1 SEBUAH IDE : PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO (HENING NURCAHYA DAN REKAN PENGGIAT EKONOMI RAKYAT) I. Pendahuluan 1. Latar belakang permasalahan Sebagaimana kita pahami dan maklumi bahwa masyarakat Kulon Progo masih jauh dari keterbebasan kemiskinan. Angka kemiskinan 21,39% (tahun 2013, angka BPS) atau di atas rata-rata angka kemiskinan nasional, sehingga sudah sepatutnya menjadi perhatian dan kecemasan kita bersama. Sejak peradaban masyarakat dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri, namun seiring perkembangan jaman kebutuhan masyarakat semakin kompleks dan masyarakat semakin tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri. Oleh karena itu jaman semakin menuntut terbentuknya sistem yang teratur yang dinamakan negara. Lebih rinci dapat dijelaskan turunan dari sistem negara meliputi sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan yang kesemuanya itu ditata dalam rangka terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Dalam tiap-tiap sistem di atas diaturlah pelaksana atau penyelenggara yang bertugas melaksanakan setiap rincian program ataupun kegiatan yang merupakan perwujudan kehendak masyarakat dan memenuhi kebutuhannya. Dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa sistem POLEKSOSBUDHANKAM hakekat dasarnya adalah merupakan kristalisasi dari kebutuhan rakyat yang fundamental harus terpenuhi oleh negara hingga muara akhirnya adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtera terbebas dari segala permasalahan yang dalam konteks permasalahan kita apa yang disebut dengan kemiskinan. Lebih dalam lagi makin dimengerti akan terjadinya kesenjangan antara das solen dan das sein sehingga munculah masalah kemiskinan. 2 Fenomena yang menarik di Kulon Progo bahwa sebagian besar penduduk miskin adalah berada di usia produktif. Sebagian besar mereka bermatapencaharian sebagai petani/pekebun. Mereka terbiasa memasarkan produk pertanian masih dalam bentuk mentah (belum diolah). Berawal dari hal tersebut, tulisan ini membuka pemikiran bagaimana usaha mikro menjadi wadah ataupun media transformasi mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi, memiliki nilai lebih (added value). Tabel 1 Usia Penduduk Miskin di Kabupaten Kulon Progo Sumber: Sinangkis-Bappeda Kulon Progo, 2014 Nama Kecamatan TEMON WATES PANJATAN GALUR LENDAH SENTOLO PENGASIH KOKAP GIRIMULYO NANGGULAN SAMIGALUH KALIBAWANG TOTAL Usia <6 7,25 6,56 5,60 5,35 5,10 5,02 5,00 4,57 4,08 4,07 4,00 4,61 5,11 6 ≤ usia < 15 15 ≤ usia < 45 45 ≤ usia < 60 14,05 14,23 13,87 12,97 12,12 13,55 13,11 11,30 11,65 10,80 11,86 12,09 12,70 39,88 41,60 38,02 36,95 36,19 38,10 37,43 38,02 37,83 35,96 36,99 35,93 37,85 18,11 19,58 19,18 18,74 19,83 18,60 20,35 20,69 21,07 18,34 21,25 19,94 19,75 ≥ 60 20,71 18,03 23,32 25,99 26,76 24,73 24,11 25,42 25,36 30,83 25,90 27,43 24,58 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 3 Gambar 1 Sektor Pekerjaan Penduduk Miskin di Kabupaten Kulon Progo(%) Sumber: Sinangkis-Bappeda Kulon Progo, 2014 2. Kerangka Alur Pikir Yang dimaksud dengan kriteria usaha mikro berdasarkan UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) diluar tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Kondisi saat ini yang terjadi adalah ratusan bahkan ribuan embrio usaha mikro yang ada di Wilayah Kulon Progo. Telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengoptimalkan tumbuh kembangnya namun belum sesuai yang diharapkan. 