perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN TEKTONIKA ARSITEKTUR Y.B MANGUNWIJAYA 2.1. Sosok Y.B Mangunwijaya sebagai Arsitek Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau yang sering dipanggil Romo Mangun adalah seorang rohaniawan , sastrawan, arsitek, bahkan tokoh multi intelegence yang berhasil meleburkan sisi spiritual, religiusitas dan humanisme ke dalam tiap karya dan pekerjaannya terutama bidang arsitektur. Selalu terdapat korelasi dari potensi lingkungan dengan tradisi/budaya Nusantara dalam desain beliau. Konsep kemanusiaannya dalam berarsitektur memperlihatkan bahwa Romo Mangun selalu berusaha membangun serendah-rendahnya dengan bahan bangunan seringan-ringannya. 2.2. Misi Y.B Mangunwijaya di Bidang Arsitektur Latar belakang pendidikan dan aktivitas Romo Mangun sebagai seorang tentara KNIL yang berjuang pada masa sebelum kemerdekaan, seorang rohaniawan yang belajar di Seminari Tinggi Kentungan, lalu sebagai seorang arsitek yang belajar di Jerman membuat Romo Mangun memiliki cara pandang kehidupan yang begitu dalam dan jernih. Menurut Eko Prawoto, karya Romo Mangun baik melalui arsitektur, sastra atau aktivitas sosial hanyalah sebagai media dari dua misi Romo Mangun yaitu memperjuangkan kemanusiaan dan Indonesia baru. Memperjuangkan kemanusiaan adalah misi utama Romo Mangun sehingga sangat kental dengan karya yang berpihak pada kaum miskin,lemah dan tersingkir. Usaha membuka lapangan kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat diwujudnyatakan Romo Mangun dengan memasang upah tukang lebih tinggi dari harga bahan. Ruangruang terbuka yang bisa digunakan masyarakat menjadi dominasi karya Romo Mangun untuk meningkatkan taraf hidup warga. Misi Indonesia baru juga diusung Romo Mangun dalam setiap karya arsitektural. Cita-cita Romo agar Bangsa Indonesia terbebas dari belenggu globalisasi dan industri muncul dalam pengolahan material-material tradisional dengan teknologi baru, mengolah ulang barang-barang pabrik sehingga seringkali terlihat Romo memecah atau menghancurkan keramik, mencetak dan membuat sendiri tegel, pintu, jendela dan commit to user II - 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id banyak material lain. Sentuhan mendetail Romo dalam tiap karyanya memperlihatkan kerja konsisten dan berbudaya dari seorang master builder Indonesia. 2.3 Tinjauan Teori Tektonika Arsitektur Y.B Mangunwijaya 2.3.1. Tinjauan Umum Teori Tektonika Arsitektur “Needless to say, the role of the tekton leads eventually to the emergence of the master builder or architekton.” (Frampton,1995,4) Pengertian tektonika menurut Frampton (1995:4) tektonika berasal dari kata tekton dan sering ditulis sebagai kata tektonamai dalam bahasa Yunani yang secara harafiah berarti pertukangan kayu atau pembangun. Dalam bahasa Sansekerta dapat disamakan dengan kata taksan yang juga berarti seni pertukangan kayu yang menggunakan kapak. Istilah yang sama juga ditemukan dalam puisi Vedic yang juga berarti pertukangan kayu. Kemudian dalam Homer istilah ini diartikan sebagai seni dari konstruksi secara umum. Istilah tektonika kemudian mengarah pada estetika dibanding teknologi, komentar Adolf Heinrich Borbein dalam studi psikologi tahun 1982 (Frampton, 1995:4), bahwa tektonika menjadi seni dari pertemuan atau sambungan; seni dalam ini ditekankan pada tekne, sehingga tektonika ternyata bukan hanya bagian dari bangunan tetapi juga obyek atau sebagai karya seni pada arti yang lebih sempit. Dengan perjalanan waktu, pengertian kata tektonik pada konstruksi cenderung membuat karya seni, tergantung pada benar atau tidaknya penerapan tingkatan