RANCANG BANGUN FILSAFAT PENDIDIKAN

advertisement
RANCANG BANGUN FILSAFAT PENDIDIKAN KRISTEN YANG BERCIRIKAN
INJILI-PENTAKOSTA: SEBUAH KAJIANAKSIOLOGIS PENTAKOSTALISME
Kevin Tonny Rey1
Abstraksi
Pemahaman tentang pendidikan tidak dapat hanya berdasarkan satu
teori ilmu saja. Setiap individu memiliki konsep atau gagasan tentang
pendidikan yang diperoleh dari berbagai macam teori pendidikan yang ada
terlebih tentang filsafat pendidikan. Umumnya, filsafat pendidikan Kristen
berorientasi pada filsafat pendidikan modern yang telah baku diterima
sebagai pembimbing filosofis dalam kerangka pendidikan Kristen. Masingmasing aliran filsafat pendidikan memiliki ciri pendekatan tertentu yang
berorientasi pada tujuan perilaku peserta didik. Rancang bangun filsafat
pendidikan Kristen yang bercirikan Injili-Pentakosta didasarkan pada sumber
iman Kristen yaitu Alkitab. Alkitab, hakekatnya firman Allah menjadi
sumber konsep pemikiran filosofis pendidikan Kristen. Secara teologis,
konsep Injili-Pentakosta bertumpu pada iman Yesus Kristus Tuhan dan karya
Roh Kudus sebagai pernyataan kemuliaan Allah secara historis. Secara
filosofis, pemikiran pendidikan didasarkan pada determinasi filsafat yang
meliputi metafisik, epistemology dan aksiologi. Rancang bangun filsafat
pendidikan Kristen yang Injili-Pentakosta merupakan pengembalian dasar
berpikir pada penyataan Yesus Kristus Tuhan, Allah yang berinkarnasi.
Dialah Summum bonum itu. Dalam Yesus, kita umat-Nya dapat berbuah
banyak dan Allah dimuliakan.
The Design of Christian Education Philosophy With
Pentacostal-EvangelicalismCharacterized:
A Study of Pentacostalism Axiology
Abstract
The understanding of education is not built only on one theory of
knowledge. Each individual has a concept or idea of education obtained from
various educational theories that exist, especially in philosophy of education.
Usually, the philosophy of Christian education is modern philosophyoriented that has been basically accepted as a philosophical guidance within
the framework of Christian education. Each school's educational philosophy
has certain particular approach which is learner’s behavior goal-oriented. The
Design of Christian Education Philosophy With PentacostalEvangelicalismCharacterizedwas based on Bible as a source of Christian
faith. The Bible became a source of Christian education philosophical
thought.Theologically, the Pentecostal-Evangelicalism concept rests on faith
of Lord Jesus Christ and the work of Holy Spirit as the expression of God's
1
STT “Intheos” Surakarta ([email protected])
1
glory historically. Philosophically, educational thought was based on
philosopical determination, comprising metaphysic, epistemology and
axiology. Design of Christian Education Philosophy With PentacostalEvangelicalism Characterized is returning a base of thinking to the revelation
of Lord Jesus Christ, an incarnated God. He is the summum bonum. We can
be frutiful abundantly within Jesus, so that God will be glorified.
Keywords: Filsafat pendidikan Kristen, Aksiologi Pentakostalisme,
pengetahuan.”2 Artinya, pengetahuan
Pendahuluan
Manusia pada dasarnya adalah
yang menjadi ilmu pengetahuan tidak
individu pembelajar yang berorientasi
dapat lepas dari pengalaman dimana ia
pada suatu perubahan hidup. Secara
menjadi sumber ilmu pengetahuan yang
idealis perubahan yang terjadi adalah
selanjutnya
perubahan ke arah yang lebih baik.
konteks pendidikan.
Perubahan
kognitif,
yang
afektif
meliputi
dan
aspek
psikomotorik
dikomunikasikan
dalam
Setiap individu mengalami proses
belajar
setiap
hari
melalui
mengarah pada perwujudan eksistensi
pengalamannya sepanjang hidup dan
dan esensi pembelajar.Perubahan yang
pengalaman
dipahami
lingkungan
sebagai
menikmati
(summum
proses
kebaikan
bonum)
rangkaian
Pengalaman
pembelajaran
-
tertinggi
terjadi
peristiwa
untuk
melalui
dalam
dengan
dimana
ia
berinteraksi.Proses belajar (teachinglearning
process)dalam
konteks
pengalaman
mengarah
sumber
pengembangan
potensi
dimensi
akhirnya mencapai titik aktualisasi diri
pengalaman.
menjadi
dikaitkan
yang
dalam
bersifat kompleks yang tidak mungkin
Aktualisasi diri sebagai penegasan telah
dijelaskan
terjadi perubahan perilaku berdasarkan
pengetahuan
satu
ilmu
saja.Whitehead
menyatakan bahwa “Pengalaman itu
potensi
diri
belajar.Ancangan
waktu
diri
pendidikan hingga menjadi teori –
dengan
rentang
pada
tertentu.
melalui
aktualisasi
proses
diri
jauh lebih kaya dan kompleks daripada
2
J. Sudarminta. Filsafat Proses sebuah
Pengantar Sistematik Filsafat Alfred Nort
Whitehead (Yogyakarya: Kanisius, 1991), 95
membutuhkan individu lain sebagai
sebagai usaha sadar untuk mengubah
pembanding nilai untuk menentukan
perilaku secara sistematis dalam satuan
bahwa
telah
waktu tertentu sehingga pendidikan
proses
dapat disebut sebagai system kendali
belajarnya. Hal itu menegaskan bahwa
belajar yang mengarah pada aktualisasi
individu pembelajar terikat dengan
potensial individu pembelajar.
individu
memperoleh
pembelajar
hasil
melalui
lingkungan sosial dimana ia mengalami
suatu hal dalam proses belajarnya.
Proses
secara
belajar
teratur
yang
–
sistematisasi,
dilakukan
secara
Pendidikan
dikaitkan
dengan
ranah sosiologis (individu merupakan
dilakukan
menggunakan
bagian masyarakat yang memahami
proses
sosial,
patologi
sosial
dan
pola/metodologi,
melakukan kontrol sosial), psikologis
komprehensif,
(individu pembelajar yang berorientasi
koherensi, universal dan berorientasi
pada
pada
(individu yang mencari ancangan dasar
proses-tujuan–
berkesinambungan
dan
dapat
disebut
aktualisasi
dalam
pendidikan)
usaha
ilmu
yang
dilakukan
oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintah,
melalui
kegiatan
pengajaran,
dan/atau
bimbingan,
latihan,
yang
filosofis
penyelenggaraan
sebagai pendidikan. “Pendidikan adalah
sadar
diri)dan
sehingga
pendidikan
proses
menghasilkan
(pedagogik)
yang
komprehensif dan koherensi.
Pendidikan yang bernilai tidak
dapat dipisahkan dari kerangka berpikir
berlangsung di sekolah dan di luar
konseptual
sekolah sepanjang hayat....”3 Hal itu
bermakna yang meliputi metafisika,
berarti pendidikan merupakan usaha
epistemologi,
sadar yang terprogram dan teratur
estetika).
secara teoritis-praktis dalam kerangka
pendidikan memiliki korelasi dengan
normative pragmatis (adanya nilai-nilai
filsafat sehingga terbentuk kerangka
kebenaran dan bagaimana mewujudkan
pemikiran filsafat pendidikan yang
pendidikan).
normatif
Pendidikan
dipahami
yang
aksiologi
Lebih
dan
mendasar
tegas
praktis
dan
(etika
lagi
dan
bahwa
berdasarkan
analisis konsep dan analisis bahasa
3
Redja Mudyahardjo. Pengantar
Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001), 11.
(linguistik)/interpretasi yang dinyatakan
dalam tindakan atau perilaku. “Filsafat
pendidikan
adalah
ilmu
yang
komprehensif
dan
bertanggung
bersendikan filsafat atau filsafat yang
jawab.Jawaban filsafat tidak pernah
diterapkan dalam usaha pemikiran dan
tuntas dan berhenti pada jawaban
pemecahan
definitive,
mengenai
masalah
pendidikan.”4 Hal itu berarti filsafat
mencari
pendidikan
diperoleh.
merupakan
berorientasi
pada
komprehensif,
ilmu
analisis
koherensi
yang
kritis,
tetapi
makna
Uraian
sebaliknya
terus
pengetahuan
yang
selanjutnya
berkaitan
hingga
dengan sistem kendali pendidikan yang
menemukan hakikat (eidos) dan makna
dibatasi dalam‘Rancang bangun filsafat
pendidikan.
pendidikan Kristen yang bercirikan
Filsafat memberikan nilai-nilai dan
Injili-Pentakosta:
Sebuah
kajian
dasar-dasar yang bersifat das Solen
aksiologis
(yang seharusnya) dalam membangun
deskripsi terikat pada nilai pendidikan
kerangka
Injili-Pentakosta
berpikir
yang
universal,
konseptual, konsistensi, koherens dan
pentakostalisme’.Orientasi
dalam
perspektif
normatif teologis.
radikal(mengakar).Oleh sebab itu –
filsafat yang memberi nilai dan dasar filsafat dalam meninjau realitas tidak
akan berhenti pada suatu fakta tunggal,
sebaliknya ia akan terus menerus
melakukan analisis kritis terhadap suatu
konsep yang telah dibangun.Paradigma
berpikir dalam worldview seseorang
terikat dengan kerangka acuan filsafat
yang
dianutnya.
