kolaborasi sains dan satellite backsound dalam

advertisement
KOLABORASI SAINS DAN SATELLITE BACKSOUND DALAM MEMOTIVASI SISWA
BELAJAR
Oleh: Riyadi Priyambodo
Abstrak:
Tingkat penguasaan siswa terhadap materi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam masih sangat belum menggembirakan. Rasa malas, merasa tidak mampu, sikap
kurang bergairah, kurang bersemangat, kurang siap dalam mengikuti pembelajaran,
terbebani oleh tugas-tugas rumah dan tidak mau berusaha merupakan faktor yang ada
pada diri sebagian siswa.
Dari sisi kompetensi guru pun masih belum variatif dalam
mengajar dengan segala keterbatasan alat pendukung. Permasalahan ini dicoba untuk
diangkat
melalui
penerapan
metode
pembelajaran
satellite
backsound
guna
meningkatkan motivasi belajar IPA siswa di SMP Negeri 1 Padakembang. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan respon siswa mengenai metode
pembelajaran satellite backsound terhadap kemampuan belajar IPA siswa kelas IX di
SMP Negeri 1 Padakembang. Dari hasil penelitian dapat
terlihat
bahwa penerapan
metode pembelajaran satellite backsound mempunyai pengaruh dan respon yang positif
terhadap peningkatan
kemampuan belajar IPA siswa kelas IX
di
SMP Negeri 1
Padakembang. Hasil angket menunjukkan bahwa sebagian besar respon siswa merasa
senang bila belajar IPA dipandu dan dibimbing oleh teman yang lebih pandai (88,90%),
siswa lebih bebas bertanya kepada pemandu apabila ada materi IPA yang belum dikuasai
atau dipahami (83,30%), pada kegiatan pembelajaran di kelas dengan didengarkan music
dapat memberikan tenaga dan semangat baru (94,40%), kegiatan proses pembelajaran
dengan diiringi music dapat meningkatkan pemahaman materi pembelajaran IPA
(80,60%). Hal ini nampaknya berakibat pula terhadap perolehan nilai rata-rata kelas yang
nampak meningkat. Dimana rata-rata uji coba soal siklus I sebesar 67,78 naik pada siklus
II menjadi 74,31.
Kata-kata kunci: metode satellite backsound, motivasi belajar siswa.
1
Sistem pendidikan nasional di Indonesia yang masih berorientasi pedagogy of the
oppressed, yang menekan, menindih, dan menindas dunia anak-anak kita
ternyata
belum mampu menumbuhkan kesadaran peserta didik untuk belajar dan membangun
minat keingintahuannya. Masih banyak guru yang asyik memberi tugas sebanyakbanyaknya kepada peserta didik tanpa mengenal dan memahami perasaan anak yang
lelah atau bahkan banyak juga guru yang asyik bercerita dan berceramah di depan kelas
dengan penuh semangat dengan
mengabaikan perasaan anak yang bosan dan
mengantuk.
Selain itu banyak juga orang yang tidak menyadari bahwa pendidikan di Indonesia
umumnya dan Tasikmalaya khususnya lebih banyak menekankan kepada hasil belajar
berupa hanya kognitifnya saja. Hal ini dapat terlihat dari pengukuran hasil belajar yang
lebih diarahkan pada dimensi akademik dan kemampuan logika saja (menekankan pada
pengembangan otak kiri saja), maka banyak materi pelajaran yang berkaiatan dengan
otak kanan (seperti pembentukan karakter) kurang mendapat perhatian. Celakanya
pendekatan yang terlalu kognitif telah mengubah orientasi peserta didik menjadi
semata-mata untuk meraih nilai tinggi. Hal ini dapat mendorong siswa mengejar nilai
dengan cara yang tidak jujur.
Padahal seorang pembelajar sejati yang jujur biasanya mempunyai motivasi diri
yang kuat, karena motivasi adalah aspek paling penting dalam memberi dorongan kepada
siswa dalam proses belajar. Siswa yang motivasi belajarnya senantiasa ada, akan senang
menghadapi tantangan, berfikir kreatif, dan senantiasa bekerja keras untuk mencari
solusinya.
