RANCANG BANGUN FILSAFAT PENDIDIKAN KRISTEN YANG BERCIRIKAN INJILI-PENTAKOSTA: SEBUAH KAJIANAKSIOLOGIS PENTAKOSTALISME Kevin Tonny Rey1 Abstraksi Pemahaman tentang pendidikan tidak dapat hanya berdasarkan satu teori ilmu saja. Setiap individu memiliki konsep atau gagasan tentang pendidikan yang diperoleh dari berbagai macam teori pendidikan yang ada terlebih tentang filsafat pendidikan. Umumnya, filsafat pendidikan Kristen berorientasi pada filsafat pendidikan modern yang telah baku diterima sebagai pembimbing filosofis dalam kerangka pendidikan Kristen. Masingmasing aliran filsafat pendidikan memiliki ciri pendekatan tertentu yang berorientasi pada tujuan perilaku peserta didik. Rancang bangun filsafat pendidikan Kristen yang bercirikan Injili-Pentakosta didasarkan pada sumber iman Kristen yaitu Alkitab. Alkitab, hakekatnya firman Allah menjadi sumber konsep pemikiran filosofis pendidikan Kristen. Secara teologis, konsep Injili-Pentakosta bertumpu pada iman Yesus Kristus Tuhan dan karya Roh Kudus sebagai pernyataan kemuliaan Allah secara historis. Secara filosofis, pemikiran pendidikan didasarkan pada determinasi filsafat yang meliputi metafisik, epistemology dan aksiologi. Rancang bangun filsafat pendidikan Kristen yang Injili-Pentakosta merupakan pengembalian dasar berpikir pada penyataan Yesus Kristus Tuhan, Allah yang berinkarnasi. Dialah Summum bonum itu. Dalam Yesus, kita umat-Nya dapat berbuah banyak dan Allah dimuliakan. The Design of Christian Education Philosophy With Pentacostal-EvangelicalismCharacterized: A Study of Pentacostalism Axiology Abstract The understanding of education is not built only on one theory of knowledge. Each individual has a concept or idea of education obtained from various educational theories that exist, especially in philosophy of education. Usually, the philosophy of Christian education is modern philosophyoriented that has been basically accepted as a philosophical guidance within the framework of Christian education. Each school's educational philosophy has certain particular approach which is learner’s behavior goal-oriented. The Design of Christian Education Philosophy With PentacostalEvangelicalismCharacterizedwas based on Bible as a source of Christian faith. The Bible became a source of Christian education philosophical thought.Theologically, the Pentecostal-Evangelicalism concept rests on faith of Lord Jesus Christ and the work of Holy Spirit as the expression of God's 1 STT “Intheos” Surakarta ([email protected]) 1 glory historically. Philosophically, educational thought was based on philosopical determination, comprising metaphysic, epistemology and axiology. Design of Christian Education Philosophy With PentacostalEvangelicalism Characterized is returning a base of thinking to the revelation of Lord Jesus Christ, an incarnated God. He is the summum bonum. We can be frutiful abundantly within Jesus, so that God will be glorified. Keywords: Filsafat pendidikan Kristen, Aksiologi Pentakostalisme, pengetahuan.”2 Artinya, pengetahuan Pendahuluan Manusia pada dasarnya adalah yang menjadi ilmu pengetahuan tidak individu pembelajar yang berorientasi dapat lepas dari pengalaman dimana ia pada suatu perubahan hidup. Secara menjadi sumber ilmu pengetahuan yang idealis perubahan yang terjadi adalah selanjutnya perubahan ke arah yang lebih baik. konteks pendidikan. Perubahan kognitif, yang afektif meliputi dan aspek psikomotorik dikomunikasikan dalam Setiap individu mengalami proses belajar setiap hari melalui mengarah pada perwujudan eksistensi pengalamannya sepanjang hidup dan dan esensi pembelajar.Perubahan yang pengalaman dipahami lingkungan sebagai menikmati (summum proses kebaikan bonum) rangkaian Pengalaman pembelajaran - tertinggi terjadi peristiwa untuk melalui dalam dengan dimana ia berinteraksi.Proses belajar (teachinglearning process)dalam konteks pengalaman mengarah sumber pengembangan potensi dimensi akhirnya mencapai titik aktualisasi diri pengalaman. menjadi dikaitkan yang dalam bersifat kompleks yang tidak mungkin Aktualisasi diri sebagai penegasan telah dijelaskan terjadi perubahan perilaku berdasarkan pengetahuan satu ilmu saja.Whitehead menyatakan bahwa “Pengalaman itu potensi diri belajar.Ancangan waktu diri pendidikan hingga menjadi teori – dengan rentang pada tertentu. melalui aktualisasi proses diri jauh lebih kaya dan kompleks daripada 2 J. Sudarminta. Filsafat Proses sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Alfred Nort Whitehead (Yogyakarya: Kanisius, 1991), 95 membutuhkan individu lain sebagai sebagai usaha sadar untuk mengubah pembanding nilai untuk menentukan perilaku secara sistematis dalam satuan bahwa telah waktu tertentu sehingga pendidikan proses dapat disebut sebagai system kendali belajarnya. Hal itu menegaskan bahwa belajar yang mengarah pada aktualisasi individu pembelajar terikat dengan potensial individu pembelajar. individu memperoleh pembelajar hasil melalui lingkungan sosial dimana ia mengalami suatu hal dalam proses belajarnya. Proses secara belajar teratur yang – sistematisasi, dilakukan secara Pendidikan dikaitkan dengan ranah sosiologis (individu merupakan dilakukan menggunakan bagian masyarakat yang memahami proses sosial, patologi sosial dan pola/metodologi, melakukan kontrol sosial), psikologis komprehensif, (individu pembelajar yang berorientasi koherensi, universal dan berorientasi pada pada (individu yang mencari ancangan dasar proses-tujuan– berkesinambungan dan dapat disebut aktualisasi dalam pendidikan) usaha ilmu yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan pengajaran, dan/atau bimbingan, latihan, yang filosofis penyelenggaraan sebagai pendidikan. “Pendidikan adalah sadar diri)dan sehingga pendidikan proses menghasilkan (pedagogik) yang komprehensif dan koherensi. Pendidikan yang bernilai tidak dapat dipisahkan dari kerangka berpikir berlangsung di sekolah dan di luar konseptual sekolah sepanjang hayat....”3 Hal itu bermakna yang meliputi metafisika, berarti pendidikan merupakan usaha epistemologi, sadar yang terprogram dan teratur estetika). secara teoritis-praktis dalam kerangka pendidikan memiliki korelasi dengan normative pragmatis (adanya nilai-nilai filsafat sehingga terbentuk kerangka kebenaran dan bagaimana mewujudkan pemikiran filsafat pendidikan yang pendidikan). normatif Pendidikan dipahami yang aksiologi Lebih dan mendasar tegas praktis dan (etika lagi dan bahwa berdasarkan analisis konsep dan analisis bahasa 3 Redja Mudyahardjo. Pengantar Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 11. (linguistik)/interpretasi yang dinyatakan dalam tindakan atau perilaku. “Filsafat pendidikan adalah ilmu yang komprehensif dan bertanggung bersendikan filsafat atau filsafat yang jawab.Jawaban filsafat tidak pernah diterapkan dalam usaha pemikiran dan tuntas dan berhenti pada jawaban pemecahan definitive, mengenai masalah pendidikan.”4 Hal itu berarti filsafat mencari pendidikan