alam yang ebih sejati dapat ditemukan dalam teoriteori modern yang berlainan dalam memahami hukum alam sebagai suatu cita yang revolusioner, sehingga merupakan kekuatan langsung dalam perkembangan hukum positif16 Yang dimaksudkan dengan hukum alam menurut ajaran ini adalah hukum yang berlaku universal dan abadi. Menilik sumbernya, hukum alam ini ada yang bersumber dari Tuhan (irasional) dan yang bersumber dari akal (rasio) manusia. Pemikiran hukum alam yang berasal dari Tuhan dikembangkan misalnya dan terutama oleh para pemikir skolastik pada abad pertengahan seperti Thomas Aquino, gratianus dan lain-lain. Sedang para pendasar dari ajaran hukum alam yang bersumber dari para pendasar dari ajatan hukum alam yang bersumber dari akal manusia ialah, misalnya Hugo de Groot, Immanuel Kant, Hegel, dan Rudolf Stamler. “Hukum alam sebagai substansi berisikan norma-norma. Peraturanperaturan dapat diciptakan dari asas-asas yang mutlak lazim dikenal sebagai peraturan hak-hak asasi manusia. Ciri hukum alam seperti ini merupakan cirri dari abad ke-17 dan ke-18 dan untuk abad berikutnya digantikan dengan positivism hukum”17 15 Satjipto Rahardjo.2000. Ilmu Hukum. Bandung : Pt. Citra Aditya Bakti, hal. 260 16 W Friedmann, 1990. Teori dan Filsafat Hukum (Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum).Jakarta : Rajawali Pers. Hlm. 110 17 Lili Rasjidi dan Thania Rasjidi. 2002.Pengantar Filsafat Hukum. Bandung :Mandar Maju.hal. 55 76 2. Aliran Positivisme Hukum Apabila aliran hukum alam menganggap penting hubungan antara hukum dan moral, aliran hukum positif justru menganggap bahwa kedua hal tersebut merupakan dua hal yang harus dipisahkan. Dalam aliran ini dikenal dua macam sub aliran yang terkenal, yaitu : a. Aliran hukum positif yang analitis pendasarnya John Austin b. Aliran hukum positif yang murni, dipelopori oleh Hans Kelsen. 1). Aliran hukum positif yang analitis mengartikan hukum itu seagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa, yaitu suatu perintah dari mereka yang memegang kekuasan tertinggi atau yang memegang kedaulatan. Hukum dianggap sebagai suatu sitem yang logis, tetap dan bersifat tertutup.Hukum secara tegas dipisahkan dari moral,jadi dari hal yang berkaitan dengan ekadilan, dan tidak didasarkan atas pertimbangan atau penilaian baik buruk. 2). Aliran hukum positif yang murni Selain ajaran hukum murni (hans kelsen) sesuangguhnya terdapat satu lagi teori yang perlu dikemukakan dari Hans Kelsen, yaitu Stufenbau des recht yang berasal dari muridnya, adolf merkl. Latar belakng hukum murni ini sesungguhnya merupakan suatu pemberontakan yang ditujukan terhadap ilmu hukum yang ideologis, yaitu yang hanya 77 mengembangkan hukum itu sebagai alat pemerintaan dalam Negaranegara totaliter. Dikatakan Murni karena hukum itu harus dibersihkan dari anasiranasir yang tidak yuridis, seperti anasir etis, sosiologis, politis dan sejarah. Hukum itu adalah sebagaimana adanya yaitu terdapat dalam berbagai peraturan yang ada. Karenanya yang dipersoalkan bukanlah bagaimana hukum itu seharusnya, melainkan apa hukumnya. Menurut Hans Kelsen sendiri, ajarannya Reine Rechtslehre merupakan satu ajaran umum tentang Rechtslehre)18Dari dasar tersebut diatas dikatakan hukum (algemeine pula bahwa ilmu hukum adalah normative. Ini berarti bahawa menurut pendapat Hans Kelsen, hukum itu berada dalam dunia sollen, dan bukan dalam dunia sein. Sifatnya adalah hipotesis, lahir karena kemauan dan akal manusia. 