Kerangka
acuan
filsafat akan terus mencari makna dari
realitas yang ada melalui metodologi
kefilssafatan
yang
sistematis,
FOKUS BAHASAN
Filsafat
Pada dasarnya manusia adalah
manusia yang berpikir dan berkehendak
yang berorientasi pada pengetahuan
yang dimulai dengan mempertanyakan
asumsi dasar dari suatu pemikiran
kemudian hal itu menjadi kekuatan
argumentasi.Pengetahuandikonstruksi diawali
dengan
asumsi
dasar
membuat
-
asumsi-
berdasarkan
pada
ancangan rasionalisme (pengetahuan
dihasilkan dari pikiran) dan ancangan
4
Imam Barnadib. Filsafat Pendidikan
Sistem dan Metode (Yogyakarta: Andi Offset,
1994), 7.
empirisme (pengetahuan dihasilkan dari
pengalaman). Pengetahuan yang ditata
secara
sistematis,
komprehensif,
logis,
kritis
koherensi
dan
koherensi
dan
bertanggung
jawab.
Proses rekonstruksi pemikiran dikaitkan
berorientasi pada makna bukan fakta,
dengan
dapat disebut suatu kajian filosofi atau
meliputi analisis rasional (ancangan
filsafati.
kritis dari pemikiran yang logis dan
Secara etimologi, kata ‘filsafat’
berasal
dari
intelektual
yang
koherensi atau tidak), analisis empiris
Yunani:
(pemikiran itu dapat dibuktikan melalui
philosophia, dari kata philos atau
verifikasi keilmiahan, atau tidak) dan
philia(cinta),
analisis
inteligensi,
bahasa
analisis
sophos
(hikmat/
pengetahuan,
kebijaksanaan).
kebenaran,
Filsafat
berkaitan
dengan rekonstruksi pemikiran secara
menyeluruh untuk mendapatkan makna
atau
esensi
dari
eksistensi.“Filsafat
analisa
secara
masalah,
dan
kejelasan
kritis
dari
dan
semantik
yang
mencari
penggunaan
istilah,
definisi, terminologi kata/kalimat).
Elementary
filsafat
berorientasi
suatu
pada pencarian kebenaran makna yang
merupakan suatu
terus menerus ditanyakan dan tidak
hati-hati
penalaran-penalaran
(ancangan
sintaksis
terhadap
mengenai
penyusunan
suatu
akan berhenti pada kebenaran fakta
tunggal.
“Hakikat
filsafat
adalah
secara
bertanya terus menerus tanpa akhir.
sengaja serta sistematis suatu sudut
Filsafat adalah sesuatu yang berawal
pandang yang menjadi dasar suatu
dari pertanyaan dan berakhir juga
tindakan.”5 Definisi lain filsafat adalah
dengan pertanyaan.”7Susanne Langer
“Upaya untuk menentukan batas-batas
menyatakan: “Filosofi adalah perburuan
dan
pengetahuan:
yang terus-menerus terhadap makna –
sumbernya, hakikatnya, keabsahannya,
makna-makna yang luas, yang lebih
dan nilainya.”6Artinya, filsafat tidak
jernih, lebih bisa dirundingkan, lebih
dapat lepas dari rekonstruksi pemikiran
jelas.”8 Artinya, pencarian jawaban
konsep
makna dalam realitas tidak akan pernah
jangkauan
sistematis,
universal,
radikal (hakikat/akar yang
terdalam),
5
yang
Louis O. Kattsof. Pengantar Fisafat
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), 4.
6
Lorens Bagus. Kamus Filsafat (Jakarta:
Gramedia, 2002), 242.
7
Konrad Kebung. Filsafat Ilmu
Pengetahuan (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011),
5.
8
William F. O’neil. Ideologi-ideologi
Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), 29.
berakhir sejalan dengan proses yang
tunggal dan final dengan satu metode
terjadi
itu
filsafat saja, sebaliknya hal itu adalah
sendiri.Pencarian makna dalam realitas
sahih untuk dikritisi dalam kerangka
yang berproses tidak dapat berhenti
untuk mendapatkan hakikat makna-
pada
makna dalam realitas.
dalam
satu
fakta
realitas
tunggal
dan
final.“Obyek filsafat adalah pertanyaan
umum
yang
terbuka/abadi,
Secara umum, pemikiran filsafat
yaitu
dikategorikan dalam 1. Metafisika
pertanyaan yang tidak pernah selesai
(kajian yang mendalam/ultimate nature
dijawab
hidup
tentang
yang
meliputi
ontologi,
dilakukan melalui pertanyaan umum
antropologi
dan
merupakan pencarian yang dilakukan
hakikat
sepanjang hayat.
real?), 2.Epistemologi (kajian tentang
sepanjang
manusia.”9Pencarian
makna
Makna (umum/universal) dalam
hakikat
realitas/kenyataan,
kosmologi,
teologi.
ada/kenyataan
Apakah
itu?What
is
hakikat pengetahuan: metode, sumber,
realitas tidak dapat digantikan dengan
struktur,
fakta (khusus/fragmentaris) yang acap
Bagaimanakah pengetahuan diperoleh?
kali menjadi eviden dalam fakta fatual.
Secara apriori atau aposteriori. What is
Apabila pencarian makna dalam realitas
true?), 3.Axiologi(kajian tentangnilai
berhenti pada fakta tunggal dan final,
yang
maka
danestetika:indah, jelek. Bagaimanakah
berhentilah
berproses
karena
realitas
yang
segalanya
dalam
realitas telah selesai. “Filsafat memang
validitas,
meliputi
kesahihan.
etika:
benar,
salah
nilai diperoleh?What is of value?).
Sumber
harus mencari jawaban-jawaban, tetapi
dengan
jawaban-jawaban tidak pernah abadi.
meliputi;
pengetahuan
paradigma
dikaitkan
berpikir
yang
Karena itu filsafat tak pernah selesai
1. Rasionalisme/Idealisme (segala
dan tak pernah sampai pada akhir
pengetahuan berasal dari ide/rasio
sebuah masalah.”10 Jawaban makna
subyek.
yang diperoleh bukan dalam konteks
menghasilkan ide, gagasan
Rasio
konsep-konsep
9
Mudyahardjo. Op. Cit., 27.
Franz Magnis-Suseno. Filsafat sebagai
Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 20.
melalui
bertugas
atau
proses
interaksi yang dialami subyek.
10
Pengetahuan yang muncul bersifat
apriori mendahului pengalaman).2.
menggunakan
Empirisme/Eksperimentalisme/E
berpikir
ksistensialisme/Pragmatisme
memberikan perspektif berpikir bagi
(pengetahuan berasal dari proses
setiap individu yang menata ‘world
pengalaman
view’-nya
yang
tertata
dan
ancangan
tersebut
di
sehingga
paradigma
atas.Filsafat
memiliki
nilai
teratur sehingga muncul definisi
kebaikan dalam dimensi universal yang
makna
terbatas. “Hal ini menjadi tugas dari
yang
dihasilkan
rasio.
Pengetahuan yang muncul bersifat
filsafat,
aposteriori, disimpulkan setelah
menyangkut nilai, yang berarti filsafat
proses eksperimen, observasi dan
akan dapat menentukan mana yang
dapat diverifikasi sehingga ilmiah).
paling
3.
pegangan manusia.”11 Artinya, berpikir
Kritisisme/Neo-
karena
baik
permasalahannya
yang
harus
menjadi
Thomisme/Neo-
kritis selalu terikat dengan penanaman
Skolastisisme(pengetahuan
nilai kebaikan/etika bukan pencabutan
didapatkan melalui rasio/akal dan
nilai.
iman berdasarkan ancangan ruang
tindakan dalam proses pembelajaran
dan
sebagai
yang tidak akan pernah berhenti pada
dan
kesimpulan definitif dan permanen,
waktu.
pribadi
Manusia
yang
beriman
Berpikir
kritis
merupakan
berakal/berpikir.
sebaliknya berpikir kritis terikat pada
Kenyataan/realitas adalah Tuhan
pola bertanya yang berorientasi pada
dan
penjelasan
rasio
yang
kebaikan
menurunkan
tertinggi).
hakikat
makna
yang
4.
diperoleh. Hal itu menegaskan bahwa
Realisme(pengetahuan berasal dari
filsafat yang didasarkan pada ancangan
kenyataan
berpikir kritis tidak akan berhenti pada
nyata
dalam
dirinyasendiri dan tidak tergantung
jawaban
dengan
ancangan
rasio/pikiran
dan
penginderaan atau spekulasi).
