PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 1992 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Menimbang: a. b. c. d. Mengingat: 1. 2. 3. 4. 5. 6. bahwa ruang wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bagian dari ruang wilayah negara Republik Indonesia yang berwujud sumber alam karunia Tuhan Yang Maha Esa dengan keanekaragaman ekosistemnya perlu dimanfaatkan secara optimal di samping harus dilindungi agar tetap serasi, seimbang, lestari dan perlu berkelanjutan; bahwa upaya memanfaatkan secara optimal dan melindungi keserasian, keseimbangan dan kelestarian ruang wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta perlu segera dilaksanakan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur; bahwa agar upaya pemanfaatan dan perlindungan dapat dilaksanakan secara berhasil-guna dan berdaya-guna perlu segera dirumuskan penetapan, pokok-pokok kebijaksanaan dan strategi pengembangannya dalam suatu Rencana Tata Ruang Wilayah; bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b dan c diatas, dipandang perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam suatu Peraturan Daerah. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta jo Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1959; Monumenten Ordonnantie Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238); Undang-undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan; Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan jis Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985; 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan jis Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa; Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan jo Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985; Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986; Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Negara Republik Indonesia jo Undangundang Nomor 1 Tahun 1988; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan; Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1957 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Pusat Dilapangan Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat Kepada Daerah; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi; Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan; Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan; Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan Tingkat II; Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai; Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri; Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah; Keputusan Menteri Kehakiman Nomor 04/PW/07/ 03/84 tentang Wewenang Penyidikan Pegawai Negeri Sipil; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986 tentang Ketentuan Umum Mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Daerah Tingkat II; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan; Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a. Daerah adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; b. c. d. e. f. g. h. i. j. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; Gubernur ialah Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta; Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah penetapan, pokok-pokok kebijaksanaan dan strategi pengembangan ruang wilayah yang selanjutnya disebut RTRWP DIY; Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidup; Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak; Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang; Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama Lindung atau Budidaya. Benda Cagar Budaya yaitu: 1) benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun atau mewakili masa gaya sekurangkurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan; 2) benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. BAB II RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Bagian Kesatu Azas Pasal 2 RTRWP DIY sebagai bagian integral penataan ruang berazaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan berhasil-guna, tertib, serasi, seimbang, lestari dan berkelanjutan. Bagian Kedua Tujuan dan Sasaran Pasal 3 RTRWP DIY bertujuan: a. terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional; b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya; c. tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk: 1) 2) 3) 4) mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas dan sejahtera secara berkelanjutan; mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan; meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara berdaya-guna, berhasil-guna dan tepat guna; mencegah perbenturan kepentingan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Pasal 4 Sasaran RTRWP DIY adalah untuk: a. Memberikan arahan pengelolaan Kawasan yang berfungsi Lindung dan Budidaya; b. Memberikan arahan pengembangan Kawasan Budidaya, sistem pusat-pusat pemukiman, sistem sarana dan prasarana wilayah dan Kawasan yang perlu diprioritaskan; c. Memberikan arahan kebijaksanaan yang menyangkut tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, tata guna hutan dan tata guna sumber daya alam lainnya serta kebijaksanaan menunjang penataan ruang yang direncanakan. Bagian Ketiga Wewenang Pasal 5 (1) (2) Gubernur Kepala Daerah berwenang menyelenggarakan: a. Penataan Ruang di Daerah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; b. Keterpaduan kegiatan antar Instansi Pemerintah, swasta dan masyarakat. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak yang dimiliki orang dan masyarakat. Bagian Keempat Hak dan Kewajiban Pasal 6 Setiap orang berhak: a. mengetahui RTRWP DIY; b. berperan serta dalam penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian RTRWP DIY; c. menikmati hasil Penataan Ruang. Pasal 7 Setiap orang wajib: a. menaati RTRWP DIY; b. berperan serta memelihara kualitas Tata Ruang. Bagian Kelima Fungsi dan Kedudukan Pasal 8 Fungsi RTRWP DIY adalah: a. Sebagai matra ruang dari Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Rencana Pembangunan Lima Tahun Daerah (REPETADA) serta menjadi acuan untuk penyusunan REPELITADA pada periode berikutnya. b. Memberikan kebijaksanaan pokok tentang Pemanfaatan Ruang Daerah sesuai dengan kondisi wilayah dan berazaskan pembangunan yang berkaitan. c. Untuk mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah di dalam Daerah, serta keserasian antar Sektor. d. Untuk memberikan arahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah, masyarakat dan swasta. e. Sebagai acuan bagi Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II Pasal 9 Kedudukan RTRWP DIY adalah: a. Merupakan penjabaran dari Strategi Nasional Pola Pengembangan Tata Ruang dan merupakan matra ruang dari Pola Dasar Pembangunan