diperoleh. merupakan berorientasi pada komprehensif, ilmu analisis koherensi yang kritis, tetapi makna Uraian sebaliknya terus pengetahuan yang selanjutnya berkaitan hingga dengan sistem kendali pendidikan yang menemukan hakikat (eidos) dan makna dibatasi dalam‘Rancang bangun filsafat pendidikan. pendidikan Kristen yang bercirikan Filsafat memberikan nilai-nilai dan Injili-Pentakosta: Sebuah kajian dasar-dasar yang bersifat das Solen aksiologis (yang seharusnya) dalam membangun deskripsi terikat pada nilai pendidikan kerangka Injili-Pentakosta berpikir yang universal, konseptual, konsistensi, koherens dan pentakostalisme’.Orientasi dalam perspektif normatif teologis. radikal(mengakar).Oleh sebab itu – filsafat yang memberi nilai dan dasar filsafat dalam meninjau realitas tidak akan berhenti pada suatu fakta tunggal, sebaliknya ia akan terus menerus melakukan analisis kritis terhadap suatu konsep yang telah dibangun.Paradigma berpikir dalam worldview seseorang terikat dengan kerangka acuan filsafat yang dianutnya. Kerangka acuan filsafat akan terus mencari makna dari realitas yang ada melalui metodologi kefilssafatan yang sistematis, FOKUS BAHASAN Filsafat Pada dasarnya manusia adalah manusia yang berpikir dan berkehendak yang berorientasi pada pengetahuan yang dimulai dengan mempertanyakan asumsi dasar dari suatu pemikiran kemudian hal itu menjadi kekuatan argumentasi.Pengetahuandikonstruksi diawali dengan asumsi dasar membuat - asumsi- berdasarkan pada ancangan rasionalisme (pengetahuan dihasilkan dari pikiran) dan ancangan 4 Imam Barnadib. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), 7. empirisme (pengetahuan dihasilkan dari pengalaman). Pengetahuan yang ditata secara sistematis, komprehensif, logis, kritis koherensi dan koherensi dan bertanggung jawab. Proses rekonstruksi pemikiran dikaitkan berorientasi pada makna bukan fakta, dengan dapat disebut suatu kajian filosofi atau meliputi analisis rasional (ancangan filsafati. kritis dari pemikiran yang logis dan Secara etimologi, kata ‘filsafat’ berasal dari intelektual yang koherensi atau tidak), analisis empiris Yunani: (pemikiran itu dapat dibuktikan melalui philosophia, dari kata philos atau verifikasi keilmiahan, atau tidak) dan philia(cinta), analisis inteligensi, bahasa analisis sophos (hikmat/ pengetahuan, kebijaksanaan). kebenaran, Filsafat berkaitan dengan rekonstruksi pemikiran secara menyeluruh untuk mendapatkan makna atau esensi dari eksistensi.“Filsafat analisa secara masalah, dan kejelasan kritis dari dan semantik yang mencari penggunaan istilah, definisi, terminologi kata/kalimat). Elementary filsafat berorientasi suatu pada pencarian kebenaran makna yang merupakan suatu terus menerus ditanyakan dan tidak hati-hati penalaran-penalaran (ancangan sintaksis terhadap mengenai penyusunan suatu akan berhenti pada kebenaran fakta tunggal. “Hakikat filsafat adalah secara bertanya terus menerus tanpa akhir. sengaja serta sistematis suatu sudut Filsafat adalah sesuatu yang berawal pandang yang menjadi dasar suatu dari pertanyaan dan berakhir juga tindakan.”5 Definisi lain filsafat adalah dengan pertanyaan.”7Susanne Langer “Upaya untuk menentukan batas-batas menyatakan: “Filosofi adalah perburuan dan pengetahuan: yang terus-menerus terhadap makna – sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, makna-makna yang luas, yang lebih dan nilainya.”6Artinya, filsafat tidak jernih, lebih bisa dirundingkan, lebih dapat lepas dari rekonstruksi pemikiran jelas.”8 Artinya, pencarian jawaban konsep makna dalam realitas tidak akan pernah jangkauan sistematis, universal, radikal (hakikat/akar yang terdalam), 5 yang Louis O. Kattsof. Pengantar Fisafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), 4. 6 Lorens Bagus. Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2002), 242. 7 Konrad Kebung. Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), 5. 8 William F. O’neil. Ideologi-ideologi Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 29. berakhir sejalan dengan proses yang tunggal dan final dengan satu metode terjadi itu filsafat saja, sebaliknya hal itu adalah sendiri.Pencarian makna dalam realitas sahih untuk dikritisi dalam kerangka yang berproses tidak dapat berhenti untuk mendapatkan hakikat makna- pada makna dalam realitas. dalam satu fakta realitas tunggal dan final.“Obyek filsafat adalah pertanyaan umum yang terbuka/abadi, Secara umum, pemikiran filsafat yaitu dikategorikan dalam 1. Metafisika pertanyaan yang tidak pernah selesai (kajian yang mendalam/ultimate nature dijawab hidup tentang yang meliputi ontologi, dilakukan melalui pertanyaan umum antropologi dan merupakan pencarian yang dilakukan hakikat sepanjang hayat. real?), 2.Epistemologi (kajian tentang sepanjang manusia.”9Pencarian makna Makna (umum/universal) dalam hakikat realitas/kenyataan, kosmologi, teologi. ada/kenyataan Apakah itu?What is hakikat pengetahuan: metode, sumber, realitas tidak dapat digantikan dengan struktur, fakta (khusus/fragmentaris) yang acap Bagaimanakah pengetahuan diperoleh? kali menjadi eviden dalam fakta fatual. Secara apriori atau aposteriori. What is Apabila pencarian makna dalam realitas true?), 3.Axiologi(kajian tentangnilai berhenti pada fakta tunggal dan final, yang maka danestetika:indah, jelek. Bagaimanakah berhentilah berproses karena realitas yang segalanya dalam realitas telah selesai. “Filsafat memang validitas, meliputi kesahihan. etika: benar, salah nilai diperoleh?What is of value?). Sumber harus mencari jawaban-jawaban, tetapi dengan jawaban-jawaban tidak pernah abadi. meliputi; pengetahuan paradigma dikaitkan berpikir yang Karena itu filsafat tak pernah selesai 1. Rasionalisme/Idealisme (segala dan tak pernah sampai pada akhir pengetahuan berasal dari ide/rasio sebuah masalah.”10 Jawaban makna subyek. yang diperoleh bukan dalam konteks menghasilkan ide, gagasan Rasio konsep-konsep 9 Mudyahardjo. Op. Cit., 27. Franz Magnis-Suseno. Filsafat sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 20. melalui bertugas atau proses interaksi yang dialami subyek. 