4 Gambar 2 Kerangka Alur Pikir 3. Tujuan dan Sasaran Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan usaha mikro. Sasaran dari kegiatan adalah penduduk miskin pelaku usaha mikro. II. Rencana Kegiatan 1. Gambaran Umum Pada tahun 2014 jumlah UMKM di Kabupaten Kulon Progo mencapai 33.743 UMKM yang terbagi dalam beberapa sektor. Kondisi ini lebih meningkat dibandingkan tahun 2013. Sektor terbanyak adalah sektor industri pengolahan. 5 Tabel 2 Data Perkembangan UMKM Tahun 2013-2014 No. Sektor Ekonomi Tahun 2013 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan 4 Bangunan 5 Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Hotel dan Restoran b. Pedagang Pasar c. Pedagang di luar pasar d. Pedaki 6 Pengangkutan dan Komunikasi 7 Jasa-jasa Tahun 2014 1,654 1,691 33 20,498 207 53 20.105 211 59 1,321 9,336 113 95 75 33.391 59 2,000 9.336 113 98 77 33.743 Sumber: Kompilasi Data SKPD Kab. Kulonprogo, 2014 Perkembangan industri kecil di tahun 2014 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, mulai dari jumlah unit usaha, tenaga kerja, nilai investasi, nilai produksi, nilai bahan baku, sampai dengan nilai tambahnya. Tabel 3 6 Potensi lahan untuk pengembangan tanaman hortikultura sebagai salah satu bahan yang digunakan oleh pelaku usaha mikro ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel 4 Luas Lahan Pertanian Bukan Sawah menurut Penggunaannya Dirinci Per Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo (Ha), 2013 Kecamatan TEMON WATES PANJATAN GALUR LENDAH SENTOLO PENGASIH KOKAP GIRIMULYO NANGGULAN SAMIGALUH KALIBAWANG Jumlah Tegal/kebun Perkebunan 1.211 965 2.077 862 126 706 646 614 2.211 1.356 2.358 2.565 15.697 545 545 Lahan yang Ditanami Sayuran dan Hutan Rakyat 50 5 651 50 50 740 770 1.757 1.210 25 350 492 6.150 Sumber: DDA 2014 Potensi bahan baku dan tambahan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan produksi oleh usaha mikro ditampilkan dalam Tabel 5 dan Tabel 6. 7 Tabel 5 Produksi Tanaman Obat-obatan (kg), 2013 Jenis Tanaman Kecamatan Jahe TEMON 735 WATES 66 PANJATAN 1.107 GALUR 15.852 LENDAH 100.430 SENTOLO 52.708 PENGASIH 316.501 KOKAP 630.625 GIRIMULYO 562.388 NANGGULAN 15.500 SAMIGALUH 93.375 KALIBAWANG 251.436 Jumlah 2.040.723 Kencur Kunyit Temulawak 440 90 652 271 20.342 1.369.800 104.827 172.502 10.390 66.231 18.489 1.764.034 14.942 4.028 1.537 1.079 113.345 59.778 1.833.520 236.994 153.086 60.875 431.450 77.597 2.988.231 9.715 430 5.612 1.820 149.552 28.316 985.030 551.392 62.139 367.115 25.540 2.186.661 Sumber: DDA 2014 Tabel 6 Produksi Tanaman Buah-Buahan (kwintal), 2013 Kecamatan TEMON WATES PANJATAN GALUR LENDAH SENTOLO PENGASIH KOKAP GIRIMULYO NANGGULAN SAMIGALUH KALIBAWANG Jumlah Pisang 3.828 15.170 29.020 17.252 4.721 11.417 25.426 18.615 4.650 58.078 3.025 6.656 197.858 Sumber: DDA 2014 Nangka 454 6.920 970 4.235 9.649 3.729 2.165 8.390 4.442 3.028 3.705 6.230 53.917 Jenis Buah Melon + Mlinjo Semangka 821 89.768 2.616 16.001 4.518 82.046 4.359 92.245 2.053 8.799 2.513 8.556 5.488 1.223 11.463 204 2.075 3.922 9.905 8.030 57.763 298.842 Sukun 702 660 1.025 1.323 1.598 2.525 5.570 10.998 8.900 2.580 620 4.980 41.481 Mangga 210 2.106 720 1.980 3.703 9.915 11.700 18.480 14.560 22.450 2.450 4.195 92.469 8 2. Kendala/Permasalahan yang dihadapi Berdasarkan pengamatan dan analisa maka dapat dirangkai permasalahan sebagai berikut: a. Usaha mikro belum memiliki kemampuan mengolah bahan mentah. Budaya besar yang resisten terhadap perubahan adalah sifat yang inklusif dan menutup diri