Nama Pemrasaran / NIM Departemen Pembahas / NIM Dosem Pembimbing / NIP Judul Rencana Penelitian Tanggal dan Waktu MAKALAH KOLOKIUM Wira Fuji Astuti / I34110055 Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fitri Rabbani / I34110049 Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi / 19700816 199702 1 001 Mahmudi Siwi, SP MSi / 19811025 201404 1001 : Dampak Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Gurandil : Senin, 19 Januari 2015 pukul 16.00 sampai 16.50 WIB : : : : 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu sektor industri dalam tatanan ekonomi global, industri pertambangan dalam banyak kasus memiliki posisi dominan dalam pembangunan sosial ekonomi negara maju dan berkembang. Hadirnya sektor industri memberikan dampak positif maupun negatif pada masyarakat. Tanpa menampik dampak positifnya, dampak negatif dalam ranah sosial, ekonomi, lingkungan, politik, dan budaya yang ditimbulkan sektor industri ini sangat luar biasa. Dampak negatif tersebut cenderung membesar di negara-negara berkembang atau di negara-negara yang menghadapi kendala ketidakefektifan sistem pemerintahan, ketiadaan regulasi (perundangan) yang memadai serta tingginya gejolak sosial-politik. Pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam telah dibangun melalui semangat UUD 1945 Pasal 33 dengan tujuan utama adalah untuk sebesar besarnya kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan pembentukan kebijakan pertambangan yakni Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pertambangan Mineral dan Batubara yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Menurut Saleng (2007), dibentuknya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan konsekuensi dari lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Pemerintah di samping meningkatkan sektor pertanian dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga menggalakan industri baik industri kecil, industri menengah dan juga industri besar, untuk menciptakan lapangan kerja baik disektor formal maupun informal. Industri menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia. Industri sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Banyak kebutuhan umat manusia hanya dapat dipenuhi oleh barang dan jasa yang disediakan dari sektor industri. Pembinaan dan penyiapan masyarakat menjadi masyarakat industri, hanya dimungkinkan oleh pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perubahan perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Namun lebih dari itu, industri membutuhkan kesiapan sosial budaya dari masyarakat untuk menerima, mendukung serta melestarikan keberadaan fisik suatu industri di tengah masyarakat bahkan justru kesiapan sosial budaya ini merupakan faktor penting dalam penunjang lajunya proses industri dalam suatu masyarakat. Hadirnya industri pertambangan di daerah Bogor menimbulkan daya tarik tersendiri bagi pencari kerja baik dari dalam maupun dari luar daerah pertambangan, sehingga akan menimbulkan masyarakat yang majemuk. Dengan adanya masyarakat tersebut, berbagai macam budaya dan prilaku akan berpengaruh kepada kehidupan baik pada kondisi sosial maupun kondisi ekonomi. Sebelum adanya industri mata pencarian mayarakat adalah di bidang pertanian. Seiring berkembangnya industri yang masuk ke pedesaan perlahan lahan budaya bertani mulai luntur dan masyarakat lebih tertarik untuk bekerja di industri. Akan tetapi, untuk masuk ke ranah industri masyarakat juga harus bersaing satu sama lain agar terserap oleh industri. Persaingan yang ada yaitu persaingan dalam hal keterampilan (skill) dan juga pengetahuan masyarakat pada bidang pekerjaan yang menuntut kedua hal tersebut. Hal ini terjadi saat perusahaan mengambil karyawan dari luar daerah, jika ada orang lokal biasanya perusahaan hanya memposisikan mereka sebagai satpam atau pembantu saat survei lapangan. Dikarenakan kebanyakan masyarakat asli daerah tersebut masih berpendidikan rendah dan minim dalam kemampuan. 