File

advertisement
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
NOMOR : 5 TAHUN 1992
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Menimbang:
a.
b.
c.
d.
Mengingat:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
bahwa ruang wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah bagian dari ruang wilayah
negara
Republik
Indonesia
yang
berwujud
sumber alam karunia Tuhan Yang Maha Esa
dengan
keanekaragaman
ekosistemnya
perlu
dimanfaatkan secara optimal di samping harus
dilindungi
agar
tetap
serasi,
seimbang,
lestari dan perlu berkelanjutan;
bahwa upaya memanfaatkan secara optimal dan
melindungi
keserasian,
keseimbangan
dan
kelestarian ruang wilayah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta perlu segera dilaksanakan
untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera,
adil dan makmur;
bahwa agar upaya pemanfaatan dan perlindungan
dapat dilaksanakan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna
perlu
segera
dirumuskan
penetapan,
pokok-pokok
kebijaksanaan
dan
strategi pengembangannya dalam suatu Rencana
Tata Ruang Wilayah;
bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b dan
c diatas, dipandang perlu menetapkan Rencana
Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam suatu Peraturan Daerah.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta jo
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950
sebagaimana
telah
diubah
dan
ditambah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
1959;
Monumenten Ordonnantie Tahun 1931 (Staatsblad
Tahun 1931 Nomor 238);
Undang-undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang
Penerbangan;
Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang
Perairan Indonesia;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan
Pokok
Kehutanan
jis
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985;
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan jis Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 1982 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 1982;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa;
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang
Jalan jo Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun
1985;
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana;
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan
Pokok
Pengelolaan
Lingkungan Hidup jo Peraturan Pemerintah
Nomor 29 Tahun 1986;
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Negara Republik Indonesia jo Undangundang Nomor 1 Tahun 1988;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian;
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang
Telekomunikasi;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya;
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan;
Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1957
tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah
Pusat Dilapangan Perikanan Laut, Kehutanan
dan Karet Rakyat Kepada Daerah;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang
Benda Cagar Budaya;
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982
tentang Irigasi;
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985
tentang Jalan;
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985
tentang Perlindungan Hutan;
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987
tentang
Penyerahan
Sebagian
Urusan
Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum Kepada
Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988
tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal
di Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
tentang
Penyerahan
Sebagian
Urusan
Pemerintahan Dalam Bidang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan
Tingkat II;
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991
tentang Sungai;
Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989
tentang Kawasan Industri;
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun
1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan
dan Pengendalian Pembangunan Daerah;
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor 04/PW/07/
03/84 tentang Wewenang Penyidikan Pegawai
Negeri Sipil;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun
1986 tentang Ketentuan Umum Mengenai Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah
Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun
1992 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan
Daerah Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi
Daerah Tingkat I dan Rencana Umum Tata Ruang
Kabupaten Daerah Tingkat II;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun
1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan
Peraturan Daerah Perubahan;
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta
Nomor
1
Tahun
1987
tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah
Propinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta;
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Pola
Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta;
Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN
DAERAH
PROPINSI
DAERAH
ISTIMEWA
YOGYAKARTA TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
a.
Daerah adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta;
Gubernur ialah Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta;
Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
Propinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta adalah penetapan, pokok-pokok kebijaksanaan dan
strategi pengembangan ruang wilayah yang selanjutnya disebut
RTRWP DIY;
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan
dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta
memelihara kelangsungan hidup;
Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang
baik direncanakan maupun tidak;
Penataan
Ruang
adalah
proses
perencanaan
tata
ruang
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama Lindung atau
Budidaya.
Benda Cagar Budaya yaitu:
1)
benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang
berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya
atau sisa-sisanya yang berumur sekurang-kurangnya 50
(lima puluh) tahun atau mewakili masa gaya sekurangkurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan
dan kebudayaan;
2)
benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
BAB II
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Bagian Kesatu
Azas
Pasal 2
RTRWP DIY sebagai bagian integral penataan ruang berazaskan
pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan berhasil-guna, tertib, serasi, seimbang, lestari dan
berkelanjutan.
Bagian Kedua
Tujuan dan Sasaran
Pasal 3
RTRWP DIY bertujuan:
a.
terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional;
b.
terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang Kawasan Lindung
dan Kawasan Budidaya;
c.
tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk:
1)
2)
3)
4)
mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas dan sejahtera
secara berkelanjutan;
mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan;
meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan secara berdaya-guna, berhasil-guna dan tepat
guna;
mencegah
perbenturan
kepentingan
dalam
penggunaan
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
Pasal 4
Sasaran RTRWP DIY adalah untuk:
a.
Memberikan arahan pengelolaan Kawasan yang berfungsi Lindung
dan Budidaya;
b.
Memberikan arahan pengembangan Kawasan Budidaya, sistem
pusat-pusat pemukiman, sistem sarana dan prasarana wilayah
dan Kawasan yang perlu diprioritaskan;
c.
Memberikan arahan kebijaksanaan yang menyangkut tata guna
tanah, tata guna air, tata guna udara, tata guna hutan dan
tata guna sumber daya alam lainnya serta kebijaksanaan
menunjang penataan ruang yang direncanakan.
Bagian Ketiga
Wewenang
Pasal 5
(1)
(2)
Gubernur Kepala Daerah berwenang menyelenggarakan:
a.
Penataan
Ruang
di
Daerah
untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat;
b.
Keterpaduan kegiatan antar Instansi Pemerintah, swasta
dan masyarakat.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini
dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak yang dimiliki
orang dan masyarakat.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban
Pasal 6
Setiap orang berhak:
a.
mengetahui RTRWP DIY;
b.
berperan serta dalam penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian
RTRWP DIY;
c.
menikmati hasil Penataan Ruang.
Pasal 7
Setiap orang wajib:
a.
menaati RTRWP DIY;
b.
berperan serta memelihara kualitas Tata Ruang.
Bagian Kelima
Fungsi dan Kedudukan
Pasal 8
Fungsi RTRWP DIY adalah:
a.
Sebagai matra ruang dari Pola Dasar Pembangunan Daerah dan
Rencana Pembangunan Lima Tahun Daerah (REPETADA) serta
menjadi acuan untuk penyusunan REPELITADA pada periode
berikutnya.
b.
Memberikan kebijaksanaan pokok tentang Pemanfaatan Ruang
Daerah
sesuai
dengan
kondisi
wilayah
dan
berazaskan
pembangunan yang berkaitan.
c.
Untuk mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan
antar wilayah di dalam Daerah, serta keserasian antar Sektor.
d.
Untuk memberikan arahan lokasi investasi yang dilaksanakan
Pemerintah, masyarakat dan swasta.
e.
Sebagai acuan bagi Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II
Pasal 9
Kedudukan RTRWP DIY adalah:
a.
Merupakan penjabaran dari Strategi Nasional Pola Pengembangan
Tata Ruang dan merupakan matra ruang dari Pola Dasar
Pembangunan Daerah;
b.
Menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
Bagian Keenam
Wilayah Perencanaan dan Jangka Waktu
Pasal 10
Wilayah perencanaan dalam RTRWP DIY adalah wilayah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Pasal 11
RTRWP DIY berlaku selama 15 (lima belas) tahun
Bagian Ketujuh
Ruang Lingkup Pengaturan
Pasal 12
RTRWP DIY mengatur arahan pengelolaan Kawasan Lindung dan Kawasan
Budidaya termasuk arahan Pengembangan Sistem Pusat Pemukiman,
Pedesaan dan Perkotaan, Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah dan
Pengembangan Kawasan Prioritas.
BAB III
KAWASAN LINDUNG
Bagian Kesatu
Tujuan dan Sasaran
Pasal 13
(1)
(2)
Pengelolaan
Kawasan
Lindung
bertujuan
untuk
menjaga
kelestarian sumber alam dan sumberdaya buatan, serta mencegah
terjadinya kerusakan fungsi lingkungan hidup.