10 Pengetahuan yang muncul bersifat apriori mendahului pengalaman).2. menggunakan Empirisme/Eksperimentalisme/E berpikir ksistensialisme/Pragmatisme memberikan perspektif berpikir bagi (pengetahuan berasal dari proses setiap individu yang menata ‘world pengalaman view’-nya yang tertata dan ancangan tersebut di sehingga paradigma atas.Filsafat memiliki nilai teratur sehingga muncul definisi kebaikan dalam dimensi universal yang makna terbatas. “Hal ini menjadi tugas dari yang dihasilkan rasio. Pengetahuan yang muncul bersifat filsafat, aposteriori, disimpulkan setelah menyangkut nilai, yang berarti filsafat proses eksperimen, observasi dan akan dapat menentukan mana yang dapat diverifikasi sehingga ilmiah). paling 3. pegangan manusia.”11 Artinya, berpikir Kritisisme/Neo- karena baik permasalahannya yang harus menjadi Thomisme/Neo- kritis selalu terikat dengan penanaman Skolastisisme(pengetahuan nilai kebaikan/etika bukan pencabutan didapatkan melalui rasio/akal dan nilai. iman berdasarkan ancangan ruang tindakan dalam proses pembelajaran dan sebagai yang tidak akan pernah berhenti pada dan kesimpulan definitif dan permanen, waktu. pribadi Manusia yang beriman Berpikir kritis merupakan berakal/berpikir. sebaliknya berpikir kritis terikat pada Kenyataan/realitas adalah Tuhan pola bertanya yang berorientasi pada dan penjelasan rasio yang kebaikan menurunkan tertinggi). hakikat makna yang 4. diperoleh. Hal itu menegaskan bahwa Realisme(pengetahuan berasal dari filsafat yang didasarkan pada ancangan kenyataan berpikir kritis tidak akan berhenti pada nyata dalam dirinyasendiri dan tidak tergantung jawaban dengan ancangan rasio/pikiran dan penginderaan atau spekulasi). Filsafat menegaskan bagaimana tunggal bertanya permanen dalam (ultimate nature) dengan konteks berpikir kritis dilakukan terus menerus. 1. Filsafat Pendidikan kita berpikir kritis terhadap realitas terdalam tetapi 11 Barnadib. Op. Cit., 13. Filsafat adalah Hal itu berarti tugas umum filsafat yang pendidikan adalah memberi makna menjelaskan tentang makna dasar/latar pendidikan – dasar, tujuan, metodologi, belakang, faedah bagian dari pendidikan filsafat khusus tujuan, metodologi,faedah/manfaat kaitannya dari proses Filsafat pendidikan dan - secara menyeluruhyang menjadi bagian dari proses hidup pendidikan. sehingga mampu mengembangkan memberikan program secara konsisten dan kerangka dasar tentang pendidikan dan komprehensif yang berorientasi pada aspek-aspek yang terkait dalamnya dan tujuan pembelajar. yang mengarah pada tujuan pendidikan Filsafat pendidikan yang ada - yang merubah perilaku pembelajar. filsafat “Filsafat Pendidikan, yang menyelidiki memberikan hakikat pelaksanaan pendidikan yang pendidikan yang mendorong aktualisasi bersangkut paut dengan tujuan, latar potensi belakang, cara, dan hasilnya, serta menghargai dan menghormati hak, hakikat yang kebebasan dan nilai-nilai kemanusiaan bersangkut paut dengan analisis kritis pembelajar. Filsafat pendidikan modern terhadap merupakan kriteria dasar kepatutan ilmu pendidikan, struktur kegunaannya.”12George dan R. Knigt menyatakan, Thus a major task of educational philosophy is to help educator think meaningfully about the total educational and life process, so that they will be in a better position to develop a consistent and comprehensive program that will assist their students in arriving at desired goal.13 dalam pendidikan diri modern paradigma si proses pembelajar konteks - yang pendidikan yang berorientasi pada tujuan pembelajar dengan memaksimalkan diri dalam wujud aktualisasi diri. Selain hal tersebut di atas, filsafat pendidikan memberikan kerangka dasar bagi proses pendidikan yang normatif dan bernilai selanjutnya menjadi alat ukur perilaku pembelajar di lingkungan masyarakat dimana ia berinteraksi. 12 Mudyahardjo. Op. Cit., 5. George R. Knight. Philosophy & Education an Introduction in Christian Perspective (Michigan: Andrews University Press, 1989), 5. 13 Struktur ancangan filsafat pendidikan modern didasarkan pada konsep filsafat umum yang meliputi metafisika, epistemology dan axiology. adalah bagian dari alam. Realitas dapat Selanjutnya dijelaskan konsep menghasilkan – filsafat dalam umum perspektif dengan materi dan gerak. Realitas berkaitan konvensional - aliran teori filsafat dengan idealism, Perenialisme(acuan realism, positivism, skolastisisme, neo- pragmatismdan hukum-hukum observasi lingkungan), berpikir dari paham idealism dan neo-skolastisisme. eksistensialisme.Konsepsi aliran filsafat Berorientasi tersebut menjadi acuan dasar kerangka kekekalan, permanen/tidak berubah dan filsafat tetap ideal), progresivisme (dibangun pendidikan modern yang pada norma/nilai-nilai mengawal proses pendidikan hingga berdasarkan tujuan. Progresivisme>Rekonstruksionisme Kategori modernyang filsafat terbentuk lain, acuan pragmatism. menghasilkan Futurisme danHumanisyang deschooling, paham naturalisme, Eksistensialisme pragmatism. Pengalaman Humanisme dari realisme, antara (memiliki Progresivisme berpikir pendidikan filsafat menghasilkan di lain pihak menghasilkan dan deschooling. sebagai acuan dasar untuk mengetahui Menekankan bagaimana berpikir bukan realitas akibatnya memandang nilai apa yang dipikir, berorientasi pada dalam konteks tidak mutlak. Nilai kebutuhan individu memiliki bobot yang sama Rekonstruksionisme dengan bedasarkan nilai Esensialisme(acuan paham realisme sosial), berpikir dan dari idealism. pembelajar), (dibangun pragmatisme mempengaruhi yang progresivisme, rekonstruksionisme Mengarahkan pembelajar untuk mampu futurism. berpikir rasional, kontekstual dan tidak belajar (learning out comes) bukan terikat proses belajar yang berkelanjutan untuk pada masa lalu. Orientasi Menekankan menghasilkan pada pendidikan adalah materi pembelajaran mewujudkan bukan proses),Behaviorisme bermartabat berdasarkan potensi diri (berdasarkan ancangan filsafat realism, yang diaktualisasikan dengan baik). materialisme positivism. “....Sistem-sistem filsafat utama yang Berorientasi pada hukum alam, manusia ada menjadi pendukung sistem-sistem dan kehidupan hasil yang filsafat pendidikan. martabat manusia Naturalisme,realisme dan pragmatisme periodik berkelanjutan. untuk progresivisme; idealisme untuk merupakan perenialisme; sedangkan realisme dan individu idealisme untuk esensialisme.”14Filsafat berorientasi pada aktualisasi diri yang pendidikan memiliki nilai-nilai kemanusiaan bukan modern ada,terikatdengan yang filsafat umum (ontology, axiology dan epistemology). Kategorikal filsafat dalam proses secara menjadi konteks Pendidikan pembelajaran mandiri proses yangdehumanisasi. yang pendidikan Pendidikan yang pendidikan dilakukan secara sistematis menegaskan tersebut di atas membantu pendidik bahwa konteks pendidikan merupakan untuk menetapkan konsep pembelajaran suatu sistem kendali belajar yang yang akan disampaikan dalam proses terpadu, koherensi, komprehensif dan pendidikan. Filsafat pendidikan modern bertanggung terbentuk dalam situasi dan kondisi memiliki tujuan yang berdasarkan nilai- pada masanya sehingga tidak dapat nilai martabat kemanusiaan individu menjadi teori absolute mandiri tanpa dalam konteks saling menghargai dan kaitan dengan yang lain. Aspek sosial, menghormati. “Pendidikan adalah suatu politik, ekonomi dan budaya pada proses masanya pendidikan berupa serangkaian kegiatan mempengaruhi munculnya filsafat pendidikan modern. yang jawab.Pendidikan pencapaian bermula tujuan, dari artinya kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar, tertuju 2. Makna Pendidikan pada Pada tulisan ini, makna pendidikan dikaitkan dengan suatu proses pembelajaran individu secara mandiri sistematis yang mengarah pada perubahan perilaku – kognitif, afektif dan psikomotorik - yang permanen ke arah yang lebih baik dan yang pencapaian diharapkan.”15 individu Artinya, Bernadib, Op. Cit., 