model perubahan lingkungan di koridor jalan untuk mewujudkan

advertisement
Lingkungan
MODEL PERUBAHAN LINGKUNGAN DI KORIDOR JALAN UNTUK
MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
(093L)
Iskandar Muda Purwaamijaya1, Wahyu Wibowo2, Herwan Dermawan3 dan Rina Marina Masri4
1,2
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl.Dr. Setiabudhi No 207 Bandung
Email: [email protected]
3,4
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No 207 Bandung
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pembangunan prasarana dan sarana jalan yang pesat meningkatkan pergerakan jasa, barang dan
manusia untuk pengembangan wilayah. Ketidakseimbangan pertumbuhan prasana dan sarana jalan
serta eksternalitas di koridor jalan menimbulkan banyak dampak negatif selain dampak positif dari
maksud dan tujuan awal pembangunan prasarana dan sarana jalan. Model perubahan lingkungan di
koridor jalan sangat penting dikembangkan untuk meningkatkan dampak positif dan mengurangi
dampak negatif melalui pengenalan variabel-variabel yang memiliki kepekaan tinggi terhadap
perubahan lingkungan secara signifikan. Penelitian menggunakan metode deskriptif yang digunakan
untuk menyajikan prasarana dan sarana jalan di dalam ruang yang meliputi komponen-komponen
fisik-kimia, sosial-ekonomi dan biologis lingkungan serta mekanis eksplanatoris untuk fenomenafenomena sebab akibat seluruh komponen lingkungan. Metode deskriptif memungkinkan para
perencana dan pelaksana pembangunan menganalisis secara tepat dalam ruang tentang keselarasan
dan penyimpangan aktivitas rencana dan pemanfaatan lahan di koridor jalan terhadap kemampuan
lahannya. Metode mekanis eksplanatoris memungkinkan para pengambil kebijakan menemukan
variabel-variabel yang paling memiliki kepekaan tinggi terhadap perubahan lingkungan yang positif
dan negatif serta mengusulkan peraturan dan perundangan untuk meningkatkan kualitas lingkungan
serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Metode ini diterapkan untuk aplikasi studi kasus di
Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung Provinsi Jawa Barat Indonesia. Studi kasus ini digunakan untuk
penerapan metode dan relevansi dengan pelayanan prasarana dan sarana jalan bagi masyarakat di
Kota Bandung. Dengan menggunakan metode ini untuk meningkatkan pelayanan prasarana dan
sarana jalan, dinas jalan dan jembatan di seluruh Indonesia dapat secara efektif dan efisien
menginvestasikan sumber daya prasarana dan sarana jalan dalam ruang secara akurat serta
mengoperasikan dan memelihara seluruh infrastuktur jalan di masa depan.
Kata kunci: model perubahan lingkungan, koridor jalan, pembangunan berkelanjutan
1. PENDAHULUAN
Pembangunan transportasi (darat, laut dan udara) dilakukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomis, stabilitas
nasional, pemerataan dan penyebaran pembangunan dengan menembus keterasingan dan keterbelakangan daerah
terpencil sehingga semakin memantapkan perwujudan wawasan nusantara serta memperkokoh ketahanan nasional
(Soejono dan Ramelan, 1994). Pembangunan dan pengembangan transportasi terus ditingkatkan untuk
mengantisipasi pertumbuhan permintaan akan angkutan penumpang dan barang.
Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan
Pekerjaan Umum berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001
untuk bidang pelayanan prasarana jalan wilayah terdiri dari bidang pelayanan jaringan jalan dan ruas jalan. Bidang
pelayanan jaringan jalan terdiri dari aspek aksesibilitas, mobilitas dan kecelakaan dengan indikator tersedianya
jaringan jalan yang mudah diakses oleh masyarakat, dapat menampung mobilitas masyarakat serta dapat melayani
pemakai jalan dengan aman. Bidang pelayanan ruas jalan terdiri dari aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan
dengan indikator tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan pemakai jalan serta dapat memberikan
kelancaran pemakai jalan.
Secara keseluruhan sarana angkutan jalan raya untuk mobil penumpang, bus, truk dan sepeda motor mengalami
kenaikan rata-rata 8,88 % per tahun. Kondisi prasarana jalan yang mengalami kerusakan mencapai 32,60 % dan
pertumbuhan sarana angkutan jalan raya sebesar 8,88 % menimbulkan penurunan kinerja jaringan jalan.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
L - 15
Pembangunan prasarana dan pertumbuhan sarana jalan yang tidak seimbang dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan, yaitu berupa keresahan masyarakat akibat pembebasan lahan (tahap pra-konstruksi),
pencemaran udara, kebisingan, debu, getaran, gangguan aliran permukaan, pencemaran air, kerusakan utilitas,
peningkatan limbah, kemacetan (tahap konstruksi), kecelakaan lalu-lintas, pencemaran udara, kebisingan, perubahan
bentang alam dan tataguna lahan (tahap operasi dan pemeliharaan).