dari dunia luar. Mereka selama ini terbiasa meneruskan usaha berdasarkan warisan turun-temurun dan tidak mau menerima perubahan nilai dari luar. Begitu juga yang dialami pelaku usaha mikro dalam mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi. Mereka hanya menjual bahan mentah dan mendapatkan margin atasnya dan tidak adanya nilai tambah. b. Diversifikasi produk dan kualitas produk belum sesuai standar pasar. Hal lain yang menjadi karakter usaha mikro adalah mereka belum mengenal istilah diversifikasi dan standarisasi pasar. Mereka hanya berkutat pada bagaimana menjual produk yang hanya untuk menyambung hidupnya. Oleh karena itu diperlukan perubahan pola pikir pada masyarakat dengan upaya dari pemerintah dengan menjadikan diversifikasi sebagai nilai tambah. c. Jaringan pemasaran yang belum luas Yang terjadi selama ini pemasaran yang mereka lakukan hanya terbatas untuk memenuhi lingkungan terdekat ataupun yang terjauh adalah pasar tradisional yang mudah mereka jangkau. Hal ini dilakukan dikarenakan kualitas produk mereka yang sederhana dan di bawah standar pasar yang ada. Ini terlihat secara fisik pada proses produksi yang tidak sehat dan pengemasan yang tidak standar sehingga tidak mempunyai daya saing. d. Kurang pahamnya prosedur perijinan Pasca diterbitkannya Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2012 tentang pelimpahan sebagian urusan pemerintahan dari Bupati 9 kepada Camat terdapat 19 perijinan yang sekarang ini menjadi kewenangan Camat. Dari 19 kewenangan ini kebanyakan memberikan kemudahan pada usaha mikro untuk mendapatkan ijin operasional. Masyarakat belum memahami apakah suatu produk itu memerlukan ijin, dimana mengurus ijin, dan apa persyaratannya. Masalah inilah yang perlu diurai menjadi isu strategis. 3. Kesempatan dan Kekuatan yang dimiliki/Alternatif Solusi Terlepas dari hambatan di atas terdapat peluang berupa kesempatan dan kekuatan yang perlu dikelola sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan yakni masih terbukanya kesempatan pasar baik lokal maupun regional sepanjang produk usaha mikro memenuhi standar kualitas. Selain itu banyak hal dapat menjadi kekuatan yang bisa dijadikan potensi pemberdayaan usaha mikro yakni : a. Keberpihakan/komitmen pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang berpihak kepada masyarakat kecil berupa kemudahan akses dan kemudahan ijin, dukungan sarana, bahkan penganggaran. Disamping itu terjalinnya hubungan baik dengan kabupaten tetangga yang dituangkan dalam kesepakatan bersama yang dibangun berdasarkan UU 23 Tahun 2014 beserta turunannya seperti PP 50 Tahun 2007 dan Permendagri 22 Tahun 2009 yang kesemuanya merupakan aturan tentang kerjasama antar daerah. b. Bahan mentah (sumber daya alam) melimpah. Hal ini dijelaskan lebih lanjut tentang bagaimana karakteristik Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten agraris yang sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani/pekebun. Terlebih lagi jika cermati selama ini Bupati Kulon Progo menerapkan proteksi terhadap hasil bumi yang dihasilkan oleh petani dengan slogan "Bela Beli Kulon Progo". c. Sumber daya manusia melimpah 10 Sumber daya manusia yang melimpah terlihat dari besarnya usia angkatan kerja yang mendominasi jumlah penduduk yang tersebar di 12 kecamatan dan 88 kelurahan/desa. Sebagai gambaran, usaha mikro di Cina baik jenis elektronik, otomotif maupun peralatan rumah tangga telah mendunia dengan mengoptimalkan sumber daya manusianya yang melimpah. Jika penduduk Kulon Progo yang cukup besar tersebut dimanfaatkan dalam usaha mikro di berbagai sektor, maka angka pengangguran dan kemiskinan akan menurun. 