BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Konsep Pemasaran Perkembangan dan konsep manajemen pemasaran terus dilakukan dalam upaya membawa orientasi manajemen pemasaran sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Philip Kotler (1989:5) bahwa “Pemasaran adalah salah satu proses sosial dengan mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan individu dan kelompok lainnya”. Kemudian ditambahkan oleh American Association Marketing , bahwa “Pemasaran pada dasarnya perupakan proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individual dan organisasional” (Fandy Tjiptono, 2005:2). Selanjutnya Miller & Layton menegaskan bahwa, “pemasaran merupakan system total aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk, jasa dan gagasan yang mampu memuaskan keinginan pasar sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasional” (Fandy Tjiptono, 2005:2). Terakhir, American Marketing Associations (2007) memberikan definisi pemasaran yaitu, “Marketing is the activity, set of institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at large”. Berbagai pandangan di atas menunjukkan bahwa definisi pemasaran perfokus pada 10 11 upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dengan merancang, menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk, jasa ataupun suatu gagasan. Konsep pemasaran sendiri terus mengalami perkembangan sesuai dengan filosofi pemasaran sendiri, pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Sebagaimana dikemukakan oleh Stanton (1991), bahwa konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan. Penggunaan konsep pemasaran bagi sebuah perusahaan dapat menunjang keberhasilan bisnis yang dilakukan. Sebagai falsafah bisnis, konsep pemasaran tersebut disusun dengan memasukkan 3 (tiga) elemen utama, yaitu : 1. Orientasi konsumen, pasar atau pembeli 2. Volume penjualan yang menguntungkan 3. Koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan pemasaran . Sejalan dengan perjalanan waktu, konsep-konsep pemasaran mengalami perkembangan evolusi pemikiran, mulai dari konsep produksi sampai pada konsep pemasaran sosial. Kotler (1989:24), mengemukakan konsep pemasaran yang terdiri dari, (a) Konsep Produksi, (b) Konsep Produk, (c) Konsep Penjualan, (d) Konsep Pemasaran dan (e) Konsep pemasaran sosial. Konsep produksi berorientasi pada proses produksi dengan asumsi bahwa konsumen hanya akan membeli produk-prooduk yang murah dan mudah diperoleh. Dengan demikian kagiatan organisasi harus difokuskan pada efisiensi biaya dan ketersediaan produk agar perusahaan dapat 12 memperoleh keuangan. Konsep produk beranggapan bahwa konsumen lebih menghendaki produk-produk yang memiliki kualitas, kinerja, fitur atau penampilan yang superior. Sebagai konsekwensinya pencapaian tujuan bisnis perusahaan dilakukan melalui inovasi produk, riset dan pengembangan serta pengendalian kualitas secara berkesinambungan. Konsep penjualan berorientasi pada tingkat penjualan dimana pemasar beranggapan bahwa konsumen harus dipengaruhi agar penjualan dapat meningkat sehingga dapat tercapai lama maksimum sebagaimana tujuan perusahaan. Dengan demikian fokus kegiatan pemasaran berusaha memperbaiki teknik penjualan dan promosi secara intensif dan agresif. Konsep pemasaran berbeda dengan konsep sebelumnya. Jika konsep sebelumhya lebih berorientasi pada lingkungan internal, maka konsep pemasaran lebih berorientasi pada pelanggan (lingkungan eksternal) dengan asumsi bahwa konsumen hanya akan bersedia membeli produk-produk yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya serta mampu memberi kepuasannya. Sebagai implikasinya semua aktivitas pemasaran diarahkan untuk memuaskan pelanggan melalui pemahaman perilaku konsumen secara menyeluruh. Selain kelima konsep tersebut di atas, Hoekstra, dalam Tjiptono (2005:5), mengemukakan sebuah konsep pemasaran baru, yaitu konsep pelanggan (customer concept). Konsep ini merupakan orientasi manajemen yang menekankan bahwa perusahaan menjalin relasi yang menjadi pelanggan sasaran individual terseleksi yang menjadi mitra perusahaan dalam merancang, menawarkan, meredefinisi dan merealisasikan nilai pelanggan superior. Kegiatan ini dilakukan dengan cara membangun kerjasama yang erat dengan mitra-mitra lain dalam system pemasaran, 13 seperti pemasok dan perantara. Secara garis besar konsep pelanggan dapat dijabarkan kedalam 6 (enam) karakteristik pokok sebagai berikut : 1. Diarahkan pada realisasi nilai-nilai pelanggan individual dan redefinisi nilai-nilai tersebut. 2. Mencakup intimasi antar mitra dalam system pemasaran dan konsekuensinya lebih terfokus pada relasi dibandingkan transaksi. 3. Menyelaraskan antara preferensi pelanggan dan kapabilitas perusahaan. 4. Mendorong kesesuaian antara nilai pelanggan dan kapabilitas perusahaan berdasarkan system balikan pasar yang mengukur secara berkesinambungan perilaku, kepuasan dan kebutuhan pelanggan individual yang belum terpenuhi. 5. Mencerminkan gagasan bahwa pemasaran merupakan “a state of mind” yang tidak hanya dibatasi pada satu bidang fungsional. 