2. KAJIAN PUSTAKA
Kajian rona wilayah adalah kajian untuk menemukenali potensi dan masalah pembangunan wilayah serta jenis
tipologis wilayah untuk menyusun skenario penataan wilayah dalam rangka mencapai sasaran pembangunan
(Amien, 1992). Rona wilayah terdiri dari komponen fisik-kimia, biologis dan sosial (Direktorat Jenderal Bina
Marga, 1996). Komponen fisik-kimia terdiri dari iklim, fisiografis, hidrologis, ruang, lahan, tanah, kualitas udara
dan kebisingan. Komponen biologis terdiri dari flora dan fauna. Komponen sosial terdiri dari demografis, ekonomis,
budaya dan kesehatan masyarakat. Kajian rona wilayah dapat dikelompokkan berdasarkan pendekatan taksonomi
wilayah atau mengikuti model perkembangan rona sosial, ekonomis, fisik (sumberdaya alam dan lingkungan),
struktur tataruang dan alokasi pemanfaatan ruang serta kelembagaan (Amien, 1992).
Proses pembangunan dan operasional jalan dapat dibagi menjadi tahap pra-konstruksi, tahap konstruksi dan tahap
pasca-konstruksi (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996; Tamboen, 1994). Tahap pra-konstruksi adalah kegiatan
yang berkaitan dengan masalah pengadaan lahan dan pemindahan penduduk (Direktorat Jenderal Bina Marga,
1996). Kegiatan pra-konstruksi maksudnya untuk menyelesaikan segala sesuatu yang terkait dengan upaya
memperoleh lahan yang diperlukan. Kegiatan pra-konstruksi termasuk pula merumuskan kebijakan pembayaran
ganti rugi serta pemindahan penduduk. Kegiatan pengadaan lahan perlu didukung dengan data yang lengkap
mengenai lokasi, luas, jenis peruntukan dan penduduk yang memiliki lahan atau menempati lahan. Untuk
melengkapi data yang dibutuhkan pada pra-konstruksi dilakukan survei areal dengan melakukan pemancangan dan
perintisan (Tamboen, 1994). Tahap konstruksi adalah kegiatan pelaksanaan fisik konstruksi seperti kegiatan
mobilisasi tenaga kerja atau alat-alat berat, pengoperasian base camp, penyiapan tanah dasar, pekerjaan konstruksi
jalan atau jembatan serta kegiatan pengangkutan sesuai dengan gambar dan syarat-syarat teknis yang telah
dirumuskan serta disiapkan pada kegiatan kegiatan-kegiatan perencanaan teknis (Direktorat Jenderal Bina Marga,
1996). Tahap pasca-konstruksi adalah kegiatan mengoperasikan prasarana dan sarana transportasi yang telah
dibangun pada masa garansi oleh kontraktor (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Tahap pasca-konstruksi
meningkatkan aksesibilitas, geometrik jalan dan penggunaan kendaraan (Tamboen, 1994).
Klasifikasi fungsional atau hirarki jalan diatur dalam UURI No.13 tahun 1980 tentang jalan dan Peraturan
Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang jalan. Hirarki jalan penting dan mempunyai pengaruh yang sangat luas. Ada
berbagai macam klasifikasi jalan sesuai dengan keperluannya. Pengelompokan jalan dapat dibagi berdasarkan
wewenang pembinaan, perancangan teknis dan fungsi jalan (Ditjen Bangda dan LPM ITB, 1994). Pengelompokkan
jalan menurut wewenang pembinaan terbagi atas : jalan nasional yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan
oleh menteri dan jalan daerah yang terdiri dari jalan propinsi, jalan kota dan jalan kabupaten yang pembinaannya
dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Pengelompokkan jalan menurut perancangan teknis (design) yang sesuai dengan
Rancangan Pedoman Perancangan Geometrik Jalan Kota tahun 1998 dibagi menjadi jalan tipe I kelas I dan II serta
tipe II kelas I, II, III dan IV. Pengelompokan jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1992 dibagi menjadi
kelas I, II, III A, III B, III C berdasarkan muatan sumbu terberat (MST) kendaraan serta konstruksi jalan.
