4466

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
PREEKLAMPSIA PADA IBU HAMIL DI RSUD AMBARAWA TAHUN
2014
Uswatun Hasanah1), Yuliaji Siswanto2), Heni Hirawati Pranoto3)
Program Studi D-IV Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo
Abstrak
Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu
tertinggi dibandingkan dengan negara
Asia Tenggara lainnya. Penyebab Angka
Kematian Ibu (AKI) yaitu perdarahan,
preeklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Faktor yang berpengaruh terhadap
preeklampsia adalah umur, paritas,
riwayat kehamilan yang lalu dan
kehamilan kembar. Tujuan penelitian
mengetahui
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
kejadian
preeklampsia pada ibu hamil di RSUD
Ambarawa 2014. Desain penelitian
menggunakan case control pengambilan
sampel kasus dengan tehnik purposive
sampling dan sampel kontrol dengan
tehnik random sampling. Popuasi adalah
seluruh ibu hamil rawat inap di RSUD
Abarawa bulan Januari-Desember 2014
sejumlah 876 ibu hamil. Sampel
Abstrac
The maternal mortality rate in Indonesia
is the highest compared to other
Southeast Asian countries. The causes
include
bleeding,
preeclampsiaeclampsia,
and
infections.
The
influencing factors of the preeclampsia
are age, parity, history of pregnancy, and
twin pregnancy. This study aimed to find
the factors related to the incidence of
preeclampsia in pregnant women at
Ambarawa Public Hospital in 2014. This
study used case-control design. The data
penelitian 268 yaitu 134 kasus dan 134
kontrol. Analisis data menggunakan uji
Chi Square.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ada
hubungan antara umur dengan kejadian
preeklampsia p value = 0,000 (OR =
3,023), ada hubungan antara paritas
dengan kejadian preeklampsia p value =
0,000 (OR = 4,752), ada hubungan
antara riwayat kehamilan yang lalu
dengan kejadian preeklampsia p value =
0,000 (OR = 3,449), ada hubungan
antara kehamilan kembar dengan
kejadian preeklampsia p value = 0,036
(OR = 0,037). Diharapkan profesi bidan
mampu melakukan deteksi dini pada ibu
hamil
yang
mempunyai
resiko
preeklampsia.
Kata Kunci : Preeklampsia, Umur,
Paritas, Riwayat Kehamilan yang Lalu,
Kehamilan
Kembar.
sampling used purposive sampling
technique for case and random sampling
technique for control. The population in
this study was pregnant women
hospitalized in Ambarawa Public
Hospital during January-December 2014
as many as 876 women. The samples in
this study were 268 respondents that
consisted of 134 cases and 134 controls.
The data analysis used Chi Square test.
The result of this study indicated that
there was a correlation between age and
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 1
Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014
the incidence of preeclampsia with pvalue of 0.000 (OR = 3.023), there was a
correlation
between
parity
and
preeclampsia with p-value of 0.000 (OR
= 4.752), there was a correlation between
history of pregnancy and the incidence
of preeclampsia with p-value of 0.000
(OR = 3.449), there was a correlation
between twin pregnancy and the
incidence of preeclampsia with p-value
of 0.036 (OR = 0.037). The midwives
are expected to be able to make early
detection for the pregnant women who
have a risk of preeclampsia.
Keywords : Preeclampsia, Age, Parity,
History of pregnancy, Twin pregnancy
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki Angka Kematian
Ibu (AKI) yang tinggi dibandingkan
negara-negara di Asia Tenggara lainnya.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
berdasarkan
Survey
Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
tercatat 359/100.000 kelahiran hidup.
Rata-rata kematian ini meningkat
dibandingkan Angka Kematian Ibu
(AKI) tahun 2007 mencapai 228/100.000
kelahiran hidup. Kematian ibu di
Indonesia
didominasi oleh tiga
penyebab utama yaitu perdarahan,
preeklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Proporsi ketiga penyebab kematian ibu
telah berubah, dimana perdarahan dan
infeksi cenderung mengalami penurunan
sedangkan
preeklampsia-eklampsia
semakin meningkat.1
Angka Kematian Ibu (AKI)
Provinsi Jawa Tengah tergolong masih
tinggi yaitu menduduki peringkat 2
setelah Provinsi Jawa Barat. Data Angka
Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2011 sebesar
116,01/100.000
kelahiran
hidup
sedangkan pada tahun 2012 mengalami
peningkatan
menjadi
sebesar
116,34/100.000 kelahiran hidup serta
pada tahun 2013 kembali mengalami
peningkatan sebesar 118,62/100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut masih
berada di atas target nasional untuk
tahun 2015 yaitu sebesar 102/100.000
kelahiran.2
Angka Kematian Ibu (AKI) di
Kabupaten Semarang pada tahun 2012
sebesar 78,01/100.000 kelahiran hidup
dan tahun 2013 Angka Kematian Ibu
(AKI) sebesar 120,22/100.000 kelahiran
hidup mengalami peningkatan sebesar
42,21%. Kenaikan Angka Kematian Ibu
(AKI) disebabkan oleh perdarahan
17,5%, preeklampsia-eklampsia 53%,
emboli ketuban 17,5%, gagal ginjal
5,9%, dan jantung 5,9%.3
Preeklampsia adalah hipertensi
yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria
(Prawirohardjo, 2010). Preeklampsia
disebut juga disease of theory karena
penyebabnya sampai saat ini belum bisa
diketahui dengan pasti, semuanya hanya
didasarkan pada teori yang dihubungkan
dengan kejadian.4
Umur <20 tahun atau >35 tahun
dianggap lebih rentan. Preeklampsia
meningkat diusia muda dihubungkan
dengan belum sempurnanya organ
reproduksi dan belum siapnya menerima
kehamilan, hal ini meningkatkan
terjadinya keracunan pada kehamilan
dalam bentuk preeklampsia. Pada umur
>35 tahun sangat rentan akan penyakit
hipertensi dan preeklampsia karena
fungsi organ reproduksi mengalami
penurunan, perubahan pada jaringanjaringan alat kandungan dan juga jalan
lahir tidak lentur lagi, kejadian ini
dihubungkan dengan adanya patologi
pada endotel yang merupakan bagian
dari pembuluh darah.5
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 2
Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014
Preeklampsia pada primipara
dikaitkan dengan ketidaksiapan ibu
dalam menghadapi persalinan yang
pertama merupakan faktor penyebab
ketidakmampuan ibu hamil dalam
menangani komplikasi yang terjadi
selama kehamilan dan persalinan.
Persalinan berulang akan mempuyai
resiko terhadap kehamilan. Dinding
rahim pada grandemultipara lebih lemah
dibandingkan dengan primigravida hal
ini karena pada grandemultipara lebih
sering terjadi robekan dinding rahim
dibanding pada primipara. Lemahnya
dinding rahim akan menyebabkan
kegagalan invasi sel trofoblas pada
dinding arteri spiralis yang tidak dapat
melebar dengan sempurna. Kegagalan
invasi sel trofoblas pada dinding arteri
spiralis yang tidak dapat melebar dengan
sempurna ini dapat menyebabkan
terjadinya aliran darah dalam ruang
intervilus plasenta. Aliran darah dalam
ruangan intervilus plasenta dapat
menyebabkan
hipoksia
plasenta.
Hipoksia
yang
berkelanjutan
menyebabkan oxidative stress (apabila
keseimbangan
antara
peroksidae
terganggu, dimana peroksidae dan
oksidan lebih dominan) dan dapat
merangsang terjadinya kerusakan endotel
pembuluh darah (disfungsi endotel).5
Wanita yang mempunyai riwayat
kesehatan buruk atau dengan komplikasi
kehamilan sebelumnya, membutuhkan
pengawasan yang lebih tinggi karena
dapat memperberat kehamilan bila ada
penyakit yang telah diderita ibu sebelum
hamil. Penyakit yang diderita ibu dapat
mempengaruhi kehamilannya.6
Penderita
preeklampsia
multigravida, 20% dari mereka adalah
ibu hamil dengan preeklampsia pada
kehamilan sebelumnya. Hal ini karena
preeklampsia dapat sembuh setelah
adanya persalinan atau nifas akan tetapi
kembali mengalami resiko kekambuhan
pada kehamilan berikutnya.7
Frekuensi
preeklampsia
meningkat pada kehamilan kembar
dengan penjelasan bahwa keregangan
uterus yang berlebihan menyebabkan
iskemia uteri yang didahului oleh
hipoksia sehingga aliran darah ke dalam
ruangan intervilus plasenta berkurang,
terjadi pengeluaran zat toksin dan
kerusakan
endotel,
diikuti
ketidakseimbangan produksi zat yang
bertindak sebagai vasokonstriktor dan
vasolidator akibatnya terjadi hipertensi,
proteinurin, edema, disfungsi dan
kegagalan organ.8 Tujuan penelitian
untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan
dengan
kejadian
preeklampsia pada ibu hamil di RSUD
Ambarawa Tahun 2014.
Metode
Penelitian ini adalah penelitian
survei analitik dengan desain case
control. Populasi adalah semua ibu hamil
yang rawat inap di RSUD Ambarawa
2014 sejumlah 876 orang. Sampel kasus
dengan tehnik purposive sampling dan
sampel kontrol dengan tehnik random
sampling. Sampel penelitian 268 yaitu
134 kasus dan 134 kontrol. Instrumen
penelitian
menggunakan lembar
observasi dan sumber data dari rekam
medik. Analisis data yang digunakan
adalah
analisa
univariat
dengan
menggunakan distribusi frekuensi dan
analisis bivariat menggunakan statistik
korelasi dengan menggunakan Chi
Square (alpha = 0,05).
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 3
Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014
Hasil
Analisis Bivariat
Tabel 1 Distribusi Faktor-faktor yang
Berhubungan
dengan
Kejadian Preeklampsia pada
Ibu
Hamil
Menurut
Kelompok Kasus dan Kontrol
Tabel 2. Faktor Resiko Kejadian
Preeklampsia pada Ibu Hamil
Variabel
Variabel
Umur
Paritas
Riwayat
Preeklampsia
Kehamilan
Kembar
Kategori
Beresiko
Tidak
Beresiko
Beresiko
Tidak
Beresiko
Ya
Kasus
Kategori
p-value
OR
Kontrol
Umur
n
81
53
%
60,4
39,6
n
45
89
%
33,6
66,4
84
50
62,7
37,3
35
99
26,1
73,9
71
53,0
33
24,6
Tidak
Ya
63
5
47,0
3,7
101
15
75,4
11,2
Tidak
129
96,3
119
88,8
Tabel 1 menunjukkan bahwa
kelompok kasus (60,4%) dalam kategori
umur beresiko, sedangkan kelompok
kontrol (66,4%) dengan kategori umur
tidak beresiko. Kelompok kasus (62,7%)
dalam
kategori
paritas
beresiko,
sedangkan kelompok kontrol (73,9%)
dengan kategori paritas tidak beresiko.
Kelompok kasus (53,0%) dengan
memiliki
riwayat
preeklampsia,
sedangkan pada kelompok kontrol
(75,4%)
tidak
memiliki
riwayat
preeklampsia. Kelompok kasus (96,3%)
dalam kategori kehamilan tidak kembar,
sedangkan pada kelompok kontrol
(88,8%) dengan kategori kehamilan tidak
kembar.
Paritas
Riwayat
Preeklampsia
Kehamilan
Kembar
Beresiko
Tidak
Beresiko
Beresiko
Tidak
Beresiko
Ya
Tidak
Ya
0,000
3,023
0,000
4,752
0,000
3,449
0,036
0,307
Tidak
Tabel 2 menunjukkan bahwa ibu
hamil dengan umur beresiko (<20 atau
>35 tahun) 3,023 kali lebih besar
mengalami
kejadian
preeklampsia
dibandingkan ibu hamil umur tidak
beresiko (20-35 tahun).
Ibu hamil
dengan
paritas
(primipara
dan
grandemultipara) beresiko 4,752 kali
mengalami
kejadian
preeklampsia
dibandingkan multipara. Ibu hamil yang
memiliki riwayat preeklampsia beresiko
3,449
kali
mengalami
kejadian
preeklampsia dibandingkan dengan tidak
mempunyai riwayat preeklampsia. Ibu
hamil dengan kehamilan kembar
mengurangi resiko 0,307 kali kejadian
preeklampsia dibandingakan dengan
kehamilan tidak kembar.
Pembahasan
Preeklampsia
merupakan
sindroma spesifik kehamilan berupa
penurunan
perfusi
organ
akibat
vasosopasme dan aktivasi endotel, yang
ditandai dengan peningkatan tekanan
darah, priteinuria dengan atau tanpa
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 4
Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014
oedema yang terjadi pada umur
kehamilan diatas 20 minggu.9 Pada
wanita dengan preeklampsia tidak terjadi
penurunan
sensivitas
terhadap
vasospeptida
tersebut,
sehinggapeningkatan besar volume darah
langsung meningkatkan curah jantung
dan
tekanan
darah.
Vasopasme
merupakan sebagai mekanisme dasar
tanda dan gejala yang menyertai
preeklamsia.5
Umur
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proporsi umur beresiko pada
kelompok kasus (60,4%) lebih tinggi
dibandingkan
kelompok
kontrol
(33,6%). Pada kelompok kasus sejumlah
(60,4%) umur beresiko, hal ini karena
umur <20 tahun dihubungkan dengan
belum sempurnanya fungsi organ
reproduksi dan belum siap menerima
kehamilan sehingga pada kehamilan
berlangsung terjadi keracunan kehamilan
dalam bentuk preeklampsia. Sedangkan
pada umur >35 tahun sangat rentan
penyakit hipertensi dan preeklampsia
karena
fungsi
organ
reproduksi
mengalami penurunan, perubahan pada
jaringan-jaringan alat kandungan dan
jalan
lahir
tidak
lentur
lagi
5
(Prawirohardjo, 2010). Sedangkan pada
kelompok kontrol dengan kategori umur
beresiko (<20 atau >35 tahun) sebesar
(33,6%), hal ini karena faktor sosial
seperti asuhan antenatal care yang
kurang baik, pemenuhan nutrisi yang
kurang baik atau akibat adanya
kehamilan yang tidak diinginkan.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan teori yang menyatakan bahwa
pada umur <20 tahun organ reproduksi
belum siap menerima kehamilan
sehingga akan terjadi keracunan
kehamilan dalam bentuk preeklampsia.
Sedangkan pada >35 tahun telah terjadi
penurunan curah jantung, penurunan
volume plasma darah, vasodilatasi,
penurunan resistensi vaskular sistemik,
dan volume plasma yang beredar
menurun,
sehingga
terjadi
hemokonsentrasi
dan
penurunan
hematokrit maternal. Perubahan ini
membuat perfusi organ maternal
menurun termasuk perfusi organ ke unit
janin uteroplasenta. Vasospasme siklik
lebih lanjut menurunkan perfusi organ
dengan menghancurkan sel-sel darah
merah, sehingga kapasitas oksigen
maternal menurun.5
Paritas
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proporsi paritas kategori beresiko
(primipara dan grandemultipara) pada
kelompok kasus (62,7%) lebih tinggi
dibandingkan
kelompok
kontrol
(26,1%). Pada kelompok kasus sejumlah
(62,7%) kategori paritas beresiko,
primipara
dikaitkan
dengan
ketidaksiapan ibu dalam menghadapi
persalinan yang pertama merupakan
faktor penyebab ketidakmampuan dalam
menangani komplikasi selama kehamilan
dan persalinan. Sedangkan persalinan
berulang mempunyai resiko terhadap
kehamilan.
Dinding
rahim
pada
grandemultipara
lebih
lemah
dibandingkan primipara hal ini karena
grandemultipara lebih sering terjadi
robekan dinding rahim dibanding
primipara. Lemahnya dinding rahim
menyebabkan kegagalan invasi sel
trofoblas pada dinding arteri spiralis
yang tidak dapat melebar dengan
sempurna.5 Sedangkan pada kelompok
kontrol kategori paritas beresiko
sejumlah (26,1%), hal ini karena ibu
hamil memiliki pengalaman kehamilan
dan persalinan sebelumnya dalam
mempersiapkan
diri
menghadapi
kehamilan dan persalinan sehingga
mengurangi komplikasi saat kehamilan
dan persalinan.
Penelitian ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa preeklampsia
sepuluh kali lebih sering terjadi pada
kehamilan pertama atau primipara.10
Paritas yang ideal adalah 2-3, ibu yang
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 5
Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014
mempunyai
anak
>5
memiliki
kecenderungan
untuk
mengalami
masalah dalam kehamilannya.5
Riwayat Preeklampsia
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proporsi riwayat preeklampsia
pada kelompok kasus (53,0%) lebih
tinggi dibandingkan kelompok kontrol
(24,6%). Hal ini terjadi karena pada
endotel vaskuler dapat menyebabkan
hipertrofi dan poliferasi sel endotel
vaskuler hingga mengalami kerusakan
sel endotel. Disfungsi endotel adalah
suatu keadaan dimana didapatkan adanya
ketidakseimbangan antara faktor dilatasi
dan faktor konstriksi. Pada preeklampsia
terjadi
kerusakan
endotel
yang
mengakibatkan penurunan produksi
prostasiklin dan meningkatnya produksi
tromboksan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kerusakan endotel tersebut.5
Tinginya kelompok kasus yang
memiliki riwayat preeklampsia (53,0%),
hal ini dikarenakan ibu hamil yang
memiliki
riwayat
preeklampsia
sebelumnya akan meningkatkan resiko
pada kehamilan yang akan datang karena
preeklampsia merupakan penyakit yang
mengalami
resiko
kekambuhan.
Sedangkan pada kelompok kontrol yang
memiliki riwayat preeklampsia (24,6%),
hal ini dikarenakan ibu hamil melakukan
pencegahan
dengan
kunjungan
kehamilan secara teratur selama masa
kehamilannya sehingga dapat mencegah
kekambuhan dari preeklampsia.
Hasil penelitian tersebut sesuai
dengan teori yang ada yang menyatakan
bahwa preeklampsia dikaitkan dengan
faktor genetik dimana salah satu ciri
preeklampsia yaitu hipertensi dan
preeklampsia salah satu penyakit yang
memiliki resiko kekambuhan. Riwayat
preeklampsia pada kehamilan yang lalu
menyumbang 20% pada kehamilan
selanjutnya sehingga perlu adanya
pengawasan pada ibu hamil dengan
riwayat preeklampsia.10
Kehamilan Kembar
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proporsi kehamilan kembar pada
kelompok kasus (3,7%) lebih kecil
dibandingkan
kelompok
kontrol
(11,2%). Pada kelompok kasus sejumlah
(3,7%) kategori kehamilan kembar,
karena pada kehamilan kembar jumlah
trofoblast semakin besar sehingga dapat
menyebabkan preeklampsia. Teori ini
didukung dengan adanya kenyataan
bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah
plasenta
lahir.
Pada
preeklampsia, invasi trofoblast tidak
sempurna. Hal ini dapat terjadi pada
gelombang pertama dan gelombang
invasi kedua tidak terjadi. Akibatnya,
semakin dalam segmen arteri spiral,
remodelling tidak terjadi dan sifat
musculoelastik pembuluh darah semakin
dipertahankan/kuat sehingga respon
vasokonstriktornya menurunkan perfusi
maternal placenta. Hal ini memicu
hipoxia relatif placenta.5
Sedangkan
pada
kelompok
kontrol sejumlah (11,2%) kehamilan
kembar, hal ini karena terdapat faktor
lain yang menyebabkan preeklampsia
yaitu umur dan riwayat preeklampsia
terdahulu. Penelitian ini tidak sejalan
dengan teori yang menyatakan bahwa
kehamilan kembar memiliki resiko lebih
dari dua kali lipat mengalami
preeklampsia.5
Kesimpulan
Penelitian
ini
menunjukkan
bahwa ibu hamil dengan umur beresiko
(<20 atau >35 tahun) 3,023 kali lebih
besar mengalami kejadian preeklampsia
dibandingkan ibu hamil umur tidak
beresiko (20-35 tahun).
Ibu hamil
dengan
paritas
(primipara
dan
grandemultipara) beresiko 4,752 kali
mengalami
kejadian
preeklampsia
dibandingkan multipara. Ibu hamil yang
memiliki riwayat preeklampsia beresiko
3,449
kali
mengalami
kejadian
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 6
Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014
preeklampsia dibandingkan dengan tidak
mempunyai riwayat preeklampsia. Ibu
hamil dengan kehamilan kembar
mengurangi resiko 0,307 kali kejadian
preeklampsia dibandingakan dengan
kehamilan tidak kembar.
Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan mampu mencetak tenaga
kesehatan (bidan) profesional dan
dapat
mengadakan
pelatihan
kegawatdaruratan supaya setelah lulus
dari institusi pendidikan tenaga medis
(bidan) mempunyai keterampilan
khusus
dalam
menangani
kegawatdaruratan.
2. Bagi RSUD Ambarawa
Diharapkan
dapat
melakukan
skinning terhadap semua ibu hamil
yang memiliki risiko tinggi terhadap
preeklampsia.
3. Bagi Ibu Hamil
Diharapkan
mampu
melakukan
pencegahan sedini mungkin dengan
melakukan pemeriksaan kehamilan
secara
rutin
dan
diharapkan
mengetahui
faktor
penyebab
preeklampsia, sehingga lebih berhatihati untuk mencegah terjadinya
preeklampsia tersebut.
Maret
2015,
from
http://www.dinkeskabsemarang.go.id.
4. Rukiyah,
Y.
(2010).
Asuhan
Kebidanan IV (patologi). Jakarta: CV
Trans Info Medika.
5. Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu
Kebidanan. Jakarta: YBPSP.
6. Marmi. (2011). Asuhan Kebianan
Pada Masa Antenatal. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
7. Mitayani.
(2009).
Asuhan
Keperawatan Maternitas. Jakarta:
Salemba Medika.
8. Manuaba, C. (2007). Gawat Darurat
Obstetri Ginekologi dan Obstetri
Ginekologi Social Untuk Profesi
Bidan. Jakarta: EGC.
9. Chunningham.
(2006).
Obstetri
William. Jakarta: EGC.
10. Chapman, V. (2006). Asuhan
Kebidanan Persalinan dan Kelahiran.
Jakarta: EGC.
Daftar Pustaka
1. Kementrian Kesehatan Indonesia.
(2012). Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2012. Diakses pada tanggal 10
Maret 2015, from http://profilkesehatan-indonesia-2012.pdf.
2. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah (2013). Profil
Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013.
Diakses tanggal 10 Maret 2015, from
http://www.dinkesjatengprov.go.id.
3. Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Semarang. (2013). Profil Dinas
Kesehatan Kabupaten Semarang
Tahun 2013. Diakses tanggal 10
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu 7
Hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014
Download