FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA IBU HAMIL DI RSUD AMBARAWA TAHUN 2014 Uswatun Hasanah1), Yuliaji Siswanto2), Heni Hirawati Pranoto3) Program Studi D-IV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Abstrak Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu tertinggi dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya. Penyebab Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu perdarahan, preeklampsia-eklampsia, dan infeksi. Faktor yang berpengaruh terhadap preeklampsia adalah umur, paritas, riwayat kehamilan yang lalu dan kehamilan kembar. Tujuan penelitian mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil di RSUD Ambarawa 2014. Desain penelitian menggunakan case control pengambilan sampel kasus dengan tehnik purposive sampling dan sampel kontrol dengan tehnik random sampling. Popuasi adalah seluruh ibu hamil rawat inap di RSUD Abarawa bulan Januari-Desember 2014 sejumlah 876 ibu hamil. Sampel Abstrac The maternal mortality rate in Indonesia is the highest compared to other Southeast Asian countries. The causes include bleeding, preeclampsiaeclampsia, and infections. The influencing factors of the preeclampsia are age, parity, history of pregnancy, and twin pregnancy. This study aimed to find the factors related to the incidence of preeclampsia in pregnant women at Ambarawa Public Hospital in 2014. This study used case-control design. The data penelitian 268 yaitu 134 kasus dan 134 kontrol. Analisis data menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian preeklampsia p value = 0,000 (OR = 3,023), ada hubungan antara paritas dengan kejadian preeklampsia p value = 0,000 (OR = 4,752), ada hubungan antara riwayat kehamilan yang lalu dengan kejadian preeklampsia p value = 0,000 (OR = 3,449), ada hubungan antara kehamilan kembar dengan kejadian preeklampsia p value = 0,036 (OR = 0,037). Diharapkan profesi bidan mampu melakukan deteksi dini pada ibu hamil yang mempunyai resiko preeklampsia. Kata Kunci : Preeklampsia, Umur, Paritas, Riwayat Kehamilan yang Lalu, Kehamilan Kembar. sampling used purposive sampling technique for case and random sampling technique for control. The population in this study was pregnant women hospitalized in Ambarawa Public Hospital during January-December 2014 as many as 876 women. The samples in this study were 268 respondents that consisted of 134 cases and 134 controls. The data analysis used Chi Square test. The result of this study indicated that there was a correlation between age and Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 1 Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014 the incidence of preeclampsia with pvalue of 0.000 (OR = 3.023), there was a correlation between parity and preeclampsia with p-value of 0.000 (OR = 4.752), there was a correlation between history of pregnancy and the incidence of preeclampsia with p-value of 0.000 (OR = 3.449), there was a correlation between twin pregnancy and the incidence of preeclampsia with p-value of 0.036 (OR = 0.037). The midwives are expected to be able to make early detection for the pregnant women who have a risk of preeclampsia. Keywords : Preeclampsia, Age, Parity, History of pregnancy, Twin pregnancy Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 tercatat 359/100.000 kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini meningkat dibandingkan Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2007 mencapai 228/100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu di Indonesia didominasi oleh tiga penyebab utama yaitu perdarahan, preeklampsia-eklampsia, dan infeksi. Proporsi ketiga penyebab kematian ibu telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan preeklampsia-eklampsia semakin meningkat.1 Angka Kematian Ibu (AKI) Provinsi Jawa Tengah tergolong masih tinggi yaitu menduduki peringkat 2 setelah Provinsi Jawa Barat. Data Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup serta pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan sebesar 118,62/100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih berada di atas target nasional untuk tahun 2015 yaitu sebesar 102/100.000 kelahiran.2 Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Semarang pada tahun 2012 sebesar 78,01/100.000 kelahiran hidup dan tahun 2013 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 120,22/100.000 kelahiran hidup mengalami peningkatan sebesar 42,21%. Kenaikan Angka Kematian Ibu (AKI) disebabkan oleh perdarahan 17,5%, preeklampsia-eklampsia 53%, emboli ketuban 17,5%, gagal ginjal 5,9%, dan jantung 5,9%.3 Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2010). Preeklampsia disebut juga disease of theory karena penyebabnya sampai saat ini belum bisa diketahui dengan pasti, semuanya hanya didasarkan pada teori yang dihubungkan dengan