Pengelompokkan jalan menurut fungsi yang sesuai dengan UU 13/1980 dan PP 26/1985 dibagi menjadi jaringan
jalan primer dan sekunder yang masing-masing terdiri dari jalan arteri, kolektor serta lokal. Jalan arteri adalah jalan
yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata kendaraan tingi dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara efisien. Jalan kolektor adalah jalan yang yang melayani angkutan jarak sedang sebagai pengumpul dan
pembagi kendaraan dengan kecepatan rata-rata kendaraan sedang serta jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal
adalah jalan yang melayani angkutan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata kendaraan rendah serta jumlah jalan
masuk tidak dibatasi (Ditjen Bangda dan LP ITB, 1993). Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
No. 534/KPTS/M/2001 mengenai Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang,
Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum bidang pelayanan prasarana jalan wilayah terdiri dari Jaringan
Jalan dan Ruas Jalan (Depkimpraswil, 2003). Bidang pelayanan jaringan jalan memiliki aspek aksesibilitas,
mobilitas dan kecelakaan. Ruas jalan memiliki aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan. Aspek aksesibilitas
indikatornya adalah tersedianya jaringan jalan yang mudah diakses oleh masyarakat, aspek mobilitas indikatornya
adalah tersedianya jaringan jalan yang dapat menampung mobilitas masyarakat dan aspek kecelakaan indikatornya
adalah tersedianya jaringan jalan yang dapat melayani pemakai jalan dengan aman. Bidang pelayanan ruas jalan
memiliki aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan. Aspek kondisi jalan indikatornya adalah tersedianya ruas jalan
yang dapat memberikan kenyamanan pemakai jalan dan aspek kondisi pelayanan indikatornya adalah tersedianya
ruas jalan yang dapat memberikan kelancaran pemakai jalan.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
L - 16
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Lingkungan
Dampak pembangunan jalan terhadap lingkungan adalah merupakan hubungan antara kegiatan pembangunan jalan
dengan komponen lingkungan. Kegiatan pembangunan jalan dapat dibagi dalam 3 tahapan, yaitu : pra-konstruksi,
konstruksi dan pasca-konstruksi. Dalam kegiatan pra-konstruksi dapat disebutkan survei areal dan pembebasan
lahan. Pembebasan lahan dapat dirinci menjadi kegiatan penentuan batas areal dan ganti rugi lahan. Kegiatan
aktivitas dalam tahapan pra-konstruksi jelas memberikan pengaruh pada komponen lingkungan.
Kegiatan masa konstruksi yang diperkirakan akan memberikan pengaruh pada komponen lingkungan ialah
mobilisasi alat berat, pembersihan areal/bukit, pembuatan jalan dan jembatan. Mobilisasi alat-alat berat akan
memberikan pengaruh pada kondisi prasarana transportasi. Pembersihan areal/bukit memberikan pengaruh pada
perubahan tataguna lahan, eksistensi flora dan fauna serta tenaga kerja. Pembuatan jalan akan memberikan pengaruh
pada tenaga kerja dan kualitas air. Pembuatan jembatan akan memberikan pengaruh terhadap tenaga kerja, kualitas
air dan perubahan pola air sungai.
Kegiatan pasca-konstruksi akan meningkatkan aksesibilitas, geometrik jalan serta penggunaan sarana kendaraan.
Peningkatan tingkat aksesibilitas pemakai jalan akan menghemat waktu perjalanan, meningkatkan arus informasi,
menyebabkan perubahan tataguna lahan serta mengubah karakteristik perjalanan (trip). Peningkatan geometrik jalan
akan memberikan pengaruh terhadap keselamatan perjalanan serta dampak estetis peninggalan sejarah. Penggunaan
kendaraan yang meningkat akibat beroperasinya suatu ruas jalan akan memberikan dampak terhadap semakin
meningkatnya produksi kendaraan serta volume lalu-lintas.
Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap komponen lingkungan dapat bersifat relatif pendek atau panjang
jangka waktunya. Dampak dapat berbentuk polusi yang diakibatkan oleh sarana jalan atau penipisan (deplisi)
sumberdaya alam yang diakibatkan oleh rute prasarana jalan.
3. METODOLOGI
Penelitian dilakukan di Kota Bandung dengan posisi 107o 32' 48",39 Bujur Timur sampai dengan 107o 44' 07",55
Bujur Timur serta 06o 58' 16",72 Lintang Selatan sampai dengan 06o 50' 21",06 Lintang Selatan terutama di
Kecamatan Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astanaanyar, Regol, Lengkong, Bandung Kidul,
Margacinta, Rancasari, Cibiru, Ujungberung, Arcamanik, Kiaracondong, Batununggal, Andir dan Cibeunying Kidul.
Jalan yang akan diteliti adalah Jalan Soekarno Hatta Bandung yang memiliki panjang 17,67 km. Lokasi penelitian
disajikan pada Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian. Waktu penelitian dilakukan selama 8 bulan dari bulan Februari
2013 sampai dengan September 2013.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
L - 17
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan tahap pembangunan prasarana
jalan yang diawali dengan rona awal wilayah studi untuk mengenali karakteristik wilayah studi. Bahan dan alat yang
digunakan pada tahap mengenali rona awal wilayah studi dikelompokkan berdasarkan komponen sosial
kependudukan, ekonomis, struktur tata ruang, alokasi pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam. Bahan-bahan yang
digunakan untuk mengenali rona awal wilayah studi adalah : Buku laporan statistik Kota Bandung dalam Angka,
Buku laporan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah, Buku laporan statistik Transportasi di Kota
Bandung.