80 kegiatan pendidikan – sistem kendali belajar berorientasi pada tujuan individu dalam kerangka aktualisasi selanjutnya danmeningkatkan diri mampu mutu masyarakat. menghargai, menghormati nilai-nilai 14 yang 15 Mudyahardjo. Op. Cit., 92. untuk bertahan hidup di Pendidikansebagai sistem kendali belajar yang aktualisasi berorientasi diri, Proses pendidikan berorientasi pada pada perubahan tingkah laku peserta membutuhkan didik dalam lingkungan sosial tertentu kebebasanpeserta didik. sehingga ia mampu mempertahankan Kebebasan dalam konteks ini bukan atau meningkatkan mutu hidup. Proses diartikan pendidikan mutlak sebagai tanpa Sebaliknya, kebebasan aturan yang batasannya. kebebasan konteks dapat dilakukan keluarga, dalam masyarakat atau dimaknai pemerintah melalui bimbingan, latihan sebagai kekuatan individu dalam proses dan pengajaran di luar sekolah atau di pendidikan sekolah. yang aktualisasi mengarah diri pada dalam Proses sehingga memungkinkan adanya aktivitas-diri bahkan peserta kontekstual. pendidikan tidak bukan sebagai pemenuhan sistem yang ada lingkungannya.“Tanpa kebebasan yang didik, pendidikan menghasilkan disorientasi ‘kemandekan’ pendidikan Pendidikan berkaitan terjadi.”16 Artinya, hal yang mendasar dengan dalam proses pendidikan adalah aspek kemandirian kebebasan konteks Pendidikan bukan usaha memenuhi kemandirian berpikir – adanya persepsi, keinginan individu maupun kelompok, interpretasi – sebagai suatu kebutuhan sebaliknya yang sebagai individu dinamis dalam dan kemandirian motivasi, kesempatan, dan edukabilitas. pendidikan dilakukan tanggung jawab bertindak yang menjadi bagian dari untukmencerdaskan manusia aktivitas diri. Aktivitas diri berorientasi melalui evaluasi efektivitaspendidikan pada aktualisasi diri yang memiliki nilai yang dilakukan. kehidupan. Nilai yang muncul setelah Secara umum, lain pendidikan proses evaluasi efektivitas aktualisasi dimaknai sebagai olah pengalaman diri. Nilai yang ada bukan hasil dari yang berlangsung secara kontinuitas pemberian orang lain, tetapi merupakan dalam suatu lingkungan dan dilakukan hasil dari tindakan aktualisasi diri sepanjang dalam masyarakat. memperhatikan hidup dengan masa pendidikan, lingkungan pendidikan, bentuk kegiatan 16 Sudarminta. Op. Cit., 106. serta tujuan pendidikan yang terkait dengan perilaku, sikap dan kinerja – Pemahaman dan praktek secara teologis efektivitas - normative hendaknya dalam ancangan pelaksanaannya. Dapat dipahami bahwa teologi kontekstual yang bersentuhan tujuan pendidikan merupakan bagian dengan pemenuhan kebutuhan kekinian. dan efisiensi dari tujuan hidup. Pola Secara khusus, pendidikan adalah pendidikan Kristen merupakan pendidikan yang melewati upaya sadar secara sistematis dan prosedur berkelanjutan perilaku individu secara sistematis, untuk menghasilkan sadar untuk mengubah suatu perubahan pola pikir ke arah yang terkendali lebih berkelanjutan atau kontinuitas yang baik, menghargai bukan menghormati nilai-nilai dan kemanusiaan sebaliknya dan memiliki pola disesuaikan dengan kebutuhan. melakukan Selanjutnya, pendidikan Kristen dehumanisasi dalam proses pendidikan. dapat diidentifikasikan sebagai sistem Perubahan pola pikir yang memberikan kendali belajar yang bekelanjutan yang kebebasan dan kemerdekaan pribadi menggunakan sumber kebenaran dalam yang diwujudkan dalam aktualisasi diri dan di lingkungannya. diterima dan dipercaya sebagai Firman luar Allah 3. Pendidikan Kristen pendidikan yang meliputi seluruh eksistensi dan esensi manusia berdasarkan kebenaran-kebenaran Alkitab (penyataan khusus Allah) dan kebenaran di luar Alkitab (penyataan umum Allah). Konsep Kristendikonstruksi yang mewujudkan yang kebaikan tertinggi (summum bonum) bagi setiap Pendidikan Kristen secara umum adalah Alkitab.Kebenaran pendidikan dalam bingkai pemahaman dan praktek secara teologis normative sehingga terjadi internalisasi nilai yang dapat merubah perilaku pembelajar ke arah yang lebih baik. individu, umat Allah. Pendidikan Kristen memiliki landasan berpikir dari Alkitab yang dipercaya sebagai Firman Allah, yang tidak dapat asas/prinsip digantikan lain untuk dengan menjadi landasan kerangka berpikir pendidikan Kristen. Alkitab, hakekatnya adalah firman Allah menjadi sumber penentu akhir karena memiliki perspektif metafisik, epistemologis dan aksiologis. “Christian education is the deliberate, systematic, and sustained divine and harmonis, human effort to share or appropriate the menghormati. knowledge, value, sensitivities, and attitudes, saling menghargai dan skills, Nilai-nilai Alkitab – yang diterima that dan dipercaya sebagai Firman Allah – behaviors comprise or are consistent with the menjadi ancangan baku yang mendominasi segala macam nilai yang Christian faith.”17Pendidikan Kristen ada dan yang berlaku. Pendidikan adalah usaha Kristen menempatkan Alkitab sebagai yang standar ukur teologis normatif dan dilakukan manusia dan diteguhkan filosofis pragmatis yang dalam diri Tuhan Alkitab memiliki dimensi Illahi dan suatu sadar/disengaja,sistematik untuk membagikan/mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai, manusiawi.Pada perspektif lain, sikap, pendidikan Kristen lebih cenderung ketrampilan, kepekaan dan tingkah laku menempatkan dirinya dalam teologi yang sesuai dengan iman Kristen. praktis Tujuan pendidikan Kristen adalah berdasarkan terhadap Allah pemahaman yang bertindak. perubahan dan pembaruan perilaku – Pemahaman teologis dibangun awalnya berdasarkan Firman Allah - yang terjadi bukan dalam diri dan kehidupan pembelajar terhadap yang tak terbatas, sebaliknya sehingga ia mampu memaknai hidup didasarkan pada pemaknaan Allah yang dan bertindak atau berkarya dalam dimensi bertahan dalam dinamisasi berdasarkan persepsi rasio kehidupan masyarakat dimana ia hidup. historis Realisasi diri – yang bergerak dari bertindak kemudian dipahami dalam potensialitas kepada aktulitas -sebagai narasi historis melalui bahasa baku wujud karya Illahi memampukan setiap lisan individu untuk mengembangkan relasi kitab).Selain itu pendidikan Kristen yang menerima baik sehingga 17 dengan tercipta individu kehidupan lain yang Robert W. Pazmino. Foundation Issues in Christian Education An Introduction in Evangelical Perspective (Grand Rapid, Michigan: Baker Book House, 1988), 81. yang dan tertulis ini. Allah (dalam bentuk dasar-dasar kependidikan dibangun terbatas sehingga cenderung ilmu pola pada yang teologis filosofis. Artinya, pendidikan Kristen memiliki ancangan dasar teologis (berkaitan dengan iman sebagai dasar community.”18Pendidikan rohani atau spiritual) dan filosofis berusaha (berkaitan dengan proses penalaran, pengetahuan berdasarkan pengetahuan pemahaman dan penjelasan dengan terhadap menggunakan metodologi yang benar pengetahuan dari perspektif komunitas sebagai Kristen upaya untuk mendapatkan bukti). untuk Allah, yang Kristen membagikan firman-Nya berorientasi dan pada summum bonum. Pendidikan Kristen berorientasi Proses