Menangislah, Karena Telah Melalaikan Muslim Turkistan Timur

advertisement
Menangislah, Karena Telah Melalaikan Muslim Turkistan Timur
Oleh M. Lili Nur Aulia
(ALAMIYAT/Dunia Islam ; TARBAWI)
Konflik antar ras Uighur dan Han di Xinjiang yang mencuat dan menarik
perhatian dunia Islam beberapa waktu lalu, hanyalah bagian dari bom waktu atas
kepedihan yang sudah sekian lama dialami Muslim di Turkistan Timur. Konflik
antar etnik itu begitu menyentak, tapi lalu membuka sejarah tragedi panjang
tentang derita Muslim di Turkistan Timur akibat kejahatan pemerintah komunis
Cina.
Biarlah kita mengambil awal kisah panjang penderitaan kaum Muslimin di
Cina, sejak tahun 1949, saat komandan pasukan Cina di Turkistan Timur
menaklukannya dan menyerahkan Turkistan Timur kepada Mao Tse Tung,
pemimpin Partai Komunis Cina. Sejak Oktober 1949, pasukan Cina Komunis
memasuki Turkistan Timur dan mulailah era rezim Sosialis Komunis Cina, dan
ketidakadilan dalam sejarah muslimin Turkistan Timur terjadi. Mereka
menghapuskan kepemilikan, merampas harta benda umat Islam termasuk kalung
paa perempuan Muslim, melarang kaum muslimin menyediakan makanan di rumah
dan hanya mengharuskan mereka makan bersama, memisahkan antara suami dan
istri, tidak diperkenankan ketemu kecuali beberapa jam dalam dua minggu.
Beberapa kekejaman rezim Komunis Cina atas Muslim di Turkistan Timur
Cina atas Muslim di Turkistan Timur ketika itu, menurut Tokhti Akhon Arkan,
seorang peneliti Turkistan, penulis “Turkistan Sharqiya, Al Balad Al Islami Al
Mansiy” (Turkistan Timur, Negeri Islam yang Terlupaka) adalah :
1. Larangan menghidupkan simbol-simbol agama dan menghukum siapapun
yang melanggarnya dengan hukuman pidana.
2. Larangan mengajarkan pelajaran agama Islam, dan mewajibakan materi
pelajaran atheism di sekokah dan perguruan tinggi.
3. Menyita buku harian dan buku-buku Islam. Ada kurang lebih 730 ribu buku
yang telah tercetak dikumpulkan dan dirampas, lalu memaksa para tokoh
agama untuk membakar keseluruhannya di depan umum.
4. Menyebarkan buku-buku dan selebaran yang memusuhi dan memperburuk
imej Islam. Misalnya, sejumlah buku yang berbicara dengan tema “Islam
Bertolak Belakang dengan Ilmu Pengetahuan”, “Islam Agama Rekaan Orangorang Arab”, “Islam Menyokong Penjajahan”, dan lain-lain.
5. Penangkapan para ulama dan tokoh agama Islam, penghinaan dan
membunuh siapapun yang tidak mau bekerjasama dengan program
pemerintah komunis dalam hal ini.
6. Memaksa kaum Muslimah untuk melepaskan jilbab dan menghapus semua
praktik dan tuntutsn syariat dalam pernikahan, thalak dan waris.
Menghidupkan budaya campur baur anatara pria dan wanita, mendororng
kawin silang antara umat Muslim dan non Muslim dengan tujuan
mengacaukan garis keturunan keluarga Muslim.
7. Menutup lebih dari 27 ribu masjid dan menutup 18 ribu sekolah agama
Islam. Lebih dari itu, menggunakan gedung-gedung yang dibangun kaum
Muslimin, termasuk bangunan masjid dan sekolah, untuk praktik yang
berlawanan dengan nilai Islam, bahkan ada yang dijadikan café dan gudang.
8. Menyita harta benda milik aktifis Islam baik dari hasil mengajar, maupun
menulis dan menterjemah buku. Meghancurkan rumah mereka dan mengusir
mereka dari wilayah pemukiman ke wilayah yang sepi dan jauh dari
kehidupan sosial.
Hidup di Xinjiang ibarat hidup di dalam sangkar yang terkurung oleh
mata-mata pemerintah. Setiap gerak gerik Muslim berada dalam pantauan
yang ketat. Bahkan ada anggota keluarga yang menjadi mata-mata untuk
kelurganya sendiri. Anak menjadi mata-mata terhadap ayahnya. Dan ayahnya
juga menjadi mata-mata terhadap anaknya. Begitulah, sehingga rasa percaya,
keamanan dan kenyamanan nyaris hilang di antara masyarakat Muslim.
Penangkapan, penjara, penyiksaan seperti menjadi momentum yang secara
bergilir, umat Islam kelak akan menerimanya dengan kondisi seperti itu.
Kunjungan keluarga, pengucapan salam, hadir dalam momen pernikahan dan
semacamnya, menjadi sulit dilaksanakan. Pemerintah komunis juga telah
mengisolirwilayah Turkistan Timur, dengan melarang kaum Muslimin
melakukan perjalanan ke luar kota mereka, dan melarang orang asing masuk
kedalamnya. Siapapun umat Islam yang memiliki hubungan dengan kerabat
mereka di luar Turkistan Timur, sangat mudah mendapat tuduhan bahwa
mereka adalah mata-mata asing dan memiliki hubungan spinionase dengan
musuh negara. Bahkan pemerintah komunispun telah melarang keluarga
kaum Muslim yang sekedar ingin melepas jenazah keluarga mereka yang
termasuk tokoh agama Islam.