6. Menstimulasi organisasi internal untuk terus-menerus dipantau dan diadaptasikan dengan perubahan kebutuhan dan preferensi pelanggan serta selalu menempatkan pelanggan sebagai fokus utama. Konsep pelanggan mempunyai implikasi pada perubahan relasi antar empat komponen utama dalam sistem pemasaran; yaitu Pelanggan, Pesaing, Channel Members (pemasok atau perantara) dan Perusahaan. Selanjutnya Hoekstra, dalam Tjiptono (2005:6), mengemukakan konsep pelanggan sebagai paradigma baru pemasaran yang memiliki tiga dimensi kunci, yaitu : konsep (orientasi), serangkaian aktivitas (tindakan) dan domain (bidang riset). Mereka mengidentifikasi sejumlah perbedaan pokok antara konsep pelanggan dan konsep pemasaran dalam delapan aspek manajemen pemasaran, yaitu : visi, tujuan, strategi, struktur, budaya, informasi, instrumen pemasaran dan proses bisnis. 14 2.2 Pengertian dan Karakteristik Jasa Sebagai salah satu bentuk produk, ”jasa dapat didefiniskan sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu” (Kotler, 1989:126). Namun menurut Fandy Tjiptono (2005:16), walaupun demikian, produk jasa dapat berhubungan dengan produk fisik maupun tidak. Artinya ada produk jasa murni yang tidak membutuhkan produk fisik, tapi ada juga jasa yang membutuhkan produk fisik sebagai persyaratan utama. Dengan demikian terkadang tidak mudah untuk membedakan antara barang dan jasa, sebab terdapat pembelian barang yang disertai dengan jasa/pelayanan, demikian pula sebaliknya suatu jasa sering diperluas dengan dengan cara menambahkan atau memasukkan produk fisik pada penawaran jasa tertsebut. Atau dengan lain perkataan bahwa produk yang bersifat tangible, tetapi memiliki manfaat berupa jasa yang sifatnya intangible. Di pihak lain jasa yang tampaknya intangible tetapi mengandung unsur produk yang sifatnya tangible dalam penawarannya. Kotler, dalam Fandy Tjiptono (2005:17), menggambarkan bahwa terdapat 2 (dua) kontinum antara jasa murni dan barang murni. Dalam praktiknya kebanyakan produk berada di tengah-tengah kontinum tersebut atau lebih berupa kombinasi antara barang dan jasa. 15 Gambar.2.1. Kontinum barang-jasa/Peralatan-orang Sumber : Kotler, et al. (2004) Selanjutnya Philip Kotler (2004) mengemukakan bahwa jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran jasa yaitu tidak nyata (intangibility), tidak terpisahkan ( inseparability), variable (variability) dan tidak dapat disimpan (perishabillty). Intangibility, berarti bahwa jasa merupakan produk yang berupa tindakan, perbuatan, pengalaman, proses, kinerja (performance) atau usaha yang tidak dapat diraba, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Karakteristik ini berimplikasi baik pada konsumen maupun pada penyedia jasa. Dari sisi konsumen terdapat ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi, sebab terbatasnya search quality, yaitu karakteristik fisik yang dapat dievaluasi pembeli sebelum pembelian dilakukan. Selain itu jasa biasanya mengandung unsur experience quality dan credence quality yang tinggi. Experience quality yaitu karaktersitik yang hanya dapat dinilai oleh pelanggan setelah pembelian. Sedangkan credence quality adalah aspek yang sulit dievaluasi, bahkan setelah pembelian dilakukan. Intangibility juga menimbulkan masalah bagi penyedia jasa, karena kurangnya karakteristik fisik menyebabkan penyedia jasa kesulitan memajang dan mendiferensiasikan penawarannya. 16 Inseparability, berarti bahwa jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Karakteristik tersebut mempunyai beberapa implikasi pada konsumen. Pertama, pada jasa yang tingkat kontaknya tinggi dimana penyediaan jasa dan pelanggan sama-sama hadir (co-producers) jasa, maka interaksi antara keduanya merupakan faktor yang sangat menentukan kepuasan pelanggan. Kedua, konsumen seringkali menjadi co-consumers suatu jasa dengan konsumen lainnya. Oleh sebab itu tantangan bagi penyediaan jasa adalah mencari beberapa cara untuk mengelola dan mengembangkan sumberdaya manusia untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi serta dapat berinteraksi secara efektif dengan klien. Selain itu mengupayakan berbagai cara untuk mencegah agar jangan sampai ada pelanggan yang mengganggu atau menghambat kepuasan pelanggan lainnya. Variability atau inconsistency, berarti bahwa jasa bersifat sangat variabel karena tidak dapat distandarisasi, artinya jasa mempunyai banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal tersebut terjadi karena jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya. Menurut Bovee, Houston & Thill dalam Tjiptono (2005:21), terdapat 3 faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu (1) kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, (2) moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan dan (3) beban kerja perusahaan. Ketiga faktor tersebut menyebabkan penyediaan jasa sulit mengembangkan citra merek yang konsisten sepanjang waktu. 17 Perishability, berarti bahwa jasa bersifat tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Jika permintaan bersifat konstan, kondisi tersebut tidak menjadi persoalan, karena staf dan kapasitas penyedia jasa dapat direncanakan untuk memenuhi permintaan walaupun permintaan pelanggan terhadap sebagian besar jasa sangat fluktuatif. Karakteristik jasa yang disebutkan di atas dapat memandu kita untuk mengidentifikasi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sebagai salah satu bentuk jasa. Intangibility menjadi salah satu karakteristik PTS. Meskipun terdapat beberapa unsur yang dapat diindrai langsung oleh kita seperti gedung perkuliahannya, namun PTS jelas menawarkan suatu tindakan, perbuatan, pengalaman, proses, kinerja (performance) atau usaha. Hal ini menjadikan PTS memiliki dua unsur sebagai produk yang bersifat intangible, yakni experience quality dan credence quality. Evaluasi kualitas suatu PTS dapat dilakukan ketika para mahasiswa telah merasakan berbagai bentuk pelayanan yang disediakan oleh PTS tersebut. Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah setiap mahasiswa dapat merasakan kualitas pelayanan akademik hanya ketika telah menyelesaikan kuliah pada salah satu mata kuliah yang dia programkan. Karakteristik lain yang melekat pada PTS adalah Inseparability. Pelayanan suatu PTS mengharuskan produksi dan konsumsi dilakukan secara bersamaan. Hal ini terlihat dalam proses perkuliahan pada setiap PTS. Proses pemberian ceramah oleh dosen di dalam kelas hanya dapat berlangsung ketika terjadi interaksi antara dosen dengan mahasiswa. Pelayanan PTS juga bersifat variability. Pelayanan PTS sangat bergantung pada kualitas personil yang memberikan pelayanan kepada 18 konsumennya. Kualitas suatu perkuliahan contohnya, sangat ditentukan oleh klasifikasi seorang dosen yang menyampaikan perkuliahan di kelas. 2.3 Perguruan Tinggi Sebagai Industri Jasa Perguruan Tinggi sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi dapat dipandang sebagai suatu proses produksi yang menghasilkan pelayanan jasa kependidikan tinggi. Menurut Tampubolon (2001:71), jasa kependidikan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi terdiri atas jasa kurikuler (JK), jasa penelitian (JP), jasa pengabdian pada masyarakat (JPM), jasa administrasi (JA) dan jasa ekstrakurikuler. Sedangkan lulusan yang dihasilkan merupakan produk parsial. Menurut Taliziduhu Ndraha (1988), setidak–tidaknya ada dua macam produk dari perguruan tinggi yaitu : 1. Nilai tambah manusiawi yang diperoleh mahasiswa yang bersangkutan, sehingga ia diharapkan siap memasuki dunia nyata dan masyarakat. Termasuk di dalam kategori ini pembentukan dan transformasi nilai. Nilai produk perguruan tinggi sebagai proses edukatif dan proses pertimbangan ( value judgment ). 2. Temuan ilmiah ( scientific discoveries ) dan inovasi teknologi ( technological innovation ) inilah produk perguruan tinggi sebagai proses riset. Perguruan Tinggi sebagaimana industri jasa lainnya jika ingin tetap eksis perlu menerapkan konsep pemasaran dalam pengelolaannya. Ini berarti bahwa perguruann tinggi harus dikelola sedemikain rupa sehingga mampu menghasilkan jasa kependidikan tinggi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Menurut 19 Tampubolon (2001:74), pelanggan perguruan tinggi merupakan pihak yang dipengaruhi oleh produk perguruan tinggi (PT) dan proses-proses yang terjadi dan produksi dan penyajian produk tersebut. Selanjutnya menurut Sallis dalam Tampubolon (2001:74), pelanggan PT dapat dikategorikan menjadi pelanggan primer, pelanggan sekunder dan pelanggan tersier. Pelanggan primer yaitu mahasiswa yang secara langsung menggunakan produk dan berpartisipasi dalam produksi dan penyajiannya. Pelanggan sekunder, meliputi orang tua, masyarakat, pemerintah, organisasi sponsor dan lingkungan. Pelanggan tersier yang meliputi dunia kerja (perusahaan), organisasi, lembaga pendidikan lanjutan serta lingkungan. Menurut Tampubolon (2001:75) pada hakekatnya hubungan antara Perguruan Tinggi (PT) dengan pelanggannya lebih bersifat kemanusiaan dimana PT harus memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan, sebaliknya pelanggan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu terhadap PT. Dengan demikian nilai hakiki hubungan tersebut berbentuk hubungan saling membutuhkan, saling memahami, saling melayani dan rasa kebersamaan. Nilai hakiki inilah sesungguhnya yang merupakan nilai kependidikan yang memiliki makna yang mendalam. Keberhasilan PT sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk menumbuhkan nilai tersebut dengan sebaikbaiknya. Dari catatan Marilyn dalam International Journal of Contemporary Hospitality Management (2005:65), bahwa Pemerintah Inggris mengeluarkan dana sebesar 5 juta poundterling untuk membantu British Council dalam mengidentifikasi beberapa hal yang mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap PT di Inggris. 20 “Proses pendidikan dan seluruh aktivitas kependidikan lainnya dalam PT dalam menghasilkan produk jasa kependidikan melalui proses yang bersifat sirkuler dan bukan linier” (Tampubolon, 2001:76). A PT Proses D Proses Pelanggan Pelanggan Jasa Tersier Sekunder PT Proses B Proses Pelanggan Primer C Sumber : Tampubolon (2001) Gambar 2.2. Proses sirkuler keseluruhan kegiatan PT Perguruan Tinggi (PT) merencanakan mutu produk berdasarkan data kebutuhan pelanggan dan melaksanakan rencana tersebut dengan sebaik-baiknya sehingga jasa yang bermutu sesuai kebutuhan dan keinginan pelanggan tercapai. Jasa yang bermutu disajikan kepada pelanggan akan menghasilkan kepuasan dalam arti dapat memahami dan menghayati sepenuhnya. Pelanggan primer (mahasiswa) yang telah memahami dan menghayati jasa tersebut selanjutnya akan menjadi lulusan (produk parsial). Selanjutnya lulusan diberikan informasi tentang dunia kerja sampai akhirnya 21 dapat diterima di dunia kerja. Dunia kerja sebagai pelanggan tersier memberikan informasi kebutuhan dunia usaha serta memberikan umpan balik kepada PT tentang kualifikasi lulusan. Berdasarkan umpan balik tersebut PT selanjutnya menyusun rencana untuk peningkatan mutu produk dan lulusannya. Demikian seterusnya proses tersebut akan berlangsung secara sirkular dengan pola hubungan saling melayani dengan sebaik-baiknya. Pentingnya proses peningkatan mutu berkelanjutan dalam sebuah institusi perguruan tinggi, menurut Tampubolon (2001:77), pelanggan selalu berubah seiring perubahan karena : (1) kebutuhan zaman dan perkembangan masyarakat, (2) kelemahan-kelemahan masa lalu yang perlu dipebaiki dan (3) keterbatasan kemampuan PT sehingga tidak mampu mengatasi masalah peningkatan mutu secara sekaligus melainkan dilakukan secara bertahap. Implikasi dari konsep tersebut memerlukan adanya kerjasama yang saling menguntungkan antara pelanggan primer, pelanggan sekunder dan pelanggan tersier. 