pada keselamatan kekal dalam konteks pendidikan dulu, sekarang dan yang akan datang ancangan mengetahui, bertindak dan dengan pola hidup berbagi, bukan menjadi, yang merupakan aspek dasar hanya hidup bagi diri sendiri tetapi juga pendidikan konstruktifdengan peserta bagi orang lain dan bagi sekalian alam didik (harmonisasi ekosistem). Pemaknaan pembelajaran.Ancangan tersebut di atas pendidikan Kristen yang umum adalah menempatkan pendidikan yang mewujudkan kondisi konteks perubahan ke arah aktualisasi shalom diri (damai kebahagiaan) sejahtera sebagai atau harmonisasi pembelajaran Kristen dalam menggunakan sebagai fokus peserta didik yang dalam membawa shalom/kebahagiaan atau damai aktualisasi diri dan survival yang sejahtera. Perubahan yang mengacu mengalami perubahan atas karya Allah pada realisasi diri secara bertahap melalui firman-Nyasebagai hasil dari sehingga proses internalisasi nilai-nilai kebaikan holistikhadir membawa damai Illahi. tertinggi/summum bonumdan Allah Aktualisasi diri sebagai wujud dari dimuliakan finalitas realisasi diri yang memiliki tanggung kehidupan.“Christian educators seek to jawab kepada Tuhan, diri sendiri – share a knowledge of God, a knowledge sesama dan ciptaan lain (alam semesta). of God’s Word, and a knowledge of Arahan reality as viewed from the perspective memiliki dimensi nilai teologis dan of praktis dalam kehidupan. sebagai the suatu Christian manusia tanggung 18 Ibid, 151. kristen jawab secara tersebut Pendidikan Kristen sebagai sistem berdasarkan ancangan konseptual- kendali belajar yang diusahakan secara reflektif kritis, universal, sistematika, sadar berorientasi pada diri sendiri, komprehensif, orang lain dan alam/lingkungan untuk konsisten dan kejelasan/clarity.“Bahwa mewujudkan kebahagiaan atau shalom pada yang berasal dari kebaikan tertinggi, aktivitas rasional yang memusatkan dalam perhatian kerangka pengetahuan (the transformasi production and distribution of knowledge), pengalaman (experience), kecakapan (competence)dan ketrampilan (skill) yang berbasis Alkitabiah. Implikasi praktis dari sistem kendali belajar dalam pendidikan Kristen adalah cara pandang terhadap Allah dan diri sendiri/ciptaan-Nya yang terbuka dalam membangun peta pemikiran melalui runtut/koherensi- dasarnya filsafat pada merupakan argumentasi dan 19 evaluasi data secara kritis.” Suwardi berpendapat bahwasannya, “Filsafat adalah proses dan hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat dari yang ada yaitu: misalnya hakikat Tuhan, hakikat alam semesta, dan hakikat manusia, serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham 20 tersebut.” kerjasama ilmu pengetahuan (antara Obyek pemikiran filsafat berasal lain sosiologi, psykologi, ekonomi, dari segala sesuatu yang ada di alam politik, antropologi, filsafat). semesta ini dan terbuka untuk dipertanyakan terus menerus. Ancangan 4. Rancang Bangun Filsafat Pendidikan Kristen yang Bercirikan Injili-Pentakosta: Sebuah Kajian Aksiologi Pentakostalisme Secara filsafatmerupakan umum, aktivitas berpikir yang dilakukan manusia dalam konteks filsafat adalah asumsi dan perspektif subyektivitas individu sehingga filsafat yang muncul adalah konsep filsafat yang tidak netral (tidak mungkin tanpa tendensi tertentu, subyektivitas). Filsafat bebas dari merupakan ia hidup yang dikaitkan dengan nilai 19 dan keyakinan sebagai pergumulan atau pengalaman umum manusia Norman L. Geisler & Paul D. Feinberg. Filsafat dari Perspektif Kristiani (Malang: Gandum Mas, 2002), 11. 20 Suwardi Endraswara. Filsafat Ilmu (Yogyakarta: CAPS, 2012), 5. pengetahuan sistematisasi, yang berdasarkan metodologis tersebut memiliki kecenderungan dan ancangan pendidikan yaitu menitik- koherensi-komprehensif tentang seluruh beratkan pada pendidik atau peserta kenyataan (yang nampak & yang tak didik, subyek pendidikan atau obyek nampak). “Filsafat harus pendidikan, teori (kekuatan rasio dan mencari jawaban-jawaban, tetapi akademis) memang atau praktek penelitian jawaban-jawaban tidak pernah abadi. (eksperimental Kerena itu filsafat tak pernah selesai modern),kondisional tingkah laku untuk dan tak pernah sampai pada akhir keseimbangan atau pembiaran konflik masalah.”21Artinya, karena tidak ada pengendalian, peserta sebuah filsafat dan selalu menjadikan obyeknya (masalah- didik masalah berkaitan masalah sosial atau manusia/individu terbuka yangmembutuhkan Allah, masyarakat terhadap rasio kritis subyektif dan yang ideal dan adil atau menerima filsafat tetap menggunakan metodenya realitas sendiri untuk memberikan jawaban pada eksistensi diri atau mengakui masalah manusia tetapi bukan menjadi otoritas finalitas jawaban karena filsafat selalu ancangan filsafat pendidikan Kristen secara konstant menanyakan jawaban- tersebut di atas adalah segala aspek jawaban yang ada. Hal itu menegaskan pendidikan - pendidik, peserta didik, bahwa selalu ada konsepsi-konsepsi tujuan, lingkungan, isi (kurikulum dan baru metodologi, fungsi) - diarahkan pada dengan perennial/abadi hidup sebagai manusia) solusi kontekstual yang menyelesaikan pribadi yang berdosa, focus pendidik. kepentingan terhadap ‘perennial problem’. mampu sesaat Implikasi yang dari dipercaya Secara umum, filsafat pendidikan sebagai solusi terbaik dan final pada Kristen mengadopsi filsafat pendidikan masanya. Mereka melupakan bahwa modern lain segala hal yang terikat dengan waktu perennialisme, essensialisme, tidak akan dapat memberikan jawaban behaviorisme, progresivisme, yang yang ada eksistensialisme).Filsafat (antara pendidikan tunggal pendidikan absolute. yang Sebaliknya dibangun harus memberikan jawaban kebutuhan pada 21 Franz Magnis-Suseno. Filsafat sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 20. masanya (kontekstualisasi jawaban) dan Roma 1:4)dan berorientasi pada karya dalam kerangka kontinuitas. Roh Kudus(“...Perbuatan-perbuatan bangun besar yang dilakukan Allah.” Kisah yang 2:11. “Ada rupa-rupa karunia, tetapi disampaikan memiliki skema pemikiran satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, dan kepercayaan berdasarkan pada tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai- determinasi bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah Selanjutnya, filsafat rancang pendidikan Kristen filosofis utama yang meliputi metafisika (ontologis, teologis, adalah antropologis semuanya dalam semua orang” I Kor epistemologis dan dan kosmologis), aksiologis yang terikat pada ancangan Injili-Pentakosta. satu 12:4-6. yang “Tetapi mengerjakan semuanya itu dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang Injili- sama, yang memberikan karunia kepada Yesus tiap-tiap orang secara khusus, seperti Kristus Tuhan yang menjadi dasar yang dikehendaki-Nya” I Kor 12:11). kepercayaan ortodoksi Kristen historis Ancangan (“Ia akan melahirkan anak laki-laki dan konsep engkau akan menamakan Dia Yesus, kerangka sistem pendidikan Kristen, karena khususnya kerangka sistem filsafat Ancangan Pentakostaberorientasi Dialah pada yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” Mat 1:21. “Pada mulanya Injili-Pentakosta dasar untuk Rekonstruksi pendidikan sama dengan Allah dan Firman itu Pentakosta adalah Allah” Yoh 1:1. “Firman itu asumsi/anggapan telah menegaskan manusia....” Yoh memahami pendidikan Kristen. adalah Firman: Firman itu bersama- menjadi sebagai pemikiran Kristen yang dibatasi pada iman yang tidak 1:14.