Document

advertisement
Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
A
Review Mata Kuliah Dinamika Kawasan Eropa
Jörn Dosch, “The impact of EU-Enlargement on relations between Europe and East Asia”, dalam AEJ (2007)
5:33–50, DOI 10.1007/s10308-006-0095-x © Springer-Verlag 2007
Review ini akan membahas tentang artikel Jörn Dosch (2007) yang berjudul “The impact of EUEnlargement on relations between Europe and East Asia”. Dalam review ini, penulis akan mengedepankan
terlebih dahulu pandangan dan gagasan para cendekia terhadap isu pembesaran Uni Eropa, kemudian
membahas gagasan Dosch dalam artikelnya dengan analisis kritis terhadap substansi pandangan Dosch. Sebagai
penutup, penulis akan menyimpulkan perbedaan yang tegas antara gagasan penulis dengan gagasan Dosch.
Pembesaran Uni Eropa: Suatu Ulasan Pandangan Cendekia
A
Pandangan Jörn Dosch tentang pengaruh pembesaran Uni Eropa terhadap hubungan antara Eropa dan Asia
Timur1
Artikel Dosch (2007) berusaha melihat implikasi pembesaran Uni Eropa pada 1 Mei 2004; ketika sepuluh
negara (Cyprus, Republik Ceko, Estonia, Hungaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Republik Slovakia, dan
Slovenia) yang disebut EU10, bergabung dengan Uni Eropa, yang sebelumnya hanya terdiri dari 15 negara,
yang disebut EU15; terhadap hubungan antara Eropa dan Asia Timur dalam area-area hubungan antarkawasan
umum (politik), perdagangan, dan investasi. Analisis Dosch didasarkan pada, dan terstruktur atas, pertanyaanpertanyaan kunci berikut ini.
1. Apakah negara-negara anggota baru Uni Eropa telah mengembangkan kepentingan dan strategi kebijakan spesifik
terhadap Asia Timur?
2. Apakah pembesaran Uni Eropa telah berimplikasi terhadap struktur keanggotaan dan dinamika interaksi dalam forumforum dan organisasi antarkawasan, seperti Asia–Europe Meeting (ASEM)2?
3. Apakah hubungan Eropa-Asia diuntungkan oleh hubungan politik dan ekonomi yang secara historis baik antara negaranegara Eropa Timur ekskomunis, khususnya Republik Ceko, Hungaria, dan Polandia, dan rezim-rezim komunis yang
masih ada di Asia Timur, khususnya Vietnam dan Korea Utara?
4. Apakah Uni Eropa telah menjadi lebih proteksionis sebagai akibat pembesaran, dengan mengorbankan negara-negara
Asia Timur?
Jörn Dosch, “The impact of EU-Enlargement on relations between Europe and East Asia”, dalam AEJ (2007)
5:33–50, DOI 10.1007/s10308-006-0095-x © Springer-Verlag 2007
2 Asia-Europe Meeting (ASEM) adalah
1
1
Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
5. Apakah gangguan perdagangan dan pengalihan perdagangan mungkin terjadi dengan negara-negara Asia dalam
ASEM?
6. Apakah aliran FDI telah dialihkan menuju negara-negara anggota baru Uni Eropa, dengan merugikan negara-negara
Asia Timur?
Dosch memulai analisisnya dengan mengkaji pengaruh pembesaran Uni Eropa terhadap hubungan
antarkawasan. Ada indikasi pembesaran Uni Eropa mengubah keseimbangan antara negara-negara anggota Uni
Eropa yang menginginkan isolasi internasional terhadap rezim Burma dan negara-negara yang mendukung
dialog kritis dengan Burma, menuju sudut pendirian yang terakhir. Pelaksanaan kebijakan luar negeri negaranegara anggota baru Uni Eropa terlalu kompleks sehingga sulit untuk mengatakan bahwa hubungan Eropa-Asia
memperoleh manfaat dari hubungan politik dan ekonomi antara negara-negara Eropa Timur eks-komunis dan
rezim-rezim komunis yang tersisa di Asia Timur. Asia tak termasuk prioritas utama urusan-urusan luar negeri
negara-negara anggota baru Uni Eropa; negara-negara tersebut juga belum merumuskan tujuan-tujuan dan
strategi-strategi kebijakan luar negeri yang eksplisit terhadap Asia Timur.
Dosch melanjutkan analisisnya dengan mengkaji pengaruh pembesaran Uni Eropa terhadap hubungan
perdagangan. Efek pembesaran Uni Eropa terhadap hubungan perdagangan adalah terputusnya perjanjian-
perjanjian perdagangan bilateral yang ada di antara negara-negara Asia Timur dan negara-negara EU10 sebelum
bergabung dengan Uni Eropa. Sebagai akibatnya, batas-batas tarif baru pun dibuat dalam kebanyakan kasus.
Pada saat yang sama, para eksportir dari negara-negara EU10 harus menghadapi pelaksanaan hukum dan
regulasi yang lebih keras dan lebih sedikit loophole daripada sebelumnya. Bagi para stakeholder Asia, terutama
di Asia Tenggara, standar-standar produk Uni Eropa yang tinggi adalah rintangan utama bagi akses terhadap
pasar tunggal tersebut. Namun, figur perdagangan Uni Eropa dengan negara-negara Asia dalam ASEM 19802005 menunjukkan bahwa pembesaran Uni Eropa tak menghalangi, namun meningkatkan, akses para eksportir
Asia Timur terhadap pasar tunggal. Namun, secara relatif dalam persentasi total perdagangan eksternal Uni
Eropa, share impor dan ekspor negara-negara Asia ASEM hanya berubah tipis sejak 2001.
Dosch melanjutkan analisisnya dengan mengkaji pengaruh pembesaran Uni Eropa terhadap hubungan
investasi. Ia berusaha menjawab dua pertanyaan yang sentral terhadap skenario-skenario utama hubungan
investasi di masa depan antara Eropa dan Asia Timur, yaitu sebagai berikut.
1. Apakah negara-negara EU15 mungkin meningkatkan hubungan investasi mereka kepada negara-negara anggota
baru? Dan apabila tren tersebut terjadi, apakah hal tersebut akan mengorbankan Asia Timur dan Tenggara, di
mana aliran FDI Eropa telah merosot sejak puncaknya pada 2000? Dosch menjawabnya dengan mengungkapkan
bahwa, sebelum bergabung dengan Uni Eropa, aliran FDI ke negara-negara Eropa Tengah dan Timur sebagian besar
berasal dari negara-negara awal Uni Eropa, dan setelah bergabung dengan Uni Eropa, muncul persepsi positif terhadap
negara-negara EU10 yang menstimulus aliran FDI. Negara-negara tersebut, yang berada di sekitar Uni Eropa, juga
tercakup dalam Neighbourhood Treaties, yang menjadi penting sebagai tujuan FDI. Sejak 2004, aliran FDI intra-EU25
2
Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
meningkat kuat, sementara aliran FDI kepada ekstra-Uni Eropa meningkat tipis disebabkan aliran FDI dengan Amerika
Serikat dan Kanada. Peningkatan drastis investasi intra-Uni Eropa pada 2005 juga sebagian besar bukan hasil aliran
dari EU15 kepada EU10 namun karena aktivitas investasi di Inggris, Jerman, dan Luxemburg.
2. Dengan asumsi bahwa aliran FDI kepada EU10 akan tergantung kepada harga buruh yang rendah di antara tenaga
kerja terlatih, tingkat pajak korporat yang lebih rendah daripada di EU15, dan akses kepada seluruh Pasar Tunggal,
apakah para investor Asia akan menggunakan kesempatan ini dan meningkatkan volume investasi mereka di Uni
Eropa? Dosch menjawabnya dengan mengungkapkan bahwa figur aliran FDI Asia ke Uni Eropa, terutama dari Jepang
dan China, tidak seperti yang diharapkan banyak pengamat, namun banyak keputusan investasi oleh para investor
ekstra-EU10 diambil sebagai antisipasi terhadap pembesaran Uni Eropa. Keputusan investasi Asia Timur di EU10
dikarakterisasi situasi kompetisi dua level: 1) kompetisi Jepang dan Korea Selatan terhadap akses terbaik kepada sektor
manufaktur di negara-negara Eropa Tengah dan Timur; 2) kompetisi Republik Ceko, Hungaria, Polandia, dan Slovakia
kepada FDI Asia Timur. Aliran FDI Uni Eropa ke Asia tidak stabil selama periode enam tahun terakhir, dan para
investor Uni Eropa makin melihat lingkungan geografis terdekat: negara-negara kandidat Uni Eropa dan negara-negara
“tetangga”. Secara keseluruhan, beberapa negara Asia akan menguasai keuntungan komparatif atas negara-negara
anggota baru Uni Eropa, khususnya pada biaya buruh yang murah. Aliran FDI dari EU10 ke Asia Timur dan khususnya
ASEAN sejauh ini tetap marjinal.
Penutup
Dalam kesimpulannya, Dosch, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan sebagai berikut.
1. Negara-negara anggota baru Uni Eropa belum mengekspresikan dan mendefinisikan kontribusi mereka kepada
kebijakan Uni Eropa terhadap Asia. Namun, dinamika hubungan Uni Eropa-Asia telah berubah dalam berbagai cara.
2. ASEM dengan segera dipengaruhi pembesaran Uni Eropa, seperti isu kontroversial partisipasi Myanmar dalam ASEM.
3. Tidak selalu. Di antara EU10 Republik Ceko tampak telah mengembangkan kebijakan Asia yang paling terartikulasi
dan aktif, sementara Polandia tak dapat memainkan hubungan baiknya dengan negara-negara komunis di Asia karena
perpecahan ideologis dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya yang sangat antikomunis.
4. Perjanjian perdagangan bilateral antara negara-negara Asia Timur dan EU10 yang ada sebelum mereka bergabung
dengan Uni Eropa terhenti, batas-batas tarif baru pun berlaku. Level keseluruhan proteksi tarif berkurang karena
pembesaran Uni Eropa, dan meningkatkan akses negara-negara Asia Timur kepada Pasar Tunggal.
5. Gangguan perdagangan dan pengalihan perdagangan mungkin tak akan terjadi bagi negara-negara Asia Timur, karena
terjadi peningkatan impor dari negara-negara Asia Timur kepada negara-negara anggota baru Uni Eropa dan kenaikan
ekspor dari EU10 kepada Asia Timur.
6. Peran para investor Asia di Uni Eropa terus-menerus merosot, namun, apabila melihat aliran FDI, negara-negara
anggota baru Uni Eropa memperoleh keuntungan dari pembesaran Uni Eropa. Dinamika FDI Uni Eropa kepada Asia
Timur tak jelas. Para investor Uni Eropa makin melihat lingkungan geografis terdekat, namun negara-negara Asia
dalam ASEM menjadi kompetitor kuat bagi investasi EU15 dalam sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi.
A
3
Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
4
Download