3. Aliran Utilitarianisme Tokoh utama dari aliran ini adalah Jeremy Bentham, John Stuart Mill, dan Rudolf Von Jhering. Bentham menerapkan salah satu prinsip dari aliran utilitarianism dalam lingkungan lingkungan hukum, yaitu manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia tergantung kepada apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak. 18 Soetikno, 2008.Filsafat Hukum. Jakarta : PT. Pradnya Paramita, hlm. 59 78 Bentham selanjutnya berpendapat bahwa pembentuk undang-undang hendaknya dapat melahirkan keadilan undang-undang yang dapat mencerminkan bagi semua individu. Dengan berpegang pada prinsip tersebut, perundangan itu hendaknya dapat memberikan kebahagiaan yang terbesar bagi sebagian besar masyarakat (the greates happiness for the greatest number).19 4. Mazhab Sejarah Lahirnya mazhab ini, karena reaksi yang langsung terhadap suatu pendapat yang diketengahkan oleh Thibaut dalam pamletnya “uber die notwendigkeit eines allgemeinen burgelichen rechts fur deutshland”. adanya kodifikasi Keperluan akan hukum pedata bagi Jerman. Ahli hukum perdata ini menhendaki agar di Jerman diperlakukan kodifikasi perdata atas adasar hukum Perancis. Mazhab historis lahir pada awal abad XIX, yakni pada tahun 1814, dengan diterbitkannya suatu karangan dari F von Savigny, yang berjudul “ Vom beruf unserer zeit fur gezetgebung und rechtswissenchaft (tentang seruan zaman kini akan undang-undang dan ilmu hukum) Dalam karangan ini vin Savigny membentangkan program hukum historis20 Inti ajarannya “das rechts wird nicht gemacht, est ist und wit mit dem volkke. Artinya hukum itu tidak dibuat tapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. 19 20 Lil Rasjidi dan thania Rasjidi. Op.Cit. hal.61 Theo Huijbers.1982. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta : Kanisius. Hlm. 118 79 5. Aliran Sosiological Jurisprudence Aliran ini dapat dikatakan sebagai salah satu aliran dari berbagai-bagai pendekatan. Aliran ini tumbuh dan berkembang di Amerika. Dipelopori oleh Roscoe Pound. Aliran ini tergolong aliran-aliran sosiologis d bidang hukum, yang di benua Eropa dipelopori oleh seorang ahli hukum bangsa Austria Eugen Ehrlicht, yang mula pertama menulis tentang hukum dipandang dari sudut sosiologi dengan judul grundlegung der Soziologie des Recths (Fundamental Principles of the sociology of law). Ajaran Ehrlicht yang sangat berpengaruh itu bertolak dari anggapan bahwa terdapat perbedaan antara hukum positip disatu pihak dengan hukum yang hidup di masyarakat (living law) dilain pihak. Selanjutnya Ehrlict mengatakan bahwa hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat tadi. Disamping itu pusat perkembangan hukum pada waktu sekarang dan juga waktu yang ain tidak terletak pada perundang-undangan , tidak pada ilmu hukum, ataupun pada putusan hakim, tetapi pada masyarakat itu sendiri. 6. Aliran Realisme Hukum Tokoh aliran ini, yaitu : John chipman Gray, Oliver Wendell Holmes. Karl Llewellin, Jerome Frank, William James, Roecoe Pound (pendasar aliran sociological jurisprudent) dan lain-lain. Ciri-ciri realisme hukum, menurut Llewellyn yaitu : 1. Realisme bukanlah aliran/mazhab. Realisme adalah suatu gerakan dalam cara berpikir dan cara bekerja tetang hukum 80 2. Realisme adalah suatu konsepsi mengenai hukum yang berbah-ubah dan sebagai alat utuk mencapai tujuan social, maka tiap bagiannya harus diselidiki mengenai tujuan maupun hasil. Hal ini berarti bahwa keadaan social lebih cepat mengalami perubahan daripada hukum. 3. Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara sollen dan sein untuk keperluan suatu penelidikan. 4. Realism tidak medasarkan karena realism pada konsep-konsep hukum tradisional apa yang dilakukan pengadilan-pengadilan dan orang- orangnya 5. Gerakan realism menekankan bahwa pada perkembangan setiap bagian hukum aruslah erkerasdiperhatikan dengan seksama akibatnya. 6. FREIRECHSLEHRE21 Ajaran hukum bebas ini merupakan penentang terkeras positivisme hukum, sejalan dengan kaum realis Amerika. Aliran ini muncul pertama kali di Jerman dan merupakan sintesis dari proses dialektika antara ilmu hukum analitis dan ilmu sosiologis. Aliran hukum bebas berpendapat bamhwa hakim mempunyai tugas menciptakan hukum Penemu hukuman yang bebas tugasnya bukanlah nenerapkan undang-undang.tetepi menciptakan penyelesaian yang untuk peristiwa yang konkret, sehingga peristiwa-peristidapawa berikutnya dapat dipecahkan menurut norma yang telah diciptakan oleh hakim. Dari beberapa pemikiran aliran Filsafat Hukum tersebut, dapat dimengerti bahwa Filsafat hukum mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam pengembangan ilmu hukum. Apabila kita kita melihat ke dalam hakekat hukum, 21 Sukarno Aburaera et.al.2013. Filsafat Hukum. Jakarta: Kencana, hlm. 148 81 keadilan22 merupakan tujuan utama sedangkan hukum hanyalah alat guna mewujudkan keadilan dan kebahagiaan. ilmu hukum tidak didasarkan hanya dalam ranah normative maupun pengalaman empiris saja, namun jauh lebih dari itu merupakan kumpulan nilai-nilai yang abstrak. Dengan kedalaman maknanya tersebut filsafat hukum mampu menguraikan luas cakupan ilmu hukum. “Hukum adalah sebuah bidang yang juga mempunyai batas-batas secara etis. . .23” Untuk mencari keadilan yang benar itu, maka ditentukanlah cara untuk mencarinya yakni dengan metode. Antara metode ilmu dan metode penelitian atau teknik penelitian berkonotasi teknologis. Metode penelitian atau teknik penelitian merupakan penjabaran secara konkret dari metode ilmu. Sebagai pengaruh dari adanya dua teori tentang kebenaran, yakni emirisme dan rasionalisme maka secara tradisional dibedakan dua metode ilmu. Yakni metodec deduksi dan etode induksi. Dalam perkembangannya timbul metode yang berusaha untukmemadukan kedua metode tersebut, yakni metode hitetiko-deduktifverifikatif. Tugas ilmu hukum pada dasarnya ialah untuk memantau perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam dunia hukum. Hukum selalu mengalami 22 Keadilan bila meminjam definisi dari Ulpianus “honeste vivere alterum non laedere suum cuique tribuere ( hidup terhotrmat tidak mengganggu sekelilingnya dan memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya). Disini definisi keadilan dari ulpianus tersebut bisa menjadi pijakan moral hukum. Dimana sebenarnya hukum tidak boleh terpisah dengan moral. Karena dengan pijakan moral sebagai dasar hukum. Maka aspek keadilan akan menjadi prioritas. Karena hukum hanyalah alat untuk mencapai tujuan daripada hukum yaitu keadilan. Dengan hukum yang bertumpu pada substansial justice, maka akan memberikan kebahagian bagi masyarakat. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan jeremy bentham “the greates happines for the greates numbers ( hukum yang baik adalah hukum yang bisa memberikan kebahagiaan). Jadi hukum maupun undang-undang hendaklah bisa memberikan kebahagiaan dan keadilan. Dengan demikian fungsi hukum itu adalah membawa aturan yang adil di dalam masyarakat. Dengan aturan yang adil di dalam masyarakat maka ketertiban, keamanan, hak asasi manusia diharapkan bisa terpenuhi. Keadilan memang sesuatu yang diidam-idamkan dan hukum harus terus-menerus menuju pada keadilan. 