Daerah; b. Menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. Bagian Keenam Wilayah Perencanaan dan Jangka Waktu Pasal 10 Wilayah perencanaan dalam RTRWP DIY adalah wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasal 11 RTRWP DIY berlaku selama 15 (lima belas) tahun Bagian Ketujuh Ruang Lingkup Pengaturan Pasal 12 RTRWP DIY mengatur arahan pengelolaan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya termasuk arahan Pengembangan Sistem Pusat Pemukiman, Pedesaan dan Perkotaan, Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah dan Pengembangan Kawasan Prioritas. BAB III KAWASAN LINDUNG Bagian Kesatu Tujuan dan Sasaran Pasal 13 (1) (2) Pengelolaan Kawasan Lindung bertujuan untuk menjaga kelestarian sumber alam dan sumberdaya buatan, serta mencegah terjadinya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Sasaran pengelolaan Kawasan Lindung adalah: a. menjaga kelestarian keanekaragaman ekosistem dan keunikan kondisi alam; b. mengendalikan semua bentuk penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan; c. meningkatkan fungsi perlindungan terhadap Tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa; Bagian Kedua Penetapan Pasal 14 Kawasan Lindung di Daerah terdiri dari: a. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Bawahannya; b. Kawasan Perlindungan Setempat; c. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya; d. Kawasan Rawan Bencana. Terhadap Kawasan Pasal 15 Kawasan Yang Memberikan perlindungan terhadap Kawasan bawahannya sebagaimana tercantum pada Pasal 14 butir 8 Peraturan Daerah ini mencakup: a. Kawasan hutan Lindung yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul; b. Kawasan Resapan Air yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman. Pasal 16 Kawasan Perlindungan Setempat sebagaimana tercantum pada Pasal 14 butir b Peraturan Daerah ini mencakup: a. Kawasan Sempadan Pantai yang meliputi dataran sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat di Kabupaten Daerah Tingkat II Kulon Progo, Bantul dan Gunung Kidul; b. Kawasan Sempadan Sungai: 1) Kawasan Sempadan Sungai di luar Kawasan permukiman : Kawasan Sempadan Sungai di luar Kawasan Permukiman yang meliputi kawasan selebar 100 meter di kiri-kanan c. d. sungai-sungai Bogowonto, Serang, Progo, Krasak, Code, Opak dan Oya, sedangkan untuk sungai-sungai lain ditetapkan selebar 50 meter; 2) Kawasan Sempadan Sungai di dalam Kawasan Permukiman: a) Untuk sungai yang bertanggul ditetapkan garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; b) Untuk sungai yang tidak bertanggul, garis sempadan sungai ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) Untuk sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan, garis sempadan sungai ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kawasan Sekitar Telaga, Laguna, dan Waduk yang meliputi dataran sepanjang tepiannya yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisiknya antara 50 - 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat di Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul; Kawasan Sekitar Mata Air yang meliputi kawasan sekurangkurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul. Pasal 17 Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya sebagaimana tercantum pada Pasal 14 butir c Peraturan Daerah ini mencakup: a. Cagar Alam yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Gunung Kidul; b. Taman Hutan Raya yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman; c. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta. Pasal 18 Kawasan Rawan bencana sebagaimana tercantum pada Pasal 14 butir d Peraturan Daerah ini terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul dan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta. Pasal 19 (1) (2) Pemerintah Daerah mengumumkan Kawasan-kawasan Lindung kepada masyarakat. Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II mengupayakan kesadaran masyarakat untuk ikut bertanggung jawab pada pengelolaan sumber alam yang ada di dalam kawasan lindung. Bagian Ketiga Pokok-Pokok Kebijakasanaan Pasal 20 (1) (2) Perlindungan terhadap Kawasan Hutan Lindung dilakukan untuk mengurangi laju erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga kelestarian fungsi hidro-orologi, serta meningkatkan fungsi tanah, air tanah dan air permukaan. Perlindungan terhadap Kawasan Resapan Air yang terdapat di lereng Gunung Merapi dilakukan guna meningkatkan peresapan air hujan untuk keperluan penyediaan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Pasal 21 (1) (2) (3) (4) Perlindungan terhadap Kawasan Sempadan Pantai dilakukan untuk mengendalikan semua bentuk kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi pantai. Perlindungan terhadap Kawasan Sempadan Sungai dilakukan untuk melindungi dan melestarikan fungsi sungai agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Perlindungan terhadap Kawasan Sekitar Telaga, Laguna dan Waduk dimaksudkan untuk melindungi tubuh air dari berbagai bentuk kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian air. Perlindungan terhadap Kawasan Sekitar Mataair dilakukan untuk melindungi dan melestarikan potensi air dari berbagai kegiatan yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air. Pasal 22 Perlindungan terhadap Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya dilakukan untuk mempertahankan dan melindungi keaneragaman biota, tipe ekosistem, keunikan alam bagi keperluan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan peninggalan budaya bangsa. Pasal 23 Pelrindungan terhadap Kawasan Rawan Bencana dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya erosi, tanah longsor dan kerusakan sumberdaya air dan tanah, baik di daerah bawahannya maupun di kawasan yang bersangkutan. Bagian Keempat Strategi Pemantapan Kawasan Lindung Pasal 24 Strategi Pemantapan Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya sebagaimana tercantum pada Pasal 15 Peraturan Daerah ini adalah: a. pengendalian terhadap kegiatan yang berlokasi dihutan lindung agar tidak mengganggu fungsi lindung; b. pengembalian fungsi hidroorologi kawasan hutan yang telah c. d. mengalami kerusakan; pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di Kawasan Resapan Air yang mengganggu fungsi lindung; pengendalian terhadap kegiatan budidaya yang telah ada di Kawasan Resapan Air. Pasal 25 (1) (2) (3) (4) Strategi Pemantapan Kawasan Sempadan Pantai sebagaimana tercantum pada Pasal 16 butir a Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya sepanjang pantai yang dapat mengganggu kelestarian fungsi pantai; b. pengendalian kegiatan di dalam Kawasan Sekitar Sempadan Pantai; c. pengembalian fungsi lindung pantai yang telah mengalami kerusakan. d. peningkatan usaha konservasi ekologi pantai berpasir. Strategi Pemantapan