Filsafat menegaskan
bagaimana
tunggal
bertanya
permanen
dalam
(ultimate
nature)
dengan
konteks
berpikir kritis dilakukan terus menerus.
1. Filsafat Pendidikan
kita berpikir kritis terhadap realitas
terdalam
tetapi
11
Barnadib. Op. Cit., 13.
Filsafat
adalah
Hal itu berarti tugas umum filsafat
yang
pendidikan adalah memberi makna
menjelaskan tentang makna dasar/latar
pendidikan – dasar, tujuan, metodologi,
belakang,
faedah
bagian
dari
pendidikan
filsafat
khusus
tujuan,
metodologi,faedah/manfaat
kaitannya
dari
proses
Filsafat
pendidikan
dan
-
secara
menyeluruhyang
menjadi bagian dari proses hidup
pendidikan.
sehingga
mampu
mengembangkan
memberikan
program
secara
konsisten
dan
kerangka dasar tentang pendidikan dan
komprehensif yang berorientasi pada
aspek-aspek yang terkait dalamnya dan
tujuan pembelajar.
yang mengarah pada tujuan pendidikan
Filsafat pendidikan yang ada -
yang merubah perilaku pembelajar.
filsafat
“Filsafat Pendidikan, yang menyelidiki
memberikan
hakikat pelaksanaan pendidikan yang
pendidikan yang mendorong aktualisasi
bersangkut paut dengan tujuan, latar
potensi
belakang, cara, dan hasilnya, serta
menghargai dan menghormati hak,
hakikat
yang
kebebasan dan nilai-nilai kemanusiaan
bersangkut paut dengan analisis kritis
pembelajar. Filsafat pendidikan modern
terhadap
merupakan kriteria dasar kepatutan
ilmu
pendidikan,
struktur
kegunaannya.”12George
dan
R.
Knigt
menyatakan,
Thus a major task of educational
philosophy is to help educator
think meaningfully about the total
educational and life process, so
that they will be in a better position
to develop a consistent and
comprehensive program that will
assist their students in arriving at
desired goal.13
dalam
pendidikan
diri
modern
paradigma
si
proses
pembelajar
konteks
-
yang
pendidikan
yang
berorientasi pada tujuan pembelajar
dengan memaksimalkan diri dalam
wujud
aktualisasi
diri.
Selain
hal
tersebut di atas, filsafat pendidikan
memberikan kerangka dasar bagi proses
pendidikan yang normatif dan bernilai
selanjutnya menjadi alat ukur perilaku
pembelajar di lingkungan masyarakat
dimana ia berinteraksi.
12
Mudyahardjo. Op. Cit., 5.
George R. Knight. Philosophy &
Education an Introduction in Christian
Perspective (Michigan: Andrews University
Press, 1989), 5.
13
Struktur
ancangan
filsafat
pendidikan modern didasarkan pada
konsep filsafat umum yang meliputi
metafisika, epistemology dan axiology.
adalah bagian dari alam. Realitas dapat
Selanjutnya
dijelaskan
konsep
menghasilkan
–
filsafat
dalam
umum
perspektif
dengan
materi dan gerak. Realitas berkaitan
konvensional - aliran teori filsafat
dengan
idealism,
Perenialisme(acuan
realism,
positivism,
skolastisisme,
neo-
pragmatismdan
hukum-hukum
observasi
lingkungan),
berpikir
dari
paham idealism dan neo-skolastisisme.
eksistensialisme.Konsepsi aliran filsafat
Berorientasi
tersebut menjadi acuan dasar kerangka
kekekalan, permanen/tidak berubah dan
filsafat
tetap ideal), progresivisme (dibangun
pendidikan
modern
yang
pada
norma/nilai-nilai
mengawal proses pendidikan hingga
berdasarkan
tujuan.
Progresivisme>Rekonstruksionisme
Kategori
modernyang
filsafat
terbentuk
lain,
acuan
pragmatism.
menghasilkan
Futurisme
danHumanisyang
deschooling,
paham
naturalisme,
Eksistensialisme
pragmatism.
Pengalaman
Humanisme
dari
realisme,
antara
(memiliki
Progresivisme
berpikir
pendidikan
filsafat
menghasilkan
di
lain
pihak
menghasilkan
dan
deschooling.
sebagai acuan dasar untuk mengetahui
Menekankan bagaimana berpikir bukan
realitas akibatnya memandang nilai
apa yang dipikir, berorientasi pada
dalam konteks tidak mutlak. Nilai
kebutuhan
individu memiliki bobot yang sama
Rekonstruksionisme
dengan
bedasarkan
nilai
Esensialisme(acuan
paham
realisme
sosial),
berpikir
dan
dari
idealism.
pembelajar),
(dibangun
pragmatisme
mempengaruhi
yang
progresivisme,
rekonstruksionisme
Mengarahkan pembelajar untuk mampu
futurism.
berpikir rasional, kontekstual dan tidak
belajar (learning out comes) bukan
terikat
proses belajar yang berkelanjutan untuk
pada
masa
lalu.
Orientasi
Menekankan
menghasilkan
pada
pendidikan adalah materi pembelajaran
mewujudkan
bukan
proses),Behaviorisme
bermartabat berdasarkan potensi diri
(berdasarkan ancangan filsafat realism,
yang diaktualisasikan dengan baik).
materialisme
positivism.
“....Sistem-sistem filsafat utama yang
Berorientasi pada hukum alam, manusia
ada menjadi pendukung sistem-sistem
dan
kehidupan
hasil
yang
filsafat
pendidikan.
martabat
manusia
Naturalisme,realisme dan pragmatisme
periodik
berkelanjutan.
untuk progresivisme; idealisme untuk
merupakan
perenialisme; sedangkan realisme dan
individu
idealisme untuk esensialisme.”14Filsafat
berorientasi pada aktualisasi diri yang
pendidikan
memiliki nilai-nilai kemanusiaan bukan
modern
ada,terikatdengan
yang
filsafat
umum
(ontology, axiology dan epistemology).
Kategorikal
filsafat
dalam
proses
secara
menjadi
konteks
Pendidikan
pembelajaran
mandiri
proses
yangdehumanisasi.
yang
pendidikan
Pendidikan
yang
pendidikan
dilakukan secara sistematis menegaskan
tersebut di atas membantu pendidik
bahwa konteks pendidikan merupakan
untuk menetapkan konsep pembelajaran
suatu sistem kendali belajar yang
yang akan disampaikan dalam proses
terpadu, koherensi, komprehensif dan
pendidikan. Filsafat pendidikan modern
bertanggung
terbentuk dalam situasi dan kondisi
memiliki tujuan yang berdasarkan nilai-
pada masanya sehingga tidak dapat
nilai martabat kemanusiaan individu
menjadi teori absolute mandiri tanpa
dalam konteks saling menghargai dan
kaitan dengan yang lain. Aspek sosial,
menghormati. “Pendidikan adalah suatu
politik, ekonomi dan budaya pada
proses
masanya
pendidikan berupa serangkaian kegiatan
mempengaruhi
munculnya
filsafat pendidikan modern.
yang
jawab.Pendidikan
pencapaian
bermula
tujuan,
dari
artinya
kondisi-kondisi
aktual dari individu yang belajar, tertuju
2. Makna Pendidikan
pada
Pada tulisan ini, makna pendidikan
dikaitkan
dengan
suatu
proses
pembelajaran individu secara mandiri
sistematis
yang
mengarah
pada
perubahan perilaku – kognitif, afektif
dan psikomotorik - yang permanen ke
arah
yang
lebih
baik
dan
yang
pencapaian
diharapkan.”15
individu
Artinya,
Bernadib, Op. Cit., 80
kegiatan
pendidikan – sistem kendali belajar berorientasi pada tujuan individu dalam
kerangka
aktualisasi
selanjutnya
danmeningkatkan
diri
mampu
mutu
masyarakat.
menghargai, menghormati nilai-nilai
14
yang
15
Mudyahardjo. Op. Cit., 92.
untuk
bertahan
hidup
di
Pendidikansebagai sistem kendali
belajar
yang
aktualisasi
berorientasi
diri,
Proses
pendidikan
berorientasi
pada
pada perubahan tingkah laku peserta
membutuhkan
didik dalam lingkungan sosial tertentu
kebebasanpeserta didik.