kejadian.4 Umur <20 tahun atau >35 tahun dianggap lebih rentan. Preeklampsia meningkat diusia muda dihubungkan dengan belum sempurnanya organ reproduksi dan belum siapnya menerima kehamilan, hal ini meningkatkan terjadinya keracunan pada kehamilan dalam bentuk preeklampsia. Pada umur >35 tahun sangat rentan akan penyakit hipertensi dan preeklampsia karena fungsi organ reproduksi mengalami penurunan, perubahan pada jaringanjaringan alat kandungan dan juga jalan lahir tidak lentur lagi, kejadian ini dihubungkan dengan adanya patologi pada endotel yang merupakan bagian dari pembuluh darah.5 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 2 Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014 Preeklampsia pada primipara dikaitkan dengan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan dan persalinan. Persalinan berulang akan mempuyai resiko terhadap kehamilan. Dinding rahim pada grandemultipara lebih lemah dibandingkan dengan primigravida hal ini karena pada grandemultipara lebih sering terjadi robekan dinding rahim dibanding pada primipara. Lemahnya dinding rahim akan menyebabkan kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis yang tidak dapat melebar dengan sempurna. Kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis yang tidak dapat melebar dengan sempurna ini dapat menyebabkan terjadinya aliran darah dalam ruang intervilus plasenta. Aliran darah dalam ruangan intervilus plasenta dapat menyebabkan hipoksia plasenta. Hipoksia yang berkelanjutan menyebabkan oxidative stress (apabila keseimbangan antara peroksidae terganggu, dimana peroksidae dan oksidan lebih dominan) dan dapat merangsang terjadinya kerusakan endotel pembuluh darah (disfungsi endotel).5 Wanita yang mempunyai riwayat kesehatan buruk atau dengan komplikasi kehamilan sebelumnya, membutuhkan pengawasan yang lebih tinggi karena dapat memperberat kehamilan bila ada penyakit yang telah diderita ibu sebelum hamil. Penyakit yang diderita ibu dapat mempengaruhi kehamilannya.6 Penderita preeklampsia multigravida, 20% dari mereka adalah ibu hamil dengan preeklampsia pada kehamilan sebelumnya. Hal ini karena preeklampsia dapat sembuh setelah adanya persalinan atau nifas akan tetapi kembali mengalami resiko kekambuhan pada kehamilan berikutnya.7 Frekuensi preeklampsia meningkat pada kehamilan kembar dengan penjelasan bahwa keregangan uterus yang berlebihan menyebabkan iskemia uteri yang didahului oleh hipoksia sehingga aliran darah ke dalam ruangan intervilus plasenta berkurang, terjadi pengeluaran zat toksin dan kerusakan endotel, diikuti ketidakseimbangan produksi zat yang bertindak sebagai vasokonstriktor dan vasolidator akibatnya terjadi hipertensi, proteinurin, edema, disfungsi dan kegagalan organ.8 Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014. Metode Penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan desain case control. Populasi adalah semua ibu hamil yang rawat inap di RSUD Ambarawa 2014 sejumlah 876 orang. Sampel kasus dengan tehnik purposive sampling dan sampel kontrol dengan tehnik random sampling. Sampel penelitian 268 yaitu 134 kasus dan 134 kontrol. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi dan sumber data dari rekam medik. Analisis data yang digunakan adalah analisa univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan statistik korelasi dengan menggunakan Chi Square (alpha = 0,05). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 3 Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014 Hasil Analisis Bivariat Tabel 1 Distribusi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu Hamil Menurut Kelompok Kasus dan Kontrol Tabel 2. Faktor Resiko Kejadian Preeklampsia pada Ibu Hamil Variabel Variabel Umur Paritas Riwayat Preeklampsia Kehamilan Kembar Kategori Beresiko Tidak Beresiko Beresiko Tidak Beresiko Ya Kasus Kategori p-value OR Kontrol Umur n 81 53 % 60,4 39,6 n 45 89 % 33,6 66,4 84 50 62,7 37,3 35 99 26,1 73,9 71 53,0 33 24,6 Tidak Ya 63 5 47,0 3,7 101 15 75,4 11,2 Tidak 129 96,3 119 88,8 Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok kasus (60,4%) dalam kategori umur beresiko, sedangkan kelompok kontrol (66,4%) dengan kategori umur tidak beresiko. Kelompok kasus (62,7%) dalam kategori paritas beresiko, sedangkan kelompok kontrol (73,9%) dengan kategori paritas tidak beresiko. Kelompok kasus (53,0%) dengan memiliki riwayat preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol (75,4%) tidak memiliki riwayat preeklampsia. Kelompok kasus (96,3%) dalam kategori kehamilan tidak kembar, sedangkan pada kelompok kontrol (88,8%) dengan kategori kehamilan tidak kembar. Paritas Riwayat Preeklampsia Kehamilan Kembar Beresiko Tidak Beresiko Beresiko Tidak Beresiko Ya Tidak Ya 0,000 3,023 0,000 4,752 0,000 3,449 0,036 0,307 Tidak Tabel 2 menunjukkan bahwa ibu hamil