2 Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan PT. ANTAM (Persero) Tbk UBPE Pongkor. Selain di bidang pertanian, masyarakat Desa Pangkal Jaya pada umumnya bekerja sebagai penambang emas tanpa izin atau yang dikenal dengan penambang gurandil. Dampak yang yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan perusahaanperusahaan besar di bidang pertambangan, karena kegiatan penambangan liar dilakukan dengan menggunakan peralatan tradisional yang menyebabkan korban jiwa pada saat melakukan proses penambangan. Dari uraian diatas, maka perlu dikaji sejauhmana dampak kegiatan pertambangan emas tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat gurandil? 1.2. Masalah Penelitian Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana faktor-faktor pendorong munculnya para penambang tanpa izin berhubungan dengan tingkat aktivitas masyarakat gurrandil untuk melakukan pertambangan tersebut? 2. Sejauhmana aktivitas atau bekerja sebagai penambang liar berhubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis sejauhmana dampak kegiatan pertambangan tanpa izin berhubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat gurandil di sekitar perusahaan. 1. Menganalisis hubungan faktor pendorong hadirnya pertambangan liar yang dengan tingkat aktivitas masyarakat gurandil terhadap pertambangan liar 2. Menganalisis hubungan tingkat aktivitas atau bekerja sebagai gurandil dengan tingkat kesejahteraan. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa manfaat untuk mahasiswa selaku pengamat dan akademisi, masyarakat dan pemerintah. Adapun manfaat yang dapat diperoleh yaitu: 1. Bagi Mahasiswa Penelitian ini memberikan tambahan hazanah pengetahuan mengenai dampak yang ditimbulkan baik itu positif maupun negatif oleh keberadaan perusahaan pertambangan dan membuka realitas pikiran bagi mahasiswa dalam menanggapi permasalahan tersebut 2. Bagi Masyarakat Penelitian ini membantu kepada masyarakat khususnya masyarakat di sekitar beroperasinya perusahaan pertambangan untuk mengetahui dampak-dampak apa yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan tanpa izin terhadap aspek sosial-ekonomi masyarakat dan membantu masyarakat dalam menyikapi dampak tersebut 3. Bagi Pemerintah dan Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pemberian izin lokasi usaha pertambangan yang dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap kelangsungan hidup masyarakat dan pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Kepada perusahaan agar lebih respect terhadap masyarakat dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat 2. PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Pertambangan Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka penguasaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni: Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital). Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang 3 tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes. Manan dan Saleng (2004) dalam Siregar (2009) juga menyatakan bagaimana peran kegiatan pertambangan. Pertambangan memiliki peran yang strategis dan kontribusi besar terhadap pembangunan daerah. Beroperasinya kegiatan pertambangan di suatu daerah, komunitas baru akan terbentuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah beroperasinya pertambangan. Komunitas baru tersebut akan memberikan pengaruh terhadap perekonomian daerah setempat, sebab masyarakat pencari kerja dan pelaku ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang baru dan menyebabkan jasa-jasa lainnya akan tumbuh, baik jasa yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pertambangan. 2.1.2. Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perorangan, sekelompok orang atau perusahaan/yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Ngadiran (2002) dalam Qomariah (2003) persolanpersoalan kegiatan pertambangan emas tanpa izin diantaranya: a. Keselamatan kerja kurang terjamin karena para penambang dalam pengolahan bijih emas menggunakan bahan kimia beracun seperti sianida dan merkuri b. Modal kerja ditanggung oleh seorang pemilik lubang atau pemilik mesin. Cara patungan diupayakan diantara penambang sekalipun jumlahnya sangat terbatas. Apabila modal tetap saja belum mencukupi, para penambang sering sekali terpaksa hutang karena tidak ada bank yang mau memberikan kredit c. Para penambang bekerja dengan teknik yang sederhana yang dipelajari secara tradisional dan turun-temurun, sehingga tidak terjadi inovasi. Sumantri dan Herman (2007) dalam Wibisono (2008) menyatakan bahwa faktor pendorong kehadiran PETI dapat dikelompokkan menjadi: 1. Faktor sosial, yaitu kegiatan PETI merupakan kegiatan yang sudah menjadi pekerjaan turunan karena dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat setempat; terdapatnya hubungan yang kurang harmonis antara pertambangan resmi atau berizin dengan masyarakat setempat; dan terjadinya penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. 