sehingga ia mampu mempertahankan
Kebebasan dalam konteks ini bukan
atau meningkatkan mutu hidup. Proses
diartikan
pendidikan
mutlak
sebagai
tanpa
Sebaliknya,
kebebasan
aturan
yang
batasannya.
kebebasan
konteks
dapat
dilakukan
keluarga,
dalam
masyarakat
atau
dimaknai
pemerintah melalui bimbingan, latihan
sebagai kekuatan individu dalam proses
dan pengajaran di luar sekolah atau di
pendidikan
sekolah.
yang
aktualisasi
mengarah
diri
pada
dalam
Proses
sehingga
memungkinkan adanya aktivitas-diri
bahkan
peserta
kontekstual.
pendidikan
tidak
bukan
sebagai pemenuhan sistem yang ada
lingkungannya.“Tanpa kebebasan yang
didik,
pendidikan
menghasilkan
disorientasi
‘kemandekan’
pendidikan
Pendidikan
berkaitan
terjadi.”16 Artinya, hal yang mendasar
dengan
dalam proses pendidikan adalah aspek
kemandirian
kebebasan
konteks
Pendidikan bukan usaha memenuhi
kemandirian berpikir – adanya persepsi,
keinginan individu maupun kelompok,
interpretasi – sebagai suatu kebutuhan
sebaliknya
yang
sebagai
individu
dinamis
dalam
dan
kemandirian
motivasi,
kesempatan,
dan
edukabilitas.
pendidikan
dilakukan
tanggung
jawab
bertindak yang menjadi bagian dari
untukmencerdaskan
manusia
aktivitas diri. Aktivitas diri berorientasi
melalui evaluasi efektivitaspendidikan
pada aktualisasi diri yang memiliki nilai
yang dilakukan.
kehidupan. Nilai yang muncul setelah
Secara
umum,
lain
pendidikan
proses evaluasi efektivitas aktualisasi
dimaknai sebagai olah pengalaman
diri. Nilai yang ada bukan hasil dari
yang berlangsung secara kontinuitas
pemberian orang lain, tetapi merupakan
dalam suatu lingkungan dan dilakukan
hasil dari tindakan aktualisasi diri
sepanjang
dalam masyarakat.
memperhatikan
hidup
dengan
masa
pendidikan,
lingkungan pendidikan, bentuk kegiatan
16
Sudarminta. Op. Cit., 106.
serta tujuan pendidikan yang terkait
dengan perilaku, sikap dan kinerja –
Pemahaman dan praktek secara teologis
efektivitas
-
normative hendaknya dalam ancangan
pelaksanaannya. Dapat dipahami bahwa
teologi kontekstual yang bersentuhan
tujuan pendidikan merupakan bagian
dengan pemenuhan kebutuhan kekinian.
dan
efisiensi
dari tujuan hidup.
Pola
Secara khusus, pendidikan adalah
pendidikan
Kristen
merupakan pendidikan yang melewati
upaya sadar secara sistematis dan
prosedur
berkelanjutan
perilaku individu secara sistematis,
untuk
menghasilkan
sadar
untuk
mengubah
suatu perubahan pola pikir ke arah yang
terkendali
lebih
berkelanjutan atau kontinuitas yang
baik,
menghargai
bukan
menghormati
nilai-nilai
dan
kemanusiaan
sebaliknya
dan
memiliki
pola
disesuaikan dengan kebutuhan.
melakukan
Selanjutnya, pendidikan Kristen
dehumanisasi dalam proses pendidikan.
dapat diidentifikasikan sebagai sistem
Perubahan pola pikir yang memberikan
kendali belajar yang bekelanjutan yang
kebebasan dan kemerdekaan pribadi
menggunakan sumber kebenaran dalam
yang diwujudkan dalam aktualisasi diri
dan
di lingkungannya.
diterima dan dipercaya sebagai Firman
luar
Allah
3. Pendidikan Kristen
pendidikan
yang
meliputi
seluruh eksistensi dan esensi manusia
berdasarkan
kebenaran-kebenaran
Alkitab (penyataan khusus Allah) dan
kebenaran di luar Alkitab (penyataan
umum
Allah).
Konsep
Kristendikonstruksi
yang
mewujudkan
yang
kebaikan
tertinggi (summum bonum) bagi setiap
Pendidikan Kristen secara umum
adalah
Alkitab.Kebenaran
pendidikan
dalam
bingkai
pemahaman dan praktek secara teologis
normative sehingga terjadi internalisasi
nilai yang dapat merubah perilaku
pembelajar ke arah yang lebih baik.
individu, umat Allah.
Pendidikan
Kristen
memiliki
landasan berpikir dari Alkitab yang
dipercaya sebagai Firman Allah, yang
tidak
dapat
asas/prinsip
digantikan
lain
untuk
dengan
menjadi
landasan kerangka berpikir pendidikan
Kristen. Alkitab, hakekatnya adalah
firman Allah menjadi sumber penentu
akhir
karena
memiliki
perspektif
metafisik, epistemologis dan aksiologis.
“Christian education is the deliberate,
systematic, and sustained divine and
harmonis,
human effort to share or appropriate the
menghormati.
knowledge,
value,
sensitivities,
and
attitudes,
saling
menghargai
dan
skills,
Nilai-nilai Alkitab – yang diterima
that
dan dipercaya sebagai Firman Allah –
behaviors
comprise or are consistent with the
menjadi
ancangan
baku
yang
mendominasi segala macam nilai yang
Christian faith.”17Pendidikan Kristen
ada dan yang berlaku. Pendidikan
adalah
usaha
Kristen menempatkan Alkitab sebagai
yang
standar ukur teologis normatif dan
dilakukan manusia dan diteguhkan
filosofis pragmatis yang dalam diri
Tuhan
Alkitab memiliki dimensi Illahi dan
suatu
sadar/disengaja,sistematik
untuk
membagikan/mentransformasikan
pengetahuan,
nilai-nilai,
manusiawi.Pada
perspektif
lain,
sikap,
pendidikan Kristen lebih cenderung
ketrampilan, kepekaan dan tingkah laku
menempatkan dirinya dalam teologi
yang sesuai dengan iman Kristen.
praktis
Tujuan pendidikan Kristen adalah
berdasarkan
terhadap
Allah
pemahaman
yang
bertindak.
perubahan dan pembaruan perilaku –
Pemahaman teologis dibangun awalnya
berdasarkan Firman Allah - yang terjadi
bukan
dalam diri dan kehidupan pembelajar
terhadap yang tak terbatas, sebaliknya
sehingga ia mampu memaknai hidup
didasarkan pada pemaknaan Allah yang
dan
bertindak atau berkarya dalam dimensi
bertahan
dalam
dinamisasi
berdasarkan
persepsi
rasio
kehidupan masyarakat dimana ia hidup.
historis
Realisasi diri – yang bergerak dari
bertindak kemudian dipahami dalam
potensialitas kepada aktulitas -sebagai
narasi historis melalui bahasa baku
wujud karya Illahi memampukan setiap
lisan
individu untuk mengembangkan relasi
kitab).Selain itu pendidikan Kristen
yang
menerima
baik
sehingga
17
dengan
tercipta
individu
kehidupan
lain
yang
Robert W. Pazmino. Foundation Issues
in Christian Education An Introduction in
Evangelical Perspective (Grand Rapid,
Michigan: Baker Book House, 1988), 81.
yang
dan
tertulis
ini.
Allah
(dalam
bentuk
dasar-dasar
kependidikan
dibangun
terbatas
sehingga
cenderung
ilmu
pola
pada
yang
teologis
filosofis. Artinya, pendidikan Kristen
memiliki
ancangan
dasar
teologis
(berkaitan dengan iman sebagai dasar
community.”18Pendidikan
rohani atau spiritual) dan filosofis
berusaha
(berkaitan dengan proses penalaran,
pengetahuan berdasarkan pengetahuan
pemahaman dan penjelasan dengan
terhadap
menggunakan metodologi yang benar
pengetahuan dari perspektif komunitas
sebagai
Kristen
upaya
untuk
mendapatkan
bukti).
untuk
Allah,
yang
Kristen
membagikan
firman-Nya
berorientasi
dan
pada
summum bonum.