Sasaran pengelolaan Kawasan Lindung adalah:
a.
menjaga
kelestarian
keanekaragaman
ekosistem
dan
keunikan kondisi alam;
b.
mengendalikan semua bentuk penggunaan sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan;
c.
meningkatkan fungsi perlindungan terhadap Tanah, air,
iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan
budaya bangsa;
Bagian Kedua
Penetapan
Pasal 14
Kawasan Lindung di Daerah terdiri dari:
a.
Kawasan
Yang
Memberikan
Perlindungan
Bawahannya;
b.
Kawasan Perlindungan Setempat;
c.
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya;
d.
Kawasan Rawan Bencana.
Terhadap
Kawasan
Pasal 15
Kawasan Yang Memberikan perlindungan terhadap Kawasan bawahannya
sebagaimana tercantum pada Pasal 14 butir 8 Peraturan Daerah ini
mencakup:
a.
Kawasan hutan Lindung yang terletak di Kabupaten Daerah
Tingkat II Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul;
b.
Kawasan Resapan Air yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat
II Sleman.
Pasal 16
Kawasan Perlindungan Setempat sebagaimana tercantum pada Pasal 14
butir b Peraturan Daerah ini mencakup:
a.
Kawasan Sempadan Pantai yang meliputi dataran sepanjang
tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi
fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat di Kabupaten Daerah Tingkat II Kulon Progo, Bantul
dan Gunung Kidul;
b.
Kawasan Sempadan Sungai:
1)
Kawasan Sempadan Sungai di luar Kawasan permukiman :
Kawasan Sempadan Sungai di luar Kawasan Permukiman yang
meliputi kawasan selebar 100 meter di kiri-kanan
c.
d.
sungai-sungai Bogowonto, Serang, Progo, Krasak, Code,
Opak dan Oya, sedangkan untuk sungai-sungai lain
ditetapkan selebar 50 meter;
2)
Kawasan Sempadan Sungai di dalam Kawasan Permukiman:
a)
Untuk sungai yang bertanggul ditetapkan garis
sempadan sungai sekurang-kurangnya 5 (lima) meter
di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
b)
Untuk sungai yang tidak bertanggul, garis sempadan
sungai
ditetapkan
oleh
Gubernur
berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c)
Untuk sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul
di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan, garis
sempadan
sungai
ditetapkan
oleh
Gubernur
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Kawasan Sekitar Telaga, Laguna, dan Waduk yang meliputi
dataran sepanjang tepiannya yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisiknya antara 50 - 100 meter dari titik
pasang tertinggi ke arah darat di Kabupaten Daerah Tingkat II
Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul;
Kawasan Sekitar Mata Air yang meliputi kawasan sekurangkurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air
terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Kulon Progo
dan Gunung Kidul.
Pasal 17
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya sebagaimana tercantum pada
Pasal 14 butir c Peraturan Daerah ini mencakup:
a.
Cagar Alam yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II
Gunung Kidul;
b.
Taman Hutan Raya yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II
Sleman;
c.
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan yang terletak di
Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo,
Gunung Kidul dan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta.
Pasal 18
Kawasan Rawan bencana sebagaimana tercantum pada Pasal 14 butir d
Peraturan Daerah ini terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II
Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul dan Kotamadya Daerah
Tingkat II Yogyakarta.
Pasal 19
(1)
(2)
Pemerintah Daerah mengumumkan Kawasan-kawasan Lindung kepada
masyarakat.
Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II mengupayakan
kesadaran masyarakat untuk ikut bertanggung jawab pada
pengelolaan sumber alam yang ada di dalam kawasan lindung.
Bagian Ketiga
Pokok-Pokok Kebijakasanaan
Pasal 20
(1)
(2)
Perlindungan terhadap Kawasan Hutan Lindung dilakukan untuk
mengurangi laju erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan
menjaga kelestarian fungsi hidro-orologi, serta meningkatkan
fungsi tanah, air tanah dan air permukaan.
Perlindungan terhadap Kawasan Resapan Air yang terdapat di
lereng Gunung Merapi dilakukan guna meningkatkan peresapan
air
hujan
untuk
keperluan
penyediaan
air
tanah dan
penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun
kawasan yang bersangkutan.
Pasal 21
(1)
(2)
(3)
(4)
Perlindungan terhadap Kawasan Sempadan Pantai dilakukan untuk
mengendalikan semua bentuk kegiatan yang dapat mengganggu
kelestarian fungsi pantai.
Perlindungan terhadap Kawasan Sempadan Sungai dilakukan untuk
melindungi dan melestarikan fungsi sungai agar dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Perlindungan terhadap Kawasan Sekitar Telaga, Laguna dan
Waduk dimaksudkan untuk melindungi tubuh air dari berbagai
bentuk kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian air.
Perlindungan terhadap Kawasan Sekitar Mataair dilakukan
untuk melindungi dan melestarikan potensi air dari
berbagai kegiatan yang dapat menurunkan kualitas dan
kuantitas air.
Pasal 22
Perlindungan terhadap Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
dilakukan untuk mempertahankan dan melindungi keaneragaman biota,
tipe ekosistem, keunikan alam bagi keperluan plasma nutfah, ilmu
pengetahuan dan peninggalan budaya bangsa.
Pasal 23
Pelrindungan terhadap Kawasan Rawan Bencana dilakukan untuk
mencegah terjadinya bahaya erosi, tanah longsor dan kerusakan
sumberdaya air dan tanah, baik di daerah bawahannya maupun di
kawasan yang bersangkutan.
Bagian Keempat
Strategi Pemantapan Kawasan Lindung
Pasal 24
Strategi Pemantapan Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap
Kawasan Bawahannya sebagaimana tercantum pada Pasal 15 Peraturan
Daerah ini adalah:
a.
pengendalian terhadap kegiatan yang berlokasi dihutan lindung
agar tidak mengganggu fungsi lindung;
b.
pengembalian fungsi hidroorologi kawasan hutan yang telah
c.
d.
mengalami kerusakan;
pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di Kawasan Resapan
Air yang mengganggu fungsi lindung;
pengendalian terhadap kegiatan budidaya yang telah ada di
Kawasan Resapan Air.
Pasal 25
(1)
(2)
(3)
(4)
Strategi Pemantapan Kawasan Sempadan Pantai sebagaimana
tercantum pada Pasal 16 butir a Peraturan Daerah ini meliputi
kegiatan-kegiatan:
a.
pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya sepanjang
pantai yang dapat mengganggu kelestarian fungsi pantai;
b.
pengendalian kegiatan di dalam Kawasan Sekitar Sempadan
Pantai;
c.
pengembalian fungsi lindung pantai yang telah mengalami
kerusakan.
d.
peningkatan usaha konservasi ekologi pantai berpasir.
Strategi Pemantapan Kawasan Sempadan Sungai sebagaimana
tercantum pada Pasal 16 butir b Peraturan Daerah ini meliputi
kegiatan-kegiatan:
a.
pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya sepanjang
sungai yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air
serta morfologi sungai;
b.
pengendalian kegiatan di dalam Kawasan Sempadan Sungai;
c.
pengamanan Daerah Aliran Sungai.
Strategi Pemantapan Kawasan Sekitar Telaga, Laguna dan Waduk
sebagaimana tercantum pada Pasal 16 butir c Peraturan Daerah
ini meliputi kegiatan-kegiatan:
a.
pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di Kawasan
Sekitar Telaga, Laguna dan Waduk yang dapat mengganggu
kelestarian fungsinya;
b.
pengendalian kegiatan yang telah ada di Kawasan Sekitar
Telaga, Laguna dan Waduk;
c.
pengamanan daerah hulu.
Strategi Pemantapan Kawasan Sekitar Mata Air sebagaimana
tercantum pada Pasal 16 butir d Peraturan Daerah ini meliputi
kegiatan-kegiatan:
a.
pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di sekitar
mata air yang dapat mengganggu kelestarian fungsinya;
b.
pengendalian pemanfaatan mata air agar kuantitas dan
kualitas airnya tidak menurun;
Pasal 26
(1)
Strategi Pemantapan Kawasan Cagar Alam sebagaimana tercantum
pada Pasal 17 butir a Peraturan Daerah ini meliputi kegiatankegiatan:
a.
pelarangan
dilakukannya
kegiatan
budidaya
apapun,
kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan
tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan
serta ekosistem yang ada;
b.
pengelolaan kawasan cagar alam sesuai dengan tujuan
perlindungannya masing-masing.