Kehausan terhadap ilmu tidak pernah terpuaskan, sehingga ia akan terus
menerus mencari tahu tentang ilmu yang dipelajarinya. Ia akan menjadi pribadi yang
tidak mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan.
Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul perubahan kemapuan
belajar siswa ke arah positif yang di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Konteks ini pada dasarnya
bergantung pada guru sebagai elemen penting dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
2
Pengertian belajar menurut seorang ahli pendidikan yaitu Gagne memberikan
defenisi bahwa (1) Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku; (2) Belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. (Slameto, 1995:13).
Dari pendapat di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa belajar adalah
“perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu.
Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Ini berarti
bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Yang berperan
untuk membawa perubahan tingkah laku tersebut adalah guru di dalam menciptakan
metode mengajar.
Jika ditanya kepada
peserta didik,
pelajaran apa yang membosankan,
menakutkan, dan menyebalkan, hampir semua siswa menjawab IPA, terutama fisikanya.
Mengapa? Banyak orang menganggap penyebab semua ini adalah guru . Guru disalahkan
karena cara mengajarnya yang monoton dan tidak inovatif. Bukan rahasia umum lagi
bahwa tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
khususnya fisika masih belum menggembirakan . Banyak faktor yang mempengaruhi
rendahnya hasil belajar IPA antara lain disebabkan siswa kurang meminati pelajaran
tersebut, terlalu banyak rumus yang dihafal, tugas rumah yang terlalu menumpuk
sehingga tidak pernah dan mau mengerjakan tugas berupa latihan soal-soal, guru terlalu
sering bicara di depan kelas dengan konsep dan rumus yang banyak sehingga siswa
cenderung menjadi jenuh dan pikiran mereka mengembara entah kemana akibatnya
proses pembelajaran di kelas jadi tidak menyenangkan.
Belajar dengan memperhatikan peluang sebesar-besarnya bagi partisipasi anak
didik dan pengalaman langsung oleh anak jauh memiliki makna ketimbang
belajar
verbalistik. Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius pernah menekankan pentingnya arti
belajar dari pengalaman dengan perkataannya bahwa: “ Yang saya dengar, saya lupa”,
3
” Yang saya lihat, saya ingat’, ” Yang saya lakukan, saya pahami”. (Melvin L. Silberman,
2004:16).
Dari pendapat tersebut di atas dapat ditarik suatu pandangan bahwa belajar
tidaklah cukup hanya dengan mendengarkan guru berceramah , berbicara yang terlalu
banyak dan melihat sesuatu, obyek, misalnya gambar, peta dan sebagainya tetapi juga
siswa harus dapat melakukan sesuatu (berbuat) terhadap informasi dan materi pelajaran
yang disampaikan guru. Dengan mendengar, melihat dan berbuat tentang suatu materi
yang disampaikan maka akan mempengaruhi hasil belajar itu sendiri, sehingga siswa
dengan sendirinya akan mengetahui untuk apa ia belajar.
Hasil kajian modul BBM BERMUTU diperoleh gambaran tentang klasifikasi ranah
afektif sebagai berikut:
Ranah Afektif
Bloom :





menerima
merespon
menilai
mengorgani sasi
internalisasi
Dalam proses
Tuckman :
Anderson :







sikap
minat
motivasi
nilai
konsep diri
preperensi
kontrol diri








sikap
minat
motivasi
nilai
konsep diri
preperensi
kontrol diri
perilaku
Gable :
 sikap
 minat
 kepercayaan
diri
 nilai
pembelajaran diharapkan terjadi suatu kegiatan yang integral
antara siswa sebagai pelajar dan guru sebagai pengajar dalam hal penyatuan emosi.
Dalam kegiatan ini terjadi interaksi reciprocal, yaitu hubungan antara guru dengan para
siswa dalam situasi pembelajaran. Para siswa dalam situasi pembelajaran ini menjadi
tahapan kegiatan belajar melalui interaksi dengan kegiatan dan tahapan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru. Namun dalam proses pembelajaran ini tentu banyak faktor
yang harus diperhatikan baik oleh guru maupun oleh siswa.
Salah satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam pengajaran
tersebut adalah keterampilan dalam memilih metode.