2. Faktor hukum, yaitu ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertambangan; kelemahan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan, yang diantara lain tercermin dalam kekurangberpihakan kepada kepentingan masyarakat luas dan tidak adanya teguran terhadap pertambangan resmi atau berizin yang tidak memanfaatkan wilayah usahanya (lahan tidur); serta terjadinya kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan. 3. Faktor ekonomi disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang sesuai dengan tingkat keahlian atau keterampilan masyarakat bawah; kemiskinan dalam berbagai hal, yakni miskin secara ekonomi, pengetahuan, dan keterampilan; keberadaan pihak ketiga yang memanfaatkan kemiskinan untuk tujuan tertentu, yaitu penyandang dana (cukong), beking (oknum aparat) dan LSM. 2.1.3. Dampak Aktivitas Pertambangan Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah ada pembangunan. Pembangunan yang dimaksud termasuk kegiatan penambangan batubara yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan secara umum. Dampak penambangan berarti perubahan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usaha eksploitasi baik perubahan sosial, ekonomi, budaya, kesehatan maupun lingkungan alam. Dampak penambangan bisa positif bila perubahan yang ditimbulkannya menguntungkan dan negatif jika merugikan, mencemari, dan merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan menjadi penting bila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar. Adapun kriteria dampak penting, yaitu: (1) jumlah manusia yang akan kena dampak, (2) luas wilayah penyebaran dampak, (3) intensitas dan lamanya dampak berlangsung, (4) banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak, (5) sifat komulatif dampak, dan (6) berbalik (reversible) atau tidak berbalik (irreversible) dampak. Seperti kebijakan di Kalimantan Timur sejak tahun 2002 hingga tahun 2011 lalu, terdapat sedikitnya 1271 izin pertambangan di Kalimantan 4 Timur yang menjadikan produsen batubara nomor 1 di Indonesia, dengan hampir 61% batubara dihasilkan dengan mengeruk bumi Kalimantan Timur. Tetapi sangaat ironis bahwa provinsi terluas ke dua di Indonesia ini, bahkan tak mampu memenuhi kebutuhan pangan mandiri penduduknya yang tumbuh 3,7 persen per tahun (Risal et.al 2013). Menurut Salim (2007) setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah: (1) Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional; (2) Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD); (3) Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang; (4) Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang; (5) Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang; (6) Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan (7) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang. Sedangkan Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah: (1) Kehancuran lingkungan hidup (2) Penderitaan masyarakat adat; (3) Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal; (4) Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan; (5) Kehancuran ekologi pulaupulau; dan (6) Terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan Selain itu, kegiatan PETI juga memberikan dampak baik itu dampak positif maupun dampak negatif terhadap aspek ekologi dan sosial-ekonomi kepada masyarakat lokal. Kegiatan PETI pada umumnya tidak ramah lingkungan, karena hanya mengejar kepentingan dalam waktu singkat seperti halnya bagaimana untuk mendapatkan uang. Hal ini disebabkan oleh minimnya kesadaran untuk tetap melestarikan lingkungan. Tidak hanya kerusakan lingkungan yang ditimbukan oleh kegiatan PETI tetapi juga menelan korban jiwa yang jumlahnya lebih besar dibandingkan perusahaan pertambangan. Berdasarkan aspek sosial ekonomi, kegiatan PETI diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya terhadap pembangunan tetapi juga terhadap masyarakat lokal yang berada di sekitar lokasi penambangan. 