(2)
(3)
Strategi Pemantapan Kawasan Taman Hutan Raya sebagaimana
tercantum pada Pasal 17 butir b Peraturan Daerah ini meliputi
kegiatan-kegiatan:
a.
pelarangan
dilakukannya
kegiatan
budidaya
apapun,
kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan
tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan
serta ekosistem yang ada;
b.
pengelolaan Taman Hutan Raya dengan mengembangkan zonazona
pemanfaatan
ruang
untuk
pengembangan
ilmu
pendidikan, pariwisata rekreasi dan pendidikan;
c.
pengelolaan Taman Hutan Raya yang memadukan kepentingan
pelestarian dan kepariwisataan.
Strategi Pemantapan Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
sebagaimana tercantum pada Pasal 17 butir c Peraturan Daerah
ini meliputi kegiatan-kegiatan:
a.
pelarangan
dilakukannya
kegiatan
budidaya
apapun,
kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan
nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya;
b.
pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
dengan mengembangkan zona-zona pemanfaatan ruang untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, pariwisata rekreasi dan
pendidikan;
c.
pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
yang memadukan kepentingan pelestarian budaya bangsa
dan pariwisata budaya.
Pasal 27
Strategi pemantapan Kawasan Rawan Bencana sebagaimana tercantum
dalam Pasal 18 Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan:
a.
pemantauan terhadap gunung berapi aktif;
b.
penetapan kawasan rawan, kawasan waspada dan kawasan
berpotensi bencana letusan gunung berapi;
c.
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada kawasan rawan
bencana tanah longsor dan erosi tanah;
d.
pengendalian kegiatan di sekitar Kawasan Kritis atau Rawan
Bencana Alam.
Pasal 28
(1)
(2)
Kawasan-kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 15, 16, 17 dan 18
Peraturan Daerah ini tergambar dalam peta skala 1 : 100.000
sebagaimana tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II menjabarkan lebih
rinci tentang Kawasan Lindung tersebut ayat (1) Pasal ini dan
menggambarkannya dalam peta skala minimal 1 : 50.000 dan
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta menjabarkan
dan menggambarkannya dalam peta skala minimal 1 : 10.000.
BAB IV
KAWASAN BUDIDAYA
Bagian Kesatu
Tujuan dan Sasaran
Pasal 29
(1)
(2)
Pengelolaan Kawasan Budidaya bertujuan untuk memanfaatkan
sumber daya alam dan sumber daya buatan yang berdaya guna dan
berhasil guna dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Sasaran pengelolaan Kawasan Budidaya adalah:
a.
Terkendalinya pemanfaatan ruang budidaya untuk berbagai
jenis kegiatan.
b.
Terarahnya lokasi investasi untuk berbagai jenis usaha.
Bagian Kedua
Penetapan
Pasal 30
Kawasan Budi
a.
Kawasan
b.
Kawasan
c.
Kawasan
d.
Kawasan
Daya di Daerah terdiri dari:
Pertanian;
Pariwisata;
Permukiman;
Khusus Militer.
Pasal 31
Kawasan Pertanian sebagaimana tercantum pada Pasal 30 butir a
Peraturan Daerah ini terdiri dari:
a.
Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah terletak di Kabupaten
Daerah Tingkat II Sleman, Bantul dan Kulon Progo;
b.
Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering terletak di Kabupaten
Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung
Kidul;
c.
Kawasan Tanaman Tahunan dan atau Perkebunan terletak di
Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan
Gunung Kidul.
Pasal 32
Kawasan Pariwisata sebagaimana tercantum pada Pasal 30 butir b
Peraturan Daerah ini terdiri dari:
a.
Kawasan Pariwisata Budaya dan Ilmu Pengetahuan, terletak di
Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul dan Kulon Progo,
Gunung Kidul dan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta;
b.
Kawasan Pariwisata Alam terletak di Kabupaten Daerah Tingkat
II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul;
Pasal 33
Kawasan Permukiman sebagaimana tercantum pada Pasal 30 butir c
Peraturan Daerah ini terdiri dari:
a.
Kawasan Permukiman Kota, terletak di Kabupaten Daerah Tingkat
II Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kotamadya
b.
Daerah Tingkat II Yogyakarta;
Kawasan Permukiman Desa, terletak di Kabupaten Daerah Tingkat
II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul;
Pasal 34
Kawasan Khusus Militer sebagaimana tercantum pada Pasal 30 butir d
Peraturan Daerah ini adalah Kawasan Khusus Militer yang terletak
di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo dan
Gunung Kidul.
Bagian Ketiga
Pokok-Pokok Kebijaksanaan
Pasal 35
(1)
(2)
(3)
Pengembangan
Kawasan
Tanaman
Lahan
Basah
sebagaimana
tercantum pada Pasal 31 butir a Peraturan Daerah ini
ditujukan untuk mendukung kebijaksanaan swasembada pangan
nasional dan menjaga ketersediaan lapangan kerja di bidang
pertanian.
Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering sebagaimana
tercantum pada Pasal 31 butir b Peraturan Daerah ini
ditujukan untuk mengembangkan diversifikasi bahan pangan dan
menciptakan
peluang
ekonomi
melalui
tanaman
komoditi
perdagangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi serta daya
saing pasar yang kuat.
Pengembangan Kawasan Tanaman Tahunan dan atau Perkebunan
sebagaimana tercantum pada Pasal 31 butir c Peraturan Daerah
ini ditujukan untuk mempertahankan fungsi lindung pada
Kawasan Lindung yang telah dibudidayakan, mengoptimalkan
produktivitas Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering dan
memberikan alternatif penghasilan yang lebih baik bagi
penduduk yang tinggal di Kawasan Lindung maupun di Kawasan
Lahan Kering yang cocok untuk budidaya perkebunan.
Pasal 36
(1)
(2)
Pengembangan Kawasan Pariwisata Budaya dan Ilmu Pengetahuan
sebagaimana tercantum pada Pasal 32 butir a Peraturan Daerah
ini ditujukan untuk:
a.
melestarikan dan mengembangkan nilai budaya bangsa;
b.
menangkal pengaruh negatip budaya asing;
c.
memperkenalkan budaya Daerah;
d.
menciptakan
lapangan
kerja
serta
meningkatkan
pendapatan masyarakat dan Daerah.
Pengembangan Kawasan Pariwisata Alam sebagaimana tercantum
pada Pasal 32 butir b Peraturan Daerah ini ditujukan untuk:
a.
melestarikan lingkungan alam yang khas;
b.
memperkenalkan keindahan alam;
c.
menciptakan
lapangan
kerja
serta
meningkatkan
pendapatan masyarakat dan Daerah.
Pasal 37
(1)
(2)
Pengembangan Kawasan Permukiman ditujukan untuk memberikan
tempat bermukim dan lingkungan kehidupan yang layak bagi
masyarakat,
sehingga
mampu
menciptakan
kehidupan
yang
harmonis, aman, tertib, sehat bersih dan nyaman serta
diupayakan memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan
hidup di sekelilingnya.
Pengembangan Kawasan permukiman diarahkan menjadi kesatuan
tempat tinggal, tempat kerja dan fasilitas pelayanan sosial
ekonomi pemukim.
Pasal 38
Pengembangan Kawasan Khusus Militer ditujukan untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan negara.
Bagian Keempat
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
Pasal 39
Strategi
pengembangan
Kawasan
Budidaya
dimaksudkan
untuk
meningkatkan keterkaitan potensi, daya dukung wilayah dan
keselarasan serta keterpaduan pengembangan Kawasan Budidaya.
Pasal 40
(1)
(2)
(3)
Strategi Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah
sebagaimana tercantum pada Pasal 31 butir a Peraturan Daerah
ini meliputi kegiatan-kegiatan:
a.
pengembangan budidaya tanaman pangan lahan basah sesuai
dengan daya dukung lahannya;
b.
pembatasan
perubahan
penggunaan
tanah
sawah
ke
penggunaan yang lain;
c.
perluasan
kawasan
pertanian
lahan
basah
melalui
perluasan
jaringan
irigasi
pada
wilayah
yang
memungkinkan.