2.4 Bauran Pemasaran Jasa Menurut Fandy Tjiptono (2005:30), Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Alat-alat tersebut dapat digunakan untuk menyusun strategi jangka panjang dan merancang program taktik jangka pendek. Penyusunan komposisi unsur-unsur bauran pemasaran dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dapat dianalogikan dengan juru masak yang meramu berbagai bahan masakan menjadi hidangan yang bergizi dan enak disantap. Proses meramu bahan yang dilakukan pemasar dan juru masak memiliki kesamaan, yaitu 22 sama-sama merupakan perpaduan antara ilmu pengetahuan (science) dan seni (art). Dengan demikian, unsur pengalaman, kompotensi, pengetahuan, dan kreativitas, memainkan peranan penting dalam menunjang kesuksesan pemasar maupun juru masak. Konsep bauran pemasaran dipopulerkan pertama kali beberapa dekade yang lalu oleh Jerome Mc.Carthy yang merumuskan menjadi 4P (Product, price, Promotion, dan Place). Bila ditinjau deri sudut pandang pelanggan, 4P biasa dirumuskan menjadi 4C (Customers, needs and wants, Cost Communication, dan Convenience). Dalam perkembanganya, sejumlah penelitian menunjukan bahwa penerapan 4P terlampau terbatas/ sempit untuk bisnis jasa karena alasan-alasan berikut: 1. Karakteristik intangible pada jasa diabaikan dalam kebanyakan analisis mengenai bauran pemasaran. Sebagai contoh, bauran produk seringkali dianalisis berdasarkan fisik yang tidak relavan untuk proses jasa. Selain itu, manajemen distribusi fisik bisa saja bukan unsur yang penting dalam keputusan bauran distribusi jasa. 2. Unsur jasa mengabaikan fakta bahwa banyak jasa yang diproduksi oleh sektor publik tanpa pembebanan harga pada konsumen akhir. 3. Bauran promosi dalam 4P tradisional mengabaikan promosi jasa yang dilakukan personel produk tepat pada saat konsumsi jasa. Keterlibatan langsung penyedia jasa dalam promosi ini tidak dijumpai dalam promosi barang kepada konsumen akhir. 23 4. Oversimplifikasi terhadap unsur-unsur distribusi yang relevan dengan keputusan distribusi jasa strategis. 5. Pendekatan bauran pemasaran tradisional juga dianggap mengabaikan masalah-masalah dalam mendefinisikan konsep kualitas pada intangible services, dan mengidentifikasikan serta mengukur unsur-unsur bauran pemasaran yang dapat dikelola dalam rangka menciptakan jasa yang berkualitas. 6. Bauran pemasaran tradisional juga melupakan arti penting orang (people), baik sebagai produsen, konsumen, maupun co-consumers. Kelemahan-kelemahan ini mendorong banyak pakar pemasaran untuk mendefinisikan ulang bauran pemasaran sedemikian rupa sehingga lebih aplikatif untuk sektor jasa. Hasilnya, 4P tradisional diperluas dan tambahkan dengan empat unsur lainya, yaitu People, Process, Physical Evidence, dan Costomer Service. Selanjutnya Alma (2004:382), mengemukakan bahwa elemen bauran pemasaran dalam lembaga pendidikan tinggi, terdiri atas : Product (P1), Price (P2), Promotion (P3), Place (P4), People (P5), Process (P6), Physical Evidence (P7). Gambar.2.3 Unsur bauran pemasaran jasa yang mempengaruhi calon mahasiswa. P1 P2 Product Price P7 Calon Physical Mahasiswa P3 Promotion Evidence P4 P6 Process P5 People Place 24 1. Products. Produk merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dalam konteks ini, produk bisa berupa apa saja baik yang berwujud fisik maupun yang tidak yang dapat ditawarkan kepada pelanggan potensial untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tertentu. Menurut Pride & Ferrel dalam Tjiptono (2005:88), Istilah produk dapat didefinisikan sebagai atribut tangible dan intangible, termasuk manfaat atau utilitas fungsional, sosial dan psikologis. Selanjutnya Kotler (2000), mendefinisikan produk sebagai segala sesuatu yang bisa ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Pine & Gilmore dalam Tjiptono (2005:88), membedakan lima macam bentuk produk, yaitu komoditas, barang, jasa, pengalaman dan transformasi. Dengan demikian cakupan produk relatif lebih luas, karena dapat berupa barang, jasa, gagasan, tempat, orang/pribadi, organisasi maupun kombinasinya. Meskipun definisi tersebut bersifat universal dan luas cakupannya, Kotler mengidentifikasi adanya keragaman dalam penawaran produk. Selanjutnya menurut Kolter (2000), ada lima katregori penawaran produk, yaitu : (1) Produk fisik murni, (2) Produk fisik dengan jasa pendukung, (3) Hybrid, (4) Jasa utama yang dilengkapi dengan barang dan jasa minor serta (5) Jasa murni. Sementara itu, menurut Fandy Tjiptono (2005:92), unsur-unsur dalam pernawaran jasa atau konsep jasa dapat dijabarkan ke dalam tiga elemen sebagai berikut : 25 1. Unsur fisik, yaitu elemen material/fisik berupa facilitating goods dan support goods. 