Pendidikan
Kristen
berorientasi
Proses
pada keselamatan kekal dalam konteks
pendidikan
dulu, sekarang dan yang akan datang
ancangan mengetahui, bertindak dan
dengan pola hidup berbagi, bukan
menjadi, yang merupakan aspek dasar
hanya hidup bagi diri sendiri tetapi juga
pendidikan konstruktifdengan peserta
bagi orang lain dan bagi sekalian alam
didik
(harmonisasi ekosistem). Pemaknaan
pembelajaran.Ancangan tersebut di atas
pendidikan Kristen yang umum adalah
menempatkan
pendidikan yang mewujudkan kondisi
konteks perubahan ke arah aktualisasi
shalom
diri
(damai
kebahagiaan)
sejahtera
sebagai
atau
harmonisasi
pembelajaran
Kristen
dalam
menggunakan
sebagai
fokus
peserta
didik
yang
dalam
membawa
shalom/kebahagiaan
atau
damai
aktualisasi diri dan survival yang
sejahtera. Perubahan yang mengacu
mengalami perubahan atas karya Allah
pada realisasi diri secara bertahap
melalui firman-Nyasebagai hasil dari
sehingga
proses internalisasi nilai-nilai kebaikan
holistikhadir membawa damai Illahi.
tertinggi/summum bonumdan Allah
Aktualisasi diri sebagai wujud dari
dimuliakan
finalitas
realisasi diri yang memiliki tanggung
kehidupan.“Christian educators seek to
jawab kepada Tuhan, diri sendiri –
share a knowledge of God, a knowledge
sesama dan ciptaan lain (alam semesta).
of God’s Word, and a knowledge of
Arahan
reality as viewed from the perspective
memiliki dimensi nilai teologis dan
of
praktis dalam kehidupan.
sebagai
the
suatu
Christian
manusia
tanggung
18
Ibid, 151.
kristen
jawab
secara
tersebut
Pendidikan Kristen sebagai sistem
berdasarkan
ancangan
konseptual-
kendali belajar yang diusahakan secara
reflektif kritis, universal, sistematika,
sadar berorientasi pada diri sendiri,
komprehensif,
orang lain dan alam/lingkungan untuk
konsisten dan kejelasan/clarity.“Bahwa
mewujudkan kebahagiaan atau shalom
pada
yang berasal dari kebaikan tertinggi,
aktivitas rasional yang memusatkan
dalam
perhatian
kerangka
pengetahuan
(the
transformasi
production
and
distribution of knowledge), pengalaman
(experience),
kecakapan
(competence)dan
ketrampilan
(skill)
yang berbasis Alkitabiah. Implikasi
praktis
dari sistem kendali belajar
dalam pendidikan Kristen adalah cara
pandang
terhadap
Allah
dan
diri
sendiri/ciptaan-Nya yang terbuka dalam
membangun peta pemikiran melalui
runtut/koherensi-
dasarnya
filsafat
pada
merupakan
argumentasi
dan
19
evaluasi data secara kritis.” Suwardi
berpendapat bahwasannya,
“Filsafat adalah proses dan hasil
daya upaya manusia dengan akal
budinya untuk memahami atau
mendalami secara radikal dan
integral serta sistematis hakikat
dari yang ada yaitu: misalnya
hakikat Tuhan, hakikat alam
semesta, dan hakikat manusia,
serta sikap manusia sebagai
konsekuensi
dari
paham
20
tersebut.”
kerjasama ilmu pengetahuan (antara
Obyek pemikiran filsafat berasal
lain sosiologi, psykologi, ekonomi,
dari segala sesuatu yang ada di alam
politik, antropologi, filsafat).
semesta
ini
dan
terbuka
untuk
dipertanyakan terus menerus. Ancangan
4.
Rancang
Bangun
Filsafat
Pendidikan Kristen yang Bercirikan
Injili-Pentakosta: Sebuah Kajian
Aksiologi Pentakostalisme
Secara
filsafatmerupakan
umum,
aktivitas
berpikir
yang dilakukan manusia dalam konteks
filsafat adalah asumsi dan perspektif
subyektivitas individu sehingga filsafat
yang muncul adalah konsep filsafat
yang tidak netral (tidak mungkin tanpa
tendensi
tertentu,
subyektivitas).
Filsafat
bebas
dari
merupakan
ia hidup yang dikaitkan dengan nilai
19
dan keyakinan sebagai pergumulan atau
pengalaman
umum
manusia
Norman L. Geisler & Paul D. Feinberg.
Filsafat dari Perspektif Kristiani (Malang:
Gandum Mas, 2002), 11.
20
Suwardi Endraswara. Filsafat Ilmu
(Yogyakarta: CAPS, 2012), 5.
pengetahuan
sistematisasi,
yang
berdasarkan
metodologis
tersebut
memiliki
kecenderungan
dan
ancangan pendidikan yaitu menitik-
koherensi-komprehensif tentang seluruh
beratkan pada pendidik atau peserta
kenyataan (yang nampak & yang tak
didik, subyek pendidikan atau obyek
nampak).
“Filsafat
harus
pendidikan, teori (kekuatan rasio dan
mencari
jawaban-jawaban,
tetapi
akademis)
memang
atau
praktek
penelitian
jawaban-jawaban tidak pernah abadi.
(eksperimental
Kerena itu filsafat tak pernah selesai
modern),kondisional tingkah laku untuk
dan tak pernah sampai pada akhir
keseimbangan atau pembiaran konflik
masalah.”21Artinya,
karena tidak ada pengendalian, peserta
sebuah
filsafat
dan
selalu menjadikan obyeknya (masalah-
didik
masalah
berkaitan
masalah sosial atau manusia/individu
terbuka
yangmembutuhkan Allah, masyarakat
terhadap rasio kritis subyektif dan
yang ideal dan adil atau menerima
filsafat tetap menggunakan metodenya
realitas
sendiri untuk memberikan jawaban
pada eksistensi diri atau mengakui
masalah manusia tetapi bukan menjadi
otoritas
finalitas jawaban karena filsafat selalu
ancangan filsafat pendidikan Kristen
secara konstant menanyakan jawaban-
tersebut di atas adalah segala aspek
jawaban yang ada. Hal itu menegaskan
pendidikan - pendidik, peserta didik,
bahwa selalu ada konsepsi-konsepsi
tujuan, lingkungan, isi (kurikulum dan
baru
metodologi, fungsi) - diarahkan pada
dengan
perennial/abadi
hidup
sebagai
manusia)
solusi
kontekstual
yang
menyelesaikan
pribadi yang berdosa, focus
pendidik.
kepentingan
terhadap ‘perennial problem’.
mampu
sesaat
Implikasi
yang
dari
dipercaya
Secara umum, filsafat pendidikan
sebagai solusi terbaik dan final pada
Kristen mengadopsi filsafat pendidikan
masanya. Mereka melupakan bahwa
modern
lain
segala hal yang terikat dengan waktu
perennialisme,
essensialisme,
tidak akan dapat memberikan jawaban
behaviorisme,
progresivisme,
yang
yang
ada
eksistensialisme).Filsafat
(antara
pendidikan
tunggal
pendidikan
absolute.
yang
Sebaliknya
dibangun
harus
memberikan jawaban kebutuhan pada
21
Franz Magnis-Suseno. Filsafat sebagai
Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 20.
masanya (kontekstualisasi jawaban) dan
Roma 1:4)dan berorientasi pada karya
dalam kerangka kontinuitas.
Roh
Kudus(“...Perbuatan-perbuatan
bangun
besar yang dilakukan Allah.” Kisah
yang
2:11. “Ada rupa-rupa karunia, tetapi
disampaikan memiliki skema pemikiran
satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan,
dan kepercayaan berdasarkan pada
tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-
determinasi
bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah
Selanjutnya,
filsafat
rancang
pendidikan
Kristen
filosofis
utama
yang
meliputi metafisika (ontologis, teologis,
adalah
antropologis
semuanya dalam semua orang” I Kor
epistemologis
dan
dan
kosmologis),
aksiologis
yang
terikat pada ancangan Injili-Pentakosta.
satu
12:4-6.
yang
“Tetapi
mengerjakan
semuanya
itu
dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang
Injili-
sama, yang memberikan karunia kepada
Yesus
tiap-tiap orang secara khusus, seperti
Kristus Tuhan yang menjadi dasar
yang dikehendaki-Nya” I Kor 12:11).
kepercayaan ortodoksi Kristen historis
Ancangan
(“Ia akan melahirkan anak laki-laki dan
konsep
engkau akan menamakan Dia Yesus,
kerangka sistem pendidikan Kristen,
karena
khususnya kerangka sistem filsafat
Ancangan
Pentakostaberorientasi
Dialah
pada
yang
akan
menyelamatkan umat-Nya dari dosa
mereka” Mat 1:21. “Pada mulanya
Injili-Pentakosta
dasar
untuk
Rekonstruksi
pendidikan
sama dengan Allah dan Firman itu
Pentakosta
adalah Allah” Yoh 1:1. “Firman itu
asumsi/anggapan
telah
menegaskan
manusia....”