Strategi Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering
sebagaimana tercantum pada Pasal 31 butir b Peraturan Daerah
ini meliputi kegiatan-kegiatan:
a.
pengembangan budidaya tanaman pangan lahan kering;
b.
diversifikasi
tanaman
pangan
lahan
kering
dengan
tanaman yang mempunyai nilai jual tinggi dan kompetitif
di pasar dalam negeri dan atau luar negeri.
Strategi Pengembangan Kawasan Tanaman Tahunan dan atau
Perkebunan sebagaimana tercantum pada Pasal 31 butir c
Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan:
a.
peningkatan budidaya tanaman perkebunan yang mempunyai
nilai jual tinggi dan kompetitif di pasar dalam negeri
dan atau luar negeri;
b.
pemanfaatan tanah pekarangan pada kawasan lindung untuk
budidaya tanaman perkebunan dan atau tahunan.
Pasal 41
(1)
(2)
Strategi Pengembangan Kawasan Pariwisata Budaya dan Ilmu
Pengetahuan sebagaimana tercantum pada Pasal 32 butir a
Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan:
a.
pelestarian nilai-nilai budaya bangsa dan obyek-obyek
budaya, ilmu pengetahuan dan pendidikan serta benda
cagar budaya;
b.
pemanfaatan secara bijaksana obyek dan benda cagar
budaya untuk menjaga kelestariannya;
c.
pengembangan obyek yang sesuai dengan sifat dan
karakteristiknya;
d.
penyediaan fasilitas pelayanan yang sesuai dan memadai;
e.
pengembangan paket-paket wisata.
Strategi Pengembangan Kawasan Pariwisata Alam sebagaimana
tercantum pada Pasal 32 butir b Peraturan Daerah ini meliputi
kegiatan-kegiatan:
a.
pelestarian obyek wisata;
b.
pemanfaatan yang bijaksana;
c.
pengembangan obyek yang sesuai dengan sifat dan
karakteristiknya;
d.
penyediaan fasilitas pelayanan yang sesuai dan memadai;
e.
pengembangan paket-paket wisata.
Pasal 42
(1)
(2)
Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Kota sebagaimana
tercantum pada Pasal 33 butir a Peraturan Daerah ini meliputi
kegiatan-kegiatan:
a.
intersifikasi
pemanfaatan
lahan
permukiman
dengan
perkembangan
ke
atas,
khususnya
untuk
perkotaan
Yogyakarta;
b.
penyediaan sarana dan prasarana kota yang memadai,
pengefektifan
rencana
kota
yang
telah
ditetapkan
sebagai peraturan daerah;
c.
pengarahan pembangunan fasilitas kota sesuai dengan
peringkat dan skala pelayanan yang diperlukan;
d.
meminimalkan
dampak
dampak
negatif
kota
melalui
mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
e.
pengendalian mobilitas penduduk antar wilayah melalui
pengefektifan
peraturan
perundang-undangan
tentang
kependudukan.
Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Desa sebagaimana
tercantum pada Pasal 33 butir b Peraturan Daerah ini meliputi
kegiatan-kegiatan:
a.
intersifikasi lahan permukiman dengan perkembangan ke
atas dan ke samping;
b.
penyediaan
sarana
dan
prasarana
lingkungan
yang
memadai;
c.
peningkatan pengetahuan penduduk tentang lingkungan
sehat;
d.
peningkatan pengetahuan tentang budidaya pemanfaatan
tanah pekarangan dengna tanaman tahunan pada permukiman
desa di dalam Kawasan Lindung.
Pasal 43
Strategi pengembangan Kawasan Khusus Militer sebagaimana tercantum
pada Pasal 38 Peraturan Daerah ini diatur secara tersendiri oleh
instansi yang berwenang.
Pasal 44
(1)
(2)
Kawasan-kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 30 Peraturan
Daerah ini digambarkan dalam peta skala 1 : 100.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II menjabarkan lebih
rinci ketentuan-ketentuan tentang kawasan-kawasan tersebut
pada ayat (1) Pasal ini serta menetapkan kawasan-kawasan lain
di dalam peta skala minimal 1 : 50.000 dan Pemerintah
Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta menjabarkannya dalam
peta dengan skala minimal 1 : 10.000.
BAB V
PENGEMBANGAN SISTEM KOTA-KOTA
Bagian Kesatu
Tujuan dan Sasaran
Pasal 45
(1)
(2)
Pengembangan Sistem Kota-kota ditujukan untuk mengarahkan
pertumbuhan kota-kota di Daerah sesuai hirarki dan fungsinya
masing-masing.
Pengembangan Sistem Kota-kota mempunyai sasaran:
a.
Keselarasan pertumbuhan kota yang saling terkait,
sehingga dapat berfungsi memacu pertumbuhan Daerah.
b.
pemantapan keterkaitan antar kota di Daerah dengan
kota-kota di luar Daerah melalui pengembangan dan
penyediaan prasarana perkotaan sesuai dengan fungsi
kota.
Bagian Kedua
Penetapan
Pasal 46
(1)
(2)
Sistem Kota-kota di Daerah meliputi satu Kotamadya Daerah
Tingkat II Yogyakarta, empat Ibukota Kabupaten (Bantul,
Wates, Wonosari dan Sleman) dan 54 Ibukota Kecamatan di
Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon
Progo dan Gunung Kidul.
Sistem Kota-kota di Daerah dilihat dalam kaitan wilayah serta
keterkaitannya satu sama lain baik secara spesial maupun
fungsional terdiri dari:
a.
Hirarki I
:
Kotamadya
Daerah
Tingkat
II
b.
Hirarki II
:
c.
Hirarki III
:
d.
Hirarki IV
:
Yogyakarta;
Sleman, Bantul, Wates, Wonosari,
Mlati, Ngaglik, Kasihan, Sewon,
Banguntapan,
Godean,
Piyungan,
Srandakan, Prambanan;
Temon, Nanggulan, Sentolo, Galur,
Kretek, Imogiri, Sedayu, Minggir,
Moyudan, Gamping, Tempel, Depok,
Pakem, Ngemplak, Kalasan, Berbah,
Playen,
Semanu,
Karangmojo,
Nglipar, Semin, Rongkop;
Kokap,
Girimulyo,
Samigaluh,
Kalibawang,
Panjatan,
Lendah,
Pajangan,
Pandak,
Bambanglipuro,
Sanden, Pundong, Jetis, Plered,
Seyegan, Turi, Cangkringan, Patuk,
Dlingo, Panggang, Paliyan, Ngawen,
Tepus, Ponjong.
Pasal 47
Kota-kota sebagaimana tersebut pada Pasal 46 Peraturan Daerah ini
dalam sistem pelayanannya dikelompokkan menjadi:
a.
Wilayah perkotaan Yogyakarta yang mencakup Kotamadya Daerah
Tingkat II Yogyakarta dan kecamatan-kecamatan Kasihan, Sewon,
Banguntapan, Depok, Ngemplak, Ngaglik, Mlati dan Gamping yang
merupakan wilayah pengembangan sistem pelayanan Kotamadya
Daerah Tingkat II Yogyakarta yang melayani kota-kota Berbah,
Kalasan, Prambanan, Pakem, Cangkringan, Sedayu dan Sentolo.
b.
Pusat pertumbuhan Daerah di bagian barat meliputi:
1)
Kota Wates yang secara administratif merupakan Ibukota
Kabupaten Daerah Tingkat II Kulon Progo melayani kota
Temon, Kokap dan Panjatan;
2)
Kota Nanggulan yang melayani kota-kota Samigaluh,
Kalibawang dan Girimulyo.
c.
Pusat pertumbuhan Daerah di bagian utara meliputi:
1)
Kota Sleman yang secara administratif merupakan Ibukota
Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman melayani Kota Tempel
dan Turi;
2)
Kota Godean yang melayani kota-kota Minggir, Seyegan
dan Moyudan.
d.