2. Manfaat sensual (sensual benefits), yaitu manfaat-manfaat yang berkaitan dengan panca indera, sperti : aroma, dan rasa 3. Manfaat psikologis, yaitu manfaat yang tidak dapat didefinisikan secara jelas dan cenderung ditentukan oleh pelanggan secara subjektif. Keputusan bauran produk jasa yang akan ditawarkan oleh sebuah lembaga pendidikan merupakan hal yang paling mendasar (the most crucial determinant) yang akan menjadi pertimbangan preferensi bagi calon mahasiswa dalam memilih sebuah institusi pendidikan (Alma, 2004:383). Sebagaimana dikemukakan sebelumnya oleh Tampubolon (2001:71), bahwa produk jasa kependidikan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi terdiri atas jasa kurikuler (JK), jasa penelitian (JP), jasa pengabdian pada masyarakat (JPM), jasa administrasi (JA) dan jasa ekstrakurikuler. Kualitas lulusan yang dihasilkan sebagai produk parsial merupakan salah satu pembenaran bahwa produk yang dihasilkan sebuah lembaga pendidikan memiliki kualitas yang baik. Untuk menilai kualitas produk jasa sebuah lembaga pendidikan menurut Tampubolan (2001:122) dapat dilihat dari beberapa atribut pokok dan utama yang meliputi : Relevansi, efisensi, efektivitas, akuntabilitas, kreativitas, penampilan, empati, ketanggapan dan produktivitas serta kemampuan akademik. 2. Price. Dalam konteks pemasaran jasa, secara sederhana harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non-moneter) yang 26 mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu jasa (Tjiptono,2005:178). Utilitas merupakan atribut atau faktor yang berpotensi untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan tertentu. Secara garis besar terdapat lima jenis pokok utilitas, yaitu : (1) Utilitas bentuk, (2) Utilitas tempat, (3) Utilitas waktu, (4) Utilitas Informasi dan (5) Utilitas kepemilikan. Menurut Chandra dalam Tjiptono (2005:179), sebagai salah satu elemen bauran pemasaran, harga membutuhkan pertimbangan yang cermat mengingat harga memiliki sejumlah dimensi strategis, antara lain : (a) Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk, (b) Harga merupakan aspek yang nampak jelas (visible) bagi pembeli, (c) Harga adalah determina utama permintaan, (d) Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba, (e) Harga bersifat fleksibel, serta (f) Harga mempengaruhi citra dan strategi positioning. Keputusan bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategis dan taktis, seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran,dan tingkat diskriminasi harga diberbagai kelompok pelanggan. Pada umumnya aspek-aspek ini mirip dengan apa yang biasa dijumpai pemasar barang. Akan tetapi ada pula perbedaanya, yaitu karakteristik intangible jasa menyebabkan harga menjadi indikator signifikan atas kualitas. Karakteristik personal dan non-transferable pada beberapa tipe jasa memungkinkan diskriminasi harga dalam pasar jasa tersebut, sementara banyak pula jasa yang dipasarakan oleh sektor publik dengan harga yang disubsidi atau bahkan gratis. Hal ini menyebabkan kompleksitas dalam penetapan harga jasa. 27 Menurut Payne (2000:177), metode penetapan harga dalam sektor jasa bervariasi dan umumnya meliputi : 1. Penetapan harga cost-plus, dimana harga ditentukan berdasarkan presentase mark-up tertentu, 2. Rate of return pricing, dimana harga ditentukan untuk mencapai tingkat return on investment (ROI) atau return on assets (ROA) tertentu. 3. Competitive parity pricing, dimana harga-harga telah ditentukan pada basis mengikuti harga yang telah ditetapkan oleh pemimpin pasar 4. Loss leading pricing, biasanya dipakai pada basis jangka pendek untuk memantapkan suatu posis dalam pasar atau untuk memberikan peluang untuk menjual silang (crossell) jasa lainnya. 5. Value-based pricing, dimana harga-harga didasarkan pada nilai persepsi jasa bagi segmen pelanggan tertentu. 6. Relationship pricing, dimana harga-harga didasarkan pada pertimbangan mengenai keuntungan potensial dimana mendatang yang mengalir selama masa hidup pelanggan. 3. Promotion Unsur promosi dalam bauran pemasaran jasa memiliki peranan penting dalam membantu mengkomunikasikan positioning jasa kepada para pelanggan. Prasad A. Naik menggambarkan pentingnya unsur promosi dalam Marketing Science (2005:25) bahwa perusahaan mengeluarkan jutaan dollar untuk iklan untuk mendorong brand’s image dan secara terus menerus menghabiskan jutaan dollar untuk kegiatan promosi. Selain menambah signifikansi jasa, promosi juga dapat 28 menambah keberwujudannya serta membantu pelanggan membuat penilaian tawaran jasa dengan lebih baik. Menurut Payne (2000:188), promosi merupakan alat yang dapat digunakan organisasi jasa untuk berkomunikasi dengan pasar sasarannya. Selanjutnya menurut Adryan Payne (2000:189), di dalam bauran komunikasi ada berberbagai macam alat komunikasi dan promosi alternatif yang dapat dipergunakan dalam suatu program komunikasi. Untuk mengintegrasikan berbagai alat komunikasi tersebut dalam suatu program promosi dan komunuikasi, maka diperlukan tugas-tugas yang meliputi : (1) Indentifikasi khalayak sasaran, (2) menentukan tujuan promosi, (3) pengembangan pesan dan (4) seleksi bauran komunikasi. Menurut Kotler (2004), ada 8 (delapan) langkah untuk mengembangkan program promosi, yaitu : (1) mengindentifikasi audiens sasaran dan karakteristiknya, (2) menentukan tujuan komunikasi, (3) merancang suatu pesan yang mengandung isi, struktur, format dan sumber yang efektif, (4) mmilih saluran komunikasi, (5) mengalokasikan total anggaran promosi, (6) memutuskan mengenai bauran promosi, (7) mengukur hasil promosi, (8) mengelola dan mengkoordinasikan seluruh proses komunikasi pemasaran. George dan Berry dalam Payne (2000:191), mengidentifikasi 6 (enam) pedoman untuk periklanan jasa yang dapat diterapkan dalam bauran komunikasi, yaitu (1) memberikan petunjuk berwujud, (2) membuat jasa dapat dimengerti, (3) kesinambungan komunikasi, (4) menjanjikan apa yang mungkin diberikan dan (5) mengkapitalisasi word of mouth. 