“...Bahwa Allah telah membuat mengarah Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi sebaliknya Tuhan dan Kristus” Kisah 2:36. “...Dan penjelasan menurut Roh kekudusan dinyatakan Batasan teks Alkitab ada pada Ulangan oleh kebangkitanNya dari antara orang 29:29 “Hal-hal yang tersembunyi ialah mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang bagi Tuhan, Allah kita, tetapi hal-hal berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita” yang dinyatakan ialah bagi kita ....” Hal iman suatu Injilioleh dasar bahwa filsafat pembuktian, terikat berdasarkan dengan sumbernya. itu berarti bahwa segala hal yang itu pencipta bukan diciptakan, Allah itu tersembunyi atau misteri biarlah tetapi memelihara bukan dipelihara, Allah itu misteri milik Allah, namun segala hal kudus bukan dikuduskan. Presuposisi yang dinyatakan adalah bagi kita untuk tersebut menegaskan dan meneguhkan kita pahami dengan baik. bahwasannya Allah adalah pribadi yang Rekonstruksi peta pemikiran aktif dan bertanggung jawab kepada filsafat pendidikan Kristen berdasarkan diri-Nya sendiri bukan kepada yang lain pembagian filsafat di luar diri Allah.“Pada mulanya Allah umumnya yang meliputi metafisika, menciptakan langit dan bumi” (Kej epistemologi dan aksiologi sebagai 1:1); “Akulah Tuhan dan tidak ada yang berikut; lain; kecuali Aku tidak ada Allah” (Yes kategorikal 45:5); “Allah itu Roh dan barangsiapa 1. Metafisika (kata Yunanimeta ta physica:sesudah fisika atau melampaui yang fisis). Metafisika tentang merupakan realitas ada studi secara keseluruhan/ultimate nature. Metafisika dikaitkan dengan ontologi (studi tentang hakekat Ada/realitas/the being bukan hakekat tentang Ada). ontologi memiliki dua aliran yaitu monism/materialism: realitas yang ada adalah tunggal dan dualism: realitas alam semesta memiliki dua sumber). Filsafat pendidikan Kristen memahami tentang ‘realitas ada’ (kelihatan dan tidak kelihatan) berdasarkan pada realitas Allah pencipta dan sumber moral yang dipercaya sebagai pribadi yang ‘ada’ bukan ‘menjadi ada’. Allah menyembah Dia, harus menyembahNya dalam roh dan kebenaran” (Yoh 4:24); “Dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan” (Roma 4:21); “Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan” (I Kor 3:17). Filsafat pendidikan Kristen meneguhkan bahwa dasar kerangka berpikir dibangun melalui pemahaman terhadap Allah yang berpribadi yang dinyatakan dalam karya-Nya menciptakan alam semesta atau dunia ini dan isinya. Allah yang ada bukan diadakan, yang hadir bukan dihadirkan, yang Paham berkarya bukan dikaryakan. tentang Allah menegaskan bahwa ada realitas mutlak yang tak kelihatan yang kepada-Nya segala yang Peta pemikiran filsafat pendidikan ada terikat harmonis dan serasi dengan- Kristen didasarkan pada suatu kepastian Nya. berpikir yang berawal dari perspektif Allah adalah Roh menegaskan Allah yang berpribadi dan berkarya. bahwa diri-Nya tidak terikat oleh Bukan berawal dari asumsi-asumsi hukum-hukum ciptaan-Nya. yang dihasilkan dari pikiran manusia Alam semesta sebagai ciptaan akan yang sejatinya adalah suatu asumsi selalu terikat dan tergantung pada Allah untuk manusia mulai berpikir. Filsafat pencipta. Alam semesta dengan hukum- pendidikan Kristen menjelaskan bahwa hukum di dalamnya menegaskan bahwa realitas ia tidak memiliki aturan hukum yang berpribadi,Pencipta yang berdaulat dan berasal dari dirinya sendiri, sebaliknya sumber moral. Pengingkaran terhadap alam semesta menerima aturan hukum adanya realitas ada yang absolute alam semesta dari penciptanya yaitu (Allah pencipta) menghasilkan system Allah. penalaran yang tidak sehat yang hanya dunia Allah pencipta bertanggung ada itu Allah jawab atas ciptaan-Nya dalam kerangka menekankan karya pemeliharaan-Nya. Nampak, yang terbatas oleh hukum- Allah yang berkarya kemudian berinkarnasi menjadi manusia yaitu Yesus Kristus Tuhan sebagai pada realitas yang hukum ciptaan yang terbatas pula. Peta pemikiran filsafat pendidikan Kristen berdasarkan pada peneguhan bahwa Allah hadir tidak ancangankosmologi terkondisi oleh semesta, studi tentang dunia) yaitu sesuatu di luar diri-Nya. Allah berdaulat realitas ada yang diadakan atau yang dalam segala hal untuk menyatakan disebabkan oleh penyebab yang tidak kemuliaan-Nya. Allah menjadi manusia disebabkan yaitu Allah. “Pada mulanya bukan untuk memberikan bukti pada Allah menciptakan langit dan bumi. ciptaan-Nya, sebaliknya Allah Bumi belum berbentuk dan kosong; menegaskan identitas-Nya sebagai gelap gulita menutupi samudera raya, Pribadi yang berdaulat yang tidak dan Roh Allah melayang-layang di atas bertindak berdasarkan nasihat ciptaan- permukaan air” (Kej 1:1-2). “Ia adalah Nya. cahaya kemuliaan Allah dan gambar dan dikondisikan (hakikat alam wujud Allah dan menopang segala yang yang berkaitan dengan adanya alam ada dengan firman-Nya yang penuh semesta kekuasaan” (Ibr 1:3). Bruce Milne semesta menjelaskan, mengatur Keberadaan dunia memerlukan oknum tertinggi yang menyebabkan keberadaannya itu. perhatian ditujukan pada fakta kausalitas yang berarti setiap kejadian ada sebabnya, yang pada gilirannya juga mempunyai sebab, dan seterusnya sampai pada sebab pertama, yaitu Allah.22 menegaskan memiliki filsafat pendidikan Kristen terhadap kosmos atau alam semesta meneguhkan bahwa kosmos atau alam semesta adalah ciptaan Allah yang tidak disebabkan. Alam semesta dengan segala keterbatasannya diciptakan oleh Allah yang tak terbatas, Allah yang tidak disebabkan bahkan Allah yang ciptaan-Nya tidak terkondisi oleh dan Allahlah yang memberikan pemeliharaannya melalui Yesus Kristus Tuhan kepada seluruh ciptaan-Nya. bahwa Hal itu kosmologi menjelaskan Alkitabiah didasarkan pada Allah. Tatanan alam semesta tidak begitu saja terjadi atau kejadiannya tidak terkendali namun sebaliknya semua alam tatanan keberadaannya yang sebagai ciptaan. Tatanan alam semesta yang berasal dari Allah pencipta, menjelaskan bahwa segala hal yang ada di luar Allah pencipta tetap terikat dengan-Nya. Hal itu berarti alam semesta beserta tatanannya ada dalam kendali Perspektif bahwa dan pemeliharaan Allah pencipta bukan bersifat otonom atau ada dengan sendirinya tanpa suatu intervensi dari yang menciptakan. Acuan kosmologi meneguhkan bahwa alam semesta dan system yang ada dalamnya membentuk suatu peta pemikiran yang historis –kultural dan kontekstual yang memiliki relasi ekonomi, sosial, politik, budaya dan spiritual yang harmonisasi berorientasi hidup ciptaan pada dengan Pencipta-nya. Allah pencipta bukan bagian dari alam semesta ciptaan, Allah