Pemilihan metode berkaitan
4
langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan
situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal.
Metode secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode
diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.
Kata “mengajar”
sendiri berarti memberi pelajaran.
Menurut Prof. Pupuh
Fathurrohman (2007:55) : metode mengajar adalah cara-cara menyajikan bahan
pelajaran kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Salah satu metode dalam pengajaran yang digunakan dalam penelitian tindakan
kelas ini adalah
adalah metode pembelajaran satellite backsound.
Metode ini
merupakan pengembangan metode tutorial (tutor sebaya). Yang dimaksud dengan tutor
sebaya adalah kegiatan bantuan perbaikan yang diberikan teman-teman yang sekelas
dengan siswa yang mengalami kesulitan belajar. (Mukhtar, 2007:74). Tutor sebaya ini
merupakan siswa yang sudah mastery (menguasai) terhadap bahan atau materi pelajaran
yang akan ditutorkan. Fungsi tutor disini hanya membantu guru dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran bagi siswa yang membutuhkan.
Artinya, pelaksana utama
kegiatan pembelajaran ini tetaplah guru sendiri, dan guru bertanggung jawab terhadap
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang dipelajari.
Dengan petunjuk-petunjuk dari guru, tutor membantu temannya yang mengalami
kesulitan.
Pemilihan tutor didasarkan atas prestasi, punya hubungan sosial baik dan
cukup disenangi oleh teman-temannya.
kegiatan kelompok
Tutor berperan sebagai pemimpin dalam
sebagai pengganti guru.
Dengan tutor ini diharapkan adaanya
hubungan yang lebih dekat dan akrab. Tutor sendiri kegiatannya merupakan membantu
dan menambah motivasi belajar, juga dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan
kepercayaan diri.
Akan semakin menambah semangat belajar siswa apabila di dalam proses
pembelajaran tersebut diiringi dengan musik latar (backsound) antara lain musik- musik
instrument. Musik dapat mempengaruhi pikiran dan tubuh sehingga berbagai kejadian
5
emosional yang ekstrim positif (sangat mengembirakan, sangat menyenangkan) ataupun
yang ekstrim negatif (sangat menyedihkan) akan muncul pada diri siswa.
Musik sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, disebabkan karena musik
sangat mempengaruhi pikiran dan tubuh. Untuk dapat mengembangkan kemampuan
belajar siswa dapat dilakukan dengan mendengarkan iringan musik.
Musik dapat
digunakan untuk menstransformasi individu dari satu kondisi tertentu ke kondisi yang
lainnya. Musik juga membantu pembelajaran dan pengingatan.
Beragam eksperimen
yang mendukung kesimpulan tersebut, seperti yang telah dilakukan berdasarkan
beberapa ahli antara hasil penelitian Gerald Edalman dan willian Calvin menyatakan
bahwa kecerdasan berkembang ketika stimulus tertentu –misalnya musik-memperkuat
jejaring tertentu , mengembangkan sintaksis abstrak yang memungkinkan terjadinya
komunikasi tingkat tinggi, dan proses berfikir abstrak. Hal tersebut juga telah dilakukan
oleh Hood (1973), menurutnya siswa yang mendapatkan instruksi musik harian mendapati
lebih sedikit hambatan belajar dibandingkan dengan siswa yang tidak mendapatkan.
(Yovan P. Putra, 2008:68).
Aplikasi musik pada pembelajaran juga telah diterapkan di banyak negara. Di
Thailand, sistem pendidikan nasionalnya memanfaatkan lagu untuk melatih aspek
tonalitas bahasa, seperti yang disampaikan oleh George List (1972). Sebagai tambahan
Myra Straum (1987) menyatakan bahwa di Amerika Serikat, mencocokkan melodi dengan
kalimat secara signifikan meningkatkan akurasi dari infleksi verbal pada pembelajar
Bahasa Inggris sebagai Bahasa Kedua. Sehingga dari hasil penelitian tersebut di atas
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa musik sangat mempengaruhi proses pembelajaran.
Hal inilah yang tampaknya perlu kita benahi bersama dan sekarangnlah saat yang
tepat untuk beralih ke sistem pelayanan pendidikan yang menyenangkan (pedagogy of
love). Guru tidak hanya berbicara di depan kelas dan siswa sebagai pendengar pasif.