29 Kotler dan Amstrong dalam Alma (2004:181), menyebutkan 4 (empat) elemen promosi, yaitu : Advertising, Sales Promotion, Public Relations dan Personal Selling. Sedangkan menurut Payne (2000:188), bauran promosi atau komunikasi terdiri dari : periklanan, penjualan personal, promosi penjualan, hubungan mansyarakat, word of outh dan direct mail. Selanjutnya Alma (2004::384), mengemukakan beberapa metode promosi yang digunakan pada Perguruan Tinggi, seperti : Iklan surat kabar, iklan radio, spanduk, brosur, buletin, media televisi, publikasi radio, undangan pelajar, kunjungan ke SMU/SMK. Dari beberapa bentuk promosi tersebut metode pemasangan spanduk, publikasi radio, publikasi surat kabar merupakan metode yang paling tinggi frekuensi pelaksanaannya. Meskipun secara garis besar bauran promosi untuk barang sama dengan jasa, promosi jasa seringkali membutuhkan penekanan tertentu pada upaya meningkatkan kenampakan jasa. Selain itu, dalam kasus pemasaran jasa, personil produksi juga menjadi bagian penting bagi bauran promosi. 4. Place Menurut Fandy Tjiptono (2005:31), bauran pemasaran place berhubungan dengan keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan potensial. Keputusan ini meliputi keputusan lokasi fisik, keputusan mengenai pengunaan perantarara untuk meningkatkan aksebilitas jasa bagi para pelanggan dan keputusan nonlokasi yang ditetapkan demi ketersediaan jasa (contohnya, penggunaan telepon delivery systems). Diversitas jasa membuat generalisasi mengenai strategi distribusi menjadi sulit. Selain itu para pemasar jasa 30 harus berupaya mengembangkan pendekatan-pendekatan penyampaian jasa yang sesuai untuk menghasilkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan mereka. Menurut Payne (2000:181), penentuan lokasi untuk jasa ditentukan oleh jenis dan tingkat interaksi pelanggan dengan penyedia jasa. Bila pelanggan harus mendatangi penyedia jasa, lokasi interaksi ini penyedia jasa usaha menjadi sangat penting. Pada jenis yang mengupayakan pertumbuhan dapat mempertimbangkan penawaran jasa mereka di lebih dari satu lokasi. Apabila penyedia jasa dapat mendatangi pelanggan, lokasi tempat usaha menjadi kurang penting jika perusahaan cukup dekat dengan para pelanggan yang akan menerima jasa. Namun bila pelanggan dan organisasi jasa berinteraksi jarak jauh, mungkin lokasi sangat tidak relevan Keputusan mengenai saluran distribusi berhubungan dengan siapa yang berpartisipasi dalam penyampaian jasa, yaitu orang-orang dan organisasi yang berfungsi sebagai partisipan yang meliputi : penyedia jasa, perantara dan pelanggan. Payne (2000:184), mengemukakan beberapa beberapa pilihan saluran pemasaran jasa yang dapat digunakan, antara lain : 1. Penjualan langsung, saluran yang dapat digunakan untuk jasa konsultasi akuntansi dan manajemen. 2. Agen atau broker, saluran yang biasa digunakan oleh perusahaan asuransi, agen perumahan dan agen perjalanan. 3. Agen atau broker penjual dan pembeli, seperti pialang saham dan kelompok afinitas. 31 Penyedia Jasa Agen Penjual Waralaba atau Contracted Service Agen atau Broker Agen Pembeli Pelanggan Sumber : Payne (2000) Gambar.2.4. Pilihan-pilihan saluran untuk perusahaan jasa 4. Franchise (waralaba) dan contracted service deliverers, misalnya fast food, servis mobil dan dry cleaning Menurut Alma (2000:383), pada umumnya perguruan tinggi swasta (PTS) memilih lokasi yang mudah dijangkau kendaraan umum, sebab aspek tersebut merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan utama mahasiswa untuk memilih sebuat PTS. 5. People. Menurut Fandy Tjiptono (2005:32), bagi sebagian besar jasa, orang merupakan bentuk vital dalam bauran pemasaran. Bila produksi dapat dipisahkan dengan konsumsi, pihak manajemen biasanya dapat mengurangi pengaruh langsung sumber daya manusia terhadap output akhir yang dapat diterima pelanggan. Oleh sebab itu, bagaimana sebuah produk dibuat umumnya bukanlah faktor penting bagi produk tersebut, yang penting bagi pembeli adalah kualitas produk yang dibelinya. Dilain pihak, dalam industri jasa , setiap orang merupakan part-time marketer yang 32 tindakan dan perilakunya memiliki dampak langsung dari output yang diterima pelanggan. Oleh sebab itu, setiap organisasi jasa (terutama yang tingkat kontaknya dengan pelanggan tinggi) harus secara jelas menentukan apa yang diharapkan dari setiap karyawan dalam interaksinya dengan pelanggan. Untuk mencapai standar yang ditetapkan, metode rekrutmen, pelatihan, pemotivasian, dan penilaian kinerja karyawan tidak dapat dipandang semata-mata sebagai keputusan personalia, tetapi juga merupakan keputusan bauran pemasaran yang penting. peran orang dalam pemasaran jasa mengarah pada minat yang lebih besar pada pemasaran internal yang bertujuan untuk menguatkan perilaku efektif oleh para staf yang akan menarik pelanggan ke perusahaan. Salah satu aspek penting dalam memandang orang sebagai unsur dalam bauran pemasaran adalah memahami berbagai peranan dimana orang mempengaruhi tugas pemasaran dan kontak pelanggan. Menurut Judd dalam Payne (2000:205), berdasarkan tingkat frekuensi kontak pelanggan dan seberapa jauh staf dilibatkan dalam kegiatan pemasaran, maka orang dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu : Contractor, Modifier, Influencer dan Isolated. 