adalah pribadi yang mandiri dan absolute. Allah menyatakan kemuliaanNya melalui karya ciptaan-Nya, salah satunya adalah alam semesta. “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan 22 Bruce Milne. Mengenal Kebenaran (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 79. tangan-Nya” (Mzm 19:2). “PunyaMulah siang, punyaMulah juga Filsafat pendidikan Kristen malam. Engkaulah yang menaruh benda mengacu pada ancangan teologi yang penerang dan matahari. Engkaulah yang bersumber pada Alkitab (Perjanjian menetapkan segala batas bumi, musim Lama kemarau dan musim hujan Engkaulah hakekatnya yang membuatnya” (Mzr 74:16-17). Presuposisi Allah adalah Allah adalah Allahlah yang menciptakan segala yang Roh, ada atau eksis termasuk alam semesta Mahakuasa (omnipotent), Mahahadir ini. (omnipresent), Allah menciptakan dengan dan Perjanjian adalah bukan Kristus tindakan. “Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh yang Allah. Mahakudus, berdaulat danmenyatakan spekulasi firman berpribadi, ancangan berfirman atau menyatakan dengan Baru) diri Tuhan dalam yang Yesus memberikan anugerah keselamatan. Ancangan teologi firman Allah, sehingga apa yang kita menjelaskan telah terjadi dari apa yang tidak dapat Perjanjian kita lihat” (Ibr 11:3); “Oleh firman kontekstualisasi TUHAN langit telah dijadikan....” (Mzr Allah yang tak terhampiri. Sedangkan 33:6); memuji dalam Perjanjian Baru, Allah dipahami nama TUHAN, sebab Dia memberi dalam kontekstualisasi imanensi yaitu perintah, Allah yang hadir bersama umat-Nya. “Baiklah semuanya maka semuanya tercipta” Lama Allah dipahami transendensi dalam melalui yaitu Allah dipahami sebagai Allah pencipta, (Mzr 148:5). Ancangan bahwa Alkitabiah kosmologi yang pemelihara dan penebus. Allah menjelaskan tentang hakikat atau asal- memiliki kualitas yang berbeda dengan usul alam semesta dan system tatanan ciptaan-Nya. “Firman Allah kepada dalamnya terikat dengan keberadaan Musa: “AKU ADALAH AKU.” Lagi Allah pencipta. Allah yang menyatakan firman-Nya: diri dalam Yesus Kristus Tuhan adalah kepada orang Israel itu: AKULAH Allah yang berkarya dan melalui karya- AKU telah mengutus aku kepadamu. Nya, Allah menyatakan kemuliaan-Nya Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada dalam dimensi terbatas yaitu dimensi Musa: “Beginilah kaukatakan kepada ciptaan. orang Israel: TUHAN, Allah nenek “Beginilah kaukatakan moyangmu, Allah Abraham, Allah Ialah sebagai kepenuhan kemuliaan Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus Allah dalam dimensi historis yang aku kepadamu: itulah namaKu untuk pernah ada. Dimensi historis yang selama-lamanya dan itulah sebutanKu meneguhkan kerygmatis Yesus Kristus, turun temurun” (Kel 3:14-15); “Allah Allah berinkarnasi hadir dan menyapa itu Roh dan barangsiapa menyembah manusia dengan kasih-Nya. Allah yang Dia, harus menyembah-Nya dalam roh murka atas dosa manusia dan Allah dan yang penuh kasih menganugerahkan kebenaran” tersebut (Yoh menjelaskan 4:24). bahwa Hal Allah keselamatan pada manusia umat-Nya. Pola pemikiran filsafat pendidikan adalah Allah yang berpribadi dengan identifikasi yang jelas dan pasti. Allah Kristen bukanlah impersonal yang memberikan antropologi yang menjelaskan tentang konsep spekulasi modifikasi kepada manusia manusia sehingga manusia menganggap berdasarkan Alkitab. Sejatinya konsep dirinya mampu membuat Allah dan antropologi mengondisikan-Nya. Allah memiliki bahwa manusia ada pada posisi lawan hukum dan anugerahyang dikerjakan Allah, menurut kehendak dan kerelaan-Nya manusia telah memberontak terhadap saja bukan berdasarkan nasihat dari luar Allah. Manusia dalam natur dosa, tidak diri-Nya. memberikan mampu lagi memahami perkara-perkara karunia kepada umat-Nya berdasarkan yang dari Allah. Kecenderungan hari kerelaan bukan manusia situasi melawan Allah dan sejatinya ia harus Allah berdasarkan yang kehendak-Nya kondisi dan berdasarkan esensi yang berikan berkaitan dengan pernyataan dinyatakan kemuliaan-Nya. diselamatkan Kristen dibangun perspektif individu berdasarkan tentang Allah dengan kejahatan. Namun kepada Manusia anugerah Allah manusia yang berdasarkan Allah. kecenderungan menyatakan dibahasakan pada dihukum. kerelaan eksistensinya Alkitabiah manusia/umat-Nya. Karunia yang Allah Peta pemikiran filsafat pendidikan dan ancangan kehendak “...Bahwa segala hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata” Alkitab yang berpribadi dan menjadi (Kej 6:5); “Sebab mereka manusia dalam Yesus Kristus Tuhan. menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah yang ada di dunia ini. “Lalu Ia berkata: makhluk melupakan “Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Penciptanya yang harus dipuji selama- Tidak ada seorangpun dapat dating lamanya, amin” (Roma 1:25); “Seperti kepadaKu, ada tertulis: “Tidak ada yang benar, mengaruniakannya kepadanya” (Yoh seorangpun ada 6:65); “Bukan kamu yang memilih seorangpun yang berakal budi, tidak Aku, tetapi Akulah yang memilih ada seorangpun yang mencari Allah” kamu. Dan Aku telah menetapkan (Roma 3:10-11); “Karena semua orang kamu, telah berbuat dosa dan telah kehilangan menghasilkan buah dan buahmu itu kemuliaan kasih tetap...” (Yoh 15:16); “Sebab karena karunia telah dibenarkan dengan Cuma- kasih karunia kamu diselamatkan oleh Cuma karena penebusan dalam Kristus iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi Yesus” (Roma 3:23-24). pemberian dengan tidak. Allah, Tidak dan oleh Peta berpikir filsafat pendidikan Kristen dengan ancangan antropologi menegaskan bahwa manusia ada dalam dimensi terbatas yang supaya Bapa kamu Allah, tidak pergi itu bukan dan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef 2:8). Pada karya keselamatan yang dan Allah kerjakan menegaskan bahwa eksistensinya telah dirusak oleh dosa. Allahlah yang memiliki inisiatif dan Manusia dalam posisi mati rohaninya intervensi sehingga ia tidak mampu memahami berdosa, yang tidak mampu memahami kehendak Allah. Manusia berdosa sahih perkara-perkara Illahi. Anugerah Allah jika ia mendapatkan hukuman. Manusia kepada umat-Nya menggantikan kebenaran Allah dengan tanggung jawab kebenaran diri sendiri. Di sisi lain, untuk hidup memuliakan Allah. Hidup anugerah yang ada dalam pemeliharaan Allah. Allah esensi kalau memberikan pengharapan kehidupan kekal bersama terhadap Konsep Allah. Karya Illahi yang mengampuni, menghasilkan membenarkan penghargaan dan menguduskan manusia memberikan kepada antropologi umat-Nya Alkitabiah penghormatan terhadap yang karya dan Allah manusia berdosa menjadi anugerah sekaligus meneguhkan bahwa sejatinya yang tidak dapat dinilai dengan materi keselamatan umat-Nya hanya oleh anugerah Allah, bukan hasil usaha diri memahami bagaimana sendiri. Manusia memiliki pemahaman pengetahuan itu tentang Allah yang mengasihi tanpa pengetahuan itu tidak bersifat mutlak melihat keadaan kita yang telah berdosa karena tetap ada dalam kerangka proses dan tak layak untuk mendapatkan dan memiliki