dengan umur beresiko (<20 atau >35 tahun) 3,023 kali lebih besar mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan ibu hamil umur tidak beresiko (20-35 tahun). Ibu hamil dengan paritas (primipara dan grandemultipara) beresiko 4,752 kali mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan multipara. Ibu hamil yang memiliki riwayat preeklampsia beresiko 3,449 kali mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan dengan tidak mempunyai riwayat preeklampsia. Ibu hamil dengan kehamilan kembar mengurangi resiko 0,307 kali kejadian preeklampsia dibandingakan dengan kehamilan tidak kembar. Pembahasan Preeklampsia merupakan sindroma spesifik kehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat vasosopasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, priteinuria dengan atau tanpa Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 4 Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014 oedema yang terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu.9 Pada wanita dengan preeklampsia tidak terjadi penurunan sensivitas terhadap vasospeptida tersebut, sehinggapeningkatan besar volume darah langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. Vasopasme merupakan sebagai mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai preeklamsia.5 Umur Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi umur beresiko pada kelompok kasus (60,4%) lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (33,6%). Pada kelompok kasus sejumlah (60,4%) umur beresiko, hal ini karena umur <20 tahun dihubungkan dengan belum sempurnanya fungsi organ reproduksi dan belum siap menerima kehamilan sehingga pada kehamilan berlangsung terjadi keracunan kehamilan dalam bentuk preeklampsia. Sedangkan pada umur >35 tahun sangat rentan penyakit hipertensi dan preeklampsia karena fungsi organ reproduksi mengalami penurunan, perubahan pada jaringan-jaringan alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi 5 (Prawirohardjo, 2010). Sedangkan pada kelompok kontrol dengan kategori umur beresiko (<20 atau >35 tahun) sebesar (33,6%), hal ini karena faktor sosial seperti asuhan antenatal care yang kurang baik, pemenuhan nutrisi yang kurang baik atau akibat adanya kehamilan yang tidak diinginkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa pada umur <20 tahun organ reproduksi belum siap menerima kehamilan sehingga akan terjadi keracunan kehamilan dalam bentuk preeklampsia. Sedangkan pada >35 tahun telah terjadi penurunan curah jantung, penurunan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik, dan volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan penurunan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun termasuk perfusi organ ke unit janin uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.5 Paritas Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi paritas kategori beresiko (primipara dan grandemultipara) pada kelompok kasus (62,7%) lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (26,1%). Pada kelompok kasus sejumlah (62,7%) kategori paritas beresiko, primipara dikaitkan dengan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan dalam menangani komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Sedangkan persalinan berulang mempunyai resiko terhadap kehamilan. Dinding rahim pada grandemultipara lebih lemah dibandingkan primipara hal ini karena grandemultipara lebih sering terjadi robekan dinding rahim dibanding primipara. Lemahnya dinding rahim menyebabkan kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis yang tidak dapat melebar dengan sempurna.5 Sedangkan pada kelompok kontrol kategori paritas beresiko sejumlah (26,1%), hal ini karena ibu hamil memiliki pengalaman kehamilan dan persalinan sebelumnya dalam mempersiapkan diri menghadapi kehamilan dan persalinan sehingga mengurangi komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa preeklampsia sepuluh kali lebih sering terjadi pada kehamilan pertama atau primipara.10 Paritas yang ideal adalah 2-3, ibu yang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 5 Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014 mempunyai anak >5 memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah dalam kehamilannya.5 Riwayat Preeklampsia Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi riwayat preeklampsia pada kelompok kasus (53,0%) lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (24,6%). Hal ini terjadi karena pada endotel vaskuler dapat menyebabkan hipertrofi dan poliferasi sel endotel vaskuler hingga mengalami kerusakan sel endotel. Disfungsi endotel adalah suatu keadaan dimana didapatkan adanya ketidakseimbangan antara faktor dilatasi dan faktor konstriksi. Pada preeklampsia terjadi kerusakan endotel yang mengakibatkan penurunan produksi prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan sebagai kompensasi tubuh terhadap kerusakan endotel tersebut.5 Tinginya kelompok kasus yang memiliki riwayat preeklampsia (53,0%), hal ini dikarenakan ibu hamil yang memiliki riwayat preeklampsia sebelumnya akan meningkatkan resiko pada kehamilan yang akan datang karena preeklampsia merupakan penyakit yang mengalami resiko kekambuhan. Sedangkan pada kelompok kontrol yang memiliki riwayat preeklampsia (24,6%), hal ini dikarenakan ibu hamil melakukan pencegahan dengan kunjungan kehamilan secara teratur selama masa kehamilannya sehingga dapat mencegah kekambuhan dari preeklampsia. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang ada yang menyatakan bahwa preeklampsia dikaitkan dengan faktor genetik dimana salah satu ciri preeklampsia yaitu hipertensi dan preeklampsia salah satu penyakit yang memiliki resiko kekambuhan. Riwayat preeklampsia pada kehamilan yang lalu menyumbang 20% pada kehamilan selanjutnya sehingga perlu adanya pengawasan pada ibu hamil dengan riwayat preeklampsia.10 Kehamilan Kembar Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kehamilan kembar pada kelompok kasus (3,7%) lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol (11,2%). Pada kelompok kasus sejumlah (3,7%) kategori kehamilan kembar, karena pada kehamilan kembar jumlah trofoblast semakin besar sehingga dapat menyebabkan preeklampsia. Teori ini didukung dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir. Pada preeklampsia, invasi trofoblast tidak sempurna. Hal ini dapat terjadi pada gelombang pertama dan gelombang invasi kedua tidak terjadi. Akibatnya, semakin dalam segmen arteri spiral, remodelling tidak terjadi dan sifat musculoelastik pembuluh darah semakin dipertahankan/kuat sehingga respon vasokonstriktornya menurunkan perfusi maternal placenta. Hal ini memicu hipoxia relatif placenta.5 Sedangkan pada kelompok kontrol sejumlah (11,2%) kehamilan kembar, hal ini karena terdapat faktor lain yang menyebabkan preeklampsia yaitu umur dan riwayat preeklampsia terdahulu. Penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa kehamilan kembar memiliki resiko lebih dari dua kali lipat mengalami preeklampsia.5 Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil dengan umur beresiko (<20 atau >35 tahun) 3,023 kali lebih besar mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan ibu hamil umur tidak beresiko (20-35 tahun). Ibu hamil dengan paritas (primipara dan grandemultipara) beresiko 4,752 kali mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan multipara. Ibu hamil yang memiliki riwayat preeklampsia beresiko 3,449 kali mengalami kejadian Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 6 Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014 preeklampsia dibandingkan dengan tidak mempunyai riwayat preeklampsia. Ibu hamil dengan kehamilan kembar mengurangi resiko 0,307 kali kejadian preeklampsia dibandingakan dengan kehamilan tidak kembar. Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan mampu mencetak tenaga kesehatan (bidan) profesional dan dapat mengadakan pelatihan kegawatdaruratan supaya setelah lulus dari institusi pendidikan tenaga medis (bidan) mempunyai keterampilan khusus dalam menangani kegawatdaruratan. 2. Bagi RSUD Ambarawa Diharapkan dapat melakukan skinning terhadap semua ibu hamil yang memiliki risiko tinggi terhadap preeklampsia. 3. Bagi Ibu Hamil Diharapkan mampu melakukan pencegahan sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin dan diharapkan mengetahui faktor penyebab preeklampsia, sehingga lebih berhatihati untuk mencegah terjadinya preeklampsia tersebut. Maret 2015, from http://www.dinkeskabsemarang.go.id. 4. Rukiyah, Y. (2010). Asuhan Kebidanan IV (patologi). Jakarta: CV Trans Info Medika. 5. Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP. 6. Marmi. (2011). Asuhan Kebianan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 7. Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika. 8. Manuaba, C. (2007). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC. 9. Chunningham. (2006). Obstetri William. Jakarta: EGC. 10. Chapman, V. (2006). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta: EGC. Daftar Pustaka 1. Kementrian Kesehatan Indonesia. (2012). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Diakses pada tanggal 10 Maret 2015, from http://profilkesehatan-indonesia-2012.pdf. 2. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2013). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013. Diakses tanggal 10 Maret 2015, from http://www.dinkesjatengprov.go.id. 3. Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. (2013). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang Tahun 2013. Diakses tanggal 10 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 7 Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014