Bahan dan alat yang digunakan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah hasil angket (questioner) dan angket yang
disebarkan kepada masyarakat untuk keperluan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk. Bahan dan alat
yang digunakan pada tahap konstruksi jalan adalah buku laporan, peta dan gambar tahap pengembangan daerah
kerja, pekerjaan konstruksi jalan dan pengembangan daerah kerja ke kondisi semula atau mendekati kondisi semula.
Bahan dan alat yang digunakan pada tahap pasca-konstruksi dikelompokkan berdasarkan dampak-dampak yang
ditimbulkan, yaitu : gangguan terhadap arus lalu-lintas berupa formulir isian survey lalu-lintas dengan menggunakan
alat counter dan video camera recorder, peningkatan pencemaran udara dan kebisingan berupa udara yang berada di
koridor jalan dengan menggunakan perangkat alat analisis pencemar udara dan perangkat alat pengukur kebisingan
(sound level meter), peningkatan pencemaran air dan volume air harian berupa air yang berada di badan air di
koridor jalan dengan menggunakan perangkat alat analisis pencemar air dan perangkat alat pengukur debit air,
penurunan kesehatan masyarakat berupa buku laporan kesehatan masyarakat, perubahan penggunaan dan tutupan
lahan berupa peta-peta penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak dan keras alat analisis spasial digital,
perubahan sosial berupa angket yang disebarkan ke kantor-kantor kecamatan yang dilalui oleh jalan, perubahan
fauna dan flora berupa laporan jumlah fauna dan flora yang berada di koridor jalan.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari : analisis spasial menggunakan system informasi geografik,
analisis fisik lingkungan yang meliputi analisis fisik-kimia air, udara dan tanah, analisis sosial ekonomi, analisis
flora dan fauna serta analisis system dinamis.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan lingkungan pada tahap pra-konstruksi Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung mengenai 33.962 orang
dengan luas wilayah mencapai 3,534 km2 dengan biaya pembebasan lahan mencapai nilai Rp. 7.068.000.000,00
(tujuh milyard enam puluh delapan juta rupiah). Produksi lahan pertanian yang hilang pada tahap pra-konstruksi
jalan mencapai 2.120,4 ton gabah kering giling per tahun dengan nilai mencapai Rp. 212.040.000,00 (dua ratus dua
belas juta empat puluh ribu rupiah). Jumlah kepala keluarga petani yang kehilangan pekerjaan dari sektor pertanian
mencapai 3.774 kepala keluarga. Selisih pendapatan petani per kapita dari hasil pembebasan lahan dengan dari
sektor pertanian adalah sebesar Rp. 1.816.600,00 (satu juta delapan ratus enam belas ribu enam ratus rupiah).
Kegiatan tahap pra-konstruksi secara finansial tidak merugikan petani selama 12 bulan. Perubahan lingkungan pada
tahap konstruksi Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung mengenai 33.962 orang dengan luas wilayah mencapai
7,068 km2. Perubahan guna lahan dari pertanian menjadi luas perkerasan adalah 247.380.000 m2, untuk median
jalan seluas 17.670.000 m2, untuk bahu jalan seluas 35.340.000 m2 dan untuk saluran drainase seluas 17.670.000
m2. Jenis flora yang hilang dari lahan sawah yang menjadi daerah milik jalan adalah padi (Oryza sativa spp)
sebanyak 3.600.000.000 rumpun, kangkung (Ipomoea aquatica) sebanyak 560.000.000 rumpun dan genjer
(Limnocharis flava) sebanyak 560.000.000 rumpun pula. Jenis fauna yang hilang dari lahan sawah yang menjadi
daerah milik jalan adalah katak (Rana macrodon, R. Cancrivora,R. Limnocharis) sebanyak 3.180.600 ekor, belut
(Monopterus albus) sebanyak 6.361.200 ekor dan ular sawah (Phyton reticulatus) sebanyak 3.180.600 ekor pula.
