simulasi kinematika terapi diabetes tipe 1

advertisement
SIMULASI KINEMATIKA TERAPI DIABETES TIPE 1
MENGGUNAKAN MINIMAL MODEL TERMODIFIKASI
DEMOS WIRA ARJUNA
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Simulasi Kinematika
Terapi Diabetes Tipe 1 Menggunakan Minimal Model Termodifikasi adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Demos Wira Arjuna
NIM G74100085
ii
ABSTRAK
DEMOS WIRA ARJUNA. Simulasi Kinematika Terapi Diabetes Tipe 1
Menggunakan Minimal Model Termodifikasi. Dibimbing oleh AGUS KARTONO.
Pemodelan matematika sistem untuk glukosa-insulin dalam tubuh manusia
menjadi salah satu topik yang menarik di bidang fisika sistem kompleks.
Pemodelan itu dapat digunakan sebagai perlakuan terapi pengobatan pada
penderita diabetes melitus tipe 1 (DMT1). Fungsi asupan glukosa dan suntikan
insulin merupakan faktor penting dalam menjaga metabolisme tubuh, terutama
konsentrasi gula darah. Minimal model dimodifikasi dengan menambahkan fungsi
asupan glukosa F(t) dan suntikan insulin U(t) yang diperoleh dari persamaan
diferensial oleh Nilam et al. Pengaturan jumlah kuantitas injeksi glukosa dan
insulin dan pengaturan waktu injeksi mempengaruhi kinematika sistem glukosainsulin dalam darah. Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan terapi yang optimal
diperoleh dengan melakukan pemberian suntikan insulin terlebih dahulu sebesar
560 μU/(mL.menit) pada rentang waktu t>0 hingga t<6 menit. Kemudian asupan
glukosa diberikan sebesar 47 dan 23 mg pada waktu injeksi t0=7 menit dan t0=15
menit. Terakhir, suntikan insulin diberikan kembali sebesar 38.1 μU/(mL.menit)
pada rentang waktu t>35 hingga t<180 menit, dalam intravenous glucose
tolerance test (IVGTT) selama 200 menit. Nilai r2 pada kurva tersebut diperoleh
sebesar 0.981.
Kata kunci: minimal model, asupan glukosa, suntikan insulin, terapi, diabetes
mellitus Tipe 1
ABSTRACT
DEMOS WIRA ARJUNA. Simulation of Therapeutic Kinematics Type 1
Diabetes Using Modified Minimal Model. Supervised by AGUS KARTONO.
Mathematical modelling of glucose-insulin system in the human body is one
of the interesting topic in physics of complex systems. It can be used as a
therapeutic treatment of diabetes mellitus type 1. The function of exogenous
glucose and insulin are important factors in maintaining the body’s metabolism,
especially are the blood sugar’s consentration. Minimal model was modified with
adding of exogenous glucose F(t) and insulin U(t) function that obtained from the
differential equations by Nilam et al. Arrangement of glucose and insulin injection
quantity and arrangement of time of injection time could affect the kinematics of
glucose-insulin system in the blood. Based on our results, the optimum therapeutic
treatment was obtained by first giving exogenous insulin at 560 μU/(mL.min) in
the period t>0 to t<16 minutes. The values of exogenous glucose were given by 47
and 23 mg at injection time t0=7 min and t0=15 min. Finally, exogenous insulin
was given at 38.1 μU/(mL.min) in the period t>35 to t<180 min, in the IVGTT
during 200 min. The value of r2 at the graph was 0.981.
Keywords: minimal model, exogenous glucose, exogenous insulin, therapy, type 1
diabetes
SIMULASI KINEMATIKA TERAPI DIABETES TIPE 1
MENGGUNAKAN MINIMAL MODEL TERMODIFIKASI
DEMOS WIRA ARJUNA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iv
Judul Skripsi : Simulasi Kinematika Terapi Diabetes Tipe 1 Menggunakan Minimal
Model Termodifikasi
Nama
: Demos Wira Arjuna
NIM
: G74100085
Disetujui oleh
Dr. Agus Kartono
Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr. Akhiruddin Maddu
Ketua Departemen Fisika
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 minimal
model kinetika glukosa dan insulin diabetes, dengan judul Simulasi Kinematika
Terapi Diabetes Tipe 1 Menggunakan Minimal Model Termodifikasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Agus Kartono selaku
pembimbing yang telah banyak memberi pengarahan, motivasi, dan saran.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga,
sahabat, pihak editor, lembaga dikti selaku pemberi beasiswa peningkatan prestasi
akademik (PPA), serta rekan seperjuangan satu topik penelitian di Departemen
Fisika, dan Fisika angkatan 47 atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Demos Wira Arjuna
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Sistem Glukosa dan Insulin Darah
3
Diabetes Tipe 1
4
Minimal Model Glukosa
4
Minimal Model Insulin
5
Pemodelan dari Kinematika Terapi Pengobatan untuk Diabetes
6
METODE
7
Waktu dan Tempat Penelitian
7
Alat
7
Prosedur Penelitian
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Perlakuan Kondisi Pertama pada Subjek
11
Perlakuan Kondisi Kedua pada Subjek
13
Perlakuan Kondisi Ketiga pada Subjek
14
Perlakuan Kondisi Keempat pada Subjek
15
Perlakuan Kondisi Kelima pada Subjek
16
Perlakuan Kondisi Keenam pada Subjek
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
18
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
32
x
DAFTAR TABEL
1 Variabel dan Parameter Minimal Model Glukosa
2 Variabel dan Parameter Minimal Model Insulin
5
6
DAFTAR GAMBAR
1 Sistem glukosa-insulin darah
2 Hasil simulasi minimal model glukosa antara waktu tanpa perlakuan
konsumsi glukosa dan suntikan insulin.
3 Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi pertama.
4 Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi kedua.
5 Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi ketiga.
6 Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi keempat.
7 Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi kelima.
8 Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi keenam.
9 Tampilan GUI: Simulasi Kinematika Terapi DMT1
3
10
12
13
14
15
16
17
21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Eksperimen IVGTT Orang Normal/Sehat dari Pacini dan Bergman
(1986)
2 Tampilan GUI Kinematika Terapi Minimal Model Termodifikasi pada
DMT1
3 Program GUI Penelitian Simulasi Kinematika Terapi Diabetes Tipe 1
4 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes Tipe 1
dengan Kondisi Pertama (Glukosa Eksogen & tanpa Infus Insulin)
5 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes Tipe 1
dengan Kondisi Kedua (Infus Insulin & tanpa Glukosa Eksogen)
6 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes Tipe 1
dengan Kondisi Ketiga ([i] Glukosa Eksogen & [ii] Infus Insulin)
7 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes Tipe 1
dengan Kondisi Keempat ([i] Infus Insulin & [ii] Glukosa Eksogen)
8 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes Tipe 1
dengan Kondisi Kelima ([i] Glukosa Eksogen, [ii] Infus Insulin, & [iii]
Glukosa Eksogen)
9 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes Tipe 1
dengan Kondisi Keenam ([i] Infus Insulin, [ii] Glukosa Eksogen, & [iii]
Infus Insulin)
20
21
22
24
26
28
29
30
31
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes merupakan masalah global yang dapat menghancurkan manusia,
sosial, dan dampak ekonomi. Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik
kronis yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk mempertahankan konsentrasi
glukosa darah dalam batas fisiologi yang disebabkan oleh malfungsi sistem
glukosa-insulin. Pada tubuh penderita Diabetes Melitus (DM) akan memiliki
konsentrasi glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin. Di Amerika
Serikat pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186.300 anak usia kurang dari 20 tahun
yang menyandang DM tipe 1 atau tipe 2. Angka tersebut sama dengan 0,2%
penduduk Amerika pada kelompok umur tersebut.1,2 Di Indonesia, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah pasien penderita DM dari
8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.3
Penyakit DM secara luas diklasifikasikan ke dalam dua kategori, diabetes tipe
1 dan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 adalah jenis yang paling umum dari diabetes.
Populasi diabetes tipe 2 di dunia hampir 90% sedangkan diabetes tipe 1 berada pada
kisaran antara 5-10%.5 Penyakit DM disebabkan oleh kelainan sekresi insulin
pankreas yakni tidak dapat memproduksi hormon insulin (tipe 1) atau sel-sel dalam
tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan optimal untuk penyerapan glukosa
(tipe 2). Tubuh manusia harus mempertahankan tingkat konsentrasi glukosa normal
pada kisaran antara 70-110 mg/dL jika tingkat kadar glukosa seseorang berada di
luar jangkauan tersebut, orang itu dianggap memiliki masalah glukosa darah yang
dikenal sebagai hiperglikemia atau hipoglikemia.4 Efek jangka panjang dari
diabetes akibat hiperglikemia dapat menyebabkan komplikasi dengan penyakit lain,
yaitu kegagalan kronis ginjal, kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan,
kerusakan jaringan saraf, dan bahkan kehilangan anggota tubuh. Begitupun dengan
hipoglikemia yang dapat menyebabkan pusing, koma, atau bahkan kematian.4
Penderita diabetes melitus tipe 1 tidak dapat dicegah dan tidak dapat
disembuhkan sehingga membutuhkan penyediaan insulin secara berkala untuk
bertahan hidup. Terapi konvensional untuk penderita diabetes tipe 1 melibatkan
insulin pengganti melalui beberapa suntikan harian (Multiple Daily Injections) atau
subkutan infus insulin berkala (Continuous Subcutaneous Insulin Infusion)5 dipandu
dengan pengukuran glukosa darah harian. Pemberian suntikan insulin dapat
beresiko terkena hipoglikemia apabila tanpa disertai asupan makanan (glukosa).5
Namun apabila asupan glukosa yang masuk ke dalam tubuh tidak terkendali maka
dapat beresiko terkena hiperglikemia. Kombinasi dari suntikan insulin dan asupan
glukosa yang baik dapat diperoleh kadar gula darah normal.
Model matematika merupakan alat yang menarik untuk memberikan
pemahaman dan penafsiran sistem kinematika glukosa-insulin10,11 pada tubuh
manusia dari waktu ke waktu sejak 1960 hingga saat ini.12,13 Pada penelitian ini
akan diperkenalkan modifikasi minimal model dengan penambahan dua fungsi yaitu
pemberian asupan glukosa dan suntikan insulin. Model ini diharapkan dapat
membantu dalam menjalani terapi untuk mempertahankan kadar glukosa darah pada
rentang normal bagi penderita diabetes tipe 1.
2
Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana model kinetika glukosa-insulin dapat memberikan gambaran
sebagai terapi penderita diabetes tipe 1 ?
2. Bagaimana kombinasi asupan glukosa dan suntikan insulin yang optimal
untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam rentang normal pada
minimal model termodifikasi bagi penderita diabetes tipe 1 ?
3. Berapakah nilai asupan glukosa F(t) dan suntikan insulin U(t) yang
diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimum ?
4. Apakah model hasil modifikasi ini cocok apabila dibandingkan dengan
hasil eksperimen orang normal ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah melihat kinematika glukosa darah dan insulin
pada tubuh diabetes tipe 1 dengan melakukan modifikasi pada persamaan minimal
model dan memperoleh nilai yang optimal dari fungsi pemberian asupan glukosa
F(t) dan suntikan insulin U(t) untuk menjalani terapi.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini ialah mengetahui pengaruh nilai fungsi asupan
glukosa F(t) dan suntikan insulin U(t) dalam kinematika sistem glukosa dan insulin
pada minimal model termodifikasi. Nilai kombinasi F(t) dan U(t) diharapkan dapat
berfungsi sebagai faktor penting untuk melakukan terapi bagi penderita diabetes
tipe 1 dan mengontrol kadar gula darah. Demikian model ini diharapkan dapat
memberikan informasi pada penderita diabetes melitus tipe 1 untuk melakukan
terapi tanpa beresiko hipoglikemia atau hiperglikemia.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini mempelajari dan memahami kinetika
glukosa dan insulin menggunakan teori minimal model. Kemudian
mengkombinasikan fungsi asupan glukosa F(t) dan fungsi suntikan insulin U(t)
yang diperoleh dari persamaan diferensial oleh Nilam et al 7 dengan minimal model
oleh Bergman et al 6 pada tubuh penderita diabetes tipe 1. Hasil simulasi nantinya
akan dibandingkan dengan karakteristik orang normal berupa data eksperimen dan
diperoleh nilai optimum dari kombinasi tersebut. Metode numerik yang digunakan
pada penelitian ini ialah menggunakan persamaan diferensial biasa orde 4 dan 5
(ode45).
Hipotesis
Minimal model yang dimodifikasi dengan menambahkan fungsi asupan
glukosa dan suntikan insulin akan mempengaruhi sistem kinetika glukosa-insulin.
Pemberian asupan glukosa F(t) yang lebih besar daripada pemberian suntikan
insulin U(t) pada penderita diabetes tipe 1 diperoleh kadar glukosa darah yang
tinggi sehingga penderita akan mengalami hiperglikemia. Sebaliknya, pemberian
3
asupan glukosa F(t) yang lebih kecil daripada pemberian suntikan insulin U(t)
diperoleh kadar glukosa darah yang rendah sehingga penderita akan mengalami
hipoglikemia. Pemberian jumlah asupan makanan dan suntikan insulin harus
seimbang untuk mempertahankan kadar glukosa darah pada rentang normal sesuai
dengan kondisi fisiologis tubuh manusia sehingga modifikasi minimal model yang
diusulkan dapat digunakan untuk mengetahui kinematika glukosa darah dan insulin
sebagai terapi penderita diabetes tipe 1.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Glukosa dan Insulin Darah
Sistem glukosa-insulin adalah contoh dari sistem rangkaian tertutup
fisiologis. Pada orang sehat, biasanya memiliki konsentrasi glukosa darah pada
kisaran 70-110 mg/dL. Sistem glukosa-insulin membantu untuk menjaga keadaan
stabil. Pada Gambar 1 sebuah deskripsi sistem sederhana ditampilkan.
Gambar 1 Sistem glukosa-insulin darah4
Sebagian besar waktu orang yang sehat berada pada daerah hijau, memiliki
konsentrasi glukosa darah normal. Jika orang tersebut kemudian menelan glukosa
tambahan ke sistem, misalnya melalui makan, orang tersebut berpindah ke daerah
merah dengan konsentrasi glukosa darah lebih tinggi. Ketika hal ini terjadi sinyal
dikirim ke pankreas, sel-sel β bereaksi dengan mengeluarkan hormon insulin.
Insulin ini meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel-sel, hati dan membawa orang
kembali pada ke daerah hijau. Jika konsentrasi glukosa darah masuk di bawah level
normal, orang berada pada daerah biru. Hal ini bisa terjadi sebagai respon dalam
melakukan berolahraga, yang berarti meningkatkan penyerapan glukosa. Ketika
orang berada pada daerah biru dengan konsentrasi glukosa darah rendah sebuah
sinyal dikirimkan ke pankreas. Sel-sel α bereaksi dengan melepaskan hormon
glukagon. Glukagon ini mempengaruhi sel-sel hati untuk melepas glukosa masuk ke
darah hingga orang kembali pada daerah hijau lagi. Ini adalah gambaran paling
sederhana dari sebuah sistem yang lebih rumit. Tetapi ini cara paling sederhana
dalam menjelaskan metabolisme sistem glukosa-insulin darah.4
4
Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 diderita sebagian besar anak - anak dan remaja,
meningkatkan kekhawatiran di seluruh dunia pada tingkat 3 % per tahun. Sebanyak
70.000 anak di seluruh dunia diperkirakan mengidap diabetes tipe 1 setiap
tahunnya. Jika tidak didiagnosis dan diobati dengan insulin, orang yang mengidap
penyakit diabetes tipe 1 dapat mengalami koma diabetes juga dikenal sebagai
diabetic ketoacidosis, hal ini dapat mengancam keselamatan jiwa.7
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh gangguan sistem autoimun yang
mengakibatkan kerusakan sel-sel β pada pankreas yang memproduksi insulin,
mengarah pada pengurangan produksi insulin secara drastis bahkan tidak ada sama
sekali insulin yang dihasilkan. Pada saat ini, para peneliti tidak mengetahui secara
pasti apa penyebab sistem imun tubuh menyerang sel-sel β, namun diyakini bahwa
autoimun, faktor keturunan, dan faktor lingkungan, mungkin virus terlibat
didalamnya.7
Pada tingkat produksi ini, insulin tidak mampu untuk menurunkan kadar
glukosa darah cukup cepat, ketika orang makan. Glukosa darah meningkat tajam
karena kehilangan fungsi lain dari insulin, yaitu fungsi untuk menghentikan
produksi glukagon, ketika tingkat glukosa darah tinggi. Alhasil, kadar glukosa
darah sangat tinggi apabila tidak dilakukan pengobatan. Jika tingkat glukosa darah
berada di atas 180 mg/dL, beberapa glukosa dilepaskan bersama dengan urin.
Gejala-gejala diabetes tipe 1 ialah kelelahan, kelaparan, dan kehilangan berat badan.
Diabetes tipe 1 atau dikenal sebagai Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
perlu mempertahankan kadar glukosa normal dengan diet seimbang dan latihan fisik
aktif, tetapi penderita memerlukan insulin setiap hari untuk bertahan hidup.4
Minimal Model Glukosa
Minimal model glukosa menjelaskan bagaimana tingkat glukosa berperilaku
menurut data insulin yang terukur selama IVGTT. Model ini adalah satu model
kompartemen yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah penjelasan
bagian utama tentang penggunaan dan penyerapan glukosa. Bagian kedua
menjelaskan mengenai insulin aktif yang merupakan pelaku interaksi (interaktor)
jarak jauh dimana tingkat mempengaruhi penyerapan glukosa oleh jaringan
interstisial serta penyerapan dan produksi oleh hati. Kedua bagian tersebut
dijelaskan secara matematis oleh dua persamaan diferensial4,12 diberikan oleh :
( )
=
− ( ) − ( ) ( ) (0) = ............ (1)
( )
=−
( )+
( ( )−
) (0) = 0
............ (2)
Tabel di bawah ini menunjukkan variabel, parameter, satuan, dan keterangan
dari persamaan di atas.
5
Tabel 1 Variabel dan Parameter Minimal Model Glukosa
Simbol
G(t)
Gb
t
I(t)
Ib
X(t)
p1
Satuan
mg/dL
mg/dL
menit
μU/mL
μU/mL
1/menit
1/menit
p2
p3
1/menit
L/(menit2.mU)
Keterangan
Konsentrasi glukosa darah
Konsentrasi glukosa darah basal
Waktu
Konsentrasi insulin darah
Konsentrasi insulin basal
Efek dari insulin aktif (aksi insulin)
SG atau sama dengan efektivitas glukosa, yaitu
penyerapan atau pembersihan glukosa tidak
bergantung pada peningkatan insulin
Laju penggunaan insulin aktif
Peningkatan kemampuan serapan disebabkan oleh
insulin
Sumber : Esben dan Jensen4 (2007)
Minimal model glukosa juga dapat memberikan informasi tentang efektivitas
glukosa dan sensitivitas insulin sebagai dua parameter penting. Efektivitas glukosa
(SG) dari seorang individu dapat dijelaskan sebagai peningkatan kuantitatif
hilangnya glukosa dalam menanggapi naiknya konsentrasi glukosa plasma.
Sensitivitas insulin (SI) pada keadaan mapan adalah pengaruh kuantitatif insulin
untuk meningkatkan kemampuannya dalam proses hilangnya glukosa.6 Efektivitas
glukosa SG dan sensitivitas insulin SI diberikan oleh:
=
dan
=
............ (3)
Minimal Model Insulin
Model yang menjelaskan kinetika glukosa sebagai sebuah produk masukan
data insulin telah dijelaskan. Tetapi gambaran dari kinetika insulin tidak dapat
dijelaskan dari persamaan diferensial sebelumnya. Bergman menyajikan minimal
model kinetika insulin, dijabarkan oleh persamaan diferensial berikut ini4 :
( )
= [ ( ) − ] − [ ( ) − ] (0) = ............ (4)
Seperti model glukosa, model insulin ini digunakan untuk menyajikan
IVGTT. Penurunan model insulin ini didasarkan pada kesetimbangan massa.
Apabila nilai G(t) lebih kecil dari p5 maka nilai [G(t) – p5] menjadi nol. Hal ini
menandakan bahwa saat glukosa darah G(t) rendah akan menghentikan produksi
insulinnya oleh pankreas atau tidak ada glukosa yang disekresikan keluar dari
tubuh. Tabel di bawah ini menunjukkan variabel, parameter, satuan, dan keterangan
dari persamaan di atas.
6
Tabel 2 Variabel dan Parameter Minimal Model Insulin
Simbol
G(t)
t
I(t)
Ib
p4
p5
p6
Satuan
mg/dL
menit
μU/mL
μU/mL
1/menit
mg/dL
mU.dL/(L.mg.menit)
Keterangan
Konsentrasi glukosa darah
Waktu
Konsentrasi insulin darah
Konsentrasi insulin basal
Laju penundaan insulin darah
Tingkat glukosa basal
Laju pankreas melepaskan insulin setelah
injeksi glukosa
Sumber : Esben dan Jensen4 (2007)
Pemodelan dari Kinematika Terapi Pengobatan untuk Diabetes
Model oleh Nilam7 mengasumsikan bahwa hilangnya glukosa adalah sebuah
fungsi linear baik glukosa dan insulin. Sekresi insulin sebanding dengan glukosa
dan hilangnya insulin sebanding dengan konsenstrasi insulin plasma.7 Modifikasi
persamaan diferensial digabungkan untuk glukosa plasma dan konsentrasi insulin,
ketika tingkat glukosa plasma puasa orang normal adalah 70-120 mg/dL, diberikan
sebagai berikut:
− ) (
=− ℎ + (
− )+
( )
............ (5)
ℎ
=
( −
) (
− )− ℎ +
( )
............ (6)
dimana, g(t) adalah konsentrasi glukosa plasma, h(t) adalah konsentrasi
insulin, li adalah konstanta sensitivitas, i = 1,2,3,4,5,6, F(t) adalah sumber masukan
makanan untuk glukosa plasma, I(t) adalah masukan insulin dan U(g0-g) adalah
fungsi unit satuan.
Insulin eksternal (suntikan insulin) akan diberikan melalui suntikan pada
tingkat jaringan lemak yang berada dibawah kulit (subkutan) secara berkala, isinya
dibocorkan ke dalam sistem selama periode waktu terrtentu. Oleh karena itu, I(t)
didefinisikan sebagai,
( ) =
pada t = t0, I(t) = 0 sehingga,
=−
̅−
+
maka ( ) =
(
)
............ (7)
dimana ρ adalah jumlah kuantitas injeksi, t0 adalah waktu injeksi, dan ̅ adalah jeda
waktu maksimum dari injeksi.
Kemudian sumber asupan glukosa didefinisikan sebagai F(t) dan dalam
bentuk persamaan eksponensial menurun yang diberikan oleh :
(
)
> ( )=
, ≤ ,
0,
............ (8)
̅
̅
7
dimana, S adalah jumlah asupan glukosa (mg) dan α adalah konstanta waktu yang
diperlukan untuk meluruh asupan glukosa (menit-1). Untuk t > t0, kasus nondiabetes, F(t) ≠ 0, I(t) = 0 dan untuk kasus diabetes, F(t) ≠ 0, I(t) ≠ 0.
Kombinasi antara fungsi asupan glukosa dan suntikan insulin dari persamaan
diferensial Nilam7 diharapkan dapat mempertahankan konsentrasi glukosa darah
dan digunakan sebagai terapi untuk penderita diabetes tipe 1. Minimal model
termodifikasi diberikan sebagai berikut :
( )
( ),
( )=
=
− ( ) − ( ) ( )+
............ (9)
( )
=−
( )+
( ( )−
),
( )=0
............ (10)
( )
= ( ( )−
) − ( ( )−
) + ( ),
( )>
,
( ) =
............ (11)
( )
=− ( ( )−
) + ( )
( )<
, ( ) = ,
............ (12)
dimana, U(t) adalah laju infus insulin eksogen secara berkala (suntikan
insulin), dan F(t) adalah sumber masukan glukosa sebagai sumber energi. Parameter
k sebagai laju pankreas melepaskan insulin setelah injeksi glukosa, γ sebagai laju
pelepasan insulin darah, dan rG sebagai distribusi per waktu kali per volume tubuh.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi,
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor sejak bulan September 2013 sampai dengan April 2014.
Alat
Penelitian ini menggunakan peralatan berupa alat tulis (kertas/ buku tulis,
pena, dan pensil), laptop ASUS® A46CB™ dengan processor Intel® Core™ i33217U CPU @ 1.80GHz, HDD 500 GB, dan Memori 4 GB. Perangkat lunak yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Micosoft® Windows™ 8.1 Pro 64 bit,
Microsoft® Office™ 2013, MATLAB® R2008b, dan MATLAB® R2013a.
Pendukung penelitian ini berupa sumber pustaka, yaitu jurnal-jurnal ilmiah, tesis,
dan sumber lain yang relevan.
8
Prosedur Penelitian
Penelitian ini memiliki tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mempermudah dalam mendapatkan hasil penelitian. Tahapantahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Studi literatur
Tahap ini merupakan penelusuran tinjauan pustaka untuk mendukung
pengerjaan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini dimulai dengan telaah pustaka dari
sistem kinetika glukosa dan insulin, persamaan minimal model oleh Bergman dan
model persamaan diferensial oleh Nilam, metode numerik Runge-Kutta orde 4 dan
5 dari persamaan diferensial biasa (ode45), dan pembuatan program menggunakan
perangkat lunak Matlab. Studi pustaka akan membantu penulis dalam
perkembangan penelitian hasil yang diperoleh dari simulasi program yang telah
dibuat dan dibandingkan dengan data eksperimen orang normal.
Modifikasi minimal model
Minimal model dirumuskan untuk mempelajari metabolisme glukosa dan
insulin pada tubuh manusia dengan menggunakan pemodelan matematika dalam
persamaan diferensial biasa. Sistem glukosa dan insulin serta jaringan interstisial
merupakan kesatuan sistem yang saling berhubungan sehingga persamaan
diferensial biasa yang dirumuskan berupa persamaan saling bergantungan
(terkopel). Kemudian minimal model oleh Bergman tersebut dimodifikasi dengan
penambahan fungsi asupan glukosa dan suntikan insulin yang diperoleh dari model
persamaan diferensial yang diusulkan oleh Nilam.
Pembuatan program menggunakan persamaan diferensial biasa orde 4 dan 5
Program simulasi dari usulan minimal model glukosa dan insulin dibuat
dengan menggunakan perangkat lunak Matlab. Bahasa pemrograman Matlab
diperlukan untuk memudahkan perhitungan secara numerik dan memudahkan
dalam pembuatan visual dalam bentuk grafik solusi persamaan laju perubahan
konsentrasi glukosa dan insulin dari model tersebut.
Analisis numerik Runge-Kutta orde 4 dan 5
Analisis numerik diperlukan karena model ini sulit untuk diselesaikan secara
analitik. Model matematika pada penelitian ini merupakan persamaan diferensial
biasa saling bergantungan. Penulis memilih metode numerik dengan tingkat akurasi
tinggi yakni Runge-Kutta orde 45 atau ode45 dan kompatibel dengan perangkat
lunak Matlab.
Melakukan simulasi program dengan berbagai variasi perlakuan
Program simulasi yang telah dibuat kemudian dilakukan berbagai variasi
perlakuan untuk terapi diabetes tipe 1 dengan enam kondisi sebagaimana dijelaskan
sebagai berikut: (1) kondisi pertama, dilakukan pemberian asupan glukosa F(t) dan
tanpa suntikan insulin U(t); (2) kondisi kedua, dilakukan pemberian suntikan insulin
U(t) dan tanpa asupan glukosa F(t); (3) kondisi ketiga, dilakukan pemberian asupan
glukosa F(t) dahulu kemudian diberikan suntikan insulin U(t); (4) kondisi keempat,
dilakukan pemberian suntikan insulin U(t) dahulu lalu diberikan asupan glukosa
9
F(t); (5) kondisi kelima, dilakukan pemberian asupan glukosa F(t) dahulu,
dilanjutkan dengan pemberian suntikan insulin U(t), dan diberi asupan glukosa
kembali F(t); dan (6) kondisi keenam, dilakukan pemberian suntikan insulin U(t)
dahulu, dilanjutkan dengan pemberian asupan glukosa F(t), dan diberi suntikan
insulin kembali U(t). Selanjutnya program dieksekusi dengan cara trial and error
hingga mendapatkan hasil penelitian yang sesuai dengan data eksperimen orang
normal/sehat.
Memvalidasi simulasi program
Program divalidasi melalui perbandingan dengan data eksperimen orang
normal/sehat yang digunakan dalam penelitian ini dan diperoleh dari jurnal ilmiah
yang dipublikasi. Validasi model dilakukan dengan cara menggunakan nilai
koefisien determinasi (r2) hasil simulasi model yang dibandingkan dengan data
eksperimen pada grafik, dan r2 yang diberikan sebagai berikut :
2
r =
St-Sr
St
Sr
=1- S
t
2
atau
2
r =1-
∑ (yi -yi )
2
∑ (yi -yi )
; dengan yi =
∑ (yi +yi )
N
............ (13)
dimana, r2 adalah koefisien determinasi, Sr adalah jumlah kuadrat residual
selisih antara data eksperimen dengan data percobaan, St adalah jumlah kuadrat
residual selisih antara data eksperimen dengan rata-rata dari data percobaan dan
eksperimen, yi adalah data eksperimen, yi adalah data hasil percobaan/simulasi
model, yi adalah rata-rata antara data percobaan dan eksperimen, dan N adalah
banyaknya data keseluruhan.
Koefisien determinasi memiliki rentang 0 hingga 1 yang menunjukkan
bahwa hasil simulasi model fit atau bersentuhan dengan data eksperimen pada
grafik dan apabila nilai r2 mendekati angka 1 maka simulasi program ialah valid.
Menentukan nilai fungsi asupan glukosa dan suntikan insulin
Selanjutnya, hasil simulasi program yang sudah valid dengan data
eksperimen akan diperoleh nilai parameter asupan glukosa dan suntikan insulin
yang optimal untuk menjalani terapi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Orang Sehat, Penderita Diabetes Tipe 1, dan Penderita Diabetes
Tipe 2
Pada penelitian ini, dilakukan berbagai variasi perlakuan pada subjek
diabetes tipe 1 melalui simulasi model. Namun sebelum itu, dikenalkan dahulu
karakteristik orang normal, diabetes tipe 1 (DMT1) dan diabetes tipe 2 (DMT2)
tanpa fungsi F(t) dan U(t) yang dapat dilihat pada Gambar 2. Solusi numerik
diperoleh dengan cara mensubtitusikan nilai-nilai parameter ke persamaan (1), (2),
dan (4) sehingga diperoleh grafik hubungan antara konsentrasi glukosa terhadap
waktu. Selanjutnya validasi model dilakukan antara hasil simulasi dengan data
eksperimen yang diperoleh dari jurnal.
10
Prosedur umum tes toleransi glukosa intravena (IVGTT) yaitu: pasien
melakukan puasa satu malam (8-12 jam), kemudian pasien diberikan sebuah bolus
glukosa melalui infus intravena, misalnya 0.33 g/kg berat badan atau 0.5 g/kg berat
badan dari 50% cairan.6 Karakteristik orang sehat diberikan pada data eksperimen
oleh Bergman8 berupa data glukosa dengan cara mengambil sampel darah dan
tertera pada Lampiran 2. Kadar glukosa yang awalnya berada pada tingkat basal,
kemudian naik karena adanya injeksi bolus glukosa ke dalam intravena. Setelah itu
glukosa perlahan-lahan turun ke tingkat basal karena adanya pemanfaatan glukosa
oleh tubuh menjadi energi. Proses ini dibantu oleh hormon insulin yang
disekresikan oleh pankreas. Hasil simulasi oleh Bergman berimpit dengan data
eksperimen dan menunjukkan kesesuaian. Hal ini mengindikasi bahwa simulasi
minimal model oleh Bergman adalah valid. Parameter yang digunakan mewakili
simulasi karakteristik orang sehat diantaranya6, G0 = 310 mg/dL, I0 = 360 μU/mL,
Gb = 92 mg/dL, Ib = 8 μU/mL, k = 0.3 menit-1, γ = 0.0033 μU.mL-1.menit-2, SG =
0.031 menit-1, p2 = 0.02093 menit-1, dan SI = 5.07 x 10-4 μU-1.mL.menit-1.
Karakteristik diabetes tipe 1 disimulasikan menggunakan minimal model dan
dapat ditunjukkan bahwa glukosa darah mencapai puncak karena injeksi bolus
glukosa ke dalam intravena, kemudian turun menuju glukosa basal tetapi
Gambar 2 Hasil simulasi minimal model glukosa antara waktu tanpa
perlakuan konsumsi glukosa dan suntikan insulin. Kurva
lingkaran merah menunjukkan data eksperimen orang
sehat; garis utuh hijau menunjukkan hasil simulasi oleh
Bergman8; titik hijau menunjukkan karakteristik DMT1;
titik merah menunjukkan karakteristik DMT2; dan garis
utuh hitam menunjukkan rentang glukosa basal (70-110
mg/dL).
konsentrasi glukosa kembali naik cukup tajam secara perlahan saat waktu t=70
hingga waktu t=200 menit. Parameter yang mewakili karakteristik DMT1
diantaranya4,8, G0 = 355 mg/dL, I0 = 15 μU/mL, Gb = 200 mg/dL, Ib = 0 μU/mL, k =
0.0926 menit-1, γ = 0.0055 μU.mL-1.menit-2, SG = 0.028735 menit-1, p2 = 0.028344
menit-1, dan SI = 1.775 x 10-3 μU-1.mL.menit-1. Karakteristik diabetes tipe 2
disimulasikan menggunakan minimal model dan diperoleh informasi bahwa glukosa
11
darah mencapai puncak setelah pemberian injeksi bolus glukosa ke dalam intravena,
kemudian turun menuju glukosa basal secara perlahan-perlahan hingga waktu
t=200 menit. Parameter yang mewakili karakteristik DMT2 diantaranya9, G0 = 310
mg/dL, I0 = 360 μU/mL, Gb = 140 mg/dL, Ib = 15 μU/mL, k = 0.270 menit-1, γ =
0.0055 μU.mL-1.menit-2, SG = 0.02 menit-1, p2 = 0.01 menit-1, dan SI = 0.62 x 10-4
μU-1.mL.menit-1.
Perbedaan konsentrasi glukosa terhadap waktu pada grafik antara DMT1 dan
DMT2 adalah terutama efektivitas glukosa SG dan sensitivitas insulin SI serta nilainilai parameter lainnya. Nilai SI dan SG pada DMT1 lebih besar daripada SI dan SG
pada DMT2. Hal ini disebabkan DMT1 sebagian besar diderita oleh anak-anak
dibawah usia 20 tahun sedangkan DMT2 diderita oleh orang dewasa sehingga
kemampuan kerja pada jaringan tubuh anak-anak lebih baik daripada orang dewasa.
Jadi, DMT1 memliki kemampuan insulin dalam menyerap konsentrasi glukosa
dalam tubuh lebih tinggi daripada kemampuan insulin yang dimiliki oleh DMT2
dan orang sehat. Kemudian DMT1 memiliki kemampuan penggunakan glukosa
tanpa bantuan insulin (SG) sedikit lebih tinggi daripada kemampuan SG yang
dimiliki oleh DMT2. Penyerapan glukosa untuk menghasikan energi tanpa bantuan
insulin terjadi pada otak, sel darah merah, dan jaringan otot.9 Data eksperimen
diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2 tidak disajikan pada penelitian ini.
Perlakuan Kondisi Pertama pada Subjek
Selanjutnya, subjek dilakukan perlakuan dengan operasi pemberian asupan
glukosa tanpa suntikan insulin dengan menggunakan nilai parameter DMT1 yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Solusi numerik diperoleh dengan cara
mensubtitusikan nilai-nilai parameter ke persamaan (9), (10), (11) dan (12)
sehingga diperoleh grafik hubungan antara konsentrasi glukosa terhadap waktu.
Hasil simulasi diperoleh pada Gambar 3. Pemberian glukosa dilakukan dengan 3
jenis yaitu model food1, food2, dan food3. Pada model food1 diberikan keadaannya
sebagai berikut, pemberian asupan glukosa F(t) pada saat t0=5 menit dengan S
sebesar 50 mg. Pada model food2 diberikan keadaannya sebagai berikut, pemberian
asupan glukosa F(t) ke-1 pada saat t0=5 menit dan F(t) ke-2 pada saat t0=45 menit
dengan S masing-masing sebesar 25 dan 25 mg. Pada model food3 diberikan
keadaannya sebagai berikut, pemberian asupan glukosa F(t) ke-1 pada saat t0=5
menit, F(t) ke-2 pada saat t0=60 menit, dan F(t) ke-3 pada saat t0=120 menit
dengan S masing-masing sebesar 20, 15, dan 15 mg. Nilai konstanta rG dan α
masing-masing diberikan sebesar 0.67 dL-1.menit-1 dan 0.039 menit-1. Parameter G0,
I0, Gb, Ib, k, γ, SG, p2, dan SI telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya, nilainilai tersebut digunakan pada semua perlakuan kondisi.
Hasil simulasi model food1 menunjukkan bahwa asupan glukosa F(t) akan
terserap oleh tubuh dan masuk pada aliran darah sehingga konsentrasi glukosa
dalam darah meningkat hingga membentuk puncak lalu menurun tajam sampai
menyentuh glukosa basalnya, kemudian naik kembali sampai waktu t=200 menit.
Subjek akan mengalami hiperglikemia pada waktu t=10 sampai t=30 menit dan
setelah waktu t=100 menit hingga waktu t=200 menit. Selanjutnya, hasil simulasi
model food2 diperlihatkan pada grafik bahwa asupan glukosa F(t) akan
meningkatkan konsetrasi glukosa tetapi tidak sebesar pada model food1 kemudian
turun hingga waktu t=40 menit dan naik kembali membentuk puncak kedua serta
12
menurun secara perlahan hingga waktu t=200 menit. Subjek mengalami kelebihan
glukosa dalam darah dengan dua buah puncak yang terbentuk. Terakhir, hasil
simulasi model food3 memberi informasi bahwa asupan glukosa F(t) terserap oleh
tubuh dan masuk dalam aliran darah sehingga konsentrasi glukosa darah meningkat
hingga membentuk puncak pertama tetapi tidak sebesar pada model food2.
Kemudian glukosa darah turun hingga waktu t=60 menit lalu konsentrasi glukosa
meningkat kembali akibat adanya asupan glukosa F(t) yang kedua hingga waktu
t=120 menit dan kembali naik akibat adanya asupan glukosa F(t) yang ketiga
Gambar 3 Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi pertama.
Kurva garis utuh magenta: hasil simulasi model food1,
hitam: hasil simulasi model food2, biru: hasil simulasi
model food3, titik hijau: karakteristik DMT1, dan
lingkaran merah: data eksperimen orang sehat.
membentuk puncak kemudian turun secara tajam menyentuh glukosa basal hingga
waktu t=200 menit. Hal ini mengakibatkan subjek akan mengalami hiperglikemia
yang disebabkan asupan glukosa yang tinggi dan injeksi glukosa yang masuk ke
dalam tubuh tidak terkendali karena glukosa F(t) masuk ke dalam tubuh sebanyak 3
kali, serta peranan insulin dalam mengubah glukosa menjadi energi atau glikogen
tidak signifikan.
Ketiga jenis dari perlakuan kondisi pertama adalah total jumlah glukosa dari
ketiga jenis tersebut sama besarnya yakni 50 mg. Hal ini menunjukkan bahwa
pengaturan jumlah konsumsi glukosa dan waktu yang baik diperlukan untuk
menghindari keadaan hiperglikemia yang disimulasikan selama 200 menit. Hasil
simulasi model food1, food2, dan food3 ialah tidak valid karena tidak menyentuh
data eksperimen orang sehat. Hasil fit kurva model food1, food2, dan food3
mempunyai nilai r2 masing-masing sebesar -1.89, -0.44, dan -0.24. Nilai r2 yang
diperoleh adalah negatif yang menandakan error tinggi.
13
Perlakuan Kondisi Kedua pada Subjek
Pada kondisi ini, subjek diberi perlakuan dengan pemberian suntikan insulin
tanpa disertai asupan glukosa. Pemberian suntikan insulin dilakukan dengan 2 jenis
yaitu model U1 dan U2. Pada model U1 diberikan keadaannya sebagai berikut,
pemberian suntikan insulin U(t) ke-1 pada saat t>3 hingga t<5 menit, U(t) ke-2
pada saat t>5 hingga t<10 menit, U(t) ke-3 pada saat t>10 hingga t<15 menit, U(t)
ke-4 pada saat t>15 hingga t<35 menit, U(t) ke-5 pada saat t>35 hingga t<60
menit, dan U(t) ke-6 pada saat t>60 hingga t<90 menit dengan nilai ρ masingmasing sebesar 21, 26, 20, 20, 15, dan 10 μU/(mL.menit). Pada model U2 diberikan
keadaannya sebagai berikut, pemberian suntikan insulin U(t) ke-1 pada saat t>35
hingga t<60 menit, U(t) ke-2 pada saat t>60 hingga t<75 menit, U(t) ke-3 pada saat
t>75 hingga t<100 menit, U(t) ke-4 pada saat t>100 hingga t<140 menit, dan U(t)
ke-5 pada saat t>140 hingga t<180 menit dengan nilai ρ masing-masing bernilai 7,
5, 4, 4, dan 3 μU/(mL.menit). Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 4 yaitu
hubungan konsentrasi glukosa terhadap waktu.
Pada hasil simulasi model U1 menunjukkan bahwa suntikan insulin U(t) akan
terserap oleh tubuh sehingga konsentrasi glukosa dalam darah menurun secara
signifikan terhitung dari waktu t=5 hingga t=70 menit dengan total jumlah waktu
sebesar 65 menit, kemudian glukosa mengalami kenaikan konsentrasi glukosa.
Subjek mengalami kekurangan glukosa (hipoglikemia) yang berada di bawah
rentang glukosa basal karena tidak ada asupan glukosa yang masuk ke dalam tubuh.
Kemudian hasil simulasi model U2 diperoleh informasi bahwa konsentrasi glukosa
yang terkandung pada grafik menunjukkan konsentrasi glukosa menurun secara
Gambar 4 Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi kedua. Kurva
garis utuh hitam: hasil simulasi model U1, biru: hasil
simulasi model U2, titik hijau: karakteristik DMT1, dan
lingkaran merah: data eksperimen orang sehat.
perlahan sama dengan hasil simulasi DMT1 pada waktu t=3 hingga t=40 menit,
setelah itu diberikan suntikan insulin selama 145 menit pada rentang 35 hingga 180
menit. Pada rentang tersebut, subjek mengalami glukosa normal karena konsentrasi
14
glukosa berimpit dengan data eksperimen orang normal pada rentang glukosa basal.
Kedua jenis dari pelakuan kondisi kedua menunjukkan hasil belum optimal dalam
mengatur konsentrasi glukosa dengan nilai r2 masing-masing sebesar 0.58 dan 0.66.
Pengaturan waktu injeksi insulin pada model U2 diperoleh hasil simulasi lebih baik
daripada pengaturan waktu injeksi pada model U1.
Perlakuan Kondisi Ketiga pada Subjek
Selanjutnya, subjek pertama-tama dilakukan pemberian asupan glukosa
kemudian pemberian suntikan insulin. Pemberian asupan glukosa F(t) ke-1
dilakukan pada saat t0=1 menit, F(t) ke-2 pada saat t0=31 menit, dan F(t) ke-3 pada
saat t0=61 menit, dengan S masing-masing memiliki nilai sebesar 5, 20, dan 5 mg.
Lalu pemberian suntikan insulin U(t) ke-1 dilakukan pada saat t>75 hingga t<100
menit, U(t) ke-2 pada saat t>100 hingga t<135 menit, dan U(t) ke-3 pada saat
t>135 hingga t<170 menit dengan nilai ρ masing-masing adalah 10, 3.5, dan 2.5
μU/(mL.menit). Hasil simulasi ditampilkan pada Gambar 5 yakni hubungan antara
konsentrasi glukosa terhadap waktu.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa pemberian asupan glukosa yang
diinjeksikan sebanyak 3 kali menunjukkan jumlah konsentrasi glukosa di atas hasil
simulasi DMT1 dan menurun curam hingga waktu t=30 menit dan dilanjutkan
dengan menurun landai hingga waktu t=60 menit. Kemudian konsentrasi glukosa
kembali naik perlahan dan dilanjutkan penurunan signifikan hingga waktu t=140
menit akibat pemberian suntikan insulin sebanyak 3 kali pada tubuh, lalu
konsentrasi glukosa kembali naik sesaat setelah menyentuh glukosa basal hingga
Gambar 5 Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi ketiga. Kurva
garis utuh biru: hasil simulasi; titik hijau: karakteristik
DMT1, dan lingkaran merah: data eksperimen orang sehat.
waktu t=200 menit. Subjek mengalami kelebihan glukosa (hiperglikemia) pada
rentang waktu 30 hingga 90 menit. Pada perlakuan kondisi ini, model masih belum
memperoleh hasil yang optimal karena hasil simulasi model tidak berimpit dengan
15
data eksperimen orang sehat. Nilai r2 yang diperoleh sebesar 0.40, hasil simulasi
model ini adalah tidak valid.
Perlakuan Kondisi Keempat pada Subjek
Pada kondisi ini, subjek pertama-tama dilakukan pemberian suntikan insulin
kemudian pemberian asupan glukosa. Pemberian suntikan insulin U(t) ke-1
dilakukan pada saat t>0 hingga t<4 menit, U(t) ke-2 pada saat t>4 hingga t<10
menit, U(t) ke-3 pada saat t>10 hingga t<15 menit, U(t) ke-4 pada saat t>15 hingga
t<20 menit, dan U(t) ke-5 pada saat t>20 hingga t<60 menit dengan nilai ρ masingmasing sebesar 35, 25, 15, 10, dan 5 μU/(mL.menit). Kemudian pemberian asupan
glukosa F(t) ke-1 dilakukan pada saat t0=60 menit dan F(t) ke-2 dilakukan pada
saat t0=120 menit masing-masing bernilai 20 dan 10 mg. Hasil simulasi ditampilkan
pada Gambar 6 yaitu hubungan antara konsentrasi glukosa terhadap waktu.
Hasil simulasi model memperlihatkan bahwa konsentrasi glukosa dalam darah
menurun drastis hingga berada di bawah glukosa basal pada rentang waktu 2 hingga
56 menit, artinya subjek mengalami hipoglikemia atau kekurangan glukosa dalam
darah. Konsentrasi glukosa kembali naik secara signifikan membentuk puncak
Gambar 6 Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi keempat.
Kurva garis utuh biru: hasil simulasi; titik hijau:
karakteristik DMT1, dan lingkaran merah: data
eksperimen orang sehat.
pertama pada rentang waktu 60 hingga 80 menit, dan kembali naik membentuk
puncak kedua pada rentang waktu 120 hingga 150 menit akibat injeksi glukosa yang
masuk dalam tubuh. Subjek mengalami kelebihan glukosa atau hiperglikemia
karena berada di atas rentang glukosa basal juga di atas hasil simulasi DMT1. Pada
perlakuan kondisi ini, model yang disimulasikan tidak memperoleh hasil yang
optimal dengan nilai r2 pada grafik sebesar 0.43.
16
Perlakuan Kondisi Kelima pada Subjek
Selanjutnya, pada subjek pertama-tama dilakukan pemberian asupan glukosa,
kemudian pemberian suntikan insulin dan terakhir dilakukan pemberian asupan
glukosa kembali. Pemberian asupan glukosa F(t) ke-1 dilakukan pada saat t0=5
menit, dan F(t) ke-2 pada saat t0=35 menit dengan nilai S masing-masing sebesar
10 dan 7.5 mg. Kemudian suntikan insulin U(t) ke-1 diberikan pada saat t>40
hingga t<50 menit dan U(t) ke-2 pada saat t>50 hingga t<75 menit masing-masing
bernilai dengan ρ sebesar 15 dan 15 μU/(mL.menit). Terakhir, pemberian asupan
glukosa F(t) ke-3 diberikan pada saat t0=80 menit, F(t) ke-4 pada saat t0=95 menit,
dan F(t) ke-5 pada saat t0=130 menit dengan nilai masing-masing sebesar 10, 7.5,
dan 10 mg. Hasil simulasi ditampilkan pada Gambar 7 yaitu hubungan antara
konsentrasi glukosa terhadap waktu.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah
konsentrasi glukosa dalam darah karena masuknya glukosa F(t) ke dalam tubuh di
atas kadar glukosa hasil simulasi DMT1 kemudian terjadi penurunan kadar glukosa
berlangsung cukup cepat pada rentang waktu 2 hingga 24 menit kemudian
dilanjutkan dengan penurunan cukup lambat hingga waktu t=80 menit hal ini
disebabkan oleh suntikan insulin U(t) masuk ke dalam aliran darah dan glukosa
terserap oleh tubuh untuk digunakan sebagai energi. Konsentrasi darah kembali
menaik secara perlahan sehingga membentuk puncak pertama pada rentang waktu
100 hingga 120 menit dan puncak kedua pada rentang waktu 140 hingga 180 menit.
Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi kelima.
Kurva garis utuh biru: hasil simulasi; titik hijau:
karakteristik DMT1, dan lingkaran merah: data eksperimen
orang sehat.
Hal ini disebabkan adanya asupan glukosa F(t) berikutnya setelah pemberian
suntikan insulin dilakukan. Subjek masih mengalami kelebihan glukosa
(hiperglikemia) pada rentang waktu 5 hingga 50 menit dan rentang waktu 100
hingga 200 menit. Pada perlakuan kondisi ini, model yang disimulasikan tidak
memperoleh hasil yang optimal dengan nilai r2 pada grafik sebesar 0.177.
Gambar 7
17
Perlakuan Kondisi Keenam pada Subjek
Pada kondisi yang terakhir ini, pertama-tama diberikan pemberian suntikan
insulin, lalu dilanjutkan dengan pemberian asupan glukosa dan terakhir pemberian
suntikan insulin dilakukan kembali. Pemberian suntikan insulin U(t) ke-1 dilakukan
pada saat t>0 hingga t<2 menit, U(t) ke-2 pada saat t>2 hingga t<4 menit, U(t) ke3 pada saat t>4 hingga t<6 menit dengan nilai ρ masing-masing sebesar 350, 125,
dan 85 μU/(mL.menit). Berikutnya, pemberian asupan glukosa F(t) ke-1 dilakukan
pada saat t0=7 menit dan F(t) ke-2 pada saat t0=15 menit dengan S masing-masing
sebesar 47 dan 23 mg. Terakhir, pemberian suntikan insulin U(t) ke-4 dilakukan
pada saat t>35 hingga t<40 menit, U(t) ke-5 pada saat t>40 hingga t<45 menit,
U(t) ke-6 pada saat t>50 hingga t<60 menit, U(t) ke-7 pada saat t>60 hingga t<80
menit, U(t) ke-8 pada saat t>80 hingga t<120 menit, dan U(t) ke-9 pada saat t>120
hingga t<180 menit dengan nilai ρ masing-masing sebesar 10, 9, 8, 4, 4.3,dan 2.8
μU/(mL.menit). Hasil simulasi model ditunjukkan pada Gambar 8 yaitu hubungan
antara konsentrasi glukosa terhadap waktu
Hasil simulasi model menunjukkan terjadi penurunan jumlah konsentrasi
glukosa dari hasil simulasi model DMT1 yang disebabkan oleh jumlah suntikan
insulin U(t) yang tinggi masuk ke dalam tubuh. Konsentrasi glukosa menurun
secara perlahan dan cukup landai hingga menyentuh glukosa basalnya hingga waktu
t=200 menit. Jumlah asupan makanan yang masuk setelah injeksi insulin membantu
terjaganya konsentrasi glukosa dan diseimbangkan kembali dengan jumlah injeksi
insulin berikutnya sampai waktu t=200 menit. Pada grafik dapat dilihat bahwa hasil
simulasi model berimpit dengan data eksperimen orang sehat yang berarti diperoleh
Gambar 8
Hasil simulasi minimal model glukosa kondisi keenam.
Kurva garis utuh biru: hasil simulasi; titik hijau:
karakteristik DMT1, dan lingkaran merah: data eksperimen
kombinasi optimal antara jumlah asupan glukosa F(t) dengan suntikan insulin U(t).
Nilai r2 diperoleh sebesar 0.981 dari grafik tersebut, hal ini mengindikasikan bahwa
hasil model simulasi pada kondisi ini adalah valid.
18
Pengaturan waktu injeksi glukosa F(t) dan insulin U(t) mempengaruhi
konsentrasi glukosa dalam darah, disamping itu pula besarnya jumlah kuantitas F(t)
dan U(t) yang diberikan pada penderita DMT1 mempengaruhi konsentrasi glukosa
sehingga dalam menjalani terapi insulin dapat berlangsung dengan baik yaitu, tidak
terjadinya hiperglikemia dan hipoglikemia.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perlakuan kondisi pada penerapan terapi glukosa-insulin mempengaruhi
pergerakkan atau kinematika sistem glukosa dan insulin dalam tubuh. Modifikasi
minimal model ini dapat menjelaskan gambaran sebagai kinematika terapi pada
DMT1 dapat dilihat bahwa fungsi asupan glukosa F(t) dan suntikan insulin U(t)
saling berhubungan dan mempengaruhi kinematika sistem glukosa dan insulin
dalam tubuh. Apabila jumlah asupan glukosa F(t) lebih tinggi daripada jumlah
suntikan insulin U(t) yang diperlukan oleh tubuh maka subjek DMT1 akan
mengalami hiperglikemia, sebaliknya, apabila jumlah glukosa F(t) lebih rendah
daripada suntikan insulin U(t) yang diperlukan oleh tubuh maka subjek DMT1 akan
mengalami hipoglikemia.
Berdasarkan hasil simulasi model diperoleh informasi bahwa pengaturan
waktu yang tepat akan menghasilkan terapi yang baik yaitu penderita DMT1 tidak
mengalami hiperglikemia atau hipoglikemia. Hasil simulasi model yang diusulkan
cocok dengan data eksperimen dengan nilai r2 pada kurva sebesar 0.981 yang
ditunjukkan pada perlakuan kondisi keenam dimana dengan pemberian suntikan
insulin terlebih dahulu, asupan glukosa, dan suntikan insulin kembali. Total jumlah
injeksi insulin yang masuk ke dalam tubuh sebesar 560 μU/(mL.menit) pada
rentang waktu t>0 hingga t<6 menit. Asupan glukosa diberikan ke dalam tubuh
dengan total jumlah injeksi glukosa 70 mg pada waktu injeksi t0=7 menit dan t0=15
menit. Terakhir, suntikan insulin diberikan kembali dengan total jumlah injeksi
insulin sebesar 38.1 μU/(mL.menit) pada rentang waktu t>35 sampai t<180 menit.
Kombinasi tersebut dapat diperoleh hasil yang optimum. Pengaturan waktu dan
jumlah kuantitas F(t) dan U(t) perlu diatur dengan baik sehingga mendapatkan
konsentrasi glukosa dalam rentang normal.
Saran
Pengobatan terapi insulin bagi diabetes tipe 1 merupakan salah satu upaya
penting yang perlu dilakukan untuk menjaga kadar glukosa darah pada rentang
normal. Pada penelitian ini hanya dilakukan pemodelan pengobatan terapi dengan
cara diberikan asupan glukosa dan suntikan insulin dengan berbagai variasi
perlakuan sehingga harapannya pada penelitian lebih lanjut akan dapat ditambah
parameter aktivitas fisik dalam simulasi kinematika terapi. Fungsi asupan glukosa
juga perlu dimodifikasi untuk memperoleh gambaran fisis yang lebih baik mengenai
metabolisme tubuh dalam mencerna makanan dari gugus kompleks hingga menjadi
gugus yang sederhana.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI-World Diabetes Foundation.
2009. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. ISBN: 978-979-8421-38-9
2. Pulungan Aman, Herqutanto. 2009. Diabetes Melitus Tipe 1: “Penyakit Baru”
yang akan Makin Akrab dengan Kita. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor:
10, Oktober 2009
3. [PERKENI] Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia.
4. Friis, Esben., Jensen. 2007. Modeling and Simulation of Glucose-Insulin
Metabolism. Denmark:Technical University of Denmark
5. Hipszer, Brian Ray. 2001. A Type 1 Diabetic Model. Drexel University.Thesis.
6. Pacini G, Bergman R.N. 1986. MINMOD: A Computer Program to Calculate
Insulin Sensitivity and Pancreatic Responsivity from The Frequently Sampled
Intravenous Glucose Tolerance Test. Computer Methods and Programs in
Biomedicine 23: 113-122. Elsevier
7. Nilam N., Seyed M. Moghadas and Pappur N. Shivakumar. 2011. Therapeutic
Modelling of Type 1 Diabetes. InTech. ISBN: 978-953-307-756-7
8. Lynch, Sandra M. and Bequette, B. Wayne. 2001. Estimation-based Model
Predictive Control of Blood Glucose in Type I Diabetics: A Simulation Study.
Proceedings of the IEEE 27th Annual Northeast Bioengineering Conference
2001.
9. Kartono,Agus.2013.Modified minimal model for effect of physical exercise on
insulin sensitivity and glucose effectiveness in type 2 diabetes and healthy
human. J Theory Biosciences. Springer. ISSN 1431-7613
10. Bergman RN. 2005. Minimal Model: Perspective from 2005. Hormone
Research 64 (suppl 3): 8-15.
11. Makroglou A, Li J, Kuang Y. 2006. Mathematical Models and Software Tools
for The Glucose-Insulin Regulatory System and Diabetes: an overview. Applied
Numerical Matematics 56: 558-573.
12. Riel, Natal Van. 2004. Minimal Models for Glucose and Insulin Kinetics: A
Matlab implementation. Eindhoven University of Technology, Department of
Biomedical Engineering, Department od Electrical Engineering, BIOMIM &
Control System. Version of February 5, 2004: 1-11.
13. Abbes, Lefebvre, Cormerais, and Richard. 2011. A new model for closed-loop
control in type 1 diabetes. Preprints of the 18th IFAC World Congress Milano
(Italy) August 28 – September 2, 2011.
14. Chapra, Steven. 2012. Applied Numerical Methods with Matlab for Engineers
and Scientists, 3rd Ed. New York: McGraw-Hill
15. Prasek et al. 2003. Continous Subcutaneous Insuin Infusion (CSII). Vuk
Vrhovac Institute, University Clinic for Diabetes, Endorinology and Metabolic
Diseases, Croatia. Diabetologia Croatica 32-3, 2003
16. Kovatchev, Breton, Dalla, Cobelli. 2009. In Silico Preclinical Trials: A Proof of
Concept in Closed-Loop Control of Type 1 Diabetes. Journal of Diabetes
Science and Technology © Diabetes Technology Society
20
Lampiran 1 Data Eksperimen IVGTT Orang Normal/Sehat dari Pacini dan
Bergman (1986)
Waktu (menit)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
19
22
27
32
42
52
62
72
82
92
102
122
142
162
182
Kadar Glukosa (mg/dL)
92
350
287
251
240
216
211
205
196
192
172
163
142
124
105
92
84
77
82
81
82
82
85
90
Kadar Insulin (μU/(mL)
11
26
130
85
51
49
45
41
35
30
30
27
30
22
15
15
11
10
8
11
7
8
8
7
21
Lampiran 2 Tampilan GUI Kinematika Terapi Minimal Model Termodifikasi pada
DMT1
Gambar 9 Tampilan GUI: Simulasi Kinematika Terapi DMT1
22
Lampiran 3 Program GUI Penelitian Simulasi Kinematika Terapi Diabetes Tipe 1
%%Pembuatan
GUI
untuk
Penelitian
Demos Wira Arjuna
clear all; clc;
win1=figure (...
'units','points', ...
'position',[35
55
600
450],
'color',[.7 .8 .9], ...
'menubar','none','resize','off','numb
ertitle','off',...
'name','GUI:
Simulasi
Kinematika
Terapi Diabetes Tipe 1');
menu1=uimenu('parent',win1,...
'label','Menu');
menu11=uimenu('parent',menu1,...
'label','Close',...
'callback','close',...
'accelerator','Q');
menu2=uimenu('parent',win1,...
'label','Help');
menu21=uimenu('parent',menu2,...
'label','About',...
'callback','about');
frame1=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points',...
'position',[0 417 600 30],...
'style','frame',...
'backgroundcolor',[0.1 0.2 1]);
frame2=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points',...
'position',[0 0 600 30],...
'style','frame',...
'backgroundcolor',[0.1 0.2 1]);
text1=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points',...
'position',[50 425 500 15],...
'style','Text',...
'string','Simulasi
Kinematika
Terapi Diabetes Tipe 1 Menggunakan
Modifikasi Model Minimal',...
'fontname','times new roman',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',14,...
'fontweight','bold',...
'backgroundcolor',[0.1 0.2 1],...
'foregroundcolor',[1 1 1]);
text2=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points',...
'position',[150 7 300 15],...
'style','Text',...
'string','Copyright @2014
:
Demos Wira Arjuna G74100085',...
'fontname','times new roman',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',13,...
'fontweight','bold',...
'backgroundcolor',[0.1 0.2 1],...
'foregroundcolor',[1 1 1]);
text3=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points',...
'position',[25 30 555 70],...
'style','Text',...
'string','Keterangan:',...
'fontname','times new roman',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',13,...
'fontweight','bold',...
'backgroundcolor',[1 0.8 1],...
'foregroundcolor',[0 0 0]);
kata1=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points',...
'position',[25 385 180 15],...
'style','Text',...
'string','Klik salah satu :',...
'fontname','times new roman',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',11,...
'fontweight','bold',...
'backgroundcolor',[1 0.1 0.1],...
'foregroundcolor',[0 0 0]);
kata2=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points',...
'position',[25 155 180 15],...
'style','Text',...
'string','Pilih salah satu :',...
'fontname','times new roman',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',11,...
'fontweight','bold',...
'backgroundcolor',[0.1 1 0.1],...
'foregroundcolor',[0 0 0]);
ket1=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points',...
'position',[30 60 545 25],...
'style','edit',...
'string','------------BLANK--------',...
'fontname','times new roman',...
'fontsize',10,...
'fontweight','bold',...
'backgroundcolor',[1 0.9 1],...
'foregroundcolor',[0 0 0]);
ket2=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points',...
'position',[30 33 545 25],...
'style','edit',...
'string','------------BLANK--------',...
'fontname','times new roman',...
'fontsize',9,...
'fontweight','bold',...
'backgroundcolor',[1 0.9 1],...
'foregroundcolor',[0 0 0]);
push_b1=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points',...
'position',[25 360 90 15],...
'callback','eksekusi_karakteristik',.
..
'style','pushbutton',...
'string','Kontrol',...
'fontname','arial',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',10,...
'fontweight','bold',...
'foregroundcolor',[0 0 0],...
'backgroundcolor',[1 1 1]);
push_b2=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points', ...
'position',[25 330 90 15],...
'callback','eksekusi_variasi1',...
'style','pushbutton',...
'string','Variasi 1',...
'fontname','arial',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',10,...
'foregroundcolor',[0 0 0],...
'backgroundcolor',[1 1 1]);
push_b3=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points', ...
23
'position',[25 300 90 15],...
'callback','eksekusi_variasi2',...
'style','pushbutton',...
'string','Variasi 2',...
'fontname','arial',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',10,...
'foregroundcolor',[0 0 0],...
'backgroundcolor',[1 1 1]);
push_b4=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points', ...
'position',[25 270 90 15],...
'callback','eksekusi_variasi3',...
'style','pushbutton',...
'string','Variasi 3',...
'fontname','arial',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',10,...
'foregroundcolor',[0 0 0],...
'backgroundcolor',[1 1 1]);
push_b5=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points', ...
'position',[25 240 90 15],...
'callback','eksekusi_variasi4',...
'style','pushbutton',...
'string','Variasi 4',...
'fontname','arial',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',10,...
'foregroundcolor',[0 0 0],...
'backgroundcolor',[1 1 1]);
push_b6=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points', ...
'position',[25 210 90 15],...
'callback','eksekusi_variasi5',...
'style','pushbutton',...
'string','Variasi 5',...
'fontname','arial',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',10,...
'foregroundcolor',[0 0 0],...
'backgroundcolor',[1 1 1]);
push_b7=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points', ...
'position',[25 180 90 15],...
'callback','eksekusi_variasi6',...
'style','pushbutton',...
'string','Variasi 6',...
'fontname','arial',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',10,...
'foregroundcolor',[0 0 0],...
'backgroundcolor',[1 1 1]);
push_b8=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points', ...
'position',[25 102 90 25],...
'callback','info',...
'style','pushbutton',...
'string','PROSES',...
'fontname','arial',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',10,...
'foregroundcolor',[1 1 1],...
'backgroundcolor',[0.1 0.1 0.1]);
push_b9=uicontrol('parent',win1, ...
'units','points', ...
'position',[120 102 90 25],...
'callback','kalibrasi',...
'style','pushbutton',...
'string','KALIBRASI',...
'fontname','arial',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',10,...
'foregroundcolor',[0 0 0],...
'backgroundcolor',[1 1 1]);
popup1=uicontrol('parent',win1,...
'units','points', ...
'position',[25 130 105 20],...
'style','popupmenu',...
'string','0.) ~F(t) & ~U(t)|1.)
F(t) & ~U(t)|2.) ~F(t) & U(t)|3.)
F(t) & U(t)|4.) U(t) & F(t)|5.) F(t)
& U(t) & F(t)|6.) U(t) & F(t) &
U(t)',...
'fontname','arial',...
'fontweight','bold',...
'fontsize',10,...
'backgroundcolor',[1 1 1]);
grafik1=axes('parent',win1,...
'units','points',...
'position',[245 130 320 250],...
'xgrid','on',...
'ygrid','on',...
'xcolor',[0.2 0.2 .1],...
'ycolor',[0.2 0.2 .1],...
'zcolor',[0.2 0.2 .1],...
'fontsize',9, ...
'color', [1 1 1]);
xlabel('waktu
(menit)','fontweight','bold','fontsiz
e',11);
ylabel('Konsentrasi
Glukosa
(mg/dL)','fontweight','bold','fontsiz
e',11);
24
Lampiran 4 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes
Tipe 1 dengan Kondisi Pertama (Glukosa Eksogen & tanpa Infus
Insulin)
%% Model glukosa eksogen pertama
(food1)
function dg1dt =
diabetes_insulin_variasi1_food1(t,g1)
dg1dt = zeros(size(g1));
% parameter
gamma = 0.0055; % [1/min2] as the p6
k = 5/54; % as 0.0925 % the other
0.27; %[1/min] as the p4
Gb= 200;
% [mg/dL] as the p5
Ib = 0;
%[mU/L]
p1 = 0.028735; % [1/min] as the Sg
(effectiveness of glucose)
p2 = 0.028344; % [1/min]
p3 = 5.035E-5; % [L/min2mU]
Si = p3/p2;
% Si = 1.8E-3
t0=0;
rg = 0.67;
alpha = 0.039;
food = 0;
% Fungsi asupan makanan yang dimulai
5 menit pertama
if t>5 & t<180
t0=5;
food1 = 50*exp(-alpha*(t-t0));
else
food1 = 0;
end
food = food1;
Gb= 200;
% [mg/dL] as the p5
Ib = 0;
%[mU/L]
p1 = 0.028735; % [1/min] as the Sg
(effectiveness of glucose)
p2 = 0.028344; % [1/min]
p3 = 5.035E-5; % [L/min2mU]
Si = p3/p2;
% Si = 1.8E-3
t0=0;
rg = 0.67;
alpha = 0.039;
food = 0;
% Fungsi asupan makanan yang
dilakukan selama tiga jam penuh
% dengan melakukan injeksi makanan
sebanyak 2 kali
if t>5 & t<180
t0=5;
food1 = 25*exp(-alpha*(t-t0));
else
food1 = 0;
end
if t>45 & t<180
t0=45;
food2 = 25*exp(-alpha*(t-t0));
else
food2 = 0;
end
food = food1 + food2;
% Fungsi suntikan eksternal
U=0;
% Fungsi suntikan eksternal
U=0;
G = g1(1);
X = g1(2);
I = g1(3);
G = g2(1);
X = g2(2);
I = g2(3);
% Persamaan Differensial Biasa
% Persamaan Differensial Biasa
if G > Gb
dg1dt(1)
rg*food;
dg1dt(2)
dg1dt(3)
Ib) + U;
else
dg1dt(1)
rg*food;
dg1dt(2)
dg1dt(3)
end
if G > Gb
dg2dt(1)
rg*food;
dg2dt(2)
dg2dt(3)
Ib) + U;
else
dg2dt(1)
rg*food;
dg2dt(2)
dg2dt(3)
end
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= gamma*(G-Gb)*t - k*(I-
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= -k*(I-Ib) + U;
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= gamma*(G-Gb)*t - k*(I-
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= -k*(I-Ib) + U;
end
end
%% Model glukosa eksgen kedua (food2)
%% Model glukosa eksogen ketiga
(food3)
function dg3dt =
diabetes_insulin_variasi1_food3(t,g3)
dg3dt = zeros(size(g3));
% parameter
gamma = 0.0055; % [1/min2] as the p6
k = 5/54; % as 0.0925
% the other
0.27; %[1/min] as the p4
function dg2dt =
diabetes_insulin_variasi1_food2(t,g2)
dg2dt = zeros(size(g2));
% parameter
gamma = 0.0055;
% [1/min2] as the
p6
k = 5/54; % as 0.0925
% the other
0.27; %[1/min] as the p4
Gb= 200;
% [mg/dL] as the p5
25
Ib = 0;
p1 = 0.028735;
p2 = 0.028344;
p3 = 5.035E-5;
Si = p3/p2;
t0=0;
rg = 0.67;
alpha = 0.039;
food = 0;
%[mU/L]
% [1/min] as the Sg (effectiveness of glucose)
% [1/min]
% [L/min2mU]
% Si = 1.8E-3
% Fungsi asupan makanan yang dilakukan 3 injeksi makanan
if t>5 & t<180
t0=5;
food1 = 20*exp(-alpha*(t-t0));
else
food1 = 0;
end
if t>60 & t<180
t0=60;
food2= 15*exp(-alpha*(t-t0));
else
food2 = 0;
end
if t>120 & t<180
t0=120;
food3= 15*exp(-alpha*(t-t0));
else
food3 = 0;
end
food = food1+food2+food3;
% Fungsi suntikan eksternal
U=0;
G = g3(1);
X = g3(2);
I = g3(3);
% Persamaan Differensial Biasa
if G > Gb
dg3dt(1)
dg3dt(2)
dg3dt(3)
else
dg3dt(1)
dg3dt(2)
dg3dt(3)
end
end
= p1*(Gb-G) - X*G + rg*food;
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= gamma*(G-Gb)*t - k*(I-Ib) + U;
= p1*(Gb-G) - X*G + rg*food;
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= -k*(I-Ib) + U;
26
Lampiran 5 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes
Tipe 1 dengan Kondisi Kedua (Infus Insulin & tanpa Glukosa
Eksogen)
%% Model infus insulin pertama (U1)
function dg1dt =
diabetes_insulin_variasi2_u1(t,g1)
dg1dt = zeros(size(g1));
% parameter
gamma = 0.0055;
% [1/min2] as
the p6
k = 5/54; % as 0.0925
% the other
0.27; %[1/min] as the p4
Gb= 200;
% [mg/dL] as
the p5
Ib = 0;
%[mU/L]
p1 = 0.028735;
% [1/min] as
the Sg (effectiveness of glucose)
p2 = 0.028344;
% [1/min]
p3 = 5.035E-5;
% [L/min2mU]
Si = p3/p2;
% Si = 1.8E-3
t0=0;
rg = 0.67;
alpha = 0.039;
t0=0;
food=0;
rho1=21;
rho2=26;
rho3=20;
rho4=20;
rho5=15;
rho6=10;
% Fungsi suntikan eksternal
if t>3 & t<5
% Disuntik
insulin pada waktu t>3 menit hingga
t<75 menit
ti=3;
tlag=5;
U= -rho1*ti/(tlagti)+rho1*t/(tlag-ti);
%U=7*3;
elseif t>5 & t<10
ti=5;
tlag=10;
U= -rho2*ti/(tlagti)+rho2*t/(tlag-ti);
%U=5.2*5;
elseif t>10 & t<15
ti=10;
tlag=15;
U= -rho3*ti/(tlagti)+rho3*t/(tlag-ti);
%U=2*5;
elseif t>15 & t<35
ti=15;
tlag=35;
U= -rho4*ti/(tlagti)+rho4*t/(tlag-ti);
%U=1*5;
elseif t>35 & t<60
ti=35;
tlag=60;
U= -rho5*ti/(tlagti)+rho5*t/(tlag-ti);
%U=2;
elseif t>60 & t<73
ti=60;
tlag=73;
U= -rho6*ti/(tlagti)+rho6*t/(tlag-ti);
%U=3;
else
U=0;
end
G = g1(1);
X = g1(2);
I = g1(3);
% Persamaan Differensial Biasa
if G > Gb
dg1dt(1)
rg*food;
dg1dt(2)
dg1dt(3)
Ib) + U;
else
dg1dt(1)
rg*food;
dg1dt(2)
dg1dt(3)
end
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= gamma*(G-Gb)*t - k*(I-
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= -k*(I-Ib) + U;
end
%% Model infus insulin kedua (U2)
function dg2dt =
diabetes_insulin_variasi2_u2(t,g2)
dg2dt = zeros(size(g2));
% parameter
gamma = 0.0055;
% [1/min2] as
the p6
k = 5/54; % as 0.0925
% the other
0.27; %[1/min] as the p4
Gb= 200;
% [mg/dL] as
the p5
Ib = 0;
%[mU/L]
p1 = 0.028735;
% [1/min] as
the Sg (effectiveness of glucose)
p2 = 0.028344;
% [1/min]
p3 = 5.035E-5;
% [L/min2mU]
Si = p3/p2;
% Si = 1.8E-3
t0=0;
rg = 0.67;
alpha = 0.039;
rho1=7;
rho2=5;
rho3=4;
rho4=4;
rho5=3;
t0=0;
food = 0;
% Fungsi suntikan eksternal
if t>35 & t<60
ti=35;
tlag=60;
U= -rho1*ti/(tlagti)+rho1*t/(tlag-ti);
elseif t>60 & t<75
27
ti=60;
tlag=75;
U= -rho2*ti/(tlag-ti)+rho2*t/(tlag-ti);
elseif t>75 & t<100
ti=75;
tlag=100;
U= -rho3*ti/(tlag-ti)+rho3*t/(tlag-ti);
elseif t>100 & t<140
ti=100;
tlag=140;
U= -rho4*ti/(tlag-ti)+rho4*t/(tlag-ti);
elseif t>140 & t<180
ti=140;
tlag=180;
U= -rho5*ti/(tlag-ti)+rho5*t/(tlag-ti);
else
U=0;
end
G = g2(1);
X = g2(2);
I = g2(3);
% Persamaan Differensial Biasa
if G > Gb
dg2dt(1)
dg2dt(2)
dg2dt(3)
else
dg2dt(1)
dg2dt(2)
dg2dt(3)
end
end
= p1*(Gb-G) - X*G + rg*food;
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= gamma*(G-Gb)*t - k*(I-Ib) + U;
= p1*(Gb-G) - X*G + rg*food;
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= -k*(I-Ib) + U;
28
Lampiran 6 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes
Tipe 1 dengan Kondisi Ketiga ([i] Glukosa Eksogen & [ii] Infus
Insulin)
function dg1dt =
diabetes_insulin_variasi3(t,g1)
dg1dt = zeros(size(g1));
% parameter
gamma = 0.0055;
% [1/min2] as the
p6
k = 5/54; % as 0.0925 % the other
0.27; %[1/min] as the p4
Gb= 200;
% [mg/dL] as the p5
Ib = 0;
% [mikroU/dL]
p1 = 0.028735;
% [1/min] as the Sg
(effectiveness of glucose)
p2 = 0.028344;
% [1/min]
p3 = 5.035E-5;
% [L/min2mikroU]
Si = p3/p2;
% Si = 1.8E-3
t0=0;
rg = 0.67;
alpha = 0.039;
rho1=10;
rho2=3.5;
rho3=2.5;
% Fungsi asupan makanan
if t>1 & t<180
t0=1;
food1 =5*exp(-alpha*(t-t0));
else
food1 = 0;
% Dilakukan asupan makanan ke
tubuh orang penderita diabetes tipe 1
end
if t>31 & t<180
t1=31;
food2 = 20*exp(-alpha*(t-t0));
else
food2=0;
end
if t>61 & t<180
t1=61;
food3 = 5*exp(-alpha*(t-t0));
else
food3=0;
end
food=food1+food2+food3;
% Fungsi suntikan eksternal
if t>75 & t<100
ti=75;
tlag=100;
U= -rho1*ti/(tlagti)+rho1*t/(tlag-ti);
elseif t>100 & t<135
ti=100;
tlag=135;
U= -rho2*ti/(tlagti)+rho2*t/(tlag-ti);%
elseif t>135 & t<170
ti=135;
tlag=170;
U= -rho3*ti/(tlagti)+rho3*t/(tlag-ti);
else
U=0;
end
G = g1(1);
X = g1(2);
I = g1(3);
% Persamaan Differensial Biasa
if G > Gb
dg1dt(1)
rg*food;
dg1dt(2)
dg1dt(3)
Ib) + U;
else
dg1dt(1)
rg*food;
dg1dt(2)
dg1dt(3)
end
end
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= gamma*(G-Gb)*t - k*(I-
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= -k*(I-Ib) + U;
29
Lampiran 7 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes
Tipe 1 dengan Kondisi Keempat ([i] Infus Insulin & [ii] Glukosa
Eksogen)
function dg1dt =
diabetes_insulin_variasi4(t,g1)
dg1dt = zeros(size(g1));
% parameter
gamma = 0.0055; % [1/min2] as the p6
k = 5/54; % as 0.0925 % the other
0.27; %[1/min] as the p4
Gb= 200;
% [mg/dL] as the p5
Ib = 0;
%[mU/L]
p1 = 0.028735;
% [1/min] as the Sg
(effectiveness of glucose)
p2 = 0.028344;
% [1/min]
p3 = 5.035E-5;
% [L/min2mU]
Si = p3/p2;
% Si = 1.8E-3
t0=0;
rg = 0.67;
alpha = 0.039;
rho1=35;
rho2=25;
rho3=15;
rho4=10;
rho5=5;
% Fungsi asupan makanan F(t)
if t>60 & t<200
t0=60;
food1 = 20*exp(-alpha*(t-t0));
else
food1 = 0;
end
if t>120 & t<200
t0=120;
food2= 10*exp(-alpha*(t-t0));
else
food2 = 0;
end
time = t;
food = food1+food2;
% Fungsi suntikan eksternal
if t>0 & t<4
ti=0;
tlag=4;
U= -rho1*ti/(tlagti)+rho1*t/(tlag-ti);
elseif t>4 & t<10
ti=4;
tlag=10;
U= -rho2*ti/(tlagti)+rho2*t/(tlag-ti);
elseif t>10 & t<15
ti=10;
tlag=15;
U= -rho3*ti/(tlagti)+rho3*t/(tlag-ti);
elseif t>15 & t<20
ti=15;
tlag=20;
U= -rho4*ti/(tlagti)+rho4*t/(tlag-ti);
elseif t>20 & t<60
ti=20;
tlag=60;
U= -rho5*ti/(tlagti)+rho5*t/(tlag-ti);
else
U=0;
end
G = g1(1);
X = g1(2);
I = g1(3);
% Persamaan Differensial Biasa
if G > Gb
dg1dt(1)
rg*food;
dg1dt(2)
dg1dt(3)
Ib) + U;
else
dg1dt(1)
rg*food;
dg1dt(2)
dg1dt(3)
end
end
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= gamma*(G-Gb)*t - k*(I-
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= -k*(I-Ib) + U;
30
Lampiran 8 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes
Tipe 1 dengan Kondisi Kelima ([i] Glukosa Eksogen, [ii] Infus
Insulin, & [iii] Glukosa Eksogen)
function dg1dt =
diabetes_insulin_variasi5(t,g1,U)
dg1dt = zeros(size(g1));
% parameter
gamma = 0.0055; % [1/min2] as the p6
k = 5/54; % as 0.0925 % the other
0.27; %[1/min] as the p4
Gb= 200;
% [mg/dL] as the p5
Ib = 0;
% [mikroU/dL]
p1 = 0.028735;% [1/min] as the Sg
(effectiveness of glucose)
p2 = 0.028344;% [1/min]
p3 = 5.035E-5;% [L/min2.mikroU]
Si = p3/p2;
% Si = 1.8E-3 lebih
besar daripada yang Si normal
t0=0;
rg = 0.67;
alpha = 0.039;
food =0;
a1=10;
a2=7.5;
a3=10;
a4=7.5;
a5=10;
rho1=15;
rho2=15;
% Modifikasi pemrograman Fungsi
Asupan Makanannya
if t>5 & t<180
t0=5;
time0=t;
food0=a1*exp(-alpha*(t-t0));
else
food0=0;
end
if t>35 & t<180
t1=35;
time1=t;
food1=a2*exp(-alpha*(t-t1));
else
food1=0;
end
if t>80 & t<180
t2=80;
time2=t;
food2=a3*exp(-alpha*(t-t2));
else
food2=0;
end
if t>95 & t<180
t3=95;
time3=t;
food3=a4*exp(-alpha*(t-t3));
else
food3=0;
end
if t>130 & t<180
t4=130;
time4=t;
food4=a5*exp(-alpha*(t-t4));
else
food4=0;
end
time=t;
food=food0+food1+food2+food3+food4;
% Fungsi Insulin Eksternal
if t>40 & t<50
ti=40;
tlag=50;
U= -rho1*ti/(tlagti)+rho1*t/(tlag-ti);
elseif t>50 & t<75
ti=50;
tlag=70;
U= -rho2*ti/(tlagti)+rho2*t/(tlag-ti);
else
U=0;
end
%
G = g1(1);
X = g1(2);
I = g1(3);
% Persamaan Differensial Biasa
if G > Gb
dg1dt(1)
rg*food;
dg1dt(2)
dg1dt(3)
Ib) + U;
else
dg1dt(1)
rg*food;
dg1dt(2)
dg1dt(3)
end
end
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= gamma*(G-Gb)*t - k*(I-
= p1*(Gb-G) - X*G +
= -p2*X + p3*(I-Ib);
= -k*(I-Ib) + U;
31
Lampiran 9 Program Simulasi Terapi Minimal Model Termodifikasi Diabetes
Tipe 1 dengan Kondisi Keenam ([i] Infus Insulin, [ii] Glukosa
Eksogen, & [iii] Infus Insulin)
function dg1dt =
diabetes_insulin_variasi6(t,g1,U)
dg1dt = zeros(size(g1));
% parameter
gamma = 0.0055; % [1/min2] as the p6
k = 5/54; % as 0.0925 % the other
0.27; %[1/min] as the p4
Gb= 200;
% [mg/dL] as the p5
Ib = 0;
% [mikroU/dL]
p1 = 0.028735;
% [1/min] as the Sg
(effectiveness of glucose)
p2 = 0.028344;
% [1/min]
p3 = 5.035E-5;
% [L/min2.mikroU]
Si = p3/p2;
% Si = 1.8E-3 lebih
besar daripada yang Si normal
t0=0;
tt=200;
rg = 0.67;
alpha = 0.039;
food =0;
a1=47;
a2=23;
a3=0;
rho1=300+50;
rho2=125;
rho3=85;
rho4=10;
rho5=9;
rho6=8;
rho7=4;
rho8=4.3;
rho9=2.8;
% Modifikasi pemrograman Fungsi
Asupan Makanannya
if t>7 & t<180
t0=7;
time0=t;
food0=a1*exp(-alpha*(t-t0));
else
food0=0;
end
if t>15 & t<180
t1=15;
time1=t;
food1=a2*exp(-alpha*(t-t1));
else
food1=0;
end
if t>120 & t<180
t2=120;
time2=t;
food2=a3*exp(-alpha*(t-t2));
else
food2=0;
end
time=t;
food=food0+food1+food2;
% Fungsi Insulin Eksternal
if t>0 & t<2
ti=0;
tlag=2;
U= -rho1*ti/(tlag-ti)+rho1*t/(tlagti);
elseif t>2 & t<4
ti=2;
tlag=4;
U= -rho2*ti/(tlag-ti)+rho2*t/(tlagti);
elseif t>4 & t<6
ti=4;
tlag=6;
U= -rho3*ti/(tlag-ti)+rho3*t/(tlagti);
elseif t>35 & t<40
ti=35;
tlag=40;
U = -rho4*ti/(tlag-ti)+rho4*t/(tlagti);
elseif t>40 & t<45
ti=40;
tlag=45;
U = -rho5*ti/(tlag-ti)+rho5*t/(tlagti);
elseif t>50 & t<60
ti=50;
tlag=60;
U = -rho6*ti/(tlag-ti)+rho6*t/(tlagti);
elseif t>60 & t<80
ti=60;
tlag=80;
U = -rho7*ti/(tlag-ti)+rho7*t/(tlagti);
elseif t>80 & t<120
ti=80;
tlag=120;
U = -rho8*ti/(tlag-ti)+rho8*t/(tlagti);
elseif t>120 & t<180
ti=120;
tlag=180;
U = -rho9*ti/(tlag-ti)+rho9*t/(tlagti);
else
U=0;
end
%
G = g1(1);
X = g1(2);
I = g1(3);
% Persamaan Differensial Biasa
if G > Gb
dg1dt(1) =
dg1dt(2) =
dg1dt(3) =
+ U;
else
dg1dt(1) =
dg1dt(2) =
dg1dt(3) =
end
end
p1*(Gb-G) - X*G + rg*food;
-p2*X + p3*(I-Ib);
gamma*(G-Gb)*t - k*(I-Ib)
p1*(Gb-G) - X*G + rg*food;
-p2*X + p3*(I-Ib);
-k*(I-Ib) + U;
32
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7
Oktober 1992. Penulis adalah anak kedua dari tiga
bersaudara, dari pasangan Bapak Arjuna Wiwaha
dan Ibu Euis Rahmawati. Pada tahun 2010 penulis
berhasil menyelesaikan studi di SMA Negeri 9
Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI)
dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis akitf menjadi asisten
praktikum Fisika dan pengajar bimbingan belajar.
Penulis juga pernah aktif sebagai anggota kepanitian
dari himpunan profesi, Himpunan Fisika FMIPA
IPB, diantaranya kegiatan Physics Go To School 2012, Masa Perkenalan
Departemen Fisika 2012, Physics Gathering 2012, dan Temu Alumni Fisika 2012,
serta Conference On Theoretical Physics and Nonlinear Phenomena 2013 sebagai
ketua panitia. Penulis juga mengikuti kegiatan perlombaan olimpiade sains, yaitu
OSN Pertamina 2012 kategori teori pada bidang fisika dan lolos masuk 9 besar
dalam seleksi final provinsi di UPI, Bandung, Jawa Barat.
Download