Yoh
memahami
pendidikan Kristen.
adalah Firman: Firman itu bersama-
menjadi
sebagai
pemikiran
Kristen
yang
dibatasi
pada
iman
yang
tidak
1:14.“...Bahwa Allah telah membuat
mengarah
Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi
sebaliknya
Tuhan dan Kristus” Kisah 2:36. “...Dan
penjelasan
menurut Roh kekudusan dinyatakan
Batasan teks Alkitab ada pada Ulangan
oleh kebangkitanNya dari antara orang
29:29 “Hal-hal yang tersembunyi ialah
mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang
bagi Tuhan, Allah kita, tetapi hal-hal
berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita”
yang dinyatakan ialah bagi kita ....” Hal
iman
suatu
Injilioleh
dasar
bahwa
filsafat
pembuktian,
terikat
berdasarkan
dengan
sumbernya.
itu berarti bahwa segala hal yang
itu pencipta bukan diciptakan, Allah itu
tersembunyi atau misteri biarlah tetapi
memelihara bukan dipelihara, Allah itu
misteri milik Allah, namun segala hal
kudus bukan dikuduskan. Presuposisi
yang dinyatakan adalah bagi kita untuk
tersebut menegaskan dan meneguhkan
kita pahami dengan baik.
bahwasannya Allah adalah pribadi yang
Rekonstruksi
peta
pemikiran
aktif dan bertanggung jawab kepada
filsafat pendidikan Kristen berdasarkan
diri-Nya sendiri bukan kepada yang lain
pembagian
filsafat
di luar diri Allah.“Pada mulanya Allah
umumnya yang meliputi metafisika,
menciptakan langit dan bumi” (Kej
epistemologi dan aksiologi sebagai
1:1); “Akulah Tuhan dan tidak ada yang
berikut;
lain; kecuali Aku tidak ada Allah” (Yes
kategorikal
45:5); “Allah itu Roh dan barangsiapa
1. Metafisika (kata Yunanimeta ta
physica:sesudah fisika atau melampaui
yang fisis).
Metafisika
tentang
merupakan
realitas
ada
studi
secara
keseluruhan/ultimate nature. Metafisika
dikaitkan
dengan
ontologi
(studi
tentang hakekat Ada/realitas/the being
bukan hakekat tentang Ada). ontologi
memiliki
dua
aliran
yaitu
monism/materialism: realitas yang ada
adalah tunggal dan dualism: realitas
alam semesta memiliki dua sumber).
Filsafat pendidikan Kristen memahami
tentang ‘realitas ada’ (kelihatan dan
tidak
kelihatan)
berdasarkan
pada
realitas Allah pencipta dan sumber
moral yang dipercaya sebagai pribadi
yang ‘ada’ bukan ‘menjadi ada’. Allah
menyembah Dia, harus menyembahNya
dalam roh dan kebenaran” (Yoh 4:24);
“Dengan
penuh
keyakinan,
bahwa
Allah berkuasa untuk melaksanakan apa
yang telah Ia janjikan” (Roma 4:21);
“Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana
ada
Roh
Allah,
di
situ
ada
kemerdekaan” (I Kor 3:17).
Filsafat
pendidikan
Kristen
meneguhkan bahwa dasar kerangka
berpikir dibangun melalui pemahaman
terhadap Allah yang berpribadi yang
dinyatakan
dalam
karya-Nya
menciptakan alam semesta atau dunia
ini dan isinya. Allah yang ada bukan
diadakan, yang hadir bukan dihadirkan,
yang
Paham
berkarya
bukan
dikaryakan.
tentang
Allah
menegaskan
bahwa ada realitas mutlak yang tak
kelihatan yang kepada-Nya segala yang
Peta pemikiran filsafat pendidikan
ada terikat harmonis dan serasi dengan-
Kristen didasarkan pada suatu kepastian
Nya.
berpikir yang berawal dari perspektif
Allah adalah Roh menegaskan
Allah yang berpribadi dan berkarya.
bahwa diri-Nya tidak terikat oleh
Bukan berawal dari asumsi-asumsi
hukum-hukum
ciptaan-Nya.
yang dihasilkan dari pikiran manusia
Alam semesta sebagai ciptaan akan
yang sejatinya adalah suatu asumsi
selalu terikat dan tergantung pada Allah
untuk manusia mulai berpikir. Filsafat
pencipta. Alam semesta dengan hukum-
pendidikan Kristen menjelaskan bahwa
hukum di dalamnya menegaskan bahwa
realitas
ia tidak memiliki aturan hukum yang
berpribadi,Pencipta yang berdaulat dan
berasal dari dirinya sendiri, sebaliknya
sumber moral. Pengingkaran terhadap
alam semesta menerima aturan hukum
adanya realitas ada yang absolute
alam semesta dari penciptanya yaitu
(Allah pencipta) menghasilkan system
Allah.
penalaran yang tidak sehat yang hanya
dunia
Allah
pencipta
bertanggung
ada
itu
Allah
jawab atas ciptaan-Nya dalam kerangka
menekankan
karya pemeliharaan-Nya.
Nampak, yang terbatas oleh hukum-
Allah yang berkarya kemudian
berinkarnasi menjadi manusia yaitu
Yesus
Kristus
Tuhan
sebagai
pada
realitas
yang
hukum ciptaan yang terbatas pula.
Peta pemikiran filsafat pendidikan
Kristen
berdasarkan
pada
peneguhan bahwa Allah hadir tidak
ancangankosmologi
terkondisi
oleh
semesta, studi tentang dunia) yaitu
sesuatu di luar diri-Nya. Allah berdaulat
realitas ada yang diadakan atau yang
dalam segala hal untuk menyatakan
disebabkan oleh penyebab yang tidak
kemuliaan-Nya. Allah menjadi manusia
disebabkan yaitu Allah. “Pada mulanya
bukan untuk memberikan bukti pada
Allah menciptakan langit dan bumi.
ciptaan-Nya,
sebaliknya
Allah
Bumi belum berbentuk dan kosong;
menegaskan
identitas-Nya
sebagai
gelap gulita menutupi samudera raya,
Pribadi yang berdaulat yang tidak
dan Roh Allah melayang-layang di atas
bertindak berdasarkan nasihat ciptaan-
permukaan air” (Kej 1:1-2). “Ia adalah
Nya.
cahaya kemuliaan Allah dan gambar
dan
dikondisikan
(hakikat
alam
wujud Allah dan menopang segala yang
yang berkaitan dengan adanya alam
ada dengan firman-Nya yang penuh
semesta
kekuasaan” (Ibr 1:3). Bruce Milne
semesta
menjelaskan,
mengatur
Keberadaan dunia memerlukan
oknum
tertinggi
yang
menyebabkan keberadaannya itu.
perhatian ditujukan pada fakta
kausalitas yang berarti setiap
kejadian ada sebabnya, yang pada
gilirannya juga mempunyai sebab,
dan seterusnya sampai pada sebab
pertama, yaitu Allah.22
menegaskan
memiliki
filsafat
pendidikan
Kristen terhadap kosmos atau alam
semesta meneguhkan bahwa kosmos
atau alam semesta adalah ciptaan Allah
yang tidak disebabkan. Alam semesta
dengan
segala
keterbatasannya
diciptakan oleh Allah yang tak terbatas,
Allah yang tidak disebabkan bahkan
Allah
yang
ciptaan-Nya
tidak
terkondisi
oleh
dan
Allahlah
yang
memberikan pemeliharaannya melalui
Yesus Kristus Tuhan kepada seluruh
ciptaan-Nya.
bahwa
Hal
itu
kosmologi
menjelaskan
Alkitabiah
didasarkan pada Allah.
Tatanan alam semesta tidak begitu
saja terjadi atau kejadiannya tidak
terkendali namun sebaliknya semua
alam
tatanan
keberadaannya
yang
sebagai
ciptaan. Tatanan alam semesta yang
berasal
dari
Allah
pencipta,
menjelaskan bahwa segala hal yang ada
di luar Allah pencipta tetap terikat
dengan-Nya. Hal itu berarti alam
semesta beserta tatanannya ada dalam
kendali
Perspektif
bahwa
dan
pemeliharaan
Allah
pencipta bukan bersifat otonom atau
ada dengan sendirinya tanpa suatu
intervensi dari yang menciptakan.
Acuan
kosmologi
meneguhkan
bahwa alam semesta dan system yang
ada dalamnya membentuk suatu peta
pemikiran yang historis –kultural dan
kontekstual
yang
memiliki
relasi
ekonomi, sosial, politik, budaya dan
spiritual
yang
harmonisasi
berorientasi
hidup
ciptaan
pada
dengan
Pencipta-nya. Allah pencipta bukan
bagian dari alam semesta ciptaan, Allah
adalah
pribadi
yang
mandiri
dan
absolute. Allah menyatakan kemuliaanNya melalui karya ciptaan-Nya, salah
satunya adalah alam semesta. “Langit
menceritakan kemuliaan Allah, dan
cakrawala
memberitakan
pekerjaan
22
Bruce Milne. Mengenal Kebenaran
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 79.
tangan-Nya”
(Mzm
19:2).