1. Contractor adalah orang yang secara berkala dann teratur melakukan kontak dengan pelanggan dan secara khusus sangat dilibatkan dalam kegiatan pemasaran monvensional. Mereka menduduki bermacam-macam posisi dalam perusahaan jasa, seperti : tenaga penjualan dan melayani pelanggan. 2. Modifier adalah orang-orang yang meskipun tidak dilibatkan secara langsung dalam kegiatan pemasaran konvensional pada tingkat yang tinggi, namun 33 mareka sering melakukan kontak pelanggan. Resepsion, opeartor telepon, personil departemen kredit merupakan contoh orang-orang yang dikategorikan sebagai modifier dalam pemasaran jasa. 3. Influencer orang-orang yang meskipun terlibat dalam unsur-unsur bauran pemasaran tradisional, namun jarang bahkan mungkin tidak sama sekali melakukan kontak dengan pelanggan. Mereka terdiri dari orang-orang yang berperan dalam pengembangan produk, riset pasar dan sebagainya. 4. Isolated melakukan berbagai fungsi pendukung dan tidak memiliki kontak dengan pelanggan secara berkala serta tidak dilibatkan secara langsung dalam kegiatan pemasaran konvensional. Staf yang termasuk dalam kategori ini meliputi departemen pembelian, personalia dan pemrosesan data. Pentingnya unsur people juga berlaku pada perguruan tuggi. Alfred G. Hawkins dalam Research in Higher Education Journal (2008:4), “All service industries experience variability in quality control because the humans delivering the service can be inconsistent transaction to transaction and person to person. Quality at a university depends not only on behavior and competence of all faculty and staff it depends on the behavior of the students who become”. Menurut Alma (2004:384), personil dalam lembaga perguruan tinggi terdiri dari tenaga fungsional (dosen), pustakawan, laboran, tenaga administrasi serta tenaga struktural yang terlibat dalam proses pelayanan kepada mahasiswa. Perilaku yang ramah. terampil dari pelayanan yang unggul dari setiap personil sebuah Perguruan Tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Swasta (PTS) akan memberi kepuasan kepada mahasiswa yang pada gilirannya akan menciptakan citra yang baik terhadap lembaga dimata masyarakat. 6. Physical evidence 34 “Karakteristik intangible pada jasa menyebabkan pelanggan potensial tidak bisa menilai satu jasa sebelum mengosumsinya. Ini menyebabkan resiko yang dipersepsikan konsumen dalam keputusan pembelian semakin besar” (Fandy Tjiptono, 2005:32). Oleh sebab itu, salah satu unsur penting dalam bauran pemasaran adalah upaya mengurangi tingkat resiko tersebut dengan jalan menawarkan bentuk fisik dari karakteristik jasa. Menurut Payne (2000:164), bukti fisik merupakan lingkungan fisik perusahaan jasa dimana layanan diciptakan dan dimana penyediaan jasa dan pelanggan berinteraksi, ditambah unsur-unsur yang berwujud yang ada yang dipakai untuk berkomunikasi atau mendukung peran jasa. Dalam bisnis jasa, pemasar harus berusaha menyeimbangi dimensi ketidakberwujudannya dengan menyediakan petunjuk-petunjuk fisik untuk ditambahkan yang menguatkan merek dan product sorround. Bukti fisik dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk, misalnya brosur paket liburan yang atraktif dan memuat foto lokasi liburan dan tempat menginap; penampilan staf yang rapi dan sopan; seragam pilot dan paramugari yang mencerminkan kompetensi mereka; dekorasi internal dan eksternal bangunan yang atraktif, ruang tunggu yang nyaman; dan lain-lain. Bukti fisik dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu essensial evidence dan peripheral evidence (Payne, 2000:164). Essensial evidence adalah sarana fisik yang tidak dapat dimiliki oleh pengguna jasa. Essensial evidence merupakan keputusan kunci yang dibuat oleh penyedia jasa mengenai desain dan layout bangunan, jenis pesawat yang dipergunakan oleh perusahaan penerbangan, suasana ruang tunggu di ruang operasi seorang dokter. Bukti fisik sangat membantu 35 positioning suatu perusahaan jasa dan memberi dukungan nyata terhadap pengalaman jasa yang diharapkan. Peripheral evidence yaitu bagian yang tidak terpisahkan dari sarana fisik yang dapat dimiliki atau dinikmati oleh pengguna jasa. Bukti fisik peripheral memiliki sedikit nilai bila berdiri sendiri. Sebuah tiket pada dasarnya mewakili hak untuk menikmati layanan pada saat tertentu. Bukti peripheral menambah perwujudan nilai jasa yang diberikan kepada segmen pelanggan yang dituju nilai tersebut. 7. Process “Proses produksi atau opersi merupakan faktor penting bagi konsumen high- contac services, yang seringkali juga berperan sebagai co-produser jasa bersangkutan” (Tjiptono, 2005:32). Proses dimana jasa diciptakan dan disampaikan kepada pelanggan merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa, karena pelanggan jasa akan memandang sistem pemberian jasa tersebut sebagai bagian dari jasa itu sendiri (Payne, 2000:210). Jadi keputusan-keputusan tentang manajemen operasi adalah hal yang sangat penting bagi keberhasilan pemasaran jasa. Dalam Essence Of Marketing, Adrian Payne (2000) menuturkan bahwa semua kegiatan pekerjaan pada dasarnya adalah merupakan proses. Proses ini meliputi mekanisme pelayanan, prosedur, jadwal kegiatan serta rutinitas dengan apa suatu produk atau jasa diberikan kepada pelanggan. Apabila operasi pelayanan berjalan secara efisien, pemberi jasa akan memperoleh keunggulan yang nyata terhadap pesaingnya yang kurang efisien. Dalam bisnis jasa, manajemen pemasaran dan manajemen operasi saling terkait dan sulit dibedakan dengan tegas. 