Guru juga dituntut untuk mengembangan metode pembelajaran yang menyenangkan
terhadap siswa. Hal itu akan memberikan suasana hati yang menyenangkan dan menarik
minat siswa untuk belajar dengan suka cita, tanpa beban keterpaksaan, tanpa rasa takut
6
sehingga siswa dapat mengembangkan penalaran dan kreativitasnya sesuai keinginan
hatinya.
METODE
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IX-E SMP Negeri 1 Padakembang Kabupaten
Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 37 orang. Rancangan penelitian
adalah penelitian tindakan kelas atau classroom based action research. Penelitian ini
dilaksanakan dalam 2 siklus selama 2 bulan dari bulan Pebruari sampai dengan bulan
Maret 2010. Masing-masing siklus melalui tahap perencanaan tindakan, implementasi
tindakan, observasi, dan refleksi.
Secara umum alur pelaksanaan tindakan dalam
penelitian tindakan kelas ini digambarkan oleh Kemmis dan Mc Taggart.
HASIL
Sebelum dilakukan tindakan-tindakan pada siklus
I, maka untuk menentukan
ketua kelompok yang nantinya akan diberdayakan sebagai tutor sebaya atau kegiatan
bantuan yang diberikan teman sekelasnya dengan siswa yang mengalami kesulitan
belajar, maka diadakan uji coba (tes) berupa soal-soal yang telah diajari pada
pertemuan-pertemuan sebelumnya yaitu mengenai konsep listrik. Dari hasil uji coba ini
diambil siswa yang memperolah nilai tertinggi untuk sepuluh besar. Jika hasil uji coba ini
tidak memuaskan, maka akan diadakan uji coba yang kedua. Dari hasil uji coba diperoleh
tujuh orang siswa yang memperoleh nilai di 75 ke atas. Siswa yang mendapat nilai di
atas 75 itulah yang merupakan ketua kelompok yang akan membimbing siswa yang
mendapat nilai di bawah 70. Setelah ketua kelompok terpilih, maka tiap siswa bebas
menentukan tutor belajarnya. Sehingga tiap kelompok jumlahnya bervariasi ada yang 3,
4 dan juga 8 orang (anggota kelompok ini diibaratkan sebagai satelit yang mengelilingi
planet).
7
Setelah dilakukan penentuan ketua dan anggota kelompoknya, maka dilaksanakan
tindakan-tindakan pada siklus I. Dari awal pembelajaran pada siklus I ini terdapat
perubahan sikap bila dibandingkan keadaan sebelum dilakukan penelitian. Misalnya pada
saat dihidupkan music latar (sebagai awal pembelajaran) terlihat siswa kelihatan santai,
tenang, dan bersemangat (Gambar 2). Satu minggu sebelum kegiatan pembelajaran,
siswa yang telah ditetapkan sebagai tutor/pemimpin kelompok dapat mempelajari
sendiri materi di rumah sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai untuk menyampaikan
materi kepada anggota kelompoknya. Tiap kelompok dapat melaksanakan pembelajaran
di mana saja, bisa di dalam kelas, di luar kelas, maupun di laboratorium dengan
dibimbing oleh ketua kelompoknya (Tampak pada gambar 3). Setelah kegiatan belajar
selesai dilakukan, mereka kembali ke dalam kelas untuk mempresentasikan hasilnya.
Setelah selesai mempresentasikan hasil belajarnya, guru memberikan refleksi dan
penguatan. Masih pada siklus I, pertemuan berikutnya diperlihatkan film karya besar
Harun Yahya tentang Kemilau Jagad Raya. Setelah itu tiap kelompok melakukan kegiatan
meresum
dari
film
tersebut,
mendiskusikan
perkelompok
selanjutnya
mempresentasikannya. Selanjutnya dilakukan uji coba soal untuk dikerjakan oleh seluruh
siswa. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui nilai ketuntasan belajar dan rata-rata
kelas, kemudian hasil akhir dari nilai kedua kelas merupakan data kuantitatif yang
digunakan dalam penelitian ini.