Jumlah orang yang dipekerjakan pada tahap konstruksi sebanyak 1.736 orang yang mengerjakan pembangunan
konstruksi jalan, bangunan bawah jembatan dan bangunan atas jembatan. Perubahan prasarana transportasi yang
menghubungkan Jalan Sudirman di sebelah barat dengan Cibiru di sebelah timur Kota Bandung melalui ruas jalan
Sudirman-Pasir Koja (1.500,16 meter), ruas jalan Pasir Koja-Kopo (2.366,00 meter), ruas jalan Kopo-Cibaduyut
(664,53 meter), ruas jalan Cibaduyut-Mohammad Toha (1.643,48 meter), ruas jalan Mohammad Toha-Buah Batu
(2.635,61 meter), ruas jalan Buah Batu-Kiaracondong (957,15 meter), ruas jalan Kiaracondong-Gede Bage
(5.995,12 meter) dan ruas jalan Gede Bage-Cibiru (2.809,67 meter). Perubahan kualitas air sungai yang melewati
Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung Jawa Barat menyebabkan parameter BOD (standar baku mutu 30 mg/L),
COD (standar baku mutu 60 mg/L) dan Nitrogen (standar baku mutu 0,06 mg/L) melampaui standar baku mutu
yang ditetapkan oleh PDAM Kota Bandung. Perubahan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan menghemat
waktu tempuh perjalanan dari Jalan Soedirman ke Cibiru sekurangnya selama 1 jam 20 menit 37,86 detik dengan
kecepatan kendaraan mencapai 20 km/jam. Perubahan lingkungan jalan tahap pasca-konstruksi mengenai 1.084.006
orang pada awal operasi jalan dan 1.145.728 orang pada akhir tahun 2003 dengan luas wilayah persebaran dampak
di 18 kecamatan yang memiliki luas mencapai 7.708.491,1 m2. Perubahan guna lahan permukiman cenderung naik
dari seluas 69,20 km2 pada tahun 1992 menjadi 85,40 km2 pada akhir tahun 2000. Perubahan guna lahan pertanian
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
L - 18
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Lingkungan
terus menurun dari 27,10 km2 pada tahun 1992 menjadi hanya seluas 15,44 km2 pada akhir tahun 2000. Jumlah
kendaraan yang melewati Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung cenderung naik dengan puncak volume lalulintasnya berada di Jalan Buah Batu dan Leuwi Panjang (18.000 satuan mobil penumpang selama 24 jam).
Parameter kualitas udara yang melampaui baku mutu di sekitar daerah pengukuran Jalan Soekarno-Hatta pada tahun
2003 adalah O3 (oksidan) 0,538 ppm per jam (baku mutu 0,08 ppm per jam), SPM (suspended particulate matter)
151,12 g/m3/jam (baku mutu 150 g/m3/jam), HC (hidrocarbon) 1,256 /3 jam (baku mutu 0,24 / 3 jam) dan
kebisingan (noise) 75,23 dBA (baku mutu 50 dBA untuk ruang terbuka hijau).
Hasil pemantauan polusi udara yang dilakukan oleh kendaraan laboratorium polusi udara selama 8 jam sehari pada
Bulan Desember 2004 di Jalan Sukarno Hatta pada lokasi Jalan Elang, Leuwi Panjang, Buah Batu, Margahayu
Raya, Gede Bage dan Cibiru untuk kualitas udara parameter NOx (baku mutu 0,05 ppm) dan SPM (baku mutu 150
g/m3) melampaui baku mutu berdasarkan Standard Baku Mutu Udara Ambien (Kep.41/MENKLH/1999) pada
selang waktu jam 08.00 sampai dengan jam 11.00 dan jam 14.00 s.d jam 15.00. Untuk parameter kualitas udara O3
(baku mutu 0,10 ppm), SO2 (baku mutu 0,10 ppm) dan CO (20 ppm) tidak melampaui baku mutu pada semua
waktu pengamatan dan di semua lokasi pengukuran. Untuk kualitas udara parameter HC4 (baku mutu 0,24 ppm) dan
non-HC (baku mutu 0,24 ppm) melampaui baku mutu di semua lokasi pengukuran dan pada semua selang waktu.
Parameter kualitas udara yang harus dikendalikan karena prasarana dan sarana jalan adalah NOx, SPM, HC4 dan
non-HC.
Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahapan pra-konstruksi jalan karena kegiatan pembebasan lahan untuk
komponen sosial, ekonomi dan budaya memberikan perubahan besar dan penting terhadap sektor pertanian yang
sifat perubahannya permanen dan memiliki pengaruh ke tahapan konstruksi dan sektor-sektor pembangunan lain.
Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahap konstruksi jalan karena pekerjaan galian dan timbunan untuk
komponen fisik dan biologis memberikan perubahan besar dan penting terhadap lahan-lahan pertanian yang dilewati
oleh koridor jalan yang sifat perubahannya permanen dan memiliki pengaruh berganda terhadap komponen sosial
dan ekonomi serta menjadi pemicu perubahan lingkungan untuk tahap pasca-konstruksi. Perubahan lingkungan yang
terjadi pada tahap pasca-konstruksi karena jumlah sarana kendaraan yang melewati jalan untuk komponen sosial,
ekonomis dan budaya memberikan perubahan besar dan penting terhadap pengembangan wilayah dan pergeseran
sektor pertanian ke sektor-sektor pembangunan lain yang sifat perubahannya dinamis. Perubahan komponen fisik
dan kimia yang disebabkan oleh sarana kendaraan yang melewati jalan berupa perubahan besar dan penting terhadap
kualitas udara dan air yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan. Perubahan tidak langsung
komponen biologis yang disebabkan oleh sarana kendaraan yang melewati jalan berupa perubahan besar dan penting
terhadap jumlah flora dan fauna karena kenaikan terjadinya konversi lahan-lahan pertanian menjadi lahan-lahan
industri dan permukiman.
Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya pada tahap pra-konstruksi jalan dari hasil
permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier mengikuti perubahan linier panjang koridor jalan yang
dibebaskan untuk pembangunan jalan. Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya,
fisik dan biologis pada tahap konstruksi jalan dari hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier
mengikuti pola perubahan linier implementasi pembangunan konstruksi jalan dan jembatan. Pola perubahan
lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya serta fisik-kimia pada tahap pasca-konstruksi jalan
menunjukkan pola perubahan yang fluktuatif (turun naik) mengikuti perubahan fluktuatif jumlah sarana kendaraan
yang melewati jalan. Pola perubahan lingkungan untuk komponen fisik dan biologis pada tahap pasca-konstruksi
jalan hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier mengikuti pola perubahan linier populasi di
wilayah yang dilewati jalan.
Komponen-komponen lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi
terhadap lingkungan adalah parameter (1) harga lahan, (2) jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan, (3)
fraksi luas lahan sawah terhadap luas pembebasan lahan, (4) jumlah kepala keluarga petani, (5) kepadatan
penduduk, (6) penerimaan penjualan gabah kering giling, (7) harga jual gabah kering giling per bobot, (8) produksi
gabah kering per luas lahan sawah, (9) penerimaan bersih pertanian, (10) lebar pembebasan lahan, (11) kelahiran
dan (12) inmigrasi. Komponen-komponen lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan
(sensitivitas) tinggi terhadap lingkungan adalah parameter (1) biaya perkerasan jalan, (2) biaya bangunan bawah
jembatan, (3) tenaga kerja untuk 1 km pembangunan jalan, (4) tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan atas, (5)
tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan bawah, (6) kerapatan padi (flora) dan (7) kerapatan katak (fauna).
Komponen-komponen lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi
terhadap lingkungan adalah parameter (1) fraksi penduduk terhadap lahan permukiman dan pertanian, (2) konstanta
penggunaan lahan, dan (3) fraksi fisik-kimia air dan udara terhadap satuan mobil penumpang per jam.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
L - 19
5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian mengenai pola perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
prasarana dan sarana jalan (studi kasus : di Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung Jawa Barat), yaitu : (1) Hasil
evaluasi proses pembangunan dan operasional prasarana dan sarana jalan mengenali 3 tahapan pembangunan jalan
yang memberikan dampak (perubahan) positif dan negatif terhadap lingkungan yang pengelolaan dan pemantauan
lingkungannya harus mempertimbangkan peningkatan perekonomian daerah, mengurangi perubahan bentang alam,
mengurangi penurunan kualitas lingkungan dan mengurangi keresahan masyarakat. (2) Rona awal lingkungan
wilayah studi termasuk wilayah tipe 1, yaitu wilayah yang memiliki growth potentials (keunggulan sumberdaya
atau lokasi) yang besar tetapi tingkat dan arah perkembangannya memiliki potensi untuk melampaui daya dukung
wilayahnya. (3) Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap pra-konstruksi terjadi pada komponen sosial,
ekonomi dan budaya. Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap konstruksi terjadi pada komponen sosial,
ekonomi, budaya, fisik dan biologis. Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap pasca-konstruksi terjadi
pada komponen sosial, ekonomi, budaya, fisik, kimia dan biologis.
Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang dapat mengurangi dampak negatif dan
meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan adalah :
Harga lahan untuk pembebasan lahan harus bernilai di antara nilai jual objek pajak (NJOP) dengan harga pasar
agar pihak penjual lahan dan pemerintah memperoleh manfaat dan pengorbanan yang seimbang dan wajar.
Jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan harus didekati secara manusiawi dan memperoleh informasi
yang cukup mengenai rencana pembebasan lahan dengan melakukan sosialisasi kepada semua penduduk yang
terkena pembebasan lahan.
Fraksi luas lahan sawah terhadap luas pembebasan lahan harus diukur secara akurat agar alokasi ketetapan
jumlah dana pembebasan lahan untuk lahan sawah dan non-sawah tidak menimbulkan ketidakpuasan dari para
pemilik lahan.
Jumlah kepala keluarga petani harus dicacah dengan tepat melalui data dari kelurahan untuk mengantisipasi
kegiatan yang membutuhkan informasi jumlah kepala keluarga petani, seperti rencana relokasi penduduk ke
tempat lain dengan karakteristik wilayah yang mirip dengan wilayah asal.
Kepadatan penduduk harus diketahui untuk kegiatan pra-konstruksi jalan agar dapat digunakan untuk merancang
urutan prioritas pembebasan lahan dari yang wilayahnya memiliki kepadatan rendah ke wilayah yang memiliki
kepadatan tinggi.
Penerimaan penjualan gabah kering giling harus dihitung dengan akurat agar para petani mengetahui secara
benar bahwa nilai dana pembebasan lahan telah memperhitungkan kerugian para petani berupa pengorbanannya
kehilangan penerimaan penjualan gabah kering yang diperoleh jika lahan sawah petani tidak dibebaskan.