Pusat pertumbuhan Daerah di bagian selatan meliputi:
1)
Kota Bantul yang secara administratif merupakan Ibukota
Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul melayani kota-kota
Pajangan, Pandak, Bambanglipuro, Kretek dan Pundong;
2)
Kota Srandakan yang melayani kota-kota Lendah, Galur
dan Sanden;
3)
Kota Imogiri yang melayani kota-kota Panggang, Jetis,
Pleret dan Dlingo;
4)
Kota Piyungan yang melayani kota Patuk.
e.
Pusat pertumbuhan Daerah dibagian timur meliputi:
Kota Wonosari yang secara administratif merupakan Ibukota
Kabupaten Daerah Tingkat II Gunung Kidul melayani kota-kota
Playen, Paliyan, Nglipar, Karangmojo, Semanu, Ponjong, Tepus,
f.
Rongkop dan Kota Semin yang melayani Kota Ngawen.
Kota-kota perbatasan yaitu Kota Ngawen dan Rongkop yang
kecenderungan orientasi ekonominya mengarah ke luar Daerah,
serta Kota Tempel, Temon dan Prambanan yang mempunyai
kecenderundangan sebagai pusat pelayanan ekonomi dari luar
Daerah perlu dikembangkan dan didorong secara wajar dengan
tetap menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan kotakota tersebut.
Pasal 48
Ditinjau dari fungsinya sebagai pusat satuan pengembangan wilayah,
maka pengembangan kota yang diarahkan:
a.
sebagai pusat pelayanan daerah belakang adalah semua kota;
b.
sebagai pusat interaksi antar wilayah adalah Tempel,
Prambanan, Rongkop dan Ngawen.
Bagian Ketiga
Pokok-Pokok Kebijaksanaan
Pasal 49
Pengembangan kota sesuai dengan hirarki dan fungsinya diarahkan
pada:
a.
penyediaan atau pengembangan prasarana perkotaan dengan
perkotaan dengan pendekatan terpadu;
b.
peningkatan kemudahan pencapaiannya ke wilayah belakang yang
dilayani melalui pengembangan jaringan jalan.
Bagian Keempat
Strategi Pengembangan
Pasal 50
Untuk mengembangkan kota-kota dalam satu kesatuan sistem kota-kota
dan agar berperan sesuai dengan fungsinya, maka strategi
pengembangan kota-kota adalah sebagai berikut:
a.
memantapkan fungsi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta
sebagai Ibukota Propinsi dalam suatu sistem dalam kaitannya
dengan kota-kota di sekitarnya yang hirarkinya lebih rendah;
b.
mengembangkan dan meningkatkan fungsi kota-kota hirarki II
baik yang merupakan pusat administrasi maupun yang bukan
merupakan pusat administrasi sehingga berfungsi sebagai
wahana untuk menapis arus migrasi ke perkotaan;
c.
meningkatkan keterkaitan antar kota baik secara fungsional
dengan fungsi pelayanan kota yang terintegrasi satu sama
lain, maupun secara spesial dengan meningkatkan kemudahan
pencapaiannya terutama melalui pengembangan jaringan jalan.
Pasal 51
(1)
Sistem Kota-kota sebagaimana dimaksud Pasal 46 Peraturan
Daerah ini tergambar dalam peta skala 1 : 100.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
(2)
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II menjabarkan lebih
rinci pengembangan Sistem Kota-kota sebagaimana tersebut
pasal 49 Peraturan Daerah ini dan digambarkan dalam peta
skala minimal 1 : 50.000.
BAB VI
PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DAN SARANA PENUNJANG
Bagian Kesatu
Tujuan dan Sasaran
Pasal 52
(1)
(2)
Pengembangan sistem transportasi ditujukan untuk meningkatkan
hubungan antar wilayah, menunjang perkembangan Daerah,
perkembangan
sektor-sektor
pembangunan
dan
pertahanan
keamanan negara.
Sasaran pengembangan sistem transportasi adalah peningkatan
kemudahan pencapaian ke wilayah-wilayah potensial sehingga
dapat memperlancar kegiatan sektor-sektor potensial.
Bagian Kedua
Penetapan
Pasal 53
(1)
Sistem Transportasi meliputi:
a.
Sistem Transmportasi Darat terdiri dari:
1)
Transportasi Jalan;
2)
Transportasi Kereta Api;
b.
Sistem Transportasi Udara;
c.
Sistem Transportasi Laut.
(2)
Jaringan Sistem Teansportasi Darat terdiri dari:
a.
Transportasi Jalan meliputi:
1)
Jalan Arteri Primer yaitu:
a)
Jalan
yang
menghubungkan
antara
Kota
Yogyakarta dan Cilacap melalui Camping Sedayu - Sentolo - Wates - Temon;
b)
Jalan
yang
menghubungkan
antara
Kota
Yogyakarta dan Surakata melalui Kalasan Prambanan;
c)
Jalan
yang
menghubungkan
antara
Kota
Yogyakarta dan Semarang melalui Sleman Tempel;
d)
Jalan Lingkar Yogyakarta Utara dan Jalan
Lingkar Yogyakarta Selatan.
2)
Jalan Kolektor Primer yaitu:
a)
Jalan
yang
menghubungkan
antara
Kota
Yogyakarta
dan Pakem melalui Depok Ngaglik;
b)
Jalan
yang
menghubungkan
antara
Kota
Yogyakarta dan Kalibawang melalui Codean -
Moyudan - Nanggulan - Kalibawang;
Jalan
yang
menghubungkan
antara
Kota
Yogyakarta
dan
Wates
melalui
Bantul
Srandakan - Galur - Panjatan;
d)
Jalan
yang
menghubungkan
antara
Kota
Yogyakarta dan Parangtritis melalui Sewon Bantul - Pundong - Kretek;
e)
Jalan
yang
menghubungkan
antara
Kota
Yogyakarta dan Rongkop melalui Banguntapan Piyungan - Patuk - Playen - Wonosari Semanu;
f)
Jalan yang menghubungkan antara Kota Semanu
dan Sukoharjo melalui Karangmojo - Semin;
g)
Jalan yang menghubungkan antara Prambanan dan
Tempel melalui Ngemplak - Cangkringan - Pakem
- Turi.
b.
Transportasi Kereta Api:
Jalan Kereta Api yang melintasi Kabupaten Daerah
Tingkat
II
Sleman,
Kotamadya
Daerah
Tingkat
II
Yogyakarta, Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul dan
Kulon Progo.
Sistem Transportasi Udara hanya mencakup Bandar Udara
Adisutjipto yang berfungsi sebagai bandar udara komersial
skala pelayanan nasional terletak di Kabupaten Daerah Tingkat
II Sleman dan Bantul.
Sistem Transportasi Laut hanya mencakup Pelabuhan Sadeng yang
berfungsi sebagai pangkalan pendaratan ikan dengan skala
pelayanan lokal dan regional terletak di Kabupaten Daerah
Tingkat II Gunung Kidul.
c)
(3)
(4)
Bagian Ketiga
Pokok-Pokok Kebijaksanaan
Pasal 54
Pengembangan sistem transportasi berupa arahan sistem jaringan
transportasi di Daerah diutamakan pada peningkatan jalur-jalur
yang ada dan pengembangan jalur-jalur baru.
Pasal 55
Arahan untuk sistem angkutan kereta api ditekankan pada aspek
kuantitas tanpa mengesampingkan aspek kualitas.
Pasal 56
Pengembangan bandar Udara Adisutjipto diarahkan pada peningkatan
kapasitas layanan penerbangan.
Pasal 57
(1)
Pengembangan pelabuhan Sadeng diutamakan untuk pangkalan
pendaratan ikan yang melayani pasar ikan, baik di dalam,
maupun di luar Daerah.
(2)
Untuk memperlancar arus pengangkutan ikan ke tempat-tempat
pemasaran perlu dikembangkan jalan kolektor primer yang
menghubungkan Sadeng dengan Yogyakarta dan Surakarta.
Pasal 58
Program-program
pengembangan
sarana
penunjang
transportasi
diarahkan pada peningkatan kualitas dan perluasan pelayanan sesuai
dengan sosial ekonomi di masing-masing pusat kegiatan.