2.1.4. Dampak Aspek Sosial-Ekonomi Dampak sosial ekonomi merupakan dampak aktivitas pertambangan pada aspek sosial ekonomi yang dapat bersifat positif dan negatif. Hasil penelitian Budimanta (2007) menunjukkan bahwa aktivitas penambangan di daerah Bangka Belitung memberikan berbagai dampak positif dan negatif pada kehidupan warga. Dampak positif diantaranya adalah meningkatnya penghasilan devisa bagi negara, terciptanya lapangan pekerjaan. Pada aspek ekonomi, pendapatan yang diperoleh warga menjadi semakin meningkat. Hal ini terlihat dari adanya kemampuan warga untuk mendirikan rumah permanen yang terbuat dari bahan bata dan semen, dibandingkan kondisi sebelumnya yang hanya terbuat dari kayu penyangga. Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) bagi sebagian masyarakat dapat menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada sektor pertanian. Selain itu, kegiatan PETI dapat dilakukan oleh semua tingkatan pendidikan, baik itu tinggi maupun rendah karena kegiatan PETI ini tidak perlu dimiliki latar belakang pendidikan sebab para penambang dapat belajar dari pengalaman mereka dengan cara melihat dan meniru kegiatan yang dilakulakan rekannya dilapangan1. Masuknya sebuah industri dalam suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap pergerakan penduduk, seperti halnya dapat memicu terjadi migrasi penduduk. Dijelaskan oleh Rusli (1995) migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Seseorang melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari satu geografis ke geografis lainya. Banyak faktor melatarbelakangi seseorang melakukan migrasi seperti halnya adalah dalam memperoleh pekerjaan. 2.1.5. Kesejahteraan Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Persatuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu: Pertama kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial. 1 http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sej_044043_chapter5.pdf[diunduh pada tanggal 25 Desember 2014] 5 Kedua institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Dan ketiga aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suharto, 2005). Secara umum, konsep kesejahteraan yang ideal dikemukakan oleh BPS dikutip Bappenas (2005), bahwa ada tujuh indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan antara lain: pendapatan, konsumsi atau pengeluatan keluarga, fasilitas tempat tinggal, kesehatan keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, dan kemudahan mendapat akses pendidikan. Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, dapat digambarkan bahwa pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses transportasi, kepentingan dan kebutuhan keluarga serta masyarakat merupakan tolak ukur atau indikator untuk mengukur dan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. 2.2. Kerangka Analisis X1 Tingkat Faktor Pendorong x1.1 Tingkat faktor sosial x1.1.1 Tingkat hubungan antara pihak x1.1.2 Tingkat penafsiran x1.2 Tingkat faktor hukum x1.2.1 Tingkat ketidaktahuan masyarakat x1.2.2 Tingkat kelemahan UU x1.3 Tingkat faktor ekonomi x1.3.1 Tingkat keahlian atau keterampilan Keterangan: X2 Tingkat Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin x2.1 Lama bekerja x2.2 Frekuensi bekerja x2.3 Tingkat Modal kerja x2.4 Tingkat Keselamatan kerja x2.5 Tingkat migrasi Y Tingkat Kesejahteraan Y1 Tingkat pendidikan Y2 Tingkat kesehatan Y3 Tingkat Perubahan Luas Lantai Y4 Tingkat Perubahan jenis lantai Y5 Tingkat Perubahan Sumber Penerangan Rumah Tangga Y6 Tingkat perubahan Fasilitas MCK Y7 Tingkat pendapatan Y8 Tingkat pengeluaran Y10 Perubahan Peluang kerja Y11Tingkat konsumsi pangan rumah tangga Y12Tingkat perubahan fasilitas transportasi Hubungan Gambar 1. Kerangka Pemikiran 2.3. Hipotesa Penelitian Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya Pertambangan Tanpa Izin dengan dengan tingkat aktivitas gurandil 2. Terdapat hubungan antara aktivitas Pertambangan Tanpa Izin dengan tingkat kesejahteraan masyarakat 2.4. Definisi Operasional 2.4.1. Faktor Pendorong Kehadiran PETI Tabel 1. Definisi Operasional faktor-faktor pendorong hadirnya pertambangan liar No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis Data 1. Tingkat Suatu kapasitas individu dalam 1. Dalam Provinsi Ordinal hubungan menjalin interaksi antar pihak untuk 2. Dalam Kabupaten antar pihak meningkatkan kerjasama 3. Dalam Kecamatan 4. Dalam Desa 2. Tingkat Suatu pemahanan responden untuk 1. Tidak boleh Ordinal penafsiran menetapkan dan menafsirkan 2. Boleh Sumber Rujukan Wibisono 2008 Wibisono 2008 6 No Variabel 3. Tingkat ketidaktahuan masyarakat tentang hukum Tingkat kelemahan undangundang Tingkat kemampuan kerja 4. 