Sungguh menyakitkan membaca data dan informasi tentang Muslim
di Turkistan Timur. Dan merekapun telah melakukan perlawanan terhadap
kekejian pemerintah komunis itu. Ada kurang lebih 360 ribu Muslim yang
gugur dalam peperangan. Dan di kota Kashgarkan ada 75 ribu orang yang
gugur. Umat muslim mempunyai 19 pos latihan perlawanan di Ashgal untuk
aki perlawanan ini. Dengan pengorbanan yang sudah luar biasa itu, ditambah
penderitaan yang sangat berat bagi mereka mempertahankan agama Islam,
mereka sampai hari ini masih terus melakukan pertahanan dan perlawanan
untuk merebut kemerdekaan. Ketatnya jalur komunikasi yang diterapkan
pemerintah komunis Cina menyebabkan penderitaan ini nyaris tak terdengar
oleh dunia luar. Ditambah lagi, dunia Islam yang hingga kini masih menutup
telinga untuk menolong dan membantu mereka.
Muslim Uighur, Yang Terlupakan
Setelah wafatnya Mao Tse Tung tahun 1978, fase penderitaan bagi
Muslimin Turkistan Timur makin menjadi-jadi. Mereka menerapkan politik
Cinasisasi melalui berbagai infrastruktur pemerintah. Dan setelah komunis
Cina merasa eksis menguasai kaum Muslimin di berbagai lini baik secara
ekonomi, politik, budaya, pendidikan, di Turkistan Timur, mereka memulai
fase lain dengan menerapkan aksi-aksi teror untuk mencapai tujuan
penjajahan melalui beberapa langkah represif.
Misalnya, menyatakan perang terhadap berbagai bentuk afiliasi
keagamaan bagi Muslim Turkistan Timur, dengan mempersulit masyarakat
Muslim menerapkan syiar agama Islam, melarang pelajaran agama Islam
bagi anak-anak untuk memutus tali generasi masyarakat Islam. Misalnya
saja, pada tanggal 5 April 1990 di sebuah kampong bernama Baren, Selatan
Kashghar, ketika kaum Muslimin ingin mambangun sebuah masjid.
Pemerintah komunis melarang mereka untuk melanjutkan rencana
pembangunan masjid hingga terjadi bentrokan antara keamanan komunis
dengan masyarakat Muslim. Insiden itu bahkan berakibat, kampong Baren
dibombardir oleh keamanan Cina dengan pesawat tempur, granat tangan,
yang menghancurkan rumah para petani serta memaksa orang-orang tua,
anak-anak dan kaum perempuan mengungsi. Ratusan warga Muslim gugur
ketika itu, dan lebih dari seribu orang lainnya ditangkap dan masih
mendekam dalam penjara hingga hari ini.
Peristiwa ini akhirnya bocor ke media massa hingga memaksa Cina
mengakui aksinya dengan mengatakan bahwa tragedy itu hanya menelan
korban 60 orang warga saja. Sung Hang Liang, ketua Partai Komunis Cina lalu
memblokade Turkistan Timur (Xinjiang) untuk menutup akses infoemasi
tentang tragedy Baren, pada April 1990. Komunis Cina melakukan beberapa
langkah seperti, memaksa seluruh tokoh agama yang masih hidup untuk
menyetujui laporan keamanan Komunis yang dibuat terkait tragedy Baren.
Komunis Cina juga mengirim para tokoh agama yang masih hidup ke balai
latihan kerja yang akan melatih mereka sesuai pronsip dan ajaran komunis.
Juga mengundang para tokoh agama Islam ke posko keamanan komunis dan
memaksa mereka menandatangani perjanjian untuk tidak memberikan
pelajaran Islam kepada anak-anak mereka, dan juga tidak mengajarkan
mereka cara membaca Al-Quran di masjid maupun rumah. Masjid-masjid
juga dilarang untuk ditambah jumlahnya dengan dalih masjid yang ada sudah
cukup dan hanya boleh digunakan untuk shalat Jum’at dan shalat Idul Fitri
serta Idul Adha saja. Di Kashgar saja, ada 253 masjid yang disegel oleh
pemerintahan, dan lebih dari 50 sekolah Islam yang dilarang beroperasi.
Ada peristiwa penting diingat sebagai bagian dari kisah penderitaan
Muslim di Turkistan Timur, atau di Cina secara umum. Peristiwa ini penting
pernah menjadi peristiwa besar di Cina pada tahun 1997, yakni setelah
komunis Cina secara terang-terangan menerapkan undang-undang untuk
menghabisi perkembangan Islam. Li Peng, Perdana Mentri Cina pada tahun
1994 mengeluarkan dua ketetapan untuk melarang aktifitas keagamaan
berupa dua ketetapan. Pertama, ketetapan nomor 145 yang berbunyi,
“Seluruh tempat peribadatan tersembunyi dan aktivitas keagamaan yang
menyebar di Cina harus ditutup dalam beberapa tahun terakhir, dan haruds
mendapatkan pengawasan yang ketat di seluruh kegiatan keagamaan.”
Kedua, ketetapan nomor 144: “Tidak diizinkan bagi orang asing mendirikan
rumah ibadah, atau yayasan atau lembaga keagamaan yang mengelola
kegiatan keagamaan, atau lembaga kebudayaan atau sekolah keagamaan.
Orang asing juga dilarang berkomunikasi dengan tokoh agama lokal dan
melakukan kerjasama dalam aktifitas mereka…”
Bayangkanlah bagaimana hasil penerapan ketentuan zalim ini di
masyarakat Muslim Cina pada umumnya. Terlebih bagi Muslim di Turkistan
Timur yang seperti tak pernah usai menjalani derita. Kita harus berani
mengatakan, bagaimanapun juga, kisah pedih mereka di sana adalah bagian
dari bukti kelalaian kita selama ini terhadap mereka.
Download