23 Bernard L Tanya dan Yovita Mangesti, 2014, Moralitas Hukum, Yogyakarta, Genta Publising, hlm. 83 82 perubahan dan perkembangan. Pada umumnya perubahan dan perkembangan hukum terjadi secara alamiah dalam pergaulan hidup manusia. Pertemuan antar budaya yang berbeda mempengaruhi perubahan dan perkembangan hukum. Ilmu hukum berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain, seperti sosiologi, antropologi, ilmu ekonomi, ilmu politik dan lain-lain. Ilmu hukum bersifat otonom. Hal ini berarti ilmu hukum memiliki struktur, metode dan fungsinya yang tersendiri, tetapi mungkin saja ilmu ilmu hukum memakai atau meminjam istilah-istilah dan asumsi-asumsi yang dimiliki oleh bidang ilmu non hukum. Semua itu tentu tanpa meninggalkan ciri atau hakekat dari ilmu hukum itu sendiri. Hakekat atau ciri khas ilmu hukum ialah adanya pendekatan terhadap kaidah-kaidah hukum.Sifat lainnya ialah adanya integralitas dalam ilmu hukum. Hakekat hukum menentukan hakekat ilmu hukum, begitu juga sifat-sifat keilmuan menentukan ilmu hukum. Hal pokok yang harus selalu diperhatikan ialah, bahwa ilmu hukum termasuk ke dalam system pengetahuan, ilmu hukum bukan sistem sosial atau kultural. Ilmu hukum sebagai sistem pengetahuan berusaha untuk memberikan pengetahuan yang benar, bukan untuk memberikan keadilan sebagaimana yang diberikan hukum. Mungkin saja informasi yang didapat dari ilmu hukum bisa memberi keadilan, tetapi hal itu bukanlah wewenang ilmu hukum . Disinilah muncul peran filsafat hukum, dimana filsafat hukum mengungkap lebih detail pertanyaan–pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan tuntas oleh ilmu hukum, seperti pertanyaan apakah hukum itu? apakah hakekat hukum itu? Apakah dasardasar bagi kekuatan mengikat dari hukum? dan pertanyaan-pertanyaan mendasar lainnya. Sebenarnya ilmu hukum dapat menjawabnya, namun ia tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan, dikarenakan ilmu hukum hanya melihat 83 gejala-gejala hukum belaka. Sebagaimana Van Apeldoorn sampaikan, bahwa Ilmu hukum tak melihat hukum, ia hanya melihat apa yang dapat dilihat dengan panca indera, bukan melihat dunia hukum yang tak dapat dilihat, yang tersembunyi di dalamnya, ia semata-mata melihat hukum sebagai dan sepanjang ia menjelma dalam perbuatan-perbuatan manusia, dalam kebiasaan-kebiasaan hukum. Kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, terletak diluar pandangannya. Kaidah hukum tak termasuk dunia kenyataan, dunia sein, dunia lam (natuur) tetapi termasuk dunia nilai yang termasuk dunia sollen dan mogen, jadi termasuk dunia yang lain daripada dunia penyelidik ilmu pengetahuan. 24 Penutup Pemikiran Filsafat hukum dengan beberapa mashab hukum sangat berkontribusi bagi pengembangan ilmu hukum. Jalinan filsafat hukum dan ilmu hukum bisa tampak dari karakternya. Domain nilai menjadi wewenang filsafaat hukum. Filsafat hukum memberikan nilai-.nilai yang sangat berguna bagi ilmu hukum. Selain itu pemikiran filsafat hukum sangat mewarnai bagi pengembangan ilmu hukum, dimana pertanyaan-pertanyaan mendasar hukum seperti apakah hukum? Apakah hakekat hukum, Apakah dasar-dasar kekuatan mengikat dari hukum?Mengapa orang harus patuh pada hukum? Yang tidak dapat dijawab oleh ilmu hukum, dijawab dan jelaskan oleh filsafat hukum dengan memuaskan. Filsafat hukum mengintegrasikan berbagai hal yang telah dikaji ilmu hukum untuk dihubungan dengan berbagai nilai dan segala kearifan di dunia ini, hingga pada akhirnya menuju pada sesuatu yang sangat mendasar yang dibutuhkan oleh manusia yaitu keadilan. Dengan demikian bisa dipahami bahwa sebagai meta24 Sugijanto Darmadi, Op Cit. Hal. 63 84 meta teori dari ilmu hukum filsafat hukum merupakan rujukan untuk menjawab segala pokok bahasan dalam ilmu hukum. . Ilmu hukum sebagai ilmu bertujuan untuk mencari kebenaran atau lebih tepatnya keadilan yang benar. Kebenaran menurut Poedjawijatna aadalah “persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. 25 Sebab itu kebenaran sering juga disebut obyekstifitas. Ilmu hukum cenderung untuk dimasukkan sebagai salah satu bidang ilmu sosial. Kecenderungan ini tentu saja menimbulkan konsekwensi bagi ilmu hukum itu sendiri. Kecenderungan itu lahir dari timbulnya pandangan yang mendekatkan atau secara lugas menyamakan hukum sebagai suatu gejala sosial. Hal ini terjadi sejak munculnya pandangan dari tokoh sejarah hukum, yaitu Friedrich karl von savigny. Ilmu hukum adalah suatu system pengetahuan. Tujuannya mencari kebenaran. Ilmu hukum bukanlah hukum karena ilmu hukum tidak secara langsung bertujuan untuk mencari keadilan. Dengan disajikannya kebenaran hukum dalam ilmu hukum diharapkan para pencari keadilan dapat terbantu untuk memenuhi kebutuhannya dan keadilan. Selain itu ilmu hukum juga memantau perubahan dan perkembangan yang terjadi pada dunia hukum. Dengan demikian pemikiran filsafat hukum melengkapi ilmu hukum dalam mengantarkan para pencari kebenaran dan keadilan untuk menemukan hakekat hukum sesungguhnya (keadilan). Sehubungan dengan hal tersebut, pemikiran fisafat hukum sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu hukum, sehingga 25 Poedjawijatna, 1982, tahu dan Pengetahuan. Pengatantar Ilmu dan Filsafat. Jakarta : Bina Aksara 85 perlu kiranya memahami refleksi dan relevansi pemikiran filsafat hukum bagi pengembangan ilmu hukum. DAFTAR PUSTAKA Bernard L Tanya dan Yovita Mangesti.2014. Moralitas Hukum. Yogyakarta: Genta Publising Jerome Frank. 2013.Hukum dan Pemikiran Modern. Bandung: Nuansa Cendekia Lili Rasjidi dan Thania Rasjidi. 2002.Pengantar Filsafat Hukum. Bandung : andar Maju Lili Rasjidi dan IB Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung :CV. Mandar Maju Otje Salman S dan Anton F Susanto. 2005. Teori Hukum “Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali”, Bandung : PT. Refika Aditama Petrus CKL Bello, 2012.Hukum dan Moralitas Tinjauan Filsafat Hukum,Jakarta : Erlangga Poedjawijatna. 1982. tahu dan Pengetahuan. Pengantar Ilmu dan Filsafat. Jakarta : Bina Aksara Roecoe Pound.1982. Pengantar Filsafat Hukum. Jakarta : Bhratara. Satjipto Rahardjo.2000. Ilmu Hukum. Bandung : Pt. Citra Aditya Bakti , 2007.Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Buku kompas, Soetikno, 2008.Filsafat Hukum.Jakarta : PT. Pradnya Paramita Sugijanto Darmadi.1998.Kedudukan Ilmu Hukum dalam Ilmu dan Filsafat. Bandung : CV. Mandar Maju Sukarno Aburaera et.al.2013. Filsafat Hukum. Jakarta: Kencana Theo Huijberks, 1995. Filsafat Hukum.Yogyakarta : Kanisius , 1982. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta : Kanisius W Friedmann, 1990. Teori dan Filsafat Hukum (Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum).Jakarta : Rajawali Pers 86