Bagian Keempat
Strategi Pengembangan
Pasal 59
Strategi pengembangan sistem transportasi dan sarana penunjangnya
diarahkan untuk meningkatkan fungsinya.
Pasal 60
(1)
(2)
Sistem Transportasi sebagaimana dimaksud Pasal 53 Peraturan
Daerah ini tergambar dalam peta skala 1 : 100.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II menjabarkan lebih
rinci pengembangan sistem transportasi dan digambarkan dalam
peta skala minimal 1 : 50.000 dan Kotamadya Daerah Tingkat II
Yogyakarta menjabarkan dan menggambarkannya dalam peta skala
minimal 1 : 10.000.
BAB VII
PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS
Bagian Kesatu
Tujuan dan Sasaran
Pasal 61
(1)
(2)
Pengembangan Kawasan Strategis bertujuan memberikan arahan
pada jenis dan tahapan kegiatan untuk mewujudkan struktur
Pola Pemanfaatan Ruang dan sumber daya yang menjamin
pertumbuhan wilayah yang berkelanjutan.
Sasaran
Pengembangan
Kawasan
Strategis
adalah
pengelolaan dan pengaturan jenis dan bentuk kegiatan
serta struktur Pola Pemanfaatan Ruang dan sumber daya.
Bagian Kedua
Penetapan
Pasal 62
Kawasan Strategis di Daerah mencakup:
a.
Kawasan Kritis;
b.
Kawasan Tumbuh Cepat;
c.
d.
e.
Kawasan Penunjang Kegiatan Sektor Strategis;
Kawasan Perbatasan;
Kawasan Tandus.
Pasal 63
Kawasan Strategis di Daerah ditetapkan sebagai berikut:
a.
Kawasan kritis terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II
Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul;
b.
Kawasan Tumbuh Cepat, terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II
Sleman, dan Bantul serta Kotamadya Daerah Tingkat II
Yogyakarta;
c.
Kawasan Penunjang Kegiatan Sektor Strategis terletak di
Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Bantul, Kulon Progo,
Gunung Kidul dan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta;
d.
Kawasan Perbatasan, terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II
Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul;
e.
Kawasan Tandus, terletak, di Kabupaten Daerah Tingkat II
Bantul dan Kulon Progo.
Bagian Ketiga
Pokok-Pokok Kebijaksanaan
Pasal 64
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pengembangan
Kawasan
Kritis
sebagai
Kawasan
Strategis
dilakukan untuk mengendalikan dan merehabilitasi penurunan
fungsi lindung kawasan tersebut.
Pengembangan Kawasan Tumbuh Cepat yang meliputi kaki Merapi
dan dataran Yogyakarta - Bantul sebgai Kawasan Strategis
dilakukan untuk mengendalikan dan mengarahkan pertumbuhannya,
sehingga dapat diperoleh hasil guna yang optimal dengan
resiko sekecil mungkin kerusakan sumber daya alam, benda
cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Pengembangan
Kawasan
Penunjang
Sektor
Strategis
yang
meliputi:
a.
Kawasan Perkotaan Yogyakarta diarahkan untuk mewadahi,
mengendalikan
dan
mengarahkan
perkembangan
sektor
pariwisata, pendidikan, perdagangan, permukiman dan
industri, untuk memperoleh manfaat yang optimal dengan
dampak negatif yang sekecil mungkin;
b.
Kawasan Barat Daya Yogyakarta untuk menampung dan atau
mewadahi perkembangan kegiatan industri, perdagangan
dan permukiman.
c.
Kota Wates, Nanggulan, Srandakan, Piyungan, Prambanan,
Bantul, Sleman, Codean, Imogiri dan Wonosari diarahkan
untuk berperan sebagai pusat pertumbuhan penunjang
sektor strategis.
Pengembangan Kawasan Perbatan sebagai Kawasan Strategis
diarahkan untuk menetapkan kesesuaian fungsional antar
wilayah, integrasi program pembangunan dan kesatuan arah
pengembangan.
Pengembangan
Kawasan
Tandus
sebagai
Kawasan
Strategis
ditujukan untuk melestarikan ekosistem dan sumber daya alam
disamping mengupayakan pemanfaatannya secara optimal dengan
resiko dampak negatif sekecil mungkin.
Bagian Keempat
Strategi Pengembangan
Pasal 65
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Strategi Pengembangan Kawasan Kritis sebagaimana tercantum
pada Pasal 63 butir a Peraturan Daerah ini meliputi kegiatankegiatan:
a.
penetapan Kawasan Kritis;
b.
pemantapan pola penggunaan lahan yang sesuai dengan
kondisi fisik - sosio ekonomik;
c.
pembatasan bentuk penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan kemampuan sumberdaya alam;
d.
pemantauan kegiatan dalam berbagai bentuk penggunaan
lahan dan evaluasi tingkat keberhasilan pemulihan
sumber alam;
e.
pelarangan terhadap kegiatan yang dapat meningkatkan
sebaran, luasan dan tingkat kekritisan.
Strategi pengembangan Kawasan Tumbuh Cepat sebagaimana
tercantum pada Pasal 63 butir b Peraturan Daerah ini meliputi
kegiatan-kegiatan:
a.
pengendalian perubahan penggunaan tanah-tanah pertanian
lahan basah menjadi bukan lahan pertanian;
b.
pengarahan perkembangan kegiatan sekunder dan tersier
di pusat-pusat permukiman yang telah ditetapkan dan
atau di kawasan pertanian lahan kering;
c.
diversifikasi dan budidaya tanaman lahan kering dengan
tanaman yang mempunyai nilai jual tinggi dan kuat daya
saingnya.
Strategi Pengembangan Kawasan Penunjang Kegiatan Sektor
Strategis sebagaimana tercantum pada Pasal 63 butir c
Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan-kegiatan:
a.
penyediaan sarana dan prasarana penunjang;
b.
penerapan prinsip-prinsip keringanan dan denda;
c.
penyebar luasan informasi tentang peluang pengembangan
kegiatan di kawasan-kawasan tersebut;
d.
pengaturan alokasi jenis dan intensitas kegiatan yang
akan dikembangkan, sehingga diperoleh manfaat yang
optimal dengan resiko dampak negatif yang sekecil
mungkin.
Strategi
Pengembangan
Kawasan
Perbatasan
sebagaimana
tercantum pada Pasal 63 butir d Peraturan Daerah ini meliputi
kegiatan-kegiatan:
a.koordinasi penyusunan program pembangunan antar wilayah;
b.
pengaturan arah pengembangan kawasan perbatasan;
c.
pengefektifan forum koordinasi antar wilayah.
Strategi Pengembangan Kawasan Tandus sebagaimana tercantum
pada Pasal 63 butir e Peraturan Daerah ini meliputi kegiatankegiatan:
a.
penetapan prioritas penangan Kawasan Tandus;
b.
pengkajian bentuk penggunaan sumber alam yang sesuai
c.
d.
e.
dengan potensinya;
pembatasan kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang
cenderung merusak ekosistem tertentu;
pelarangan semua bentuk penggunaan lahan dan kegiatan
eksploitasi sumber alam yang dapat menimbulkan dampak
negatif yang sukar dipulihkan;
pemantauan yang teratur terhadap kegiatan-kegiatan
sumber alam yang dapat menurunkan daya dukung kawasan
tandus.
Pasal 66
(1)
(2)
Pengembangan Kawasan Strategis sebagaimana dimaksud Pasal 62
Peraturan Daerah ini tergambar dalam peta skala 1 : 100.000
sebagaimana tersebut dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II menjabarkan lebih
rinci Pengembangan Kawasan Strategis dan digambarkan dalam
Peta skala menimal 1 : 50.000 dan Kotamadya Daerah Tingkat II
Yogyarakarta menjabarkan dan menggambarkannya dalam peta
skala minimal 1 : 10.000.
BAB VIII
PELAKSANAAN, PENGENDALIAN DAN PENERTIBAN
Bagian Kesatu
Pelaksanaan
Pasal 67
Dalam pelaksanaan RTRWP DIY dikembangkan:
a.
pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air dan tata guna
udara serta tata guna sumberdaya alam lainnya sesuai dengan
azas-azas penataan ruang;
b.
perangkat insentif dan disinsentif.