Harga jual gabah kering giling per bobot harus ditetapkan secara wajar mengikuti mekanisme pasar agar studi
kelayakan ekonomis rencana pembangunan jalan dapat diterima berdasarkan fenomena lapangan dan oleh semua
pihak yang terlibat
Produksi gabah kering per luas lahan sawah harus diketahui secara tepat melalui survei ke lapangan agar para
pemilik lahan memperoleh informasi secara benar komponen penerimaan produksi lahannya untuk komponen
penerimaan analisis finansial kegiatan pertanian.
Penerimaan bersih pertanian merupakan selisih dari penerimaan kotor produksi lahan sawah terhadap total
pengeluaran bersih dan pajak. Penerimaan bersih pertanian harus dapat ditetapkan secara akurat agar nilai harga
pembebasan lahan dapat diterima para petani dengan sukarela.
Lebar pembebasan lahan harus direncanakan dengan jelas agar para pemilik lahan yang terkena pembebasan
lahan memperoleh kepastian hukum terhadap lahannya.
Kelahiran penduduk harus disurvei dengan akurat karena mempengaruhi pula jumlah penduduk yang terkena
pembebasan lahan dan program-program kependudukan untuk pemulihan.
Inmigrasi harus disurvei dengan akurat untuk menghindarkan terjadinya konflik antara penduduk pribumi
dengan para pendatang karena kegiatan spekulasi lahan.
Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap konstruksi jalan yang dapat mengurangi dampak negatif dan
meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan adalah :
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
L - 20
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Lingkungan
Biaya perkerasan jalan harus dihitung dengan tepat memperhitungkan inflasi agar konstruksi perkerasan yang
dibangun memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan dan memenuhi umur rencana sehingga tidak terjadi
pemborosan dana pembangunan.
Biaya bangunan bawah jembatan harus dihitung secara teliti karena memberikan dampak terhadap keselamatan
para pengguna sarana kendaraan yang melewati jembatan.
Tenaga kerja untuk 1 km pembangunan jalan harus dihitung dengan tepat agar waktu pembangunan jalan dapat
dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak memboroskan biaya konstruksi
jalan.
Tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan atas harus dihitung dengan tepat agar waktu pembangunan
konstruksi bentang jembatan dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan
tidak memboroskan biaya konstruksi bentang jembatan.
Tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan bawah harus dihitung dengan tepat agar waktu pembangunan
konstruksi pondasi dan abutment dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan
tidak memboroskan biaya konstruksi pondasi dan abutment jembatan.
Kerapatan padi (flora) harus dihitung dengan tepat sebagai masukan bagi para pengambil keputusan bidang
pertanian untuk menggantikan tingkat produktivitas jumlah rumpun yang hilang dengan produksi di lahan lain
atau merekomendasikan varietas lain dengan jumlah produksi yang lebih besar.
Kerapatan katak (fauna) harus dihitung dengan tepat sebagai masukan bagi para perencana terhadap
keseimbangan ekosistem dan perannya dalam rantai makanan sehingga jika terjadi ledakan hama dan penyakit
pada lingkungan dapat dipecahkan secara tepat melalui upaya budidaya atau relokasi fauna.
Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan yang dapat mengurangi dampak negatif dan
meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan adalah :
Fraksi penduduk terhadap lahan permukiman dan pertanian harus dapat diketahui secara akurat melalui sensus
pertanian sebagai masukan bagi para pengambil keputusan yang berkepentingan dengan perencanaan tataruang.
Konstanta penggunaan lahan harus diketahui dengan tepat melalui serangkaian penelitian empiris di lokasilokasi yang berbeda dengan waktu pengamatan yang berbeda pula sehingga dapat dirancang penggunaan lahan
yang fungsinya saling sinergis dalam ruang dan mengurangi berbagai masalah kemacetan, pemborosan bahan
bakar, waktu dan tenaga.
Fraksi fisik-kimia air dan udara terhadap satuan mobil penumpang per jam harus diteliti secara lebih terperinci
dengan memperhatikan kontribusi sumber-sumber dari industri, permukiman dan gejala di alam sehingga dapat
diperkirakan satuan mobil penumpang yang tepat terkait dengan kualitas fisik-kimia air dan udara.