“PunyaMulah siang, punyaMulah juga
Filsafat
pendidikan
Kristen
malam. Engkaulah yang menaruh benda
mengacu pada ancangan teologi yang
penerang dan matahari. Engkaulah yang
bersumber pada Alkitab (Perjanjian
menetapkan segala batas bumi, musim
Lama
kemarau dan musim hujan Engkaulah
hakekatnya
yang membuatnya” (Mzr 74:16-17).
Presuposisi Allah adalah Allah adalah
Allahlah yang menciptakan segala yang
Roh,
ada atau eksis termasuk alam semesta
Mahakuasa (omnipotent), Mahahadir
ini.
(omnipresent),
Allah
menciptakan
dengan
dan
Perjanjian
adalah
bukan
Kristus
tindakan.
“Karena iman kita mengerti, bahwa
alam semesta telah dijadikan oleh
yang
Allah.
Mahakudus,
berdaulat
danmenyatakan
spekulasi
firman
berpribadi,
ancangan berfirman atau menyatakan
dengan
Baru)
diri
Tuhan
dalam
yang
Yesus
memberikan
anugerah keselamatan.
Ancangan
teologi
firman Allah, sehingga apa yang kita
menjelaskan
telah terjadi dari apa yang tidak dapat
Perjanjian
kita lihat” (Ibr 11:3); “Oleh firman
kontekstualisasi
TUHAN langit telah dijadikan....” (Mzr
Allah yang tak terhampiri. Sedangkan
33:6);
memuji
dalam Perjanjian Baru, Allah dipahami
nama TUHAN, sebab Dia memberi
dalam kontekstualisasi imanensi yaitu
perintah,
Allah yang hadir bersama umat-Nya.
“Baiklah
semuanya
maka semuanya
tercipta”
Lama
Allah
dipahami
transendensi
dalam
melalui
yaitu
Allah dipahami sebagai Allah pencipta,
(Mzr 148:5).
Ancangan
bahwa
Alkitabiah
kosmologi
yang
pemelihara
dan
penebus.
Allah
menjelaskan tentang hakikat atau asal-
memiliki kualitas yang berbeda dengan
usul alam semesta dan system tatanan
ciptaan-Nya. “Firman Allah kepada
dalamnya terikat dengan keberadaan
Musa: “AKU ADALAH AKU.” Lagi
Allah pencipta. Allah yang menyatakan
firman-Nya:
diri dalam Yesus Kristus Tuhan adalah
kepada orang Israel itu: AKULAH
Allah yang berkarya dan melalui karya-
AKU telah mengutus aku kepadamu.
Nya, Allah menyatakan kemuliaan-Nya
Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada
dalam dimensi terbatas yaitu dimensi
Musa: “Beginilah kaukatakan kepada
ciptaan.
orang Israel: TUHAN, Allah nenek
“Beginilah
kaukatakan
moyangmu, Allah Abraham, Allah
Ialah sebagai kepenuhan kemuliaan
Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus
Allah dalam dimensi historis yang
aku kepadamu: itulah namaKu untuk
pernah ada. Dimensi historis yang
selama-lamanya dan itulah sebutanKu
meneguhkan kerygmatis Yesus Kristus,
turun temurun” (Kel 3:14-15); “Allah
Allah berinkarnasi hadir dan menyapa
itu Roh dan barangsiapa menyembah
manusia dengan kasih-Nya. Allah yang
Dia, harus menyembah-Nya dalam roh
murka atas dosa manusia dan Allah
dan
yang penuh kasih menganugerahkan
kebenaran”
tersebut
(Yoh
menjelaskan
4:24).
bahwa
Hal
Allah
keselamatan pada manusia umat-Nya.
Pola pemikiran filsafat pendidikan
adalah Allah yang berpribadi dengan
identifikasi yang jelas dan pasti. Allah
Kristen
bukanlah impersonal yang memberikan
antropologi yang menjelaskan tentang
konsep spekulasi modifikasi kepada
manusia
manusia sehingga manusia menganggap
berdasarkan Alkitab. Sejatinya konsep
dirinya mampu membuat Allah dan
antropologi
mengondisikan-Nya. Allah memiliki
bahwa manusia ada pada posisi lawan
hukum dan anugerahyang dikerjakan
Allah,
menurut kehendak dan kerelaan-Nya
manusia telah memberontak terhadap
saja bukan berdasarkan nasihat dari luar
Allah. Manusia dalam natur dosa, tidak
diri-Nya.
memberikan
mampu lagi memahami perkara-perkara
karunia kepada umat-Nya berdasarkan
yang dari Allah. Kecenderungan hari
kerelaan
bukan
manusia
situasi
melawan Allah dan sejatinya ia harus
Allah
berdasarkan
yang
kehendak-Nya
kondisi
dan
berdasarkan
esensi
yang
berikan berkaitan dengan pernyataan
dinyatakan
kemuliaan-Nya.
diselamatkan
Kristen
dibangun
perspektif
individu
berdasarkan
tentang
Allah
dengan
kejahatan.
Namun
kepada
Manusia
anugerah
Allah
manusia
yang
berdasarkan
Allah.
kecenderungan
menyatakan
dibahasakan
pada
dihukum.
kerelaan
eksistensinya
Alkitabiah
manusia/umat-Nya. Karunia yang Allah
Peta pemikiran filsafat pendidikan
dan
ancangan
kehendak
“...Bahwa
segala
hatinya
selalu
membuahkan kejahatan semata-mata”
Alkitab yang berpribadi dan menjadi
(Kej
6:5);
“Sebab
mereka
manusia dalam Yesus Kristus Tuhan.
menggantikan kebenaran Allah dengan
dusta dan memuja dan menyembah
yang ada di dunia ini. “Lalu Ia berkata:
makhluk
melupakan
“Sebab itu telah Kukatakan kepadamu:
Penciptanya yang harus dipuji selama-
Tidak ada seorangpun dapat dating
lamanya, amin” (Roma 1:25); “Seperti
kepadaKu,
ada tertulis: “Tidak ada yang benar,
mengaruniakannya kepadanya” (Yoh
seorangpun
ada
6:65); “Bukan kamu yang memilih
seorangpun yang berakal budi, tidak
Aku, tetapi Akulah yang memilih
ada seorangpun yang mencari Allah”
kamu. Dan Aku telah menetapkan
(Roma 3:10-11); “Karena semua orang
kamu,
telah berbuat dosa dan telah kehilangan
menghasilkan buah dan buahmu itu
kemuliaan
kasih
tetap...” (Yoh 15:16); “Sebab karena
karunia telah dibenarkan dengan Cuma-
kasih karunia kamu diselamatkan oleh
Cuma karena penebusan dalam Kristus
iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi
Yesus” (Roma 3:23-24).
pemberian
dengan
tidak.
Allah,
Tidak
dan
oleh
Peta berpikir filsafat pendidikan
Kristen dengan ancangan antropologi
menegaskan bahwa manusia ada dalam
dimensi
terbatas
yang
supaya
Bapa
kamu
Allah,
tidak
pergi
itu
bukan
dan
hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang
memegahkan diri” (Ef 2:8).
Pada
karya
keselamatan
yang
dan
Allah kerjakan menegaskan bahwa
eksistensinya telah dirusak oleh dosa.
Allahlah yang memiliki inisiatif dan
Manusia dalam posisi mati rohaninya
intervensi
sehingga ia tidak mampu memahami
berdosa, yang tidak mampu memahami
kehendak Allah. Manusia berdosa sahih
perkara-perkara Illahi. Anugerah Allah
jika ia mendapatkan hukuman. Manusia
kepada
umat-Nya
menggantikan kebenaran Allah dengan
tanggung
jawab
kebenaran diri sendiri. Di sisi lain,
untuk hidup memuliakan Allah. Hidup
anugerah
yang ada dalam pemeliharaan Allah.
Allah
esensi
kalau
memberikan
pengharapan kehidupan kekal bersama
terhadap
Konsep
Allah. Karya Illahi yang mengampuni,
menghasilkan
membenarkan
penghargaan
dan
menguduskan
manusia
memberikan
kepada
antropologi
umat-Nya
Alkitabiah
penghormatan
terhadap
yang
karya
dan
Allah
manusia berdosa menjadi anugerah
sekaligus meneguhkan bahwa sejatinya
yang tidak dapat dinilai dengan materi
keselamatan
umat-Nya
hanya
oleh
anugerah Allah, bukan hasil usaha diri
memahami
bagaimana
sendiri. Manusia memiliki pemahaman
pengetahuan
itu
tentang Allah yang mengasihi tanpa
pengetahuan itu tidak bersifat mutlak
melihat keadaan kita yang telah berdosa
karena tetap ada dalam kerangka proses
dan tak layak untuk mendapatkan
dan memiliki metodologi penelitian
sesuatu dari Allah. Namun faktanya
yang berbeda satu terhadap yang lain.
