Paper Title (use style: paper title)

advertisement
Prodi S1-Pendidikan IPA, Universitas Negeri Surabaya
PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN IPA SEBAGAI
UPAYA MELATIHKAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING SISWA
Aliefia Meta Duwairoh1), Erman2), Wisanti3)
1)
2)
Program Studi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Surabaya. E-mail: [email protected]
Dosen Program Studi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Surabaya. E-mail: [email protected]
3)
Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya. E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, kemampuan problem
solving siswa, dan respons siswa terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pre experimental, dengan rancangan penelitian One Group
Pretest-Posttest Design. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VII F SMP Negeri 1 Ngoro Jombang yang
ditentukan dengan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan, keterlaksanaan model pembelajaran
inkuiri terbimbing berlangsung efektif. Rata-rata persentase keterlaksanaan proses pembelajaran pada pertemuan
pertama dan kedua sebesar 80% dengan kategori baik, sedangkan pada pertemuan ketiga sebesar 90% dengan
kategori sangat baik. Aktivitas siswa dalam pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing juga
mengalami peningkatan. Rata-rata persentase aktivitas siswa pada pertemuan pertama sebesar 50% dengan
kategori cukup, pertemuan kedua sebesar 65% dengan kategori baik, dan pertemuan ketiga sebesar 78% dengan
kategori baik. Berdasarkan hasil uji N-Gain diperoleh hasil bahwa tiap indikator kemampuan problem solving
siswa mengalami peningkatan yaitu: 5 indikator dengan kategori tinggi, dan 2 indikator dengan kategori sedang.
Kelas VII F juga dinyatakan tuntas secara klasikal setelah dilakukan pembelajaran dengan model inkuiri
terbimbing karena kelas tersebut memperoleh ketuntasan klasikal sebesar 90,63%. Siswa memberikan respons
positif terhadap pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing, hal ini diperlihatkan dari rata-rata
persentase siswa yang menjawab “Ya” yaitu sebesar 92,5%.
Kata Kunci: Inkuiri terbimbing, kemampuan problem solving.
Abstract
This study aimed to describe the feasibility of learning, student’s problem solving skills, and the
student's response to the guided inquiry learning model. The type of research used in this study is pre
experimental research, and the research design is one group pretest-posttest design. The targets of this research
is the students of class VII F SMP Negeri 1 Ngoro Jombang, determined by purposive sampling technique. The
results showed, the feasibility of guided inquiry learning model is effective. The average percentage of the
learning process at the first and the second meeting are 80% with a good category, while at the third meeting is
90% with a very good category. Students’ learning activities using guided inquiry model also increased. The
average percentage of students’ activities at the first meeting is 50% with enough category, the second meeting is
65% with good category, and the third meeting is 78% with good category. Based on the test results of N-Gain
showed that each indicator student’s problem solving skill has increased as follows: 5 indicators with high
category, and two indicators with the medium category. Class of VII F also declared complete classically after
the learning process by guided inquiry model because this class’ classical completeness gain is 90.63%. Students
give positive response to the guided inquiry model, it is shown from the average percentage of students who
answered "Yes" in the amount of 92.5%.
Keywords: Guided inquiry, problem solving skills.
mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang
beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta
mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Wena (2009) menyebutkan bahwa pendidikan
memiliki tujuan akhir untuk menghasilkan siswa yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
memecahkan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia saat ini
PENDAHULUAN
Kurikulum terbaru Indonesia yaitu Kurikulum 2013
menurut Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014
menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat
yang memberikan pengalaman belajar agar siswa mampu
menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat
dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar.
Tujuan Kurikulum 2013 dijelaskan pula dalam
Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 yaitu
1
Prodi S1-Pendidikan IPA, Universitas Negeri Surabaya
mengharapkan siswa untuk memiliki kemampuan
problem solving yang dapat diaplikasikan di masyarakat.
Penelitian mengenai problem solving pada siswa SMP
yang dilakukan oleh Sudiran (2012) menyebutkan bahwa
kenyataan di lapangan menunjukkan kemampuan problem
solving siswa masih tergolong rendah. Hasil pra penelitian
yang dilakukan di kelas VII F SMP Negeri 1 Ngoro
Jombang memperlihatkan bahwa kemampuan problem
solving siswa juga belum maksimal, persentase siswa
yang mengalami kesulitan dalam merumuskan masalah
sebesar 57,1%, membuat dugaan sementara 75,0%,
melaksanakan pengamatan 78,6%, menganalisis data
42,9%, dan menyimpulkan data 50%.
Melihat kemampuan problem solving siswa di kelas
VII F SMP Negeri 1 Ngoro Jombang, maka diperlukan
suatu perubahan pada model pembelajaran yang
diterapkan pada siswa. Salah satu model pembelajaran
yang sesuai untuk melatihkan kemampuan problem
solving siswa adalah model pembelajaran inkuiri. Model
pembelajaran inkuiri merupakan salah satu model
pembelajaran yang berorientasi pada teori konstruktivis
dimana pembelajaran harus selalu mendorong siswa untuk
mampu mencari makna dan membangun pengetahuannya
sendiri berdasarkan pengalaman yang didapatkan dari
lingkungannya.
Penelitian mengenai pembelajaran inkuiri terhadap
kemampuan problem solving yang dilakukan terhadap
siswa kelas VIII SMP oleh Pujiastuti, dkk (2014)
menyebutkan bahwa masih perlunya bimbingan guru
dalam proses belajar secara inkuiri. Respons siswa
sekolah menengah terhadap pembelajaran inkuiri cukup
baik namun siswa masih membutuhkan peran guru dalam
pembelajaran untuk membimbing siswa selama proses
penyelidikan (Kilinc, 2007). Kenyataan tersebut
memperkuat bahwa pembelajaran inkuiri yang tepat
digunakan untuk siswa kelas VII SMP adalah
pembelajaran inkuiri terbimbing. Inkuiri terbimbing
adalah kegiatan pembelajaran yang menempatkan guru
untuk menentukan topik, memotivasi siswa agar timbul
pertanyaan dibenak siswa, dan memilihkan prosedur kerja
yang akan dilakukan siswa, sedangkan siswa bertugas
untuk membuat rumusan masalah, hipotesis, menganalisis
data, dan menyimpulkannya namun masih dalam
bimbingan guru.
Kompetensi dasar yang digunakan dalam penelitian ini
adalah mendeskripsikan keragaman pada sistem
organisasi kehidupan mulai dari tingkat sel sampai
organisme, serta komposisi bahan kimia utama penyusun
sel. Kompetensi dasar tersebut berisikan materi Sistem
Organisasi Kehidupan yang akan membahas mengenai
sel, jaringan, organ, dan sistem organ. Materi ini akan
banyak melibatkan siswa untuk melakukan pengamatan
yaitu pengamatan terhadap sel tumbuhan, sel hewan,
jaringan tumbuhan, dan identifikasi organ pada tumbuhan.
Dengan demikian, kompetensi dasar tersebut tepat
digunakan dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing
untuk melatihkan kemampuan problem solving siswa.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian pre experimental. Sasaran penelitian
yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa kelas VII
F SMP Negeri 1 Ngoro Jombang tahun ajaran 2015/2016
yang berjumlah 30 siswa. Rancangan penelitian yang
digunakan oleh peneliti adalah One Group PretestPosttest.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik tes, teknik angket, dan teknik
observasi. Adapun data yang dianalisis meliputi
keterlaksanaan pembelajaran, dan kemampuan problem
solving siswa yang terdiri dari analisis hasil pretest dan
posttest, analisis ketuntasan setiap indikator kemampuan
problem solving, serta analisis ketuntasan individu
kemampuan problem solving siswa.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keterlaksanaan Pembelajaran
Proses pembelajaran terlaksana dengan baik
apabila kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran (keterlaksanaan sintaks pembelajaran)
baik dan aktivitas siswa menunjukkan sikap yang
positif selama proses pembelajaran berlangsung, dan
ditunjukkan dengan persentase keterlaksanaan sintaks
pembelajaran serta persentase aktivitas siswa sebesar
≥ 70%.
1.
Aktivitas Guru
Keterlaksanaan
sintaks
pembelajaran
menggunakan
model
inkuiri
terbimbing
ditunjukkan pada Tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1 Keterlaksanaan Pembelajaran
No
1.
2.
3.
2
Fase Model Inkuiri
Terbimbing
Mengarahkan
siswa
untuk
membuat
pertanyaan terkait dengan
ilustrasi pada LKS.
Membimbing siswa untuk
membuat
dugaan
sementara sesuai dengan
pertanyaan yang telah
dibuat.
Membimbing
siswa
dalam
melakukan
pengamatan
sesuai
dengan petunjuk pada
Pert
1
(%)
Pert
2
(%)
Pert
3
(%)
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Prodi S1-Pendidikan IPA, Universitas Negeri Surabaya
No
Fase Model Inkuiri
Terbimbing
Pert
1
(%)
Pert
2
(%)
Pert
3
(%)
No
LKS.
4.
Membimbing
siswa
dalam mencatat hasil
pengamatan.
5.
Membimbing
siswa
dalam mengelola hasil
pengamatan.
6
Memfasilitasi
siswa
untuk bertanya apabila
mengalami kesulitan.
7.
Mempresentasikan hasil
pengamatan.
8.
Memberikan kesempatan
siswa lain untuk memberi
tanggapan.
9.
Memberikan penguatan
dan pemantapan terkait
hasil kinerja.
10. Mengarahkan
siswa
untuk
menyimpulkan
hasil pengamatan.
Rata-Rata Persentase
Keterlaksanaan RPP Tiap
Pertemuan (%)
Kategori
100
100
100
100
100
100
0
100
100
100
100
0
100
100
Merumuskan masalah
Melakukan pengamatan
4.
Mengumpulkan data
5.
Melaporkan hasil pengamatan
6
Menyimpulkan
hasil
pengamatan
Teliti
dalam
melakukan
pengamatan
Jujur dalam menyajikan hasil
pengamatan
Bertanggung jawab setelah
melakukan kegiatan
Mendengarkan
penjelasan
guru
Bertanya pada guru
9.
0
50
0
100
50
100
10.
11.
80
80
90
Baik
Baik
Sang
at
Baik
Menyampaikan
pendapat/mengkomunikasika
n informasi kepada siswa
Rata-Rata Persentase Aktivitas
Siswa Tiap Pertemuan (%)
Pert
1
(%)
Pert
2
(%)
Pert
3
(%)
0
0
97
100
100
100
97
100
100
19
39
19
100
97
100
58
52
77
100
100
100
94
100
90
100
100
100
16
45
68
19
19
19
59
70
81
Baik
Sang
at
Baik
12.
Kategori
Cuk
up
Tabel 1.2 di atas menunjukkan bahwa
aktivitas siswa selama proses pembelajaran
menggunakan model inkuiri terbimbing selalu
meningkat pada setiap pertemuannya. Pada
pertemuan pertama siswa cenderung pasif dan
menunggu arahan guru dalam melakukan proses
pengamatan. Hal tersebut berbeda dengan
pertemuan kedua dan ketiga, dimana siswa tidak
lagi menunggu arahan guru dalam melakukan
pengamatan.
Siswa
juga
aktif
dalam
mempresentaikan hasil pengamatannya serta
menanggapi hasil pengamatan yang dipaparkan
oleh kelompok lain.
B. Kemampuan Problem Solving Siswa
1.
Pert
1
(%)
Pert
2
(%)
Pert
3
(%)
0
87
100
Ketuntasan Individu
Solving Siswa
Kemampuan
Problem
Kemampuan problem solving siswa secara
individu mengalami peningkatan setelah
diterapkannya model inkuiri terbimbing dalam
pembelajaran. Hal tersebut ditunjukkan dari
jumlah siswa yang tuntas secara individu pada
saat pretest dan posttest seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 1.3 berikut:
Tabel 1.2 Aktivitas Siswa
1.
3.
8.
Keterlaksanaan proses pembelajaran tidak
hanya dilihat dari keterlaksanaan sintaks
pembelajaran model inkuiri terbimbing yang
dilakukan guru, namun juga dari aktivitas siswa
selama proses pembelajaran berlangsung. Data
hasil pengamatan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran disajikan dalam Tabel 1.2 berikut:
Aspek Aktivitas Siswa
Mengajukan hipotesis
7.
Aktivitas Siswa
No
2.
100
Berdasarkan hasil penilaian keterlaksanaan
proses pembelajaran menggunakan model inkuiri
terbimbing yang diberikan oleh kedua pengamat,
didapatkan rata-rata persentase keterlaksanaan
proses pembelajaran pada pertemuan pertama
dan kedua sebesar 80% dengan kategori baik.
Rata-rata keterlaksanaan proses pembelajaran
pada pertemuan ketiga sebesar 90% dengan
kategori sangat baik. Kemampuan guru dalam
mengelola kelas sangat berdampak pada hasil
belajar yang dicapai siswa. Seorang guru harus
memiliki kemampuan mengelola kelas yang baik
agar tercipta suasana kelas yang kondusif serta
efektif dalam mencapai tujuan belajar.
2.
Aspek Aktivitas Siswa
3
Prodi S1-Pendidikan IPA, Universitas Negeri Surabaya
Tabel 1.3 Ketuntasan Individu Kemampuan
Problem Solving Siswa
No
Abs
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Tabel 1.4 Peningkatan Setiap Indikator
Kemampuan Problem Solving
Nilai Pretest
T/TT
Nilai Posttest
T/TT
No
1.66
1.66
1.91
1.42
1.42
1.42
1.66
1.66
1.91
1.17
2.28
2.52
1.66
1.42
1.54
1.66
1.54
1.66
1.66
1.17
1.91
2.03
1.91
1.91
1.17
1.91
1.17
1.42
2.89
1.66
Jumlah
Siswa yg
Tuntas
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
T
TT
3.51
3.38
3.51
3.63
4.00
4.00
3.02
3.75
4.00
2.40
3.51
4.00
3.63
3.88
3.63
3.88
3.51
4.00
4.00
4.00
4.00
3.88
3.88
4.00
3.88
4.00
3.88
3.14
3.88
3.26
T
T
T
T
T
T
T
T
T
TT
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
1.
1
Jumlah Siswa
yg Tuntas
29
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Peningkatan Hasil Pretest dan Posttest Siswa
Rincian peningkatan kemampuan problem
solving siswa berdasarkan hasil pretest dan
posttest adalah sebagai berikut: 13 siswa
mengalami peningkatan kemampuan problem
solving dengan kategori rendah, 2 siswa
mengalami peningkatan kemampuan problem
solving dengan kategori sedang, dan 15 siswa
mengalami peningkatan kemampuan problem
solving dengan kategori tinggi.
3.
Peningkatan Setiap
Problem Solving
Indikator
Ketuntasan
Pretest
Posttest
(%)
(%)
NGain
Katego
ri
0.00
53.13
0.5
Sedang
15.63
87.50
0.9
Tinggi
6.25
87.50
0.9
Tinggi
6.25
87.50
0.9
Tinggi
0.00
68.75
0.7
Tinggi
59.38
75.00
0.4
Sedang
0.00
81.25
0.8
Tinggi
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa setiap
indikator kemampuan problem solving yang
dilatihkan kepada siswa mengalami peningkatan.
Terdapat 2 indikator yang mengalami
peningkatan dengan kategori sedang dan 5
indikator mengalami peningkatan dengan
kategori tinggi. Dua indikator yang mengalami
peningkatan dengan kategori sedang dikarenakan
sebelum pembelajaran berlangsung, siswa telah
mampu menyelesaikan soal-soal mengenai
indikator tersebut, sedangkan kelima indikator
yang mengalami peningkatan dengan kategori
tinggi sebelumnya siswa belum pernah berlatih
mengenai indikator tersebut, sehingga setelah
siswa belajar materi Sistem Organisasi
Kehidupan
menggunakan
model
inkuiri
terbimbing terjadi peningkatan secara signifikan
terhadap indikator tersebut.
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat diketahui pada
saat pretest, sebanyak 29 siswa dinyatakan tidak
tuntas. Hasil yang berbeda didapatkan dari hasil
posttest, dimana sebanyak 29 siswa dinyatakan
tuntas.
2.
Indikator
Kemampuan Problem
Solving
Mengamati
organ
untuk mengidentifikasi
organ pada tumbuhan
(mengumpulkan fakta
tentang masalah dan
informasi
yang
diperlukan).
Merumuskan masalah
berdasarkan
hasil
membaca
ulasan
singkat.
Merumuskan dugaan
sementara berdasarkan
rumusan masalah/hasil
membaca
ulasan
singkat.
Menganalisis data dari
hasil
pengamatan
(membuat interferensi
atau
memberikan
penyelesaian alternatif
dan
menguji
penyelesaian tersebut).
Menganalisis data dari
hasil
pengamatan
(menggunakan proses
berpikir dasar untuk
memecahkan kembali).
Menarik kesimpulan
dari hasil
analisis
pengamatan
(memberikan
solusi
ulang untuk membuat
generalisasi).
Menarik kesimpulan
dari hasil
analisis
pengamatan
(mereduksi penjelasan
menjadi
lebih
sederhana
dan
mengeliminasi hal-hal
yang tidak sesuai).
Berdasarkan data hasil penelitian yang didapat,
diketahui bahwa dengan menggunakan model inkuiri
terbimbing pada materi Sistem Organisasi Kehidupan
yang diterapkan kepada siswa kelas VII F SMP Negeri 1
Ngoro Jombang dapat meningkatkan kemampuan
problem solving siswa kelas tersebut. Peningkatan
kemampuan problem solving yang dilatihkan kepada
Kemampuan
Peningkatan kemampuan problem solving
siswa juga diketahui dari ketuntasan setiap
indikator kemampuan problem solving yang
disajikan pada Tabel 1.4 berikut ini:
4
Prodi S1-Pendidikan IPA, Universitas Negeri Surabaya
siswa tidak terlepas dari keterlaksanaan pembelajaran
selama tiga kali pertemuan, dimana pada pertemuan
pertama siswa belajar mengenai sel tumbuhan dan sel
hewan, pertemuan kedua siswa belajar mengenai jaringan
tumbuhan, dan pertemuan ketiga siswa belajar mengenai
organ tumbuhan. Dilihat dari kemampuan guru dalam
mengelola kelas, didapatkan rata-rata persentase
keterlaksanaan sintaks model inkuiri terbimbing pada
pertemuan pertama dan kedua sebesar 80% dengan
kategori baik, dan pertemuan ketiga sebesar 90% dengan
kategori sangat baik. Kemampuan guru dalam mengelola
kelas sangat berdampak pada hasil belajar yang dicapai
oleh siswa. Muiz (2009) menyebutkan bahwa penting bagi
seorang guru untuk memiliki kemampuan dalam
mengelola kelas yang baik agar tercipta suasana kelas
yang kondusif serta efektif dalam mencapai tujuan-tujuan
belajar.
Keterlaksanaan proses pembelajaran tidak hanya
dilihat dari kemampuan guru dalam mengelola kelas
(keterlaksanaan sintaks model inkuiri terbimbing), namun
juga dilihat dari aktivitas siswa selama proses
pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing.
Proses pembelajaran akan terlaksana dengan efektif
apabila guru mampu mengelola kelas dengan baik serta
siswa menunjukkan aktivitas yang positif selama proses
pembelajaran di dalam kelas. Aktivitas siswa selama
proses pembelajaran dalam penelitian ini diketahui
mengalami peningkatan setiap pertemuannya, dimana
pada pertemuan pertama rata-rata persentase aktivitas
siswa sebesar 50% dengan kategori cukup. Aktivitas
siswa
selama
proses pembelajaran
mengalami
peningkatan pada pertemuan selanjutnya, yaitu sebesar
65% dengan kategori baik pada pertemuan kedua, dan
78% dengan kategori baik pada pertemuan ketiga.
Peningkatan aktivitas siswa ini disebabkan siswa
mulai terbiasa belajar IPA menggunakan model inkuiri
terbimbing, dimana salah satu kelebihan model
pembelajaran ini yaitu mengarahkan siswa untuk selalu
aktif di dalam kelas. Seperti yang dikemukakan oleh
Rooney
(2012)
bahwa
dengan
menggunakan
pembelajaran inkuiri dapat merubah gaya belajar siswa,
siswa menjadi lebih aktif terlibat dan berpartisipasi dalam
pembelajaran, bertanggung jawab terhadap pekerjaannya
sendiri, dan menunjukkan sikap positif dalam dalam
aktivitas belajarnya. Selain itu, peran guru sebagai
fasilitator dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing
juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif
di dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung.
Peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran
menggunakan
model
inkuiri
terbimbing
dapat
menciptakan kelas yang kondusif untuk kegiatan
eksplorasi siswa (Magee & Meier, 2011).
Jacobsen, dkk (2009) menyebutkan bahwa
pembelajaran inkuiri sesuai dengan salah satu tujuan
problem
solving
yaitu
untuk
mengembangkan
kemampuan siswa agar dapat menyelidiki secara
sistematis
suatu
pertanyaan
atau
masalah,
mengembangkan pembelajaran yang self-directed, dan
pemerolehan penguasaan konten sehingga dengan
menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat
digunakan untuk melatihkan kemampuan problem solving
pada siswa. Pernyataan Jacobsen mengenai model
pembelajaran inkuiri tersebut dibuktikan dengan
perbedaan aktivitas siswa kelas VII F SMP Negeri 1
Ngoro Jombang selama proses pembelajaran di dalam
kelas dari pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga.
Pada proses pembelajaran materi Sistem Organisasi
Kehidupan menggunakan model pembelajaran inkuiri
terbimbing, siswa berlatih untuk membuat rumusan
pertanyaan yang sesuai dengan pokok bahasan yang
sedang dibahas, merumuskan dugaan sementara atas apa
yang dipertanyakan, melakukan pengamatan sesuai
dengan prosedur yang diberikan, menganalisis hasil
pengamatan, dan menarik kesimpulan dari hasil analisis.
Pada pertemuan pertama, siswa banyak mengalami
kesulitan dalam membuat rumusan pertanyaan, dugaan
sementara, dan menganalisis hasil pengamatan. Hal ini
disebabkan siswa baru pertama kali melakukan
pengamatan dengan prosedur tersebut, sehingga guru
harus selalu membimbing siswa untuk membuat rumusan
pertanyaan, dugaan sementara, dan analisis hasil
pengamatan.
Aktivitas siswa yang berbeda ditunjukkan pada
pertemuan kedua dan ketiga, dimana siswa dapat
melakukan seluruh prosedur pengamatan tanpa menunggu
bimbingan dari guru. Siswa yang mengalami kesulitan
dalam melakukan pengamatan sangat aktif bertanya
kepada guru untuk membimbingnya (Tabel 1.2 nomor 8).
Siswa juga sangat antusias untuk mempresentasikan hasil
pengamatan yang telah dilakukan. Siswa lain yang belum
berkesempatan mempresentasikan hasil pengamatannya,
juga aktif memberikan tanggapan tentang apa yang
dijelaskan oleh kelompok lain. Hal tersebut sangat
berbeda dibandingkan pada saat pertemuan pertama,
dimana siswa cenderung lebih pasif dan menunggu arahan
dari guru dalam melakukan pengamatan. Perbedaan
aktivitas siswa tersebut membuktikan bahwa penerapan
model pembelajaran inkuiri terbimbing pada siswa sesuai
dengan salah satu tujuan problem solving, dimana siswa
memiliki tanggung jawab (self-directed) dalam belajar
dan siswa dapat mengembangkan kemampuannya untuk
melakukan pengamatan secara sistematis.
Hasil yang positif juga ditunjukkan dari ketuntasan
individu maupun klasikal siswa kelas VII F SMP Negeri 1
Ngoro Jombang yang mengalami peningkatan setelah
5
Prodi S1-Pendidikan IPA, Universitas Negeri Surabaya
belajar
materi
Sistem
Organisasi
Kehidupan
menggunakan model inkuiri terbimbing, dimana pada saat
pretest hanya ada satu siswa yang dinyatakan tuntas
secara individu sedangkan pada saat posttest terdapat 29
siswa yang dinyatakan tuntas secara individu. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa belajar menggunakan model
inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk melatihkan
kemampuan problem solving pada siswa. Hal tersebut
dikarenakan sintaks model pembelajaran inkuiri
mencakup kemampuan problem solving yang dilatihkan
kepada siswa.
Peningkatan juga terjadi pada setiap indikator
kemampuan problem solving yang dilatihkan kepada
siswa, dimana 2 indikator mengalami peningkatan dengan
kategori sedang, dan 5 indikator mengalami peningkatan
dengan kategori tinggi. Indikator yang mengalami
peningkatan dengan kategori sedang adalah mengamati
organ untuk mengidentifikasi organ pada tumbuhan
(mengumpulkan fakta tentang masalah dan informasi
yang diperlukan) dan menarik kesimpulan dari hasil
analisis pengamatan (memberikan solusi ulang untuk
membuat generalisasi). Kedua indikator tersebut
mengalami peningkatan dengan kategori sedang karena
sebelum pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing
pada materi Sistem Organisasi Kehidupan, siswa telah
mampu menyelesaikan soal-soal dengan indikator tersebut
sehingga peningkatan yang ditunjukkan tidak signifikan.
Sedangkan 5 indikator yang mengalami peningkatan
dengan kategori tinggi, sebelumnya siswa belum pernah
berlatih mengenai indikator tersebut sehingga ketika siswa
telah belajar menggunakan model inkuiri terbimbing
terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kelima
indikator tersebut.
Peningkatan kemampuan problem solving siswa baik
secara individu maupun pada setiap indikator kemampuan
problem solving telah dikemukakan oleh Massialas (1991)
dalam Matthew & Kenneth (2013) yang menyatakan
bahwa metode pengajaran inkuiri terbimbing merupakan
metode mengajar yang memungkinkan siswa untuk
belajar secara step by step melalui identifikasi masalah,
pengumpulan data, verifikasi hasil, dan generalisasi
gambar dari kesimpulan. Witt dan Ulmer (2014) juga
menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran inkuiri adalah
untuk membantu siswa dalam membangun konsep
penting. Pembelajaran inkuiri juga mampu memberikan
kelebihan dari aspek pengetahuan secara konseptual dan
pengetahuan secara mendalam (Rosli dkk, 2012).
Berdasarkan
hasil
ulasan
mengenai
proses
pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing
dalam materi Sistem Organisasi Kehidupan pada siswa
kelas VII F SMP Negeri 1 Ngoro Jombang, data-data
menunjukkan hasil yang positif. Kemampuan problem
solving siswa maupun aktivitasnya di dalam kelas
menunjukkan peningkatan yang baik. Data-data tersebut
juga sesuai dengan kajian teori mengenai model
pembelajaran inkuiri terbimbing, sehingga dapat
dikatakan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran
inkuiri terbimbing pada materi Sistem Organisasi
Kehidupan, dapat melatihkan kemampuan problem
solving pada siswa kelas VII F SMP Negeri 1 Ngoro
Jombang.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan,
maka dapat dituliskan simpulan penelitian sebagai
berikut:
1. Keterlaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing
pada materi Sistem Organisasi Kehidupan di kelas
VII F SMP Negeri 1 Ngoro Jombang terlaksana
dengan baik. Hal tersebut didasarkan atas
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
termasuk dalam kategori baik dan aktivitas siswa
selama proses pembelajaran selalu mengalami
peningkatan dari pertemuan pertama hingga
pertemuan ketiga.
2. Kemampuan problem solving siswa baik secara
individu maupun setiap indikator kemampuan
problem solving mengalami peningkatan setelah
proses pembelajaran materi Sistem Organisasi
Kehidupan mengunakan model inkuiri terbimbing.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepala sekolah
SMP Negeri 1 Ngoro Jombang dan guru IPA yang telah
membantu dalam penelitian ini serta mahasiswa Program
Studi Pendidikan IPA angkatan tahun 2011 yang
membantu sebagai observer dalam pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Jacobsen, David A., Eggen, P., dan Kauchak, Donald.
2009. Methods for Teaching (Metode-Metode
Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa TKSMA Edisi ke-8). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kilinc, A. 2007. The Opinion of Turkish Highschool
Pupils On Inquiry Based Laboratory Activities.
The Turkish Online Journal of Educational
Technology. Gazi University Gazi Education
Faculty Department of Biology Education,
(Online),
(http://www.tojet.net/articles/v6i4/646.pdf,
diakses pada tanggal 3 November 2014).
Matthew, B. M., dan Kenneth, Igharo O. 2013. A Study
on The Effects of Guided Inquiry Teaching
Method on Students Achievement in Logic. The
6
Prodi S1-Pendidikan IPA, Universitas Negeri Surabaya
International Research Journal “International
Researchers”. School of Education University
of
The
Gambia,
(online),
http://iresearcher.org/133140%20BAKKE%20M.MATTHEW%20gambi
a.pdf, diakses pada tanggal 25 Februari 2015.
Muiz, Abdul. 2010. Hubungan Antara Pengelolaan Kelas
dengan Prestasi Belajar Siswa (Studi Korelasi
pada Sistem Full Day School di Madrasah
Tsanawiyah Al-Kautsar Depok. Skripsi yang
tidak dipublikasikan. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
Pujiastuti, H., Kusumah, Y. S., Sumarmo, U., dan
Dahlan, J. A. 2014. Inquiry Co-operation Model
for Enhancing Junior High School Students’
Mathematical
Problem
Solving
Ability.
International
Journal
of
Contemporary
Educational Research. Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa dan Universitas Pendidikan
Indonesia,
(Online),
(http://www.ijcer.net/index.php/home/article/do
wnload/3/4, diakses pada tanggal 1 November
2014).
Rooney, Caitriona. 2012. How am I using inquiry-based
learning to improve my practice and to
encourage higher order thinking among my
students of mathematics? Educational Journal
of Living Theories. Dublin City University
Ireland,
(Online),
(http://ejolts.net/files/journal/5/2/Rooney5(2).pd
f, diakses pada tanggal 28 April 2014).
Rosli, Mohd Shafie b., Aris, Baharudin dan Yahaya,
Noraffandy. 2012. Pembangunan Persekitaran
Pembelajaran Inkuiri untuk Pendidikan Tertier
dan
Pengujian
Keberkesananya.
Jurnal
Teknologi Pendidikan Malaysia. Universiti
Teknologi
Malaysia,
(Online),
(http://educ.utm.my/shafierosli/files/2012/10/21
3-JTPM-B2N1-2012-Shafie.pdf, diakses pada
tanggal 12 April 2014).
Salinan-Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum 2013. (Online) melalui
https://fatkoer.wordpress.com/2014/09/07/perme
ndikibud-no-59-tahun-2014-sebagai-penggantipermendikbud-no-69-tahun-2013/, diakses pada
tanggal 20 November 2014.
Sudiran, 2012. Penerapan Model Pembelajaran Creative
Problem
Solving
untuk
Meningkatkan
Kemampuan Siswa Menyelesaikan Masalah.
Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika.
Asosiasi Guru Fisika Indonesia Sumatera Utara,
(Online),
(https://www.scribd.com/doc/186145749/Artikel
-Sudiran-7-12, diakses pada tanggal 20 Maret
2014).
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif
Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
Witt, C. dan Ulmer, J., 2010. The Impact of Inquiry-Based
Learning on The Academic Achievement of Middle
School Students. Western AAAE Research Conference
Proceedings. Texas Tech University, (Online),
(https://www.academia.edu/724764/The_Impact_of_I
nquiryBased_Learning_on_the_Academic_Achievement_of_
Middle_School_Students, diakses pada tanggal 3
November 2014).
7
Download