Dari hasil analisis data yang berupa angket siswa dapat dinyatakan bahwa metode
pembelajaran satellite backsound dapat meningkatkan semangat dan motivasi siswa
belajar IPA. Masalah yang ada saat kegiatan belajar mengajar IPA berlangsung,sebelum
metode pembelajaran ini dilaksanakan di kelas dimana siswa menampakkan sikap yang
kurang bergairah, kurang bersemangat dan kurang siap dalam menerima pelajaran sudah
dapat diubah. Dari hasil angket siswa ini diketahui bahwa sebagian besar respon siswa
merasa senang bila belajar IPA dipandu dan dibimbing oleh teman yang lebih pandai
(88,90%), dan siswa lebih bebas bertanya kepada pemandu apabila ada materi IPA yang
belum dikuasai atau dipahami (83,30%), pada kegiatan pembelajaran di kelas dengan
8
didengarkan music dapat memberikan tenaga dan semangat
baru (94,40%), kegiatan
proses pembelajaran dengan diiringi music dapat meningkatkan pemahaman materi
pembelajaran IPA (80,60%), tampak gambar 4 dimana siswa sedang mengisi angket.
Sedangkan komentar dari ketua kelompok diketahui bahwa mereka merasa kesulitan bila
harus belajar sendiri, kemudian harus mengajarkan kepada anggotanya.
Permasalahan yang muncul karena adanya beberapa ketua kelompok yang
kesulitan untuk memahami yang pelajari, kemudian dicari pemecahannya.
Alternatif
pemecahan tersebut dipakai untuk persiapan siklus II.
Pada pelaksanaan rencana tindakan pada siklus II ini kepada siswa yang telah
ditetapkan sebagai tutor/pemimpin kelompok untuk menyampaikan atau menerangkan
konsep IPA kepada teman sekelompoknya, tetapi pada siklus II ini para ketua kelompok
setelah pulang sekolah dibimbing terlebih dahulu oleh guru untuk menguasai kompetensi
dasar yang harus dikuasai, kemudian apabila terdapat kesulitan dan masalah para ketua
kelompok maupun kelompoknya dapat menanyakan langsung kepada guru.
Gambar 2. Persiapan dan pelaksanaan pembelajaran selain diiringi dengan sound musik
9
instrumen juga ditampilkan film yang berkaitan dengan pembelajaran membuat
siswa bersemangat untuk belajar.
Gambar 4. Pengisian angket respon siswa tentang pembelajaran metode satellite backsound
dan hampir 94% mengatakan metode ini dapat menimbulkan semangat baru.
Gambar 3. Tiap kelompok dapat melaksanakan pembelajaran di mana saja, bisa di dalam kelas,
di masjid, di perpustakaan, maupun di laboratorium dengan dibimbing oleh ketua
kelompoknya
10
Gambar 5. Bimbingan dan penyampaian materi kepada ketua kelompok setelah pulang sekolah,
pada esok harinya berikutnya meraka harus menyampaikan kembali kepada anggota
kelompoknya.
Pada siklus II diketahui ternyata ketua kelompok lebih menguasai, memahami dan
percaya diri untuk menyampaikan materi ke kelompoknya. Presentase yang dilakukan
salah satu siswa dari kelompoknya pun terlihat lancar. Hal ini merupakan peningkatan
dari siklus I.
Diakhir siklus II Selanjutnya guru memaknai setiap materi yang telah didiskusikan
sebagai contoh atau model perilaku dan budi pekerti dengan alunan musik. Dimana
dalam gambar juga ditampilkan gambar-gambar bencana alam yang terjadi di Indonesia
juga gambar orang tua yang selalu merindukan anaknya menjadi anak yang benar dan
mau belajar. Ternyata di akhir siklus II tersbut banyak juga siswa yang terbawa suasana
haru, bahkan beberapa siswa menanggis setelah guru memaknai materi yang telah
didiskusikan dengan realita kehidupan sehari-hari (Gambar 6 dan 7). Materi lain yang
diberikan pemaknaan, antara lain berkaitan dengan:
-
Keberadaan Allah SWT yang menundukan matahari dan bulan
-
Allah yang mengedarkan galaksi-galaksi
11
-
Terjadinya alam semesta telah diterangkan oleh Firman Allah 1400 tahun yang
lalu melalui Nabi Muhammad saw
Gambar 6. Gambar ilustrasi yang mengambarkan tentang orang tua yang selalu berjuang untuk
anaknya dan kita semua akan kembali kepada Allah SWT
Gambar 7. Siswa yang terbawa suasana haru, beberapa siswa menanggis setelah guru
memaknai kehidupan.