Allah memberikan keselamatan kekal.
Di
akhir
hidup
kita,
kita
akan
Ancangan
pendidikan
proses
ada
sehingga
pemikiran
Kristen
filsafat
berdasarkan
mempertanggung jawabkan semuanya
epistemology didasarkan pada “Takut
kepada Allah. “Demikianlah setiap
akan
orang di antara kita akan memberi
pengetahuan” (Amsal 1:7); “Permulaan
pertanggungan jawab tentang dirinya
hikmat adalah takut akan TUHAH,
sendiri kepada Allah” (Roma 14:12).
semua
Artinya keselamatan manusia adalah
berakal budi yang baik. Puji-pujian
eksklusif individual bukan kondisional
kepadaNya tetap untuk selamanya”
komunitas sehingga ketetapan Allahlah
(Mzr 111:10). Hal itu berarti perspektif
yang berlaku dengan
mengabaikan
Kristen tentang pengetahuan dikaitkan
keberadaan kita yang sejatinya layak
dengan Allah yang menjadi sumber
dihukum.
segala pengetahuan. Pengetahuan yang
Tuhan
adalah
orang
yang
permulaan
melakukannya
dimiliki manusia tidak berasal dari
Epistemologi
dirinya sendiri, melainkan dari Allah.
Epistemologi
menjelaskan
secara
tentang
etimologis
teori
ilmu
pengetahuan atau bagaimana ilmu itu
ada.
Berasal
dari
bahasa Yunani,
episteme (pengetahuan/knowledge) dan
logos
(ilmu/teori).
epistemologi
ialah
Obyek
materi
pengetahuan,
sedangkan obyek formal epistemologi
ialah hakikat pengetahuan. Determinasi
epistemologi berkaitan dengan subyek
Penguasaan
ilmu
pengetahuan
menjadi egosentris tatkala seseorang
tidak
paham
tentang
proses
pengetahuan yang diperolehnya. Awal
penguasaan
pengetahuan
yang
selanjutnya disebut memperoleh hikmat
adalah takut akan TUHAN. Presuposisi
takut akan TUHAN menegaskan bahwa
sejatinya manusia tidak dapat memiliki
pengetahuan
apapun
sebelum
ia
memiliki
pengetahuan
takut
akan
TUHAN.
penyebab utama) dan nilai itu disebut
dengan
Filsafat pendidikan Kristen dengan
ancangan
epistemology
menegaskan
istilah
(kebaikan
benar
bebas tetapi ia terikat dengan sumber
(keindahan).
pengetahuan
yaitu
Allah.
tertinggi).
bonumb
Aksiologi
memiliki cabang etika (baik atau buruk,
bahwa pengetahuan bukan sesuatu yang
segala
summum
atau
salah)
dan
estetika
Aksiologi yang dimaksud dalam
Pengetahuan yang tidak terikat dengan
perspektif
Allah akan sia-sia tak dapat digunakan
menjelaskan tentang baik atau buruk
untuk memuliakan Allah.
suatu tindakan atau perilaku pada waktu
Pengetahuan
ini
adalah
etika
yang
dikenal
melalui
tertentu. Obyek formal etika adalah
pikiran
manusia
kebaikan dan keburukan, bermoral atau
terikat dengan sang Mutlak yaitu Allah.
tak bermoral. Obyek material etika
Pengetahuan yang tidak berorientasi
adalah
pada Allah berarti pengetahuan yang
laku/perilaku.
pikiran
manusia,
tidak melalui pikiran manusia. Apakah
tindakan
Ancangan
manusia,
pemikiran
filsafat
ada pengetahuan yang tidak melalui
pendidikan
pikiran manusia? Jawabannya pasti
aksiologi adalah “Jadi siapa yang ada di
tidak ada, oleh sebab itu pengetahuan
dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru:
pasti terikat dengan Allah yang menjadi
yang lama sudah berlalu, sesungguhnya
sumber
pengetahuan
yang baru sudah datang” (II kor 5:17);
pikiran
manusia
dan
melalui
pengetahuan
itu
Kristen
tingkah
berdasarkan
“...Barangsiapa tinggal di dalam Aku
dan Aku di dalam dia, ia berbuah
diperoleh.
banyak, sebab di luar Aku kamu tidak
Aksiologi
dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5).
Aksiologi adalah cabang filsafat
yang mempelajari tentang masalah
nilai. Aksiologi berasal dari bahasa
Yunani axio: nilai dan logos: ilmu atau
teori. Nilai tertingi adalah nilai yang
berasal
dari
Tuhan
(causa
prima:
Aksiologi filosofis tentang yang baik
atau tidak baik/buruk dikaitkan dengan
keadaan individu dalam Yesus Kristus
Tuhan. Summum bonum (kebaikan
tertinggi) akan dicapai manusia, tatkala
ia ada dalam Kristus. Asumsinya adalah
dalam
Kristus
filosofis
yang
melalui
perubahan ke arah kebaikan tertinggi
relasi itu Yesus Kristus memberikan
dan berpikir teologis Injili-Pentakosta
nilai-nilai kehidupan yang dikehendaki-
yang berorientasi pada Yesus Kristus
Nya. Sebaliknya individu yang berada
Tuhan dan karya Roh Kudus dalam diri
di luar Kristus, mereka adalah individu-
umat Tuhan.
mereka
memiliki
yang
ada
keterikatan
yang
terbuka
Ancangan
individu yang tidak dapat berbuat apa-
terhadap
teologis
Injili-
memberikan
skema
ada
Pentakosta
orientasi ke arah yang baik. Mereka
Alkitabiah
yang ada di luar Kristus tidak mampu
menghormati Alkitab yang hakekatnya
memahami nilai-nilai dari Allah karena
adalah
keberadaan mereka tidak tunduk pada
pencerahan
Kristus Yesus.
kehidupan dalam Yesus Kristus Tuhan.
apa.
Tindakan
mereka
tidak
Aksiologi yang berorientasi pada
Di
yang
firman
sisi
menghargai
Allah
akan
lain,
dan
memberikan
hal
nilai-nilai
ancangan
filosofis
Yesus Kristus Tuhan memberikan nilai
pendidikan
Kristen
meneguhkan
kehidupan yang tertinggi yang berasal
bahwasannya
tindakan
praktis
dari Allah sumber dari nilai moral.
sebuah
Mereka yang tidak memahami nilai
dinyatakan dalam kehidupan nyata.
moral
Bahkan
tertinggi,
ia
akan
pemikiran
filosofis
konsepsi-konsepsi
dari
patut
yang
menggantikannya dengan nilai moral
terbentuk berasal dari asumsi-asumsi
semu yang tak memiliki kekuatan untuk
filosofis. Finalitas pemahaman tema ini
mengubah dan memulihkan pribadi
adalah filsafat pendidika Kristen yang
yang dalam dirinya tidak memiliki
selalu terikat dengan peta teologis yang
standar ukur nilai nkehidupan.
dimiliki seseorang.
Penjelasan tentang rancang bangun
filsafat
pendidikan
bercirikan
Kristen
Injili-Pentakosta:
Pendidik
peserta
didik
yang
memahami tujuan yang dicapai melalui
sebuah
pemehaman filsafat pendidikan Kristen
kajian aksiologi Pentakostalisme ini
yang
memberikan
menyatakan
alternative
dan
berpikir
berciri
Injili-Pentakosta
kemuliaan
yang
Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 2002.
Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi
Offset, 1994.
Endraswara, Suwardi Filsafat Ilmu. Yogyakarta: CAPS, 2012.
Geisler, Norman L. & Feinberg, Paul D. Filsafat dari Perspektif Kristiani,
Malang: Gandum Mas, 2002.
Kattsof,Louis O. Pengantar Fisafat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996.
Knight, George R. Philosophy & Education an Introduction in Christian
Perspective. Michigan: Andrews University Press, 1989.
Kebung,Konrad. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011.
Magnis-Suseno, Franz. Filsafat sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Milne, Bruce. Mengenal Kebenaran. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
O’neil, William F. Ideologi-ideologi Pendidikan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001.
Pazmino, Robert W. Foundation Issues in Christian Education An Introduction
in Evangelical Perspective. Grand Rapid, Michigan: Baker Book House,
1988.
Sudarminta,J. Filsafat Proses sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Alfred Nort
Whitehead. Yogyakarya: Kanisius,1995
Download