4. Rencana Aksi yang Akan Dilaksanakan Rumusan besar untuk menjawab masalah bagaimana memberdayakan usaha mikro yang ada di Kulon Progo menjadi potensi unggulan pengentasan kemiskinan, yaitu: a. Koordinasi dan konsolidasi stakeholder Masalah kemiskinan adalah multifaktor, sehingga upaya penyelesaiannya juga memerlukan peran dari berbagai sektor. Pemerintah daerah selaku leading sector memiliki kewajiban untuk menggerakkan seluruh stakeholder melalui koordinasi dan konsolidasi. b. Pembinaan dan pelatihan (produksi dan manajemen) terhadap usaha mikro Pembinaan dan pelatihan terhadap usaha mikro sangatlah penting baik itu aspek teknis maupun manajemen usaha. Hal ini dilakukan agar jalannya usaha berjalan dengan baik dari sisi organisasi seperti kemampuan perencanaan usaha, pengorganisasian usaha, pelaksanaan usaha sampai kontrol usaha. Selain itu juga diperlukan peningkatan kemampuan teknis tentang bagaimana cara proses produksi, penentuan volume usaha, dan pemasaranya. c. Sosialisasi prosedur perijinan (Produk Industri Rumah Tangga /PIRT) 11 Sosialisasi terhadap diperlukan bagi bagaimana jalannya usaha. mengurus Adanya perijinan ijin PIRT sangat akan mempermudah suatu produk memasuki pasar modern. d. Membuat jejaring pemasaran Membuat jejaring untuk memasarkan produk merupakan suatu keharusan untuk menghadapi pasar global. Jejaring pemasaran dapat dilakukan baik berwujud konvensional dengan memperbanyak jaringan di berbagai tempat maupun berwujud online. 5. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran Menjalin koordinasi dan konsolidasi dengan SKPD teknis menjadi hal yang sangat penting dalam transfer materi penguatan terhadap lembaga usaha mikro. SKPD teknis yang terkait bagaimana membuka pemasaran yakni Dinas Koperasi dan UMKM. Koordinasi dengan Dinas PerindagESDM juga sangat diperlukan dalam rangka efektivitas, efisiensi produksi, dan pemasaran bagi usaha mikro. Peran Disperindag ESDM sangat strategis dari berbagai aspek seperti juga halnya kendali mutu, pengemasan maupun penciptaan peluang pasar. Koordinasi dengan Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT) dibutuhkan dalam perannya sebagai media investasi saat usaha mikro menjadi berkembang di kelak kemudian hari. Bagaimana BPMPT membuka ruang investasi dan penanaman modal bagi investor luar. Sedangkan Dinas Kesehatan didorong untuk melakukan pendampingan dalam pengurusan PIRT bagi output produk usaha mikro. Koordinasi terhadap Dinas Pertanian dan Kehutanan sangat diperlukan mengingat bahan dasar pengolahan usaha mikro adalah pertanian. 6. Faktor – Faktor Penentu Keberhasilan Terlepas dari semua hal di atas keberhasilan optimalisasi usaha mikro sangat ditentukan oleh banyak hal yang bersifat internal seperti 12 kemauan masyarakat untuk maju, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol usaha yang matang maupun eksternal antara lain persediaan bahan mentah dan persaingan pasar global. III. Penutup : Kesimpulan Penanggulangan kemiskinan tidak bisa dilakukan sepotongsepotong, hanya bisa diselesaikan secara simultan, dan dengan melibatkan berbagai stakeholder. Pengentasan kemiskinan tidak akan tercapai secara optimal apabila masyarakat miskin hanya mendapat bantuan secara instan, namun diperlukan upaya pemberdayaan keberlanjutan program/kegiatan. dan pendampingan demi