5. No 1. 2. 3. 4. 5. Definisi Operasional peraturan yang telah dibuat Suatu pemahaman responden terhadap regulasi atau peraturan yang berlaku Indikator 1. Tidak tahu 2. Tidak ada 3. Tidak tahu Jenis Data Sumber Rujukan Ordinal Wibisono 2008 Kekurangberpihakan kepada 1. Tidak tahu Ordinal kepentingan masyarakat luas dalam 2. Rendah menegakkan hukum di bidang 3. Sedang pertambangan. 4. Kuat Suatu kapasitas individu untuk 1. Kesanggupan Ordinal mengerjakan berbagai tugas dalam kerja suatu pekerjaan 2. Pendidikan 3. Masa kerja 2.4.2. Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin Tabel 2. Definisi Operasional faktor-faktor pendorong hadirnya pertambangan liar Jenis Variabel Definisi Operasional Indikator Data Lama Waktu kerja para responden di area 1. Masa kerja baru Ordinal bekerja pertambangan dalam hitungan tahun. yaitu ≤ 10 Tahun Untuk masa laten penyakit akibat kerja 2. Responden dengan memerlukan waktu lebih dari 10 tahun masa kerja lama untuk bermanifestasi. yaitu > 10 Tahun Frekuens Jumlah hari kerja responden dalam 1. Normal ≤ 5 Ordinal i bekerja seminggu hari/minggu 2. Tidak normal >5 hari/minggu Tingkat aktiva lancar (kas/bank, surat berharga, 1. Kebutuhan modal Ordinal modal piutang dagang, persediaan) yang 2. Perputaran modal kerja digunakan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan seperti pembelian bahan baku, pembayaran upah buruh, pembayaran utang, dan pembayaran lainnya, dimana tingkat perputarannya tidak melebihi jangka waktu operasi normal perusahaan(1 tahun). Migrasi Perpindahan penduduk dari suatu 1. Harian Ordinal tempat ke tempat yang lain melewati 2. Periodik batas administrasi dengan tujuan 3. Musiman menetap (permanen) dan tidak menetap 4. Permanen (non permanen). t Tingkat Keadaan dimana tenaga kerja merasa 1. Tempat kerja Ordinal keselama aman dan nyaman, dengan perlakuan 2. Mesin dan tan kerja yang didapat dari lingkungan dan peralatan kerja berpengaruh pada kualitas kerja, yang dapat dilihat dari tempat kerja yang merupakan lokasi dimana para karyawan melaksanakan aktifitas kerjanya dan mesin dan peralatan yang bagian dari kegiatan operasional dalam proses produksi yang biasanya berupa alat – alat berat dan ringan. Wibisono 2008 Robbins 1998 Sumber Rujukan Harrianto 2010 Menaker 1997 Eugene. F Brigham, Joel. F Houston (2006) Rusli 2012 Suma’ur 1996 7 2.4.3. Tingkat Kesejahteraan Tabel 3. Definisi Operasional tingkat kesejahteraan No Variabel Definisi Operasional Indikator 1. mata air 2. Sumur, ledeng eceran 3. Ledeng meteran 4. Sumur bor/pompa Terlindung 5. Air minum dalam kemasan/isi ulang 6. Lainnya 1. WC umum 2. WC bersama tanah/semen 3. WC bersama keramik 4. WC pribadi tanah/semen 5. WC pribadi Keramik 6. Lainnya 1. Tanah 2. Bambu 3. Kayu murah 4. Kayu mahal 5. Keramik 6. Lainnya 1. Rumbia 2. Bambu 3. Kayu kualitas rendah 4. Tembok bata 5. Tembok beton 6. Lainnya 1. Sumber penerangan Obor 2. Senter/petromak 3. Listrik non-PLN 4. Listrik PLN (bersama tetangga) 5. Listrik PLN 6. Lainnya 1. Pukesmas 2. Poliklinik 3. Rumah Sakit 4. Jasa Medis lainnya,.......... X ≤ ½ SD : rendah 1. Jenis perolehan sumber air Merupakan perolehan sumber air untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis 2. Fasilitas tempat buang air besar/WC Merupakan jenis fasilitas yang dimiliki rumah tangga responden yang digunakan untuk aktivitas buang air besar. 