12
Pada akhir pembelajaran siklus I dan II diberikan tes. Dari tes dapat diketahui
kemampuan penguasaan materi siswa. Ketua kelompok yang dibimbing guru terlebih
dahulu kemudian menyampaikan dan mengajarkan kepada kelompoknya umumnya
memiliki nilai yang tinggi, bila dibandingkan dengan nilai dimana ketua kelompok tidak
dibimbing menguasai pelajaran terlebih dahulu seperti nampak pada gambar 8 grafik
rata-rata tes siklus I dan siklus II.
76
74
72
67,78
70
74,31
68
66
64
SIKLUS 1
SIKLUS 2
Gambar 8. Grafik rata-rata tes siklus I dan siklus II
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa
(1)
Penerapan
Metode
Pembelajaran
satellite
backsound
dapat
meningkatkan
kemampuan belajar IPA siswa kelas IX di SMP Negeri 1 Padakembang, (2) Semangat dan
motivasi siswa meningkat dalam pembelajaran IPA.
Setelah penulis melakukan penelitian dan mengetahui pengaruh penggunaan
metode pembelajarn satellite backsound, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:
(1) Hendaknya para guru dalam proses pengajaran agar terbiasa membuat suatu inovasi
lain
yang dapat membantu memotivasi siswa di dalam memahami suatu materi
pelajaran demi mencapai tujuan belajar yang diharapkan, dan (2) Hendaknya rekan
guru yang bertugas sebagai pengamat pada penelitian tindakan kelas adalah guru
13
pengajar yang mengajar di kelas yang setingkat agar memahami benar materi yang
sedang dibelajarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dikdasmen.
2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Sains tentang Model-model
Pengajaran dalam Pembelajaran Sains. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dryden, Gordon dan Jeannete Vos. 2003.
Revolution). Bandung: Mizan Pustaka.
Faizah, Dewi Utama.
Serangkai.
2003.
Revolusi Cara Belajar (The Learning
Belajar Mengajar yang Menyenangkan.
Solo: Tiga
Phil, Elly Herliani M, Yayu Sri Rahayu. 2010. Instrumen Penilaian Afektif pada
Pembelajaran IPA untuk Guru SMP. Bandung:PPPPTK IPA
Purwanto, M. Ngalimin.
Remaja Rosdakarya.
1993.
Ilmu Pendidikan Teoretis
dan Praktis.
Bandung:
Putra, Yovan P. 2008. Memori dan Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.
Ramly, Amir Tengku dan Erlin Trisyulianti. 2006. Pumping Teacher, Memompa Teknik
Pengajaran menjadi Guru Kaya. Jakarta : Kawan Pustaka.
Samana, A. 2007. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.
Silberman, Melvin L. 2004. Active Learning (101 Cara Belajar Siswa Aktif). Bandung
: Nusamedia.
Slameto. 2005. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
14
BIODATA PENULIS
1. Judul Artikel
: Kolaborasi Sains Dan Satellite Backsound Dalam
Memotivasi Siswa Belajar
2. Identitas Penulis
a.
Nama Lengkap
: Riyadi Priyambodo, S.Pd.,M.Pd.
b.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
c.
NIP
: 19691215 199703 1 009
d.
Pangkat/Golongan
: Pembina, IV/a
e.
Mapel yang diampu
: IPA
f.
Sekolah
: SMP Negeri 1 Padakembang
g.
Alamat
: Jalan Bantarpayung Cisaruni Padakembang
Kabupaten Tasikmlaya
Telp (0265) 543119
h. Alamat Rumah
: Perum Situ Gede Indah A/278 RT. 06/14
Mangkubumi Kota Tasikmalaya 46181
Telp (0265) 342739/ HP 081323126100
i. E-mail
: [email protected]
15
Download