Kawasan Sempadan Sungai sebagaimana tercantum pada Pasal 16 butir b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya sepanjang sungai yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air serta morfologi sungai; b. pengendalian kegiatan di dalam Kawasan Sempadan Sungai; c. pengamanan Daerah Aliran Sungai. Strategi Pemantapan Kawasan Sekitar Telaga, Laguna dan Waduk sebagaimana tercantum pada Pasal 16 butir c Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di Kawasan Sekitar Telaga, Laguna dan Waduk yang dapat mengganggu kelestarian fungsinya; b. pengendalian kegiatan yang telah ada di Kawasan Sekitar Telaga, Laguna dan Waduk; c. pengamanan daerah hulu. Strategi Pemantapan Kawasan Sekitar Mata Air sebagaimana tercantum pada Pasal 16 butir d Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di sekitar mata air yang dapat mengganggu kelestarian fungsinya; b. pengendalian pemanfaatan mata air agar kuantitas dan kualitas airnya tidak menurun; Pasal 26 (1) Strategi Pemantapan Kawasan Cagar Alam sebagaimana tercantum pada Pasal 17 butir a Peraturan Daerah ini meliputi kegiatankegiatan: a. pelarangan dilakukannya kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem yang ada; b. pengelolaan kawasan cagar alam sesuai dengan tujuan perlindungannya masing-masing. (2) (3) Strategi Pemantapan Kawasan Taman Hutan Raya sebagaimana tercantum pada Pasal 17 butir b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pelarangan dilakukannya kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem yang ada; b. pengelolaan Taman Hutan Raya dengan mengembangkan zonazona pemanfaatan ruang untuk pengembangan ilmu pendidikan, pariwisata rekreasi dan pendidikan; c. pengelolaan Taman Hutan Raya yang memadukan kepentingan pelestarian dan kepariwisataan. Strategi Pemantapan Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana tercantum pada Pasal 17 butir c Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pelarangan dilakukannya kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya; b. pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan dengan mengembangkan zona-zona pemanfaatan ruang untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, pariwisata rekreasi dan pendidikan; c. pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan yang memadukan kepentingan pelestarian budaya bangsa dan pariwisata budaya. Pasal 27 Strategi pemantapan Kawasan Rawan Bencana sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pemantauan terhadap gunung berapi aktif; b. penetapan kawasan rawan, kawasan waspada dan kawasan berpotensi bencana letusan gunung berapi; c. rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada kawasan rawan bencana tanah longsor dan erosi tanah; d. pengendalian kegiatan di sekitar Kawasan Kritis atau Rawan Bencana Alam. Pasal 28 (1) (2) Kawasan-kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 15, 16, 17 dan 18 Peraturan Daerah ini tergambar dalam peta skala 1 : 100.000 sebagaimana tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II menjabarkan lebih rinci tentang Kawasan Lindung tersebut ayat (1) Pasal ini dan menggambarkannya dalam peta skala minimal 1 : 50.000 dan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta menjabarkan dan menggambarkannya dalam peta skala minimal 1 : 10.000. BAB IV KAWASAN BUDIDAYA Bagian Kesatu Tujuan dan Sasaran Pasal 29 (1) (2) Pengelolaan Kawasan Budidaya bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang berdaya guna dan berhasil guna dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sasaran pengelolaan Kawasan Budidaya adalah: a. Terkendalinya pemanfaatan ruang budidaya untuk berbagai jenis kegiatan. b. Terarahnya lokasi investasi untuk berbagai jenis usaha. Bagian Kedua Penetapan Pasal 30 Kawasan Budi a. Kawasan b. Kawasan c. Kawasan d. Kawasan Daya di Daerah terdiri dari: Pertanian; Pariwisata; Permukiman; Khusus Militer. Pasal 31 Kawasan Pertanian sebagaimana tercantum pada Pasal 30 butir a Peraturan Daerah ini terdiri dari: a. Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul dan Kulon Progo; b. Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul; c. Kawasan Tanaman Tahunan dan atau Perkebunan terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul. Pasal 32 Kawasan Pariwisata sebagaimana tercantum pada Pasal 30 butir b Peraturan Daerah ini terdiri dari: a. Kawasan Pariwisata Budaya dan Ilmu Pengetahuan, terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul dan Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta; b. Kawasan Pariwisata Alam terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul; Pasal 33 Kawasan Permukiman sebagaimana tercantum pada Pasal 30 butir c Peraturan Daerah ini terdiri dari: a. Kawasan Permukiman Kota, terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kotamadya b. Daerah Tingkat II Yogyakarta; Kawasan Permukiman Desa, terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul; Pasal 34 Kawasan Khusus Militer sebagaimana tercantum pada Pasal 30 butir d Peraturan Daerah ini adalah Kawasan Khusus Militer yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul. Bagian Ketiga Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pasal 35 (1) (2) (3) Pengembangan Kawasan Tanaman Lahan Basah sebagaimana tercantum pada Pasal 31 butir a Peraturan Daerah ini ditujukan untuk mendukung kebijaksanaan swasembada pangan nasional dan menjaga ketersediaan lapangan kerja di bidang pertanian. Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering sebagaimana tercantum pada Pasal 31 butir b Peraturan Daerah ini ditujukan untuk mengembangkan diversifikasi bahan pangan dan menciptakan peluang ekonomi melalui tanaman komoditi perdagangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi serta daya saing pasar yang kuat. Pengembangan Kawasan Tanaman Tahunan dan atau Perkebunan sebagaimana tercantum pada Pasal 31 butir c Peraturan Daerah ini ditujukan untuk mempertahankan fungsi lindung pada Kawasan Lindung yang telah dibudidayakan, mengoptimalkan produktivitas Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering dan memberikan alternatif penghasilan yang lebih baik bagi penduduk yang tinggal di Kawasan Lindung maupun di Kawasan Lahan Kering yang cocok untuk budidaya perkebunan. Pasal 36 (1) (2) Pengembangan Kawasan Pariwisata Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana tercantum pada Pasal 32 butir a Peraturan Daerah ini ditujukan untuk: a. melestarikan dan mengembangkan nilai budaya bangsa; b. menangkal pengaruh negatip budaya asing; c. memperkenalkan budaya Daerah; d. menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat dan Daerah. Pengembangan Kawasan Pariwisata Alam sebagaimana tercantum pada Pasal 32 butir b Peraturan Daerah ini ditujukan untuk: a. melestarikan lingkungan alam yang khas; b. memperkenalkan keindahan alam; c. menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat dan Daerah. Pasal 37 (1) (2) Pengembangan Kawasan Permukiman ditujukan untuk memberikan tempat bermukim dan lingkungan kehidupan yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu menciptakan kehidupan yang harmonis, aman, tertib, sehat bersih dan nyaman serta diupayakan memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan hidup di sekelilingnya. Pengembangan Kawasan permukiman diarahkan menjadi kesatuan tempat tinggal, tempat kerja dan fasilitas pelayanan sosial ekonomi pemukim. Pasal 38 Pengembangan Kawasan Khusus Militer ditujukan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Bagian Keempat Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Pasal 39 Strategi pengembangan Kawasan Budidaya dimaksudkan untuk meningkatkan keterkaitan potensi, daya dukung wilayah dan keselarasan serta keterpaduan pengembangan Kawasan Budidaya. Pasal 40 (1) (2) (3) Strategi Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah sebagaimana tercantum pada Pasal 31 butir a Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pengembangan budidaya tanaman pangan lahan basah sesuai dengan daya dukung lahannya; b. pembatasan perubahan penggunaan tanah sawah ke penggunaan yang lain; c. perluasan kawasan pertanian lahan basah melalui perluasan jaringan irigasi pada wilayah yang memungkinkan. Strategi Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering sebagaimana tercantum pada Pasal 31 butir b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pengembangan budidaya tanaman pangan lahan kering; b. diversifikasi tanaman pangan lahan kering dengan tanaman yang mempunyai nilai jual tinggi dan kompetitif di pasar dalam negeri dan atau luar negeri. Strategi Pengembangan Kawasan Tanaman Tahunan dan atau Perkebunan sebagaimana tercantum pada Pasal 31 butir c Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. peningkatan budidaya tanaman perkebunan yang mempunyai nilai jual tinggi dan kompetitif di pasar dalam negeri dan atau luar negeri; b. pemanfaatan tanah pekarangan pada kawasan lindung untuk budidaya tanaman perkebunan dan atau tahunan. Pasal 41 (1) (2) Strategi Pengembangan Kawasan Pariwisata Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana tercantum pada Pasal 32 butir a Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pelestarian nilai-nilai budaya bangsa dan obyek-obyek budaya, ilmu pengetahuan dan pendidikan serta benda cagar budaya; b. pemanfaatan secara bijaksana obyek dan benda cagar budaya untuk menjaga kelestariannya; c. pengembangan obyek yang sesuai dengan sifat dan karakteristiknya; d. penyediaan fasilitas pelayanan yang sesuai dan memadai; e. pengembangan paket-paket wisata. Strategi Pengembangan Kawasan Pariwisata Alam sebagaimana tercantum pada Pasal 32 butir b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pelestarian obyek wisata; b. pemanfaatan yang bijaksana; c. pengembangan obyek yang sesuai dengan sifat dan karakteristiknya; d. penyediaan fasilitas pelayanan yang sesuai dan memadai; e. pengembangan paket-paket wisata. Pasal 42 (1) (2) Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Kota sebagaimana tercantum pada Pasal 33 butir a Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. intersifikasi pemanfaatan lahan permukiman dengan perkembangan ke atas, khususnya untuk perkotaan Yogyakarta; b. penyediaan sarana dan prasarana kota yang memadai, pengefektifan rencana kota yang telah ditetapkan sebagai peraturan daerah; c. pengarahan pembangunan fasilitas kota sesuai dengan peringkat dan skala pelayanan yang diperlukan; d. meminimalkan dampak dampak negatif kota melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; e. pengendalian mobilitas penduduk antar wilayah melalui pengefektifan peraturan perundang-undangan tentang kependudukan. Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Desa sebagaimana tercantum pada Pasal 33 butir b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. intersifikasi lahan permukiman dengan perkembangan ke atas dan ke samping; b. penyediaan sarana dan prasarana lingkungan yang memadai; c. peningkatan pengetahuan penduduk tentang lingkungan sehat; d. peningkatan pengetahuan tentang budidaya pemanfaatan tanah pekarangan dengna tanaman tahunan pada permukiman desa di dalam Kawasan Lindung. Pasal 43 Strategi pengembangan Kawasan Khusus Militer sebagaimana tercantum pada Pasal 38 Peraturan Daerah ini diatur secara tersendiri oleh instansi yang berwenang. Pasal 44 (1) (2) Kawasan-kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 30 Peraturan Daerah ini digambarkan dalam peta skala 1 : 100.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II menjabarkan lebih rinci ketentuan-ketentuan tentang kawasan-kawasan tersebut pada ayat (1) Pasal ini serta menetapkan kawasan-kawasan lain di dalam peta skala minimal 1 : 50.000 dan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta menjabarkannya dalam peta dengan skala minimal 1 : 10.000. BAB V PENGEMBANGAN SISTEM KOTA-KOTA Bagian Kesatu Tujuan dan Sasaran Pasal 45 (1) (2) Pengembangan Sistem Kota-kota ditujukan untuk mengarahkan pertumbuhan kota-kota di Daerah sesuai hirarki dan fungsinya masing-masing. Pengembangan Sistem Kota-kota mempunyai sasaran: a. Keselarasan pertumbuhan kota yang saling terkait, sehingga dapat berfungsi memacu pertumbuhan Daerah. b. pemantapan keterkaitan antar kota di Daerah dengan kota-kota di luar Daerah melalui pengembangan dan penyediaan prasarana perkotaan sesuai dengan fungsi kota. Bagian Kedua Penetapan Pasal 46 (1) (2) Sistem Kota-kota di Daerah meliputi satu Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta, empat Ibukota Kabupaten (Bantul, Wates, Wonosari dan Sleman) dan 54 Ibukota Kecamatan di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul. Sistem Kota-kota di Daerah dilihat dalam kaitan wilayah serta keterkaitannya satu sama lain baik secara spesial maupun fungsional terdiri dari: a. Hirarki I : Kotamadya Daerah Tingkat II b. Hirarki II : c. Hirarki III : d. Hirarki IV : Yogyakarta; Sleman, Bantul, Wates, Wonosari, Mlati, Ngaglik, Kasihan, Sewon, Banguntapan, Godean, Piyungan, Srandakan, Prambanan; Temon, Nanggulan, Sentolo, Galur, Kretek, Imogiri, Sedayu, Minggir, Moyudan, Gamping, Tempel, Depok, Pakem, Ngemplak, Kalasan, Berbah, Playen, Semanu, Karangmojo, Nglipar, Semin, Rongkop; Kokap, Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang, Panjatan, Lendah, Pajangan, Pandak, Bambanglipuro, Sanden, Pundong, Jetis, Plered, Seyegan, Turi, Cangkringan, Patuk, Dlingo, Panggang, Paliyan, Ngawen, Tepus, Ponjong. Pasal 47 Kota-kota sebagaimana tersebut pada Pasal 46 Peraturan Daerah ini dalam sistem