Pasal 68
Pelaksanaan RTRWP DIY meliputi:
a.
perwujudan program pemanfaatan ruang, melalui berbagai
program pembangunan;
b.
perwujudan program pembangunan dalam bentuk pengadaan proyek
sesuai dengan RTRWP DIY.
Pasal 69
(1)
(2)
Perwujudan program sebagaimana dimaksud Pasal 68 huruf a
Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Gubernur.
Perwujudan program sebagaimana dimaksud Pasal 68 huruf b
Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Instansi Teknis.
Bagian Kedua
Pengendalian dan Penertiban
Pasal 70
(1)
(2)
(3)
Pengendalian RTRWP DIY diselenggarakan melalui kegiatan
pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam
bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi.
Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi diselenggarakan
dalam bentuk pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 71
(1)
(2)
Pengendalian sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1) Peraturan
Daerah ini dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penertiban sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (2) Peraturan
Daerah ini dilaksanakan oleh Instansi yang berwenang.
BAB IX
PENINJAUAN KEMBALI RTRWP DIY
Bagian Kesatu
Kriteria Peninjauan Kembali
Pasl 72
(1)
RTRWP DIY ditinjau kembali stiap lima tahun.
(2)
Peninjauan kembali tersebut ayat (1) Pasal ini dimaksudkan
untuk:
a.
penyempurnaan apabila perkembangan yang terjadi masih
sesuai dengan strategi perencanaan;
b.
perencanaan kembali apabila perkembangan yang terjadi
sudah tidak sesuai dengan strategi perencanaan.
)Kriteria teknis mengenai kesesuaian atau ketidak sesuaian
antara perkembangan yang terjadi dan strategi perencanaan
ditetapkan oleh Gubernur atas pertimbangan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
(3
Bagian Kedua
Tata Cara Peninjauan Kembali
Pasal 73
(1)
(2)
(3)
Peninjauan kembali RTRWP DIY diselenggarakan menurut prosedur
dan tata cara perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku.
Dalam hal RTRWP DIY disempurnakan sebagaimana dimaksudkan
dalam Pasal 72 ayat (2) butir a Peraturan Daerah ini
pengaturannya ditetapkan oleh Gubernur dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Dalam hal RTRWP DIY direncanakan kembali sebagaimana
dimaksudkan di dalam Pasal 72 ayat (2) butir b Peraturan
Daerah ini pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 74
(1)
(2)
(3)
Barang
siapa
melanggar
ketentuan
pemanfaatan
alokasi
sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 butir a, 16 butir b
Peraturan Daerah ini diancam pidana kurangan selama-lamanya 3
(tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.50.000,00 (lima
puluh ribu rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah
pelanggaran.
Selain tindak pidana sebagaimana tersebut pada ayat (1) Pasal
ini,
tindak
pidana
yang
mengakibatkan
kerusakan
dan
pencemaran lingkungan diancam pidana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 75
Selain oleh pejabat penyidik POLRI, penyidikan atas tindak pidana
sebagaimana dimaksud Pasal 74 ayat (1) Peraturan Daerah ini
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 76
Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud Pasal 75 Peraturan Daerah ini berwenang:
a.
menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
b.
melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian
serta melakukan pemeriksaan;
c.
menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d.
melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e.
mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f.
memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
g.
mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h.
menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau
peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan
selanjutnya
melalui
penyidik
POLRI
memberitahukan
hal
tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya;
i.
mengadakan
tindakan
lain
menurut
hukum
yang
dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 77
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini segala ketentuan yang
berlaku sebelum adanya Peraturan Daerah ini agar disesuaikan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 78
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai pelaksanaannya akan diatur oleh Gubernur.
Pasal 79
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
supaya
setiap
orang
dapat
mengetahui,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ditetapkan di Yogyakarta
pada tanggal 7 Mei 1992
--------------------------Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Ketua,
Penjabat Gubernur
Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta
ttd.
ttd,
PARWOTO
Diundangkan dalam Lembaran
Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
Seri
: C
Nomor
: 1
Tanggal
: 19 Oktober 1994
PAKU ALAM VIII
Disahkan Menteri Dalam Negeri
Dengan Keputusan
Nomor
: 102 Tahun 1994
Tanggal
: 12 September 1994
Sekretaris Wilayah/Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
ttd.
Drs. SUPRASTOWO
NIP. 490008854
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
NOMOR : 5 TAHUN 1992
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
I.
PENJELASAN UMUM.
Ruang wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
keanekaragaman ekosistemnya sebagai bagian dari wilayah
Negara Republik Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha
Esa.
Ruang tersebut disamping berfungsi sebagai sumber daya juga
sebagai wadah kegiatan, perlu dimanfaatkan secara optimal dan
berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan manusia, menciptakan
kesejahteraan masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat
adil dan makmur.
Mengingat potensi dan keterbatasan ruang maka pemanfaatan
ruang perlu dilaksanakan secara bijaksana, baik untuk
kegiatan-kegiatan pembangunan maupun untuk kegiatan-kegiatan
lain dengan memperhatikan dan mempertimbangkan azas-azas
pemanfaatan ruang antara lain azas terpadu, tertib, serasi,
seimbang dan lestari. Dengan demikian ruang sebagai sumber
daya perlu dilindungi guna mempertahankan kemampuan dan daya
dukungnya bagi kegiatan-kegiatan manusia.
Agar pemanfaatan dan perlindungan ruang dapat dilaksanakan
secara berdaya guna dan berhasil guna perlu merumuskan
penetapan,
pokok-pokok
kebijaksanaan,
dan
strategi
pengembangan dalam suatu Rencana Tata Ruang Wilayah yang
merupakan penjabaran dari Strategi Nasional Pengembangan Pola
Tata Ruang dan merupakan dasar penyusunan Rencana Umum Tata
Ruang Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II serta
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan.
Atas dasar hal-hal tersebut di atas dan demi kepastian hukum
perlu menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL :
Pasal 1
huruf a s.d. d :
huruf e
:
Cukup jelas.
Ruang daratan, ruang lautan dan
ruang udara merupakan satu kesatuan
ruang yang tidak dapat dipisahpisahkan.
Seperti
halnya
ruang
daratan, ruang lautan dan ruang
udara dengan tingkat intensitas
yang berbeda mempunyai potensi yang
huruf f
:
huruf g s.d. 1 :
Pasal 2
:
dapat dimanfaatkan untuk kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.
Potensi itu diantaranya sebagai
sumber kebutuhan pangan, industri,
pertambangan,
sebagai
jalur
perhubungan, sebagai obyek wisata,
sumber energi, atau sebagai tempat
penelitian/ percobaan.
Yang dimaksud dengan wujud
struktural pemanfaatan ruang
adalah
susunan
unsur-unsur
pembentuk rona lingkungan yang
secara
hirarkis,
struktural
berhubungan satu sama lain,
membentu tata ruang.
Yang
dimaksud
dengan
pola
pemanfaatan
ruang
adalah
bentuk pemanfaatan ruang yang
secara berkaitan menggambarkan
ukuran, fungsi, dan karakter
aktifitas manusia dan kegiatan
alam.
Kawasan Lindung adalah kawasan
yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian
kemampuan
lingkungan
hidup
yang mencakup sumber alam,
sumberdaya buatan dan nilai
sejarah serta budaya bangsa
guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan.
Kawasan
Budidaya
adalah
kawasan
yang
kondisi
dan
potensi
sumberdaya
alamnya
dapat dan perlu dimanfaatkan
guna
kepentingan
produksi
dalam
rangka
memenuhi
kebutuhan hidup manusia dan
pembangunan.
Cukup jelas.
-
-
Yang dimaksud dengan semua
kepentingan
adalah
bahwa
penataan ruang dapat menjamin
seluruh
kepentingan
yakni
kepentingan Pemerintah, Swasta
dan Masyarakat baik kelompok
maupun perorangan secara adil
dengan
memperhatikan
antara
lain pihak ekonomi lemah.