kegunaan nilai seninya. Penggunaan istilah tektonika secara arsitektural dipakai di Jerman dan muncul di buku pegangan karya Karl Otfried Muller berjudul “Handbuch der Archeologie der Kunst (Handbook of the Archeology of Art) 1830 (Frampton, 1995:4) , bahwa tektonika adalah pengaplikasian pada sebentuk karya seni, seperti peralatan, bejana bunga, pemukiman dan tempat pertemuan, yang dibentuk dan dikembangkan di satu sisi pada penerapannya dan di sisi lain untuk menguatkan ekspresi perasaan dan pengertian atau buah pikiran seni. Kita menyebutnya rangkaian dari percampuran tektonika, di mana puncaknya adalah arsitektur sebagai pemenuh kebutuhan dan menjadi cerminan perasaan terdalam yang kuat. Mengikuti pemikiran Gottfried Semper (Mahatmanto,1999:15) bahwa kita to user menggunakan istilah tektonika commit (tectonics) ini untuk merujuk pada ketrampilan menyusun atau membuat yang menggunakan bahan ringan sebagai lawan dari II - 2 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id penggunaan bahan berat (batu,lempung) yang oleh Semper digolongkan sebagai stereotomic. Dengan menyusun dan membuat di sini memasukkan juga kegiatan seperti menjalin, merajut, menganyam dari bahan-bahan ringan semacam rumput, alang-alang,rotan,dll. Menganyam suatu bahan, masih mengikuti Semper, perlu diberi catatan lebih lanjut karena batu bata, koral, kerikil, dan bahan-bahan lain – sekalipun berat bobotnya- tapi bila di susun, ditebar, atau dirangkai menjadi struktur yang lebih besar, pun dapat digolongkan sebagai karya tektonika. Menurut Eko Prawoto (1999:4) tektonika merupakan aspek arsitektur yang berkaitan dengan bagaimana mengolah dan mempertemukan bahan bangunan serta mengartikulasikan penyelesaian sambungan dalam kaitan dengan gaya konstruksi. Persoalan tektonika lebih dari sekedar penyelesaian teknis statika bangunan. Sekalipun wujud akhirnya mungkin sama yaitu bangunan tidak ambruk namun artikulasi tentang mekanisme yang sebenarnya terjadi dalam penyaluran dan pengalihan beban dan gaya, serta pengolahan bahan akan menentukan kualitas arsitekturnya secara keseluruhan. Tektonika dalam studi tugas akhir Fabianus Sebastian (2006:III-14) adalah bagaimana memahami sambungan (joint) atau ketrampilan dalam penangangan pertemuan bahan (detail sambungan), serta mampu memunculkan moda representasional (structure symbolic) dalam berbagai macam cara atau artikulasi pengolahan. Memahami tektonika seperti merangkum pemikiran yang lengkap dan utuh tentang arsitektur sehingga penyelesaian struktur dan konstruksi yang benar (stabil) menjadi sumber keindahan suatu ruang yang diciptakan. Pekerjaan teknis dalam suatu bangunan tak lagi diselesaikan secara terpisah dengan citra ruang yang biasa tampil melalui aspek estetika. Hingga kehadiran tektonika yang utuh bisa menciptakan karya arsitektural yang dalam, kaya akan makna, berpuisi. Pemahaman tektonika mencakup penyelesaian logika struktur suatu ruang, penanganan sambungan konstruksi, kepandaian pengolahan dan pertemuan bahan material sehingga mampu memunculkan ekspresi bangunan. Tahap perancangan dengan menggunakan konsep tektonika arsitektur yaitu : Peka menentukan citra ruang dari fungsi dan aktivitas yang akan diwadahi Tepat menggunakan metoda konstruksi untuk mencapai kestabilan dan commit to user kekuatan II - 3 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Peka melihat dan mengolah karakter material yang dipilih Harmonis meleburkan citra ruang, penyelesaian konstruksi, pengolahan material dengan benar, jujur dan wajar sehingga memunculkan keindahan 2.3.2. Tinjauan Khusus Teori Tektonika Y.B Mangunwijaya Tektonika