pelayanannya dikelompokkan menjadi: a. Wilayah perkotaan Yogyakarta yang mencakup Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta dan kecamatan-kecamatan Kasihan, Sewon, Banguntapan, Depok, Ngemplak, Ngaglik, Mlati dan Gamping yang merupakan wilayah pengembangan sistem pelayanan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta yang melayani kota-kota Berbah, Kalasan, Prambanan, Pakem, Cangkringan, Sedayu dan Sentolo. b. Pusat pertumbuhan Daerah di bagian barat meliputi: 1) Kota Wates yang secara administratif merupakan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Kulon Progo melayani kota Temon, Kokap dan Panjatan; 2) Kota Nanggulan yang melayani kota-kota Samigaluh, Kalibawang dan Girimulyo. c. Pusat pertumbuhan Daerah di bagian utara meliputi: 1) Kota Sleman yang secara administratif merupakan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman melayani Kota Tempel dan Turi; 2) Kota Godean yang melayani kota-kota Minggir, Seyegan dan Moyudan. d. Pusat pertumbuhan Daerah di bagian selatan meliputi: 1) Kota Bantul yang secara administratif merupakan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul melayani kota-kota Pajangan, Pandak, Bambanglipuro, Kretek dan Pundong; 2) Kota Srandakan yang melayani kota-kota Lendah, Galur dan Sanden; 3) Kota Imogiri yang melayani kota-kota Panggang, Jetis, Pleret dan Dlingo; 4) Kota Piyungan yang melayani kota Patuk. e. Pusat pertumbuhan Daerah dibagian timur meliputi: Kota Wonosari yang secara administratif merupakan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Gunung Kidul melayani kota-kota Playen, Paliyan, Nglipar, Karangmojo, Semanu, Ponjong, Tepus, f. Rongkop dan Kota Semin yang melayani Kota Ngawen. Kota-kota perbatasan yaitu Kota Ngawen dan Rongkop yang kecenderungan orientasi ekonominya mengarah ke luar Daerah, serta Kota Tempel, Temon dan Prambanan yang mempunyai kecenderundangan sebagai pusat pelayanan ekonomi dari luar Daerah perlu dikembangkan dan didorong secara wajar dengan tetap menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan kotakota tersebut. Pasal 48 Ditinjau dari fungsinya sebagai pusat satuan pengembangan wilayah, maka pengembangan kota yang diarahkan: a. sebagai pusat pelayanan daerah belakang adalah semua kota; b. sebagai pusat interaksi antar wilayah adalah Tempel, Prambanan, Rongkop dan Ngawen. Bagian Ketiga Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pasal 49 Pengembangan kota sesuai dengan hirarki dan fungsinya diarahkan pada: a. penyediaan atau pengembangan prasarana perkotaan dengan perkotaan dengan pendekatan terpadu; b. peningkatan kemudahan pencapaiannya ke wilayah belakang yang dilayani melalui pengembangan jaringan jalan. Bagian Keempat Strategi Pengembangan Pasal 50 Untuk mengembangkan kota-kota dalam satu kesatuan sistem kota-kota dan agar berperan sesuai dengan fungsinya, maka strategi pengembangan kota-kota adalah sebagai berikut: a. memantapkan fungsi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta sebagai Ibukota Propinsi dalam suatu sistem dalam kaitannya dengan kota-kota di sekitarnya yang hirarkinya lebih rendah; b. mengembangkan dan meningkatkan fungsi kota-kota hirarki II baik yang merupakan pusat administrasi maupun yang bukan merupakan pusat administrasi sehingga berfungsi sebagai wahana untuk menapis arus migrasi ke perkotaan; c. meningkatkan keterkaitan antar kota baik secara fungsional dengan fungsi pelayanan kota yang terintegrasi satu sama lain, maupun secara spesial dengan meningkatkan kemudahan pencapaiannya terutama melalui pengembangan jaringan jalan. Pasal 51 (1) Sistem Kota-kota sebagaimana dimaksud Pasal 46 Peraturan Daerah ini tergambar dalam peta skala 1 : 100.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak (2) terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II menjabarkan lebih rinci pengembangan Sistem Kota-kota sebagaimana tersebut pasal 49 Peraturan Daerah ini dan digambarkan dalam peta skala minimal 1 : 50.000. BAB VI PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DAN SARANA PENUNJANG Bagian Kesatu Tujuan dan Sasaran Pasal 52 (1) (2) Pengembangan sistem transportasi ditujukan untuk meningkatkan hubungan antar wilayah, menunjang perkembangan Daerah, perkembangan sektor-sektor pembangunan dan pertahanan keamanan negara. Sasaran pengembangan sistem transportasi adalah peningkatan kemudahan pencapaian ke wilayah-wilayah potensial sehingga dapat memperlancar kegiatan sektor-sektor potensial. Bagian Kedua Penetapan Pasal 53 (1) Sistem Transportasi meliputi: a. Sistem Transmportasi Darat terdiri dari: 1) Transportasi Jalan; 2) Transportasi Kereta Api; b. Sistem Transportasi Udara; c. Sistem Transportasi Laut. (2) Jaringan Sistem Teansportasi Darat terdiri dari: a. Transportasi Jalan meliputi: 1) Jalan Arteri Primer yaitu: a) Jalan yang menghubungkan antara Kota Yogyakarta dan Cilacap melalui Camping Sedayu - Sentolo - Wates - Temon; b) Jalan yang menghubungkan antara Kota Yogyakarta dan Surakata melalui Kalasan Prambanan; c) Jalan yang menghubungkan antara Kota Yogyakarta dan Semarang melalui Sleman Tempel; d) Jalan Lingkar Yogyakarta Utara dan Jalan Lingkar Yogyakarta Selatan. 2) Jalan Kolektor Primer yaitu: a) Jalan yang menghubungkan antara Kota Yogyakarta dan Pakem melalui Depok Ngaglik; b) Jalan yang menghubungkan antara Kota Yogyakarta dan Kalibawang melalui Codean - Moyudan - Nanggulan - Kalibawang; Jalan yang menghubungkan antara Kota Yogyakarta dan Wates melalui Bantul Srandakan - Galur - Panjatan; d) Jalan yang menghubungkan antara Kota Yogyakarta dan Parangtritis melalui Sewon Bantul - Pundong - Kretek; e) Jalan yang menghubungkan antara Kota Yogyakarta dan Rongkop melalui Banguntapan Piyungan - Patuk - Playen - Wonosari Semanu; f) Jalan yang menghubungkan antara Kota Semanu dan Sukoharjo melalui Karangmojo - Semin; g) Jalan yang menghubungkan antara Prambanan dan Tempel melalui Ngemplak - Cangkringan - Pakem - Turi. b. Transportasi Kereta Api: Jalan Kereta Api yang melintasi Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta, Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul dan Kulon Progo. Sistem Transportasi Udara hanya mencakup Bandar Udara Adisutjipto yang berfungsi sebagai bandar udara komersial skala pelayanan nasional terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman dan Bantul. Sistem Transportasi Laut hanya mencakup Pelabuhan Sadeng yang berfungsi sebagai pangkalan pendaratan ikan dengan skala pelayanan lokal dan regional terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Gunung Kidul. c) (3) (4) Bagian Ketiga Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pasal 54 Pengembangan sistem transportasi berupa arahan sistem jaringan transportasi di Daerah diutamakan pada