Pengelolaan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah dengan melakukan metode partisipasi dan sosialisasi
kepada semua pihak yang terkait. Metode partisipasi dan sosialisasi pada tahap pra-konstruksi jalan untuk
menghindarkan adanya penolakan oleh masyarakat dan keresahan di lapangan sehingga tujuan dan sasaran tahap
pra-konstruksi jalan dapat tercapai dengan tepat guna, berdayaguna dan optimal. Metode partisipasi dan sosialisasi
pada tahap pra-konstruksi jalan merupakan upaya menilai kelayakan sosial pembangunan jalan. Pengelolaan
lingkungan pada tahap konstruksi jalan harus dilakukan dengan suatu survei pengukuran dan pemetaan lahan di
sepanjang koridor jalan, penyelidikan tanah, pekerjaan galian dan timbunan, pembangunan pondasi jalan dan
perkerasan jalan berikut perlengkapannya. Implementasi metode perencanaan jaringan (network planning) pada
tahap konstruksi jalan dengan demikian menjadi penting agar tahap konstruksi jalan dapat diselesaikan tepat pada
waktunya dan tidak memboroskan dana pembangunan. Kelayakan teknis dan finansial pada tahap konstruksi jalan
adalah upaya menilai diterima atau tidaknya kegiatan pada tahap konstruksi dari standar teknis dan standar finansial
lembaga-lembaga yang berwenang. Pengelolaan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan adalah dengan cara
menerapkan penghargaan dan sangsi (reward and punishment) para pihak yang terkait dan pengguna prasarana dan
sarana kendaraan. Prasarana jalan harus diperbaiki sistem drainasenya untuk menghindarkan bahaya banjir dan
memperpanjang umur pakai perkerasan jalan. Sarana kendaraan yang melewati jalan harus dibatasi dengan cara
penerapan jalur-jalur searah untuk selang waktu tertentu, pembatasan umur kendaraan, penerapan batas minimal
penumpang dan uji emisi kendaraan untuk periode waktu tertentu. Lahan-lahan di koridor jalan dihijaukan dengan
tanaman-tanaman yang mampu menyerap emisi gas buang dan kebisingan serta dicadangkan sejumlah lahan untuk
ruang terbuka hijau dan luasan perairan dalam bentuk danau.
Cara pemantauan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah dengan melibatkan para fasilitator di wilayahwilayah yang dilewati koridor jalan dan dikoordinir oleh seorang ketua tim kegiatan pembebasan lahan. Para
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
L - 21
fasilitator di lapangan mempunyai peran sebagai sumber informasi dari pelaksana pembebasan lahan untuk
pembangunan jalan kepada masyarakat di lapangan. Para fasilitator juga memberikan laporan kemajuan pembebasan
lahan kepada ketua tim serta melaporkan berbagai kendala yang terjadi di lapangan untuk didiskusikan pemecahan
masalahnya secara bersama-sama. Cara pemantauan lingkungan pada tahap konstruksi jalan adalah dengan cara
menugaskan para penyelia teknis untuk pembangunan jalan dan jembatan yang dibekali dengan suatu perangkat
kendali kurva s dan jadwal penyediaan bahan, jadwal kerja tenaga kerja dan jadwal waktu pelaksanaan. Para
penyelia lapangan akan dipantau oleh ketua tim melalui bukti kemajuan yang tergambar pada perbandingan kurva s
pelaksanaan dengan kurva s dari lapangan. Cara pemantauan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi adalah dengan
cara menerapkan izin mendirikan bangunan dan pajak bumi dan bangunan yang tinggi untuk lahan-lahan pertanian
yang terkonversi. Prasarana jalan dipantau dengan melakukan pemeriksaan rutin oleh pemerintah terhadap
perkerasan jalan dan drainase jalan. Sarana kendaraan dipantau dengan survei lalu-lintas pada periode waktu tertentu
berikut pemantauan kualitas udara dan air oleh laboratorium berjalan seperti laboratorium mobil.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M DIKTI, Ketua LPPM UPI, Rektor UPI, Dekan FPTK UPI, Ketua
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI, Kepala BAPPEDA Kota Bandung, Dinas Perhubungan Kota Bandung,
Dinas Tata Ruang Provinsi Jawa Barat, Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung, Masyarakat di koridor Jalan
Soekarno-Hatta Kota Bandung serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan data,
finansial, tenaga serta perizinan yang telah diberikan. Semoga Alloh SWT membalas budi baik Bapak/Ibu, Saudara
dan Saudari dengan pahala yang berlipat ganda. Amin Yaa Robbal Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Amien, M. (1992). “Studi Tipologi Kabupaten”. Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah,Direktorat Jenderal Cipta
Karya, Departemen Pekerjaan Umum. Ujung Pandang.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003). “Informasi Produk Pengaturan Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah”. Sekretariat Jenderal Depkimpraswil. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga. (1996). “Aspek Lingkungan pada Pekerjaan Jalan (Perencanaan)”. Kabupaten
Roads Master Training Plan. Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah,
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Jakarta.
Lembaga Penelitian ITB. (1993). “Kebutuhan Transportasi. Pelatihan Pengelolaan Sistem Transportasi Kota.
Direktorat Pembangunan Kota”, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri,
Lembaga Penelitian ITB. Bandung.
Soejono dan Ramelan, S. (1994). “Arah Pengembangan Sarana Transportasi dalam Memasuki PJP II Khususnya
Repelita VI. Proceedings. Fifth Annual Conference on Road Engineering. Himpunan Pengembangan Jalan
Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Badan Litbang Pekerjaan Umum. Bandung.
Tamboen, F. (1994). ”Metodologi Andal Transportasi”. Technical Papers. Fifth Annual Conference on Road
Engineering. Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Badan Litbang
Pekerjaan Umum. Bandung.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
L - 22
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Download