Yang dimaksud dengan terpadu
adalah bahwa penataan ruang
dianalisis
dan
dirumuskan
menjadi satu kesatuan dari
berbagai kegiatan pemanfaatan
ruang oleh para pelaku baik
oleh Pemerintah, Swasta maupun
Masyarakat.
Penataan
ruang
dilakukan secara terpadu dan
menyeluruh
mencakup
antara
lain pertimbangan aspek-aspek
waktu, modal, optimasi daya
dukung
lingkungan
dan
geopolitik.
Dalam
mempertimbangkan aspek waktu,
suatu perencanaan tata ruang
harus
memperhatikan
adanya
aspek
prakiraan,
aspek
dinamika ruang wilayah dan
yang
direncanakan,
aspek
persepsi
yang
mengungkapkan
berbagai keinginan serta aspek
kebutuhan dan aspek tujuan
dalam
rangka
pemanfaatan
ruang.
Pasal 3 s.d. 5
:
Cukup jelas.
Pasal 6
huruf a dan b
huruf c
:
:
Cukup jelas.
Yang
dimaksud
dengan
menikmati
hasil pelaksanaan RTRWP DIY adalah
selain
memperoleh
manfaat
juga
memperoleh ganti rugi atas kerugian
yang
diderita
sebagai
akibat
pelaksanaan RTRWP DIY.
Pasal 7 s.d. 15
:
Cukup jelas.
Pasal 16
huruf a
:
:
Jarak
100
meter
ditarik
proyeksi horisontal.
dalam
huruf b
angka 1)
:
angka 2)
huruf c dan d
:
:
Kawasan selebar 100 meter di kirikanan sungai merupakan jalur untuk
melindungi
sungai.
Di
kawasan
tersebut masih dimungkinkan untuk
dibudidayakan dengan syarat tidak
mengurangi
fungsi
perlindungan
sungai. Dalam hal ini kegiatan yang
berwujud pendirian bangunan harus
dikenai
ketentuan
kepadatan
bangunan (Koefisien Dasar Bangunan)
sangat rendah.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
:
Cukup jelas.
Pasal 17 s.d. 21
Pasal 22
:
Yang dimaksud dengan plasma nutfah
adalah tumbuhan atau tanaman yang
memiliki gen (sifat bawaan) asli
bukan tiruan (hibrida).
Pasal 23 dan 24
:
Cukup jelas.
Pasal 25
ayat (1)
ayat (2)
huruf a
:
:
Cukup jelas.
:
Yang
dimaksud
dengan
morfologi
sungai adalah kesatuan fisik yang
mencakup tebing dan dasar sungai
serta alirannya.
:
Cukup jelas
:
Cukup jelas.
Pasal 26 s.d. 44
:
Cukup jelas.
Pasal 45
ayat (1)
:
ayat (2)
huruf a
Yang dimaksud dengan Sistem Kotakota adalah susunan hirarki kotakota yang menggambarkan keterkaitan
dan ketergantungan antar kota.
:
-
huruf b
:
huruf b
dan c
ayat (3) s.d.
(4)
Yang
dimaksud
dengan
memantapkan
hirarki
kota
adalah upaya agar kota yang
bersangkutan tetap berada pada
hirarkinya
dan
menyandang
perannya secara optimal.
yang
dimaksud
dengan
meningkatkan
hirarki
kota
adalah upaya untuk menaikkan
hirarki kota yang bersangkutan
agar berada pada hirarki yang
seharusnya
sesuai
dengan
perannya.
Cukup jelas.
Pasal 46
ayat (1)
ayat (2)
:
:
Cukup jelas.
Hirarki
kota
disusun
dengan
kriteria
formal
politis
(pemerintahan,
kesehatan,
pendidikan
dan
sebagainya)
dan
kriteria fungsional.
Pasal 47 s.d. 49
:
Cukup jelas.
Pasal 50
huruf b
:
huruf c
:
Pasal 51
ayat (1)
ayat (2)
Yang dimaksud migrasi ke perkotaan
adalah perpindahan penduduk dari
desa ke perkotaan. Istilah ini
dimaksudkan
untuk
menggantikan
istilah urabnisasi yang selama ini
digunakan secara tidak benar.
Cukup jelas.
:
:
Cukup jelas.
Yang dimaksud menjabarkan lebih
rinci pengembangan Sistem Kota-kota
adalah
merinci
Strategi
Pengembangan sebagaimana dimaksud
Pasal 50.
Pasal 53
ayat (1) dan
(2)
ayat (3)
:
Cukup jelas.
:
:
Cukup jelas.
Penetapan ini dimaksudkan hanya
untuk
Lapangan
Udara
dan
fasilitasnya yang berfungsi sebagai
layanan penerbangan komersial.
Pasal 54 s.d. 58
:
Cukup jelas.
Pasal 59
:
Strategi
pengembangan
Sistem
Transportasi
dan
Sarana
Penunjangnya antara lain:
a.
mengurangi arus regional yang
menembus
kota
Yogyakarta
dengan
mengembangkan
jalur
lingkar;
b.
mengurangi arus barang yang
menumpuk di Yogyakarta dengan
mengembangkan
kawasan
pergudangan;
c.
meningkatkan
fungsi
jalur
penghubung
Yogyakarta
Cilacap menjadi arteri primer;
d.
mengembangkan
jalur
tol
Yogyakarta - Surakarta untuk
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
wilayah
Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa
Tengah bagian selatan.
Pasal 60
:
Cukup jelas.
Pasal 61
ayat (1)
:
Kawasan Strategi ditentukan menurut
pengamatan berdasarkan satu atau
kombinasi beberapa kriteria sebagai
berikut :
1.
ayat (2)
Pasal 62
huruf a
:
:
hruf b
:
huruf c
:
huruf d
:
huruf e
:
memberikan
kontribusi
bagi
peningkatan ekspor non migas;
2.
memberikan
dampak
kepada
perkembangan ekonomi, sosial
atau politik secara nasional
atau regional;
3.
tidak
ditetapkan
Pemerintah
sebgai prioritas nasional;
4.
berkaitan
dengan
penyediaan
lahan
dalam
skala
besar
(pengembangan
pusat-pusat
pemukiman baru/perumahan);
5.
menarik minat investasi swasta
yang
berdampak
luas
bagi
peningkatan
ekonomi/sosial
masyarakat;
6.
memiliki prospek ekonomi yang
cerah
dalam
pengembalian
modal/investasi;
7.
berperan
dalam
mendorong/
memacu
pembangunan
wilayah
terbelakang, terisolir, miskin
dan kritis;
8.
keselarasan
pelestarian
dan
pembangunan.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan Kawasan Kritis
adalah
kawasan
lindung
yang
mengalami
penurunan
fungsinya
karena proses alami maupun budidaya
manusia, dan kawasan rawan bencana.
Yang dimaksud dengan Kawasan Tumbuh
Cepat adalah kawasan yang mewadahi
intensitas kegiatan yang tinggi dan
perubahan yang cepat yang ditandai
dengan perubahan dan pergeseran
penggunaan
tanah,
berkembangnya
sektor sekunder (perdagangan dan
industri) dan tersier (jasa) serta
mobilitas penduduk.
Yang
dimaksud
dengan
Kawasan
Penunjang Kegiatan Sektor Strategis
adalah kawasan yang karena posisi
keruangannya dan atau ketersediaan
sumber dayanya mampu menjadi pemacu
berkembangnya
sektor-sektor
strategis di Daerah.
Yang
dimaksud
dengan
Kawasan
Perbatasan adalah kawasan-kawasan
yang berbatasan langsung dengan
wilayah Propinsi Jawa Tengah.
Yang dimaksud dengan Kawasan Tandus
adalah kawasan pasir pantai selatan
antara
muara
Sungai
Bogowonto
sampai dengan Sungai Opak.
Pasal 63 s.d. 73
:
Cukup jelas.
Pasal 74
ayat (1)
:
Pelanggaran
pemanfaatan
alokasi
adalah segala kegiatan pemanfaatan
ruang yang tidak diijinkan instansi
yang berwenang.
:
Cukup jelas.
:
Cukup jelas.
ayat (2) dan
(3)
Pasal 76 s.d. 79
Download