metodologi penelitian sesuatu dari Allah. Namun faktanya yang berbeda satu terhadap yang lain. Allah memberikan keselamatan kekal. Di akhir hidup kita, kita akan Ancangan pendidikan proses ada sehingga pemikiran Kristen filsafat berdasarkan mempertanggung jawabkan semuanya epistemology didasarkan pada “Takut kepada Allah. “Demikianlah setiap akan orang di antara kita akan memberi pengetahuan” (Amsal 1:7); “Permulaan pertanggungan jawab tentang dirinya hikmat adalah takut akan TUHAH, sendiri kepada Allah” (Roma 14:12). semua Artinya keselamatan manusia adalah berakal budi yang baik. Puji-pujian eksklusif individual bukan kondisional kepadaNya tetap untuk selamanya” komunitas sehingga ketetapan Allahlah (Mzr 111:10). Hal itu berarti perspektif yang berlaku dengan mengabaikan Kristen tentang pengetahuan dikaitkan keberadaan kita yang sejatinya layak dengan Allah yang menjadi sumber dihukum. segala pengetahuan. Pengetahuan yang Tuhan adalah orang yang permulaan melakukannya dimiliki manusia tidak berasal dari Epistemologi dirinya sendiri, melainkan dari Allah. Epistemologi menjelaskan secara tentang etimologis teori ilmu pengetahuan atau bagaimana ilmu itu ada. Berasal dari bahasa Yunani, episteme (pengetahuan/knowledge) dan logos (ilmu/teori). epistemologi ialah Obyek materi pengetahuan, sedangkan obyek formal epistemologi ialah hakikat pengetahuan. Determinasi epistemologi berkaitan dengan subyek Penguasaan ilmu pengetahuan menjadi egosentris tatkala seseorang tidak paham tentang proses pengetahuan yang diperolehnya. Awal penguasaan pengetahuan yang selanjutnya disebut memperoleh hikmat adalah takut akan TUHAN. Presuposisi takut akan TUHAN menegaskan bahwa sejatinya manusia tidak dapat memiliki pengetahuan apapun sebelum ia memiliki pengetahuan takut akan TUHAN. penyebab utama) dan nilai itu disebut dengan Filsafat pendidikan Kristen dengan ancangan epistemology menegaskan istilah (kebaikan benar bebas tetapi ia terikat dengan sumber (keindahan). pengetahuan yaitu Allah. tertinggi). bonumb Aksiologi memiliki cabang etika (baik atau buruk, bahwa pengetahuan bukan sesuatu yang segala summum atau salah) dan estetika Aksiologi yang dimaksud dalam Pengetahuan yang tidak terikat dengan perspektif Allah akan sia-sia tak dapat digunakan menjelaskan tentang baik atau buruk untuk memuliakan Allah. suatu tindakan atau perilaku pada waktu Pengetahuan ini adalah etika yang dikenal melalui tertentu. Obyek formal etika adalah pikiran manusia kebaikan dan keburukan, bermoral atau terikat dengan sang Mutlak yaitu Allah. tak bermoral. Obyek material etika Pengetahuan yang tidak berorientasi adalah pada Allah berarti pengetahuan yang laku/perilaku. pikiran manusia, tidak melalui pikiran manusia. Apakah tindakan Ancangan manusia, pemikiran filsafat ada pengetahuan yang tidak melalui pendidikan pikiran manusia? Jawabannya pasti aksiologi adalah “Jadi siapa yang ada di tidak ada, oleh sebab itu pengetahuan dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: pasti terikat dengan Allah yang menjadi yang lama sudah berlalu, sesungguhnya sumber pengetahuan yang baru sudah datang” (II kor 5:17); pikiran manusia dan melalui pengetahuan itu Kristen tingkah berdasarkan “...Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah diperoleh. banyak, sebab di luar Aku kamu tidak Aksiologi dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang masalah nilai. Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axio: nilai dan logos: ilmu atau teori. Nilai tertingi adalah nilai yang berasal dari Tuhan (causa prima: Aksiologi filosofis tentang yang baik atau tidak baik/buruk dikaitkan dengan keadaan individu dalam Yesus Kristus Tuhan. Summum bonum (kebaikan tertinggi) akan dicapai manusia, tatkala ia ada dalam Kristus. Asumsinya adalah dalam Kristus filosofis yang melalui perubahan ke arah kebaikan tertinggi relasi itu Yesus Kristus memberikan dan berpikir teologis Injili-Pentakosta nilai-nilai kehidupan yang dikehendaki- yang berorientasi pada Yesus Kristus Nya. Sebaliknya individu yang berada Tuhan dan karya Roh Kudus dalam diri di luar Kristus, mereka adalah individu- umat Tuhan. mereka memiliki yang ada keterikatan yang terbuka Ancangan individu yang tidak dapat berbuat apa- terhadap teologis Injili- memberikan skema ada Pentakosta orientasi ke arah yang baik. Mereka Alkitabiah yang ada di luar Kristus tidak mampu menghormati Alkitab yang hakekatnya memahami nilai-nilai dari Allah karena adalah keberadaan mereka tidak tunduk pada pencerahan Kristus Yesus. kehidupan dalam Yesus Kristus Tuhan. apa. Tindakan mereka tidak Aksiologi yang berorientasi pada Di yang firman sisi menghargai Allah akan lain, dan memberikan hal nilai-nilai ancangan filosofis Yesus Kristus Tuhan memberikan nilai pendidikan Kristen meneguhkan kehidupan yang tertinggi yang berasal bahwasannya tindakan praktis dari Allah sumber dari nilai moral. sebuah Mereka yang tidak memahami nilai dinyatakan dalam kehidupan nyata. moral Bahkan tertinggi, ia akan pemikiran filosofis konsepsi-konsepsi dari patut yang menggantikannya dengan nilai moral terbentuk berasal dari asumsi-asumsi semu yang tak memiliki kekuatan untuk filosofis. Finalitas pemahaman tema ini mengubah dan memulihkan pribadi adalah filsafat pendidika Kristen yang yang dalam dirinya tidak memiliki selalu terikat dengan peta teologis yang standar ukur nilai nkehidupan. dimiliki seseorang. Penjelasan tentang rancang bangun filsafat pendidikan bercirikan Kristen Injili-Pentakosta: Pendidik peserta didik yang memahami tujuan yang dicapai melalui sebuah pemehaman filsafat pendidikan Kristen kajian aksiologi Pentakostalisme ini yang memberikan menyatakan alternative dan berpikir berciri Injili-Pentakosta kemuliaan yang Allah. DAFTAR PUSTAKA Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 2002. Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset, 1994. Endraswara, Suwardi Filsafat Ilmu. Yogyakarta: CAPS, 2012. Geisler, Norman L. & Feinberg, Paul D. Filsafat dari Perspektif Kristiani, Malang: Gandum Mas, 2002. Kattsof,Louis O. Pengantar Fisafat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996. Knight, George R. Philosophy & Education an Introduction in Christian Perspective. Michigan: Andrews University Press, 1989. Kebung,Konrad. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011. Magnis-Suseno, Franz. Filsafat sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius, 1992. Milne, Bruce. Mengenal Kebenaran. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000. Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001. O’neil, William F. Ideologi-ideologi Pendidikan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001. Pazmino, Robert W. Foundation Issues in Christian Education An Introduction in Evangelical Perspective. Grand Rapid, Michigan: Baker Book House, 1988. Sudarminta,J. Filsafat Proses sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Alfred Nort Whitehead. Yogyakarya: Kanisius,1995