peningkatan jalur-jalur yang ada dan pengembangan jalur-jalur baru. Pasal 55 Arahan untuk sistem angkutan kereta api ditekankan pada aspek kuantitas tanpa mengesampingkan aspek kualitas. Pasal 56 Pengembangan bandar Udara Adisutjipto diarahkan pada peningkatan kapasitas layanan penerbangan. Pasal 57 (1) Pengembangan pelabuhan Sadeng diutamakan untuk pangkalan pendaratan ikan yang melayani pasar ikan, baik di dalam, maupun di luar Daerah. (2) Untuk memperlancar arus pengangkutan ikan ke tempat-tempat pemasaran perlu dikembangkan jalan kolektor primer yang menghubungkan Sadeng dengan Yogyakarta dan Surakarta. Pasal 58 Program-program pengembangan sarana penunjang transportasi diarahkan pada peningkatan kualitas dan perluasan pelayanan sesuai dengan sosial ekonomi di masing-masing pusat kegiatan. Bagian Keempat Strategi Pengembangan Pasal 59 Strategi pengembangan sistem transportasi dan sarana penunjangnya diarahkan untuk meningkatkan fungsinya. Pasal 60 (1) (2) Sistem Transportasi sebagaimana dimaksud Pasal 53 Peraturan Daerah ini tergambar dalam peta skala 1 : 100.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II menjabarkan lebih rinci pengembangan sistem transportasi dan digambarkan dalam peta skala minimal 1 : 50.000 dan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta menjabarkan dan menggambarkannya dalam peta skala minimal 1 : 10.000. BAB VII PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Bagian Kesatu Tujuan dan Sasaran Pasal 61 (1) (2) Pengembangan Kawasan Strategis bertujuan memberikan arahan pada jenis dan tahapan kegiatan untuk mewujudkan struktur Pola Pemanfaatan Ruang dan sumber daya yang menjamin pertumbuhan wilayah yang berkelanjutan. Sasaran Pengembangan Kawasan Strategis adalah pengelolaan dan pengaturan jenis dan bentuk kegiatan serta struktur Pola Pemanfaatan Ruang dan sumber daya. Bagian Kedua Penetapan Pasal 62 Kawasan Strategis di Daerah mencakup: a. Kawasan Kritis; b. Kawasan Tumbuh Cepat; c. d. e. Kawasan Penunjang Kegiatan Sektor Strategis; Kawasan Perbatasan; Kawasan Tandus. Pasal 63 Kawasan Strategis di Daerah ditetapkan sebagai berikut: a. Kawasan kritis terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul; b. Kawasan Tumbuh Cepat, terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, dan Bantul serta Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta; c. Kawasan Penunjang Kegiatan Sektor Strategis terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta; d. Kawasan Perbatasan, terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul; e. Kawasan Tandus, terletak, di Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul dan Kulon Progo. Bagian Ketiga Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pasal 64 (1) (2) (3) (4) (5) Pengembangan Kawasan Kritis sebagai Kawasan Strategis dilakukan untuk mengendalikan dan merehabilitasi penurunan fungsi lindung kawasan tersebut. Pengembangan Kawasan Tumbuh Cepat yang meliputi kaki Merapi dan dataran Yogyakarta - Bantul sebgai Kawasan Strategis dilakukan untuk mengendalikan dan mengarahkan pertumbuhannya, sehingga dapat diperoleh hasil guna yang optimal dengan resiko sekecil mungkin kerusakan sumber daya alam, benda cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Pengembangan Kawasan Penunjang Sektor Strategis yang meliputi: a. Kawasan Perkotaan Yogyakarta diarahkan untuk mewadahi, mengendalikan dan mengarahkan perkembangan sektor pariwisata, pendidikan, perdagangan, permukiman dan industri, untuk memperoleh manfaat yang optimal dengan dampak negatif yang sekecil mungkin; b. Kawasan Barat Daya Yogyakarta untuk menampung dan atau mewadahi perkembangan kegiatan industri, perdagangan dan permukiman. c. Kota Wates, Nanggulan, Srandakan, Piyungan, Prambanan, Bantul, Sleman, Codean, Imogiri dan Wonosari diarahkan untuk berperan sebagai pusat pertumbuhan penunjang sektor strategis. Pengembangan Kawasan Perbatan sebagai Kawasan Strategis diarahkan untuk menetapkan kesesuaian fungsional antar wilayah, integrasi program pembangunan dan kesatuan arah pengembangan. Pengembangan Kawasan Tandus sebagai Kawasan Strategis ditujukan untuk melestarikan ekosistem dan sumber daya alam disamping mengupayakan pemanfaatannya secara optimal dengan resiko dampak negatif sekecil mungkin. Bagian Keempat Strategi Pengembangan Pasal 65 (1) (2) (3) (4) (5) Strategi Pengembangan Kawasan Kritis sebagaimana tercantum pada Pasal 63 butir a Peraturan Daerah ini meliputi kegiatankegiatan: a. penetapan Kawasan Kritis; b. pemantapan pola penggunaan lahan yang sesuai dengan kondisi fisik - sosio ekonomik; c. pembatasan bentuk penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan sumberdaya alam; d. pemantauan kegiatan dalam berbagai bentuk penggunaan lahan dan evaluasi tingkat keberhasilan pemulihan sumber alam; e. pelarangan terhadap kegiatan yang dapat meningkatkan sebaran, luasan dan tingkat kekritisan. Strategi pengembangan Kawasan Tumbuh Cepat sebagaimana tercantum pada Pasal 63 butir b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. pengendalian perubahan penggunaan tanah-tanah pertanian lahan basah menjadi bukan lahan pertanian; b. pengarahan perkembangan kegiatan sekunder dan tersier di pusat-pusat permukiman yang telah ditetapkan dan atau di kawasan pertanian lahan kering; c. diversifikasi dan budidaya tanaman lahan kering dengan tanaman yang mempunyai nilai jual tinggi dan kuat daya saingnya. Strategi Pengembangan Kawasan Penunjang Kegiatan Sektor Strategis sebagaimana tercantum pada Pasal 63 butir c Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a. penyediaan sarana dan prasarana penunjang; b. penerapan prinsip-prinsip keringanan dan denda; c. penyebar luasan informasi tentang peluang pengembangan kegiatan di kawasan-kawasan tersebut; d. pengaturan alokasi jenis dan intensitas kegiatan yang akan dikembangkan, sehingga diperoleh manfaat yang optimal dengan resiko dampak negatif yang sekecil mungkin. Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan sebagaimana tercantum pada Pasal 63 butir d Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan: a.koordinasi penyusunan program pembangunan antar wilayah; b. pengaturan arah pengembangan kawasan perbatasan; c. pengefektifan forum koordinasi antar wilayah. Strategi Pengembangan Kawasan Tandus sebagaimana tercantum pada Pasal 63 butir e Peraturan Daerah ini meliputi kegiatankegiatan: a. penetapan prioritas penangan Kawasan Tandus; b. pengkajian bentuk penggunaan sumber alam yang sesuai c. d. e. dengan potensinya; pembatasan kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang cenderung merusak ekosistem tertentu; pelarangan semua bentuk penggunaan lahan dan kegiatan eksploitasi sumber alam yang dapat menimbulkan dampak negatif yang sukar dipulihkan; pemantauan yang teratur terhadap kegiatan-kegiatan sumber alam yang dapat menurunkan daya dukung kawasan tandus. Pasal 66 (1) (2) Pengembangan Kawasan Strategis sebagaimana dimaksud Pasal 62 Peraturan Daerah ini tergambar dalam peta skala 1 : 100.000 sebagaimana tersebut dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II menjabarkan lebih rinci Pengembangan Kawasan Strategis dan digambarkan dalam Peta skala menimal 1 : 50.000 dan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyarakarta menjabarkan dan menggambarkannya dalam peta skala minimal 1 : 10.000. BAB VIII PELAKSANAAN, PENGENDALIAN DAN PENERTIBAN Bagian Kesatu Pelaksanaan Pasal 67 Dalam pelaksanaan RTRWP DIY dikembangkan: a. pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air dan tata guna udara serta tata guna sumberdaya alam lainnya sesuai dengan azas-azas penataan ruang; b. perangkat insentif dan disinsentif. Pasal 68 Pelaksanaan RTRWP DIY meliputi: a. perwujudan program pemanfaatan ruang, melalui berbagai program pembangunan; b. perwujudan program pembangunan dalam bentuk pengadaan proyek sesuai dengan RTRWP DIY. Pasal 69 (1) (2) Perwujudan program sebagaimana dimaksud Pasal 68 huruf a Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Gubernur. Perwujudan program sebagaimana dimaksud Pasal 68 huruf b Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Instansi Teknis. Bagian Kedua Pengendalian dan Penertiban Pasal 70 (1) (2) (3) Pengendalian RTRWP DIY diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi. Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 71 (1) (2) Pengendalian sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1) Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penertiban sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (2) Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Instansi yang berwenang. BAB IX PENINJAUAN KEMBALI RTRWP DIY Bagian Kesatu Kriteria Peninjauan Kembali Pasl 72 (1) RTRWP DIY ditinjau kembali stiap lima tahun. (2) Peninjauan kembali tersebut ayat (1) Pasal ini dimaksudkan untuk: a. penyempurnaan apabila perkembangan yang terjadi masih sesuai dengan strategi perencanaan; b. perencanaan kembali apabila perkembangan yang terjadi sudah tidak sesuai dengan strategi perencanaan. )Kriteria teknis mengenai kesesuaian atau ketidak sesuaian antara perkembangan yang terjadi dan strategi perencanaan ditetapkan oleh Gubernur atas pertimbangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (3 Bagian Kedua Tata Cara Peninjauan Kembali Pasal 73 (1) (2) (3) Peninjauan kembali RTRWP DIY diselenggarakan menurut prosedur dan tata cara perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku. Dalam hal RTRWP DIY disempurnakan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 72 ayat (2) butir a Peraturan Daerah ini pengaturannya ditetapkan oleh Gubernur dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam hal RTRWP DIY direncanakan kembali sebagaimana dimaksudkan di dalam Pasal 72 ayat (2) butir b Peraturan Daerah ini pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 74 (1) (2) (3) Barang siapa melanggar ketentuan pemanfaatan alokasi sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 butir a, 16 butir b Peraturan Daerah ini diancam pidana kurangan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. Selain tindak pidana sebagaimana tersebut pada ayat (1) Pasal ini, tindak pidana yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XI PENYIDIKAN Pasal 75 Selain oleh pejabat penyidik POLRI, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 74 ayat (1) Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 76 Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud Pasal 75 Peraturan Daerah ini berwenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian serta melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik POLRI memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 77 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini segala ketentuan yang berlaku sebelum adanya Peraturan Daerah ini agar disesuaikan. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 78 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur oleh Gubernur. Pasal 79 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1992 --------------------------Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Ketua, Penjabat Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta ttd. ttd, PARWOTO Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Seri : C Nomor : 1 Tanggal : 19 Oktober 1994 PAKU ALAM VIII Disahkan Menteri Dalam Negeri Dengan Keputusan Nomor : 102 Tahun 1994 Tanggal : 12 September 1994 Sekretaris Wilayah/Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ttd. Drs. SUPRASTOWO NIP. 490008854 PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 1992 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I. PENJELASAN UMUM. Ruang wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan keanekaragaman ekosistemnya sebagai bagian dari wilayah Negara Republik Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Ruang tersebut disamping berfungsi sebagai sumber daya juga sebagai wadah kegiatan, perlu dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan manusia, menciptakan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Mengingat potensi dan keterbatasan ruang maka pemanfaatan ruang perlu dilaksanakan secara bijaksana, baik untuk kegiatan-kegiatan pembangunan maupun untuk kegiatan-kegiatan lain dengan memperhatikan dan mempertimbangkan azas-azas pemanfaatan ruang antara lain azas terpadu, tertib, serasi, seimbang dan lestari. Dengan demikian ruang sebagai sumber daya perlu dilindungi guna mempertahankan kemampuan dan daya dukungnya bagi kegiatan-kegiatan manusia. Agar pemanfaatan dan perlindungan ruang dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna perlu merumuskan penetapan, pokok-pokok kebijaksanaan, dan strategi pengembangan dalam suatu Rencana Tata Ruang Wilayah yang merupakan penjabaran dari Strategi Nasional Pengembangan Pola Tata Ruang dan merupakan dasar penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II serta Rencana Detail Tata Ruang Kawasan. Atas dasar hal-hal tersebut di atas dan demi kepastian hukum perlu menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL : Pasal 1 huruf a s.d. d : huruf e : Cukup jelas. Ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara merupakan satu kesatuan ruang yang tidak dapat dipisahpisahkan. Seperti halnya ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara dengan tingkat intensitas yang berbeda mempunyai potensi yang huruf f : huruf g s.d. 1 : Pasal 2 : dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Potensi itu diantaranya sebagai sumber kebutuhan pangan, industri, pertambangan, sebagai jalur perhubungan, sebagai obyek wisata, sumber energi, atau sebagai tempat penelitian/ percobaan. Yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan yang secara hirarkis, struktural berhubungan satu sama lain, membentu tata ruang. Yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang secara berkaitan menggambarkan ukuran, fungsi, dan karakter aktifitas manusia dan kegiatan alam. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang kondisi dan potensi sumberdaya alamnya dapat dan perlu dimanfaatkan guna kepentingan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia dan pembangunan. Cukup jelas. - - Yang dimaksud dengan semua kepentingan adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin seluruh kepentingan yakni kepentingan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat baik kelompok maupun perorangan secara adil dengan memperhatikan antara lain pihak ekonomi lemah. Yang dimaksud dengan terpadu adalah bahwa penataan ruang dianalisis dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang oleh para pelaku baik oleh Pemerintah, Swasta maupun Masyarakat. Penataan ruang dilakukan secara terpadu dan menyeluruh mencakup antara lain pertimbangan aspek-aspek waktu, modal, optimasi daya dukung lingkungan dan geopolitik. Dalam mempertimbangkan aspek waktu, suatu perencanaan tata ruang harus memperhatikan adanya aspek prakiraan, aspek dinamika ruang wilayah dan yang direncanakan, aspek persepsi yang mengungkapkan berbagai keinginan serta aspek kebutuhan dan aspek tujuan dalam rangka pemanfaatan ruang. Pasal 3 s.d. 5 : Cukup jelas. Pasal 6 huruf a dan b huruf c : : Cukup jelas. Yang dimaksud dengan menikmati hasil pelaksanaan RTRWP DIY adalah selain memperoleh manfaat juga memperoleh ganti rugi atas kerugian yang diderita sebagai akibat pelaksanaan RTRWP DIY. Pasal 7 s.d. 15 : Cukup jelas. Pasal 16 huruf a : : Jarak 100 meter ditarik proyeksi horisontal. dalam huruf b angka 1) : angka 2) huruf c dan d : : Kawasan selebar 100 meter di kirikanan sungai merupakan jalur untuk melindungi sungai. Di kawasan tersebut masih dimungkinkan untuk dibudidayakan dengan syarat tidak mengurangi fungsi perlindungan sungai. Dalam hal ini kegiatan yang berwujud pendirian bangunan harus dikenai ketentuan kepadatan bangunan (Koefisien Dasar Bangunan) sangat rendah. Cukup jelas. Cukup jelas. : Cukup jelas. Pasal 17 s.d. 21 Pasal 22 : Yang dimaksud dengan plasma nutfah adalah tumbuhan atau tanaman yang memiliki gen (sifat bawaan) asli bukan tiruan (hibrida). Pasal 23 dan 24 : Cukup jelas. Pasal 25 ayat (1) ayat (2) huruf a : : Cukup jelas. : Yang dimaksud dengan morfologi sungai adalah kesatuan fisik yang mencakup tebing dan dasar sungai serta alirannya. : Cukup jelas : Cukup jelas. Pasal 26 s.d. 44 : Cukup jelas. Pasal 45 ayat (1) : ayat (2) huruf a Yang dimaksud dengan Sistem Kotakota adalah susunan hirarki kotakota yang menggambarkan keterkaitan dan ketergantungan antar kota. : - huruf b : huruf b dan c ayat (3) s.d. (4) Yang dimaksud dengan memantapkan hirarki kota adalah upaya agar kota yang bersangkutan tetap berada pada hirarkinya dan menyandang perannya secara optimal. yang dimaksud dengan meningkatkan hirarki kota adalah upaya untuk menaikkan hirarki kota yang bersangkutan agar berada pada hirarki yang seharusnya sesuai dengan perannya. Cukup jelas. Pasal 46 ayat (1) ayat (2) : : Cukup jelas. Hirarki kota disusun dengan kriteria formal politis (pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya) dan kriteria fungsional. Pasal 47 s.d. 49 : Cukup jelas. Pasal 50 huruf b : huruf c : Pasal 51 ayat (1) ayat (2) Yang dimaksud migrasi ke perkotaan adalah perpindahan penduduk dari desa ke perkotaan. Istilah ini dimaksudkan untuk menggantikan istilah urabnisasi yang selama ini digunakan secara tidak benar. Cukup jelas. : : Cukup jelas. Yang dimaksud menjabarkan lebih rinci pengembangan Sistem Kota-kota adalah merinci Strategi Pengembangan sebagaimana dimaksud Pasal 50. Pasal 53 ayat (1) dan (2) ayat (3) : Cukup jelas. : : Cukup jelas. Penetapan ini dimaksudkan hanya untuk Lapangan Udara dan fasilitasnya yang berfungsi sebagai layanan penerbangan komersial. Pasal 54 s.d. 58 : Cukup jelas. Pasal 59 : Strategi pengembangan Sistem Transportasi dan Sarana Penunjangnya antara lain: a. mengurangi arus regional yang menembus kota Yogyakarta dengan mengembangkan jalur lingkar; b. mengurangi arus barang yang menumpuk di Yogyakarta dengan mengembangkan kawasan pergudangan; c. meningkatkan fungsi jalur penghubung Yogyakarta Cilacap menjadi arteri primer; d. mengembangkan jalur tol Yogyakarta - Surakarta untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan. Pasal 60 : Cukup jelas. Pasal 61 ayat (1) : Kawasan Strategi ditentukan menurut pengamatan berdasarkan satu atau kombinasi beberapa kriteria sebagai berikut : 1. ayat (2) Pasal 62 huruf a : : hruf b : huruf c : huruf d : huruf e : memberikan kontribusi bagi peningkatan ekspor non migas; 2. memberikan dampak kepada perkembangan ekonomi, sosial atau politik secara nasional atau regional; 3. tidak ditetapkan Pemerintah sebgai prioritas nasional; 4. berkaitan dengan penyediaan lahan dalam skala besar (pengembangan pusat-pusat pemukiman baru/perumahan); 5. menarik minat investasi swasta yang berdampak luas bagi peningkatan ekonomi/sosial masyarakat; 6. memiliki prospek ekonomi yang cerah dalam pengembalian modal/investasi; 7. berperan dalam mendorong/ memacu pembangunan wilayah terbelakang, terisolir, miskin dan kritis; 8. keselarasan pelestarian dan pembangunan. Cukup jelas. Yang dimaksud dengan Kawasan Kritis adalah kawasan lindung yang mengalami penurunan fungsinya karena proses alami maupun budidaya manusia, dan kawasan rawan bencana. Yang dimaksud dengan Kawasan Tumbuh Cepat adalah kawasan yang mewadahi intensitas kegiatan yang tinggi dan perubahan yang cepat yang ditandai dengan perubahan dan pergeseran penggunaan tanah, berkembangnya sektor sekunder (perdagangan dan industri) dan tersier (jasa) serta mobilitas penduduk. Yang dimaksud dengan Kawasan Penunjang Kegiatan Sektor Strategis adalah kawasan yang karena posisi keruangannya dan atau ketersediaan sumber dayanya mampu menjadi pemacu berkembangnya sektor-sektor strategis di Daerah. Yang dimaksud dengan Kawasan Perbatasan adalah kawasan-kawasan yang berbatasan langsung dengan wilayah Propinsi Jawa Tengah. Yang dimaksud dengan Kawasan Tandus adalah kawasan pasir pantai selatan antara muara Sungai Bogowonto sampai dengan Sungai Opak. Pasal 63 s.d. 73 : Cukup jelas. Pasal 74 ayat (1) : Pelanggaran pemanfaatan alokasi adalah segala kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diijinkan instansi yang berwenang. : Cukup jelas. : Cukup jelas. ayat (2) dan (3) Pasal 76 s.d. 79