3. Jenis lantai bangunan tempat tinggal Merupakan jenis lantai bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga. 4. Jenis dinding terluas Merupakan jenis dinding bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga. Sumber penerangan Merupakan sumber penerangan yang digunakan oleh rumah tangga responden dalam bangunan tempat tinggalnya. Kesanggupan untuk memperoleh pengobatan yang layak dalam satu tahun terakhir Rata-rata hasil (X) kerja berupa uang yang diperoleh tiap individu ½ SD < X < ½ SD : sedang per bulan, tingkat pendapatan diukur X ≥ ½ SD : tinggi berdasarkan rataan pendapatan rumah tangga responden Tahapan pendidikan 1. SD yang ditetapkan 2. SMP berdasarkan tingkat 3. SMA perkembangan peserta 4. Diploma didik, tujuan yang akan 5. Sarjana dicapai dan kemampuan 6. Master yang dikembangkan. 7. Doktor Jenjang pendidikan 5. 6. 7. 8. Tingkat kesanggupa n pengobatan Tingkat pendapatan Tingkat pendidikan Jenis Data Ordinal Sumber Rujukan BPS (2005) Ordinal BPS (2005) Ordinal BPS (2005) Ordinal BPS (2005) Ordinal BPS (2005) Ordinal BPS (2005) Ordinal BPS (2005) Ordinal UU RI No. 20 Tahun 2003 8 No Variabel 9. 10. Definisi Operasional formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Tingkat Rata-rata (X) pengeluaran konsumsi/pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan pangan, pendidikan dan kesehatan (non-pangan). Pengukuran tingkat pengeluaran didasarkan pada pengeluaran rumah tangga responden untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan pendidikan dan jasa (non-pangan). Kepemilikan merupakan jenis alat alat transportasi utama yang transportasi dimiliki oleh rumah utama tangga responden 11. Mata pencaharian 12. Jenis perolehan pangan Usaha atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperolehpendapatan. Dalam penelitian ini akan melihat perubahanperubahan yang terjadi dari segi jenis mata pencaharian masyarakat. Merupakan jenis pangan yang diperoleh untuk pemenuhan gizi seimbang diperoleh dari kesanggupanmengkoms umsi daging/telur/ikan dalam seminggu Indikator X ≤ ½ SD : rendah Jenis Data Sumber Rujukan Ordinal BPS (2005) Ordinal BPS 20005 Ordinal Kariyasa , Siregar, Suradisastr a, dan Yusdja Ordinal BPS 2005 ½ SD < X < ½ SD : sedang X ≥ ½ SD : tinggi 1. Gerobak 2. Sepeda 3. Sepeda motor 4. Mobil untuk angkutan umum 5. Mobil untuk pribadi 6. lainnya 1. PNS/POL/ABRI 2. Swasta 3. Pedagang 4. Buruh 5. Petani 6. Wiraswasta 7. Ternak 8. Tidak Bekerja 1. 2. 3. 4. 5. 6. Daging telur dan susu ayam ikan sayur-sayuran buah-buahan 3. PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan metode survai, yang mana kuesioner digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan informasi dari responden. Pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh yang ditimbulkan oleh pertambangan pada kondisi sosial ekonomi dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan para penambang liar yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan, peluang kerja, tingkat pendapatan dan lain lainnya. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan peneliti dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa, serta dapat menggali berbagai realitas, proses sosial, dan makna yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian. Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif. 9 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh aktivitas pertambangan tanpa ijin terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat gurandil dilakukan di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan dengan desa pertambangan dan sebagian besar masyarakat bekerja sebagai penambang liar serta desa tersebut termasuk ke dalam kategori Ring 1. Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada bulan Desember 2014. Pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Januari 2015, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data primer. Kegiatan penelitian ini terdiri dari kegiatan penyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi. Rincian mengenai waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. Rencana Jadwal Penelitian 1 2 3 4 5 Kegiatan 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Pengambilan Data Lapangan Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Penelitian 3.3. Teknik Pemilihan Responden dan Informan Terdapat dua subjek dalam penelitian ini yaitu informan dan responden. Populasi penelitian ini adalah keseluruhan masyarakat yang bekerja sebagai penambang tanpa izin yang ada di Desa Pangkal Jaya. Berdasarkan populasi tersebut, dibentuklah kerangka sampling dari masyarakat Desa Pangkal Jaya yang terdiri dari beberapa kampung. Selanjutnya ditentukan sampel penelitian sebanyak 35 orang responden. Pengambilan sample atau responden dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Pada awalnya, teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan sensus dengan mengumpulkan jumlah populasi masyarakat yang ada di Desa Pangkal Jaya yang bekerja sebagai penambang liar dan kemudian dilakukan dengan metode simple random sampling. Tabel 6. Pemilihan Responden dalam Pengambilan Data Kualitatif untuk Hipotesis 1 Faktor pendorong Tingkat Aktivitas Rendah Sedang Tinggi Tingkat faktor sosial Responden 1 Responden 2 Responden 3 Tingkat faktor hukum Responden 4 Responden 5 Responden 6 Tingkat faktor ekonomi Responden 7 Responden 8 Responden 9 Tabel 7. Pemilihan Responden dalam Pengambilan Data Kuantitatif untuk Hipotesis 2 Tingkat Aktivitas Tingkat Kesejahteraan Pertambangan Tanpa Izin Rendah Sedang Tinggi Rendah Responden 1 Responden 2 Responden 3 Sedang Responden 4 Responden 5 Responden 6 Tinggi Responden 7 Responden 8 Responden 9 3.4. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi dari instansi terkait. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti untuk 10 mendapatkan data dan informasi yang relevan dan berguna mengenai penelitian ini. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi terkait, dalam penelitian ini seperti data dari kantor kepala desa dan studi literatur penelitian sebelumnya. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Dalam melakukan pengamatan secara langsung, peneliti juga melakukan wawancara mendalam kepada informan dengan mengacu pada panduan pertanyaan dan kuesioner kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan yang tertuang di dalam kuesioner merupakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Kuesioner ini memiliki bagian-bagian dari data yang menggambarkan karekteristik responden sampai data-data yang akan menjawab rumusan masalah penelitian 3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis yaitu data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows 17.0. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007. Kemudian SPSS. for windows 17.0 digunakan untuk membantu dalam uji statistik yang akan menggunakan Rank Spearman. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Biro Pusat Statistik. 2005. Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Berita resmi Statistik No. 47/IX/1 Septembr 2005. Fahrudin A. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama [Permen] Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara. Pertiwi HD. 2011. Dampak Keberadaan Perusahaan Pertambangan Batubara Terhadap Ekologi, Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Era Otonomi Daerah, Kasus Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda. [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 79 hal Qomariah R. 2003. Dampak Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Batubara terhadap Kualitas Sumberdaya Lahan dan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Banja, Kalimantan Selatan. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Rafles. 2012. Kegiatan Pertambangan Emas Rakyat Dan Implikasinya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kenagarian Mundam Sakti Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung. [Thesis]. [Internet].[diunduh tanggal 05 Oktober 2014 pukul 16.44 WIB]. Dapat diunduh pada: http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/KEGIATANPERTAMBANGAN-EMAS-RAKYAT.pdf Rusli S. 2005. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta [ID]: LP3ES. Salim HS. 2007. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soemarwoto O. 1926. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan 2004. Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat ( Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial). Bandung: PT Refika Aditama. [UU] Undang Undang NO. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial [UU] Undang Undang Nomor 11 tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Wibisono B. 2008. Model Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral Yang Berkelanjutan (Studi Kasus: Pengelolaan Lingkungan Mod-ADA Di Kabupaten Mimika, Papua). [Disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor.