MENYELAM KE SAMUDERA JIWA DAN RUH IDENTITAS BUKU Judul : Penulis : Agus Mustofa Penerbit : PADMA Press Padang Makhsyar Tahun Terbitan : 2005 Ukuran Buku : 13 cm x 20,5 cm Tebal Buku : 246 halaman Penata Aksara : Oke Desain Sampul : Yayan Editing : Bara Diresensi oleh Shelvi Novianita SINOPSIS “Jiwa dan Ruh,Siapa Diatas yang Lain?” Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dibingungkan oleh pemahaman akan jiwa dan ruh. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa jiwa dan ruh itu berbeda maknanya. Masyarakat meyakini bahwa jiwa manusia itu berada di balik hati nurani. Mereka meyakini pula jika di saat kita tidur, ruh kita terbang dan ruh itu nantinya akan kembali pada kita jika Allah menginginkan. Sementara, sebagian masyarakat lainnya menganggap bahwa jiwa dan ruh bermakna sama. Jiwa adalah ruh, dan ruh adalah jiwa. Lantas, manakah yang benar? Apakah jiwa itu? Apakah jiwa memiliki persamaan makna dengan ruh? Benarkah anggapan masyarakat tentang jiwa yang bersemayam di balik hati nurani? Buku “Menyelam ke Samudera Jiwa dan Ruh” ini mengajak pembaca untuk memahami perbedaan makna jiwa dengan ruh. Pemaparan-pemaparan mengenai jiwa dan ruh detail serta kebenarannya terpercaya karena didukung oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan beberapa buku referensi lain. Pembaca diyakinkan bahwa potensi jiwa berada di balik kemampuan otak. Dengan kata lain, kekuatan otak merupakan kekuatan jiwa. Hal ini tersurat dalam buku tersebut (hal:157). Sementara, ruh adalah suatu anugerah dari Allah yang dimiliki oleh manusia. Ruh merupakan anugerah yang besar karena setiap ruh (baca: ruh manusia) mewarisi sebagian sifat-sifat Allah. Maha Suci dan Maha Besar Allah atas segala sesuatu yang dikehendakiNya. Buku ini merupakan karya ke-5 Agus Mustofa. Selain itu penulis telah menelurkan puluhan karya dalam katagori best seller. Agus Mustofa lahir di Malang, 16 Agustus 1963. Perpaduan antara ilmu tasawwuf dan sains yang dimilikinya telah menghasilkan tipikal pemikiran yang unik pada Agus Mustofa, yang disebutnya sebagai “Tasawwuf Modern”. Kini ia memfokuskan diri melakukan syiar ilmu-ilmu Allah di masjid, di kampus, serta berbagai instansi atau perusahaan, dan berdiskusi dalam format yang khas, yaitu Islam, sains, dan pemikiran modern. Buku-buku best sellernya yang lain adalah Pusaran Energi Ka’bah, Ternyata Akhirat Tidak Kekal, Terpesona di Sidratul Muntaha, Untuk Apa Berpuasa?, Bersatu dengan Allah, Mengubah Takdir, Tahajud Siang Hari Dhuhur Malam Hari, Dzikir Tauhid, Membonsai Islam, Menuai Bencana, Tak Ada Azab Kubur, Poligami Yuuuk!?, Ternyata Adam Dilahirkan, dan Indonesia Butuh Nuklir. Man arafa nafsahu, arafa rabbahu. Barangsiapa mengenal dirinya, ia akan mengenal Tuhannya. Sudahkan kita mengenal diri kita sendiri? Mengenal jiwa dan ruh kita? Pokok pikiran-pokok pikiran berikut akan membantu dalam mengetahui lebih jauh serta memahami, apa sebenarnya jiwa dan ruh. Dimanakah keberadaan jiwa dan ruh? Apakah hubungan jiwa dengan mekanisme kerja otak? Pengertian umum jiwa dan ruh Jiwa adalah dzat di dalam diri kita yang memiliki kemampuan untuk memilih. Sedangkan ruh adalah dzat yang menyebabkan munculnya kehidupan pada benda-benda mati sekaligus menularkan sifat-sifat ketuhanan kepadanya. Dengan ditiupkannya ruh, maka sesuatu yang tadinya mati, tak bernyawa, menjadi ada atau hidup. Allah mengimbaskan sebagian dari sifatsifatNya kepada manusia lewat ruh, sehingga disamping bersifat hidup, manusia juga memiliki kehendak, kasih sayang, keikhlasan, dan sifat-sifat lain yang membuat manusia berderajat lebih tinggi dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya yang hanya terimbas sifat hidup saja. Perbedaan jiwa dengan ruh 1. Berdasarkan subtansi Dalam QS. A Nahl (16):78, QS. Yusuf:22, QS. Al Insaan (76):1, dan QS. Asy Syam (91):7-10 dijelaskan bahwa jiwa merupakan dzat yang labil kualitasnya. Bisa naik, turun, kotor, bersih, dan seterusnya. Perkembangan kualitas jiwa seseorang terjadi seiring dengan pengalaman hidup, ilmu, dan umurnnya. Sementara, ruh dalam QS. Al Hijr (15):29, QS. Tahrim (66):12, QS. As Sajdah (32):9 digambarkan sebagai dzat yang selalu baik, suci, dan berkualitas tinggi. Bahkan merupakan ‘turunan’ dari Dzat Ketuhanan. Tersurat dalam buku (hal: 22). 2. Berdasarkan fungsi Jiwa adalah ‘sosok’ yang bertanggung jawab atas segala perbuatan kemanusiannya. Jiwa memiliki kebebasan untuk memilih kebaikan atau keburukan dalam hidupnya. Pertanggungjawaban itu akan dipikul oleh jiwa ketika ia dikembalikan ke badannya pada hari kebangkitan kelak. Berbeda dengan jiwa, ruh merupakan anugerah Allah yang menularkan sebagian sifat-sifat Allah. Dengan ditiupkannya ruh, saat itulah manusia dapat bernafas. Intinya, ruh berfungsi sebagai ‘sesuatu’ yang menjadikan manusia itu hidup dan jiwa merupakan ‘sosok’ penentu setiap pilihan dalam kehidupan. Perbedaan makna jiwa dengan ruh dapat kita lihat dalam kegiatan sehari-hari. Tatkala seseorang terlelap dalam tidur, hembusan nafas dan detak jantungnya masih terdengar karena yang ditahan oleh Allah adalah jiwanya, bukan ruhnya. [QS. Az Zumar (39):42] 3. Berdasarkan sifat Jiwa berpotensi dapat merasakan kesedihan, kegembiraan, ketenangan, dll. Sedangkan ruh bersifat stabil. Ruh adalah kutub positif dari sifat kemanusiaan sebagai lawan dari sifat setan yang negatif. Keberadaan jiwa dan ruh Posisi Jiwa berpusat di otak, yaitu pada sektor-sektor tertentu di dalam otak. Lantas dimanakah posisi ruh? Sebagaiman kita ketahui bahwa sel merupakan unit terkecil kehidupan. Setiap sel mampu melaksanakan aktifitas kehidupan, seperti respirasi oleh mitokondria, sekresi oleh kompleks golgi, serta proses pencernaan oleh lisosom. Selanjutnya sel-sel itu bersatu membentuk jaringan-organ-sistem organ-organisme, yaitu manusia, alias kita. Secara tidak langsung kita telah menemukan jawaban bahwa ternyata ruh itu bersemayam di setiap sel tubuh. Subhanallah! Dalam buku disimpulkan bahwa Allah menciptakan manusia dari unsur tanah dan kemudian meniupkan sebagian RuhNya kepada badan itu. Maka hiduplah ‘bahan organik tanah’ menjadi badan manusia. Akibat dari bersatunya badan dan ruh, sejak saat itu pula mulai aktiflah jiwa manusianya. Jadi jiwa dalah ‘akibat’. Jiwa muncul akibat interaksi antara ruh dengan badan. Jiwa dapat mengikuti petunjuk ruh lantas menuju pada kebaikan atau justru tertarik pada badan yang cenderung mengtuhankan hawa nafsu dan menggiring manusia pada keburuka Jika kita mengumpamakan aktifitas tubuh manusia sama dengan aktifitas robot, maka ruhmanusia itu bagaikan suatu operating system robot. Sementara jiwa sama halnya dengan program aplikasinya. Dan pusat pengendalian program aplikasi tersebut berada di ‘otak’ robot yaitu CPU. Dari pengandaian tersebut, jelaslah bahwa jiwa itu bersemayam di otak. Sebagaimana suatu program aplikasi yang bersemayam dan dikendalikan oleh CPU sebagai otak komputer. Berdasarkan pemahaman itu, kita tidak dapat mengelak lagi jika kekuatan otak merupakan penentu kekuatan jiwa. Seseorang yang mengalami gangguan pada sel-sel otaknya, tentu akan terguncang kesehatan jiwanya. Entah besar atau kecil skala kerusakan sel-sel otak itu berdampak pada besar atau kecilnya gangguan kesehatan jiwanya. Orang yang ‘bermasalah’ dengan jiwanya, yang lebih umum kita sebut dengan ‘gila’, dalam penanganan medisnya, tidak hanya melibatkan dokter psikis atau dokter jiwa, namun juga mendapatkan intervensi dokter syaraf. Secara tersirat kesimpulan kita terbukti, jika kekuatan jiwa erat kaitannya dengan kekuatan otak. Seorang korban kecelakaan yang mengalami kerusakan pada syaraf-syaraf penciumannya, menyebabkan ia tidak mampu lagi membedakan bau benda-benda di sekelilingnya ataupun aroma masakan. Syaraf penciumannya tidak dapat mengolah dengan baik setiap implus bau atau aroma yang dikirim oleh indera penciuman, yaitu hidung. Coba bayangkan, bagaimana menderitanya orang tersebut! Bagaiman perasaanya?! Sangat tersiksa pastinya. Tidak menutup kemungkinan, jiwanya terguncang dalam persentase yang kecil atau bahkan besar. Jadi sekali lagi, kesehatan otak adalah kesehatan jiwa. KELEBIHAN, KEKURANGAN, DAN KEBERMANFAATAN Buku “Menyelam ke Samudera Jiwa dan Ruh” selain membantu kita dalam memahami akan makna jiwa dan ruh, juga memberikan beberapa manfaat pada kita antara lain: pertama, kita menjadi semakin tahu dan mengagumi betapa Maha Besar dan Maha Kuasa Allah S.W.T. atas apa yang diciptakanNya sebab dengan terbuka, penulis menuturkan kesempurnaan manusia sebagai ciptaaan Allah dibandingkan makhluk lainnya; kedua, kita dapat merenungi akan diri kita (manusia) serta memahami lebih jauh akan tempat atau keberadaan jiwa dan ruh dalam tubuh kita; ketiga, setelah mengetahui bahwa kita adalah makhluk yang sempurna, akan membangun rasa syukur pada Allah S.W.T. dengan demikian, jalan dekatNya sedang kita lalui, itulah makna tasawwuf. Penulis menyediakan jalan itu bagi pembacanya. Boleh dikatakan, buku ini berhasil sebagai buku tasawwuf. Buku nonfiksi yang satu ini berbeda dengan buku fiksi lainnya sebab terdapat beberapa kelebihan atau keunggulan yang dimilikinya, diantaranya: pertama, pemaparan mengenai jiwa, ruh dan mekanisme kerja otak sangat detail dan dapat dipercaya karena didukung ayat-ayat Al-Qur’an serta beberapa buku referensi lainnya; kedua, penulis seakan mengajak pembaca berdiskusi tentang jiwa dan ruh secara ilmiah, lewat perkembangan sains, biomolekuler, dan tekhnologi mutakhir sehingga ada rasa tertarik untuk membaca buku secara utuh; ketiga, penulis menjelaskan hubungan antara jiwa, ruh dan otak secara bertahap, yaitu mendeskripsikan alur hubungan atau koherensi ketiganya dengan selangkah demi selangkah (step by step) sehingga mudah dimengerti; yang terakhir, penulis menganalogikan robot dan mekanisme kerjanya dalam mendeskripsikan manusia dan sistem kerja tubuh manusia sehingga mempermudah pembaca untuk mengerti dan memahami akan jiwa, ruh, dan otak. Disamping kelebihan di atas, buku ini memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan, antara lain: pertama, tidak semua judul buku yang dijadikan referensi tersurat dalam “Menyelam ke Samudera Jiwa dan Ruh”, hal ini membuat pembaca sulit mencari buku referensi tersebut karena tidak disertai sumbernya; kedua, ilustrasi gambar sedikit sehingga membuat pembaca cepat merasa jenuh dan penat dalam membaca. Kini kita menjadi tahu bahwa jiwa dan ruh itu berbeda. Namun keduanya memiliki hubungan yang terikat satu dengan yang lain. Tidak akan ‘berfungsi’ dengan baik seorang manusia apabila jiwa dan ruhnya tidak saling berinteraksi dengan baik. Jiwa ada sebagai akibat bersatunya ruh dengan badan. Jikalau demikian, ada baiknya buku ini berjudul Menyelam ke Samudera Ruh dan Jiwa, sebab ruhlah yang menjadikan manusia hidup, dan selama manusia itu hidup, mereka dapat menentukan pilihan hidupnya karena ada peranan jiwa di dalam tubuh manusia. Namun judul buku bukanlah masalah yang signifikan sehingga patut dibahas atau diperbincangkan. Yang terpenting adalah makna, isi, serta manfaat yang dapat kita peroleh dari buku. Dan buku karya Agus Mustofa ini mengajak kita untuk menyelami relung-relung jiwa kita yang paling dalam. InsyaAllah kita dapat bertemu dengan Sang Pencipta, di sana. Pendek kata, buku ini pantas dibaca secara utuh! Sebagai rasa syukur kita kepada pemberi ruh dan jiwa, Yang Maha Pencipta.