adalah salah satu segi terkuat dari karya Mangunwijaya. Hampir seluruh karyanya dibentuk dari sikap hormatnya pada bahan dan bagaimana memperlakukannya. Ia berperan sebagai manusia pembangun sebaik-baiknya: tukang. (Mahatmanto,1999:18). Konsep tektonika arsitektur yang begitu logis namun berpuisi. Di titik inilah Romo Mangun tak tergantikan. Tektonika dituliskan Y.B Mangunwijaya (1988:262) yang beliau bangun dari hikmah pemikiran Yunani. Segala bangunan berhakikat dua prinsip : (1) ada unsur yang dipikul atau ditopang dan (2) unsur lain yang memikul atau menopang. Bila antara yang dipikul dan memikulnya ada keseimbangan, artinya serba stabil, maka hakikat bangunan sudah tertemulah dan justru itulah yang harus diespresikan, yakni tektoon. Tektoon menunjuk pada segala yang stabil, yang tidak roboh, yang dapat diandalkannya. Pengertian tektoon tidak terbatas sempit pada - yang berhubungan dengan kekokohan statika bangunan. Esensinya ialah pengejawantahan logika yang tajam menganalisa unur-unsur bagian dalam hubungannya dengan yang lain, sehingga bangunan berdiri secara benar sesuai dengan hukum alam dan begitu memperoleh paa kehidupannya. Buah arsitektur yang berkualitas selalu punya daya citra yang khas, memiliki kekuatan terhadap persepsi maupun cita rasa psikologis orang yang menghadapinya. (Mangunwijaya, 1988:284) Menurut Demokritos (Mangunwijaya, 1988:290), keserasian atau segala keteraturan terdiri dari gugusan unsur-unsur atom-atom yang mempunyai susunan, yang memiliki struktur. Jadi bukan hanya sebentuk onggokan asal jadi saja. Dan struktur itulah yang menjadi sumber keselarasan. Mereka tidak menutupi konstruksi, bahkan sebaliknya mereka memamerkan dengan bangga, bentuk dan struktur konstruksi apa yang mereka pilih dalam bangunan. Untuk menunjukkan betapa benar konstruksi pilihan mereka dan karenanya betapa indah. Y.B Mangunwijaya terkenal dengan cara membangunnya yang begitu humanis commit to user baik dari cara memperlakukan tukang, mengolah bahan lokal, juga menghidupkan II - 4 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id budaya masyarakat sehingga bangunan tersebut mampu menjadi rumah yang dimiliki bersama oleh masyarakatnya. Dijelaskan oleh Sutrisno (1999:8) bahwa visi utama sosok arsitek humanis ini terangkum dalam buku Wastu Citra. Wastu adalah jiwa, roh kreatif penghidup kreasi manusia untuk mencari dan memperjuangkan yang benar („verum‟); yang indah asri („pulchrum‟) serta peziarah pelaku kebaikan („bonum‟). Semua ini harus terungkap dalam ekspresi karya yang menjadi gambar langsung (=citra) dari kebaikan; kebenaran dan keindahan. Tektonika arsitektur membawa Y.B Mangunwijaya menjadi seorang manusia pembangun, yang dituliskan Mahatmanto (1999:14) berarti tukang dan ketukangannya, craft dan craftsmanship yang merupakan batu penjuru dari proses membangun, suatu peran penting dalam kebudayaan yang sering dikecilkan oleh praktik dan pengajaran arsitektur masa kini. Ditambahkan pula tektonika arsitektur Y.B Mangunwijaya menurut Prawoto (1999:4) memberikan sedikit upaya „pencerahan‟ bagi arsitek maupun calon arsitek menanggapi banyaknya keluhan tentang lemahnya perhatian atau pengetahuan tentang penanganan detail. Pemikiran arsitektur seringkali lebih banyak dicurahkan pada masalah „besar‟ seperti konsep, filosofi tanpa didukung pengetahuan yang memadai pada level mikro yaitu tentang tektonikanya, pada keduanya seharusnya satu. Semoga kita selalu bekerja karena kita tahu sendi-sendi pemikirannya, paham akan seluk beluk di dalamnya, tahu bahasa benda, bahan dan konstruksinya (Mangunwijaya, 1980:2). Oleh karena itu, bila kita