36 Dalam menilai peranan proses, terdapat 2 (dua) persoalan yang perlu mendapat perharian khusus, yaitu bagaimana proses dapat dlihat sebagai unsur struktural yang dapat diubah untuk membantu mencapai strategi positioning dan bagaimana pemasaran dan operasi harus dikelola untuk mencapai sinergi diantara keduanya (Payne, 2000:212). Selanjutnya dikemukakan bahwa proses-proses dapat diperitmbangkan dengan dua cara, yaitu dalam hal kompleksitas dan dalam hal divergensi. Kompleksitas berkaitan dengan karakteristik langkah-langkah dan urutan yang terdapat dalam proses tersebut, sedangkan divergensi mengacu pada ruang gerak atau variablitas pelaksanaan langkah-langkah dan urutan-urutannya. Proses-proses dapat diubah kompleksitas dan divergensinya untuk menguatkan positioning atau menciptakan positioning baru, melalui 4 (empat) pilihan, diantaranya 1. Divergensi yang dikurangi, bertujuan untuk mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas dan membuat distribusi lebih mudah. 2. Divergensi yang ditingkatkan, meliputi customization dan fleksibilitas yang lebih besar yang mugkin menuntut harga yang lebih tinggi. Pendekatan ini membutuhkan strategi positioning ceruk (niche) yang lebih didasarkan pada margin dan kurang pada volume. 3. Kompleksitas yang dikurangi, dimana langkah-langkah dan kegiatan dihilangkan dari proses jasa untuk membuat distroibusi dan pengendalian lebih mudah. 4. Kompleksitas yang ditingkatkan, merupakan strategi yang biasanya digunakan untuk mendapatkan penetrasi yang lebih tinggi dalam suatu pasar dengan jalan menambahkan layanan yang lebih banyak. 37 Apabila konfigurasi tingkat kompleksitas dan divergensi yang sesuai untuk proses agar tercapai posisi strategis yang diinginkan, maka langkah selanjutnya sangatlah penting untuk memastikan tercapainya keseimbangan antara perspektif pasar operasi. Proses dalam institusi perguruan tinggi adalah semua proses yang dialami oleh mahasiswa selama menempuh studi di pergruan tinggi, seperti : proses tentamen, proses pembimbingan skripsi, proses ujian, proses wisuda dan sebagainya Menurut (Alma, 2004:384). Menurut Tampubolon (2001:79), Perguruan Tinggi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan secara fungsional, sehingga merupakan keterpaduan yang sinergis. Dalam komponenkomponen tersebut terjadi proses-proses yang sesuai dengan fungsi masingmasing, tetapi tidak eksklusif, melainkan saling berkaitan, saling mendukung dan saling mempengaruhi satu sama lain. Apabila semua sistem dan proses pelayanan kepada mahasiswa terencana, terlaksana dan terkendali dengan baik, maka akan menghasilkan lulusan dengan mutu yang baik dan kompeten, yang pada gilirannya akan menghasilkan citra yang baik terhadap perguruan tinggi. 2.5 Kerangka Pikir Sebagai salah satu industri jasa, Perguruan Tinggi dapat dikatakan sebagai suatu proses produksi yang menghasilkan pelayanan jasa kependidikan tinggi bagi para mahasiswanya (Tampubolon, 2001:71). Maka untuk membentuk citra baik terhadap lebaga, dalam rangka menarik minat sejumlah calon mahasiswanya, maka PTS telah menggunakan atau mengembangkan berbagai upaya strategi yang dikenal dengan upaya strategi bauran pemasaran (Buhari Alma, 2004:372). Tiap-tiap 38 elemen bauran pemasaran yang terdiri dari Product (P1), Price (P2), Promotion (P3), Place (P4), People (P5), Process (P6), dan Physical Evidence (P7) merupakan elemen yang mempengaruhi calon mahasiswa sehingga mereka mau mendaftar masuk Perguruan Tinggi (Buhari Alma, 2004:373). Informasi tentang ketujuh bauran pemasaran tadi diperoleh calon mahasiswa dari berbagai sumber seperti dari media massa, orang tua, alumni, guru sekolah, mahasiswa yang masih aktif kuliah, dan sebagainya. Selanjutnya, untuk menentukan faktor-faktor mana saja dari ketujuh variabel bauran pemasaran tadi yang dipertimbangkan oleh mahasiswa dalam memilih PTS akan dilakukan dengan menggunakan teknik analisis faktor. Dalam analisis faktor tadi kita juga dapat melihat faktor-faktor mana saja yang pengaruhnya paling dominan dalam mempengaruhi keputusan mahasiswa dalam memilih PTS jurusan manajemen. Penjelasan di atas dapat digambarkan dalam bagan berikut. Lingkungan Sosio-Kultural Bauran Pemasaran • media massa, orang tua, guru sekolah, mahasiswa yang masih aktif. • Product (P1), Price (P2), Promotion (P3), Place (P4), People (P5), Process (P6), dan Physical Evidence (P7) Gambar 2.5. Kerangka Pikir Penelitian Keputusan Mahasiswa Dalam Memilih PTS Jurusan Manajemen 39 2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah dirumuskan di atas, untuk memberikan arah bahasan dalam menganalisis permasalahan yang ada, maka pada penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut 1. Faktor-faktor bauran pamasaran jasa (marketing mix) yang terdiri dari : product, price, promotion, place, personal, process dan physical evidence merupakan faktor yang dipertimbangkan mahasiswa dalam memilih jurusan Manajemen pada perguruan tinggi swasta di Makassar. 2. Faktor process dan promotion, merupakan faktor yang mempunyai peranan paling penting untuk dipertimbangkan mahasiswa dalam memilih jurusan Manajemen pada perguruan tinggi di Makassar.