berarsitektur, artinya berbahasa dengan ruang dan gatra, dengan garis dan bidang, dengan bahan material dan suasana tempat, sudah sewajarnyalah kita berarsitektur secara budayawan; dengan nurani dan tanggung jawab penggunaan bahasa arsitektural yang baik. Bahkan kalau mungkin, walaupun tentu saja tidak setiap orang mampu: dengan puisi. (Mangunwijaya,1988:20) commit to user II - 5 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2.4. Tinjauan Lapangan dari Bangunan Karya Y.B Mangunwijaya 2.4.1. Rumah Arief Budiman, Salatiga Arief Budiman adalah seorang intelektual terkemuka Indonesia yang aktif dalam kancah politik Indonesia, karena ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan pada tahun 1963 yang menentang aktivitas LEKRA yang dianggap memasung kreativitas kaum seniman. Arief sempat belajar di Universitas Harvard dan meraih gelar Ph.D, kemudian Arief mengajar di UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) di Salatiga. Ketika UKSW dilanda kemelut yang berkepanjangan karena pemilihan 6atrio yang dianggap tidak adil, Arief melakukan mogok mengajar, dipecat dan akhirnya hengkang ke Australia serta menerima tawaran menjadi 6atriotic di Universitas Melbourne. Meskipun demikian, ia tidak menjadi warga 6atrio Australia. Ia berstatus permanent resident. Menjelang 6atriot tahun 2008, Arief tetap berharap pulang ke Salatiga dan tinggal di rumah karya arsitek Romo YB Mangunwijaya (almarhum) itu. “Saya bukan patriotik terhadap Indonesia, tetapi rasanya capek kan kalau mimpi dalam bahasa Inggris terus,” ujarnya. Rumah Arief Budiman ini terletak di Jalan Kemiri Candi Kota Salatiga yang secara fisik merupakan daerah dataran tinggi dengan dominasi cuaca sejuk. Daerah sekitar berupa tanah dengan kontur yang cukup dinamis sehingga pemukiman sekitar mengadopsi gugus massa kecil dan terpisah-pisah. Gambar 2.1. Suasana rumah Arief Budiman yang harmonis dengan kontur lahan dan vegetasi yang tumbuh. commit to user II - 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 2.2. Tampak depan rumah terlihat 3 dari 4 gugus rumah dengan konsep panggung (atas) juga ekspos konstruksi atap tanpa plafond (kiri) dan talang pertemuan 2 atap (kanan). Struktur dan konstruksi bangunan di ekspos dengan jujur dari struktur atap, kolom, balok, dinding juga perkerasan. Kejujuran ini memperlihatkan kebenaran struktur yang dibangun sehingga mampu memunculkan moda representasi yaitu keindahan. Bangunan terdiri dari 4 gugus rumah panggung dengan atap pelana kampung. Struktur atap memperlihatkan genteng yang bagian bawah di cat putih tulang, usuk yang di cat coklat dan reng yang di cat hitam seperti anyaman, harmoni dengan dinding anyaman bambu dibawahnya. Kuda-kuda, balok atap dan penutup bubungan atap juga di tampilkan apa adanya. Talang air di pertemuan dua atap ditampilkan berupa lapisan bilah kayu dan seng yang dikerjakan dengan rapih. Penyelesaian talang juga memperlihatkan sambungan usuk 2 atap yang ditumpukan pada balok atap di atas kamar mandi. Gambar 2.3. Sketsa potongan talang ekspos yang langsung terkait dengan usuk, reng dan balok tumpu atap. Talang dilapisi kayu agar terlihat bagus. Konsep rumah panggung dengan commitperkuatan to user kolom beton di bagian bawah dan konstruksi kayu dan bambu di bagian atas mencitrakan sistem konstruksi ringan yang II - 7 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id selalu Y.B.M pilih juga sebagai tanggapan akan site berupa kontur. Tanah berkontur diatasi dengan konsep rumah panggung sehingga terdapat perbedaan ketinggian di tiap gugus bangunan. Kebutuhan aksesibilitas diselesaikan dengan jembatan kayu menggantung dengan konstruksi besi sebagai batang tarik. Dinding batu bata yang disusun seperti anyaman bambu bersama kolom beton dengan gurat bambu menjadi struktur penopang bawah. Bangunan atas didominasi penggunaan dinding dari anyaman bambu, jendela kayu dan konstruksi lantai dari papan kayu sehingga kesan ringan tercapai. Gambar 2.4. Bangunan rumah panggung dengan kolom beton sebagai konstruksi utama dan rumah bagian atas dengan dinding anyaman bambu. Penyelesaian struktur balok lantai juga menggunakan sistem konstruksi ringan berupa papan kayu ukuran 3/15 yang diletakkan berdiri. Sistem ini membuat kayu bisa bernafas karena memiliki rongga dan mengesankan rumah yang ringan. Kayu sendiri memiliki kualitas yang baik, tahan lama dan membawa unsur hangat. Perubahan material dari kolom beton menuju konstruksi lantai kayu dipresentasikan dengan sambungan kolom yang di cat merah. Gambar 2.5. Konstruksi kolom beton dengan balok kayu dan pertemuan sendinya memberikan kesan yang ringan dan indah. commit to user II - 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Bangunan selalu mendasar pada keadaan sekitar menyangkut potensi, sumber daya alam dan manusia, juga ketersediaan bahan lokal sehingga mempengaruhi keputusan penggunaan bahan dalam penyelesaian struktur dan konstruksi. Modul pintu dan jendela khas yang dikombinasikan antara kayu, kaca bening dan nako, yang kemudian di cat merah seperti warna lisplang dan sambungan. Ornamentasi pintu jendela dengan bentuk silang juga muncul di jembatan kayu penghubung rumah depan. Beton cetak sebagai konstruksi tangga yang seperti daun pinus yang berpilin juga cetakan rooster seperti ranting daun. Gambar 2.6. Ornamentasi bangunan yang diambil dari bentuk-bentuk alam muncul harmoni dengan material yang digunakan. Anyaman bambu juga diterapkan pada susunan batu bata sehingga harmoni antara bangunan atas dan bawah. Juga bentung daun dan ranting yang menginspirasi tangga putar dan rooster. 2.4.2. Wisma Kuwera, Yogyakarta Wisma Kuwera adalah rumah tinggal Y.B Mangunwijaya (Romo Mangun) yang terletak di Gang Kuwera, Gejayan Yogyakarta. Rumah berada dalam kawasan perkampungan yang dominan bangunan kampong walaupun banyak bangunan tinggi pertokoan di pinggir jalan Gejayan. Jalan depan rumah saja hanya bisa dilewati satu mobil. Wisma Kuwera adalah rumah yang ditempati Romo Mangun sampai akhir beliau wafat di tahun 1999. Selain sebagai rumah juga merupakan kantor yayasan pendidikan yang didirikan Romo Mangun yaitu Dinamika Edukasi Dasar (DED). DED fokus pada pendidikan dasar kaum kecil, lemah, miskin dan tersingkir (KLMT) hingga sekarang mengasuh SD Mangunan dan Wisma Arita di Kalasan Yogyakarta. commit to user II - 9 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 2. 7. Tampak Wisma Kuwera dari jalan depan. Tampak 2 gugus bangunan beratap segitiga majemuk. Konsep rumah panggung dan dominasi pemakaian material kayu, papan, asbes semen, dan bambu berpegang dari sistem konstruksi ringan. Di mana pemakaian dinding batu bata dan perkuatan beton dilakukan di rumah bagian bawah, sedang bagian atas didominasi kolom kayu dan dinding papan. Konstruksi atap menggunakan atap segitiga majemuk sebagai aplikasi atap dingin, sehingga ruang dibawah atap bisa digunakan sebagai ruangan dan panas diselesaikan dengan lapisan sabut dan plafond bambu tutul di bawahnya. Agar panas cepat keluar, di bawah atap selalu diberi bukaan berupa jendela sebesar-besarnya. Bukaan tersebut mengikuti bentuk kuda-kuda. Atap dari bahan asbes semen yang dicetak dan dipotong persegi ukuran 30x30cm. atap ringan ini menggunakan sistem jepit dengan seng yang dipakukan langsung pada reng. Gambar 2.8. Kuda-kuda atap segitiga majemuk yang langsung berhubungan dengan ruang dibawahnya. Atap diselimuti asbes semen di luarnya dan plafong bambu tutul di dalamnya. Asbes semen dipasang dengan sistem jepit seng. Kejujuran ekspos struktur commit konstruksi dan sambungan sangat diperlihatkan to user sebagai penguat kebenaran struktur bangunan. Konstruksi ringan hadir melalui II - 10 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id struktur kolom dan balok kayu yang terkomposisi harmoni antara kolom utuh dengan balok dari papan kayu jepit. Susunan melintang dan membujur balok papan jepit ini memunculkan ruang-ruang sesuai kebenaran struktur. Gambar 2.9. Pertemuan struktur kolom,balok dan kuda-kuda yang diselesaikan dengan indah saling bertumpang tetap mengesankan konstruksi ringan. Material struktur didominasi kayu kecuali ruangan yang membutuhkan batas dan perkuatan lebih menggunakan kolom semen dan dinding batu bata. Olahan material kayu didominasi bentuk geometris kaku dan tegas. Sisa kayu juga diguakan untuk meja altar kapel, sesuatu yang remeh/sisa dipakaikan untuk sesuatu yang agung, belajar tentang kesetaraan bahan. Gambar 2.10. Material kayu dominan digunakan dan hadir di banyak fungsi. Kayu sisa sebagai meja altar, kayu bangkirai sebagai balok, kayu glugu dipotong pipih sebagai material lantai, lemari kayu, jendela putar as tengah kombinasi kayu dan kaca nako, juga sisa kayu sebagai isian jendela nako (gambar searah jarum jam,atas ke bawah) commit to user II - 11 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Bangunan didominasi dinding terbuka berupa pintu, jendela putar/geser, pintu jendela juga dinding berupa rak kaca yang transparan sehingga cahaya dan udara bisa leluasa masuk sepanjang hari. Oleh sebab itu bangunan juga terdiri dari gugus-gugus terpisah yang berbeda ketinggian sehingga aspek fisika bangunan bisa optimal. Gambar 2.11. Dominasi pintu dan jendela kayu tinggi sebagai dinding bangunan sehingga udara dan cahaya bisa masuk leluasa ke dalam ruangan. Dinding semen cetak dengan guratan bambu yang dijadikan bekisting sebagai olahan material lokal. Cetakan memiliki ukuran tertentu yang kemudian dikomposisikan di dinding. Dinding dan atap dilapisi bambu tutul geprek yang dipakukan pada kayu topang sehingga memiliki tekstur dinding yang khas dan mampu mendinginkan panas. Pintu, jendela dan bukaan semua dibuat sendiri menyesuaikan kebutuhan ruang. Material berupa kayu glugu, kaca bening, dan nako. terdapat juga jendela nako yang diisi papan kayu sisa. Kebanyakan bukaan menggunakan as putar di tengah bukan di samping agar penghawaan lebih banyak masuk. Olahan material yang dipadupadankan dengan harmoni, dari kayu menuju bambu, kayu menuju kaca/nako, kayu glugu dengan kayu bangkirai, juga kayu dengan besi. Konsep kesetaraan material membuat kepekaan akan karakter material muncul dalam penggunaan. Gambar 2.12. Dinding cetakan bambu dengan sketsa potongan bambu sebagai cetakan cor semen (kiri) juga plafond bambu tutul yangto digeprek commit user dan dipakukan di kayu penyangga sebagai konstruksi plafond (kanan). II - 12 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2.4.3. Wisma Salam, Magelang Wisma Salam merupakan kompleks bangunan retret atau rekreasi rohani yang biasa digunakan umat kristiani. Terdiri dari banyak gugus bangunan berupa Gereja St. Theresia Salam, Pastoran Salam, beberapa tempat istirahat, tempat berkumpul, kapel doa, perpustakaan, taman, komunal dan ruang administrasi juga ruang servis. Wisma Salam berada di Jalan Magelang-Jogja tepatnya di belakang Polsek Salam di mana wisma juga bersebelahan langsung dengan Sungai Krasak. Gambar 2.13. Potret dari Google Maps lokasi kompleks Wisma Salam yang berada di tepian Sungai Krasak Magelang (kiri) juga denah lokasi kompleks (kanan). Bersebelahan dengan Sungai Krasak dan juga melihat bahwa Magelang merupakan jalur lahar Gunung Merapi yang kaya akan pasir dan batu, maka pilihan penggunaan batu kali sebagai material dominan bangunan merupakan konsep lokalitas yang tepat. Konsep lokal itu pula yang menjadi inspirasi bentuk utama bangunan dengan massa, garis bangun dan ornamentasi geometris yang tegas. Material batu menjadi unsur pembentuk bangunan dengan struktur konstruksi bearing wall. Struktur tersebut yang membuat bangunan diberi perlubangan geometris yang statis namun masih terasa dinamis dengan bentuk lingkaran dan segitiga. commit to user II - 13 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 2.14. Bangunan utama wisma dengan atap segitiga majemuk dengan asbes semen (kiri) dan pemakaian material dominan batu sebagai bearing wall dengan bentuk geometris (kanan) Konsep konstruksi ringan masih dipakai Y.B Mangunwijaya walau material utama berupa batu. Batu, kayu, bambu dan besi dikombinasikan dengan harmoni sehingga kesan ringan masih tetap terasa. Balok dan kolom kayu hadir di beberapa bagian bangunan, masih dengan konsep papan jepit dengan kayu 3/20. Kayu dominan digunakan sebagai konstruksi atap yaitu kuda-kuda, usuk, dan reng. Gambar 2.15. Pemakaian kayu sebagai kolom dan balok muncul di banyak ruang sebagai penjawab kebutuhan struktur konstruksi sebuah ruang. Konstruksi atap beberapa diperlihatkan tanpa plafond dan sebagian lain dengan plafond bambu tutul. Material atap dengan konsep atap dingin dan ringan yaitu dengan lapisan asbes semen yang disusun seperti sisik ikan dan material plafond bambu tutul. Atap dengan asbes semen dan lapisan plafond bambu tutul sangat efisien untuk bentuk bangunan yang dinamis, missal bentuk kapel dome yang melingkar. Asbes semen yang ditata seperti sisik bahkan menjadi dinding luar bangunan, juga lapisan bambu tutul menjadi lapisan dinding dalam kapel. Modul 15x15 asbes dan bambu tutul memudahkan pemasangan dari bangun yang berbentuk dinamis. commit to user II - 14 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 2.16. Konstruksi atap asbes semen dengan sistem jepit seng juga digunakan sebagai pelapis dinding luar bangunan. Gambar 2.17. Plafond bambu tutul geprek menjadi material plafond dominan yang menciptakan suasana sejuk dan mampu memantulkan cahaya dengan lembut. Terdapat ornamentasi dengan sistem cetak yang khas di Wisma Salam yaitu dinding dengan ornamentasi flora fauna. Ornamentasi ini menurut tafsiran saya dibuat saat plesteran dinding belum kering sempurna dan direkatkan cetakan dengan bentuk flora fauna dan dikeringkan. Ornamentasi menjadi guratan yang indah dengan permainan warna cat. Ornamentasi ini dominan digunakan di Gereja St. Theresia yang terletak di daerah depan kompleks wisma. commit to user Gambar 2.18. Guratan dinding berupa ornamentasi flora dan fauna menjadi artikulasi ruang yang penuh makna. II - 15 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2.5. Hasil Kajian Tektonika Arsitektur Y.B Mangunwijaya Hasil penelitian tektonika arsitektur dari studi bangunan Y.B. Mangunwijaya diambil dari 3 sampel bangunan yang paling mendekati fungsi bangunan rumah tinggal yaitu Wisma Kuwera di Jogja, Rumah Arief Budiman di Salatiga, dan Wisma Salam di Magelang. Dari pengamatan secara fisik terhadap struktur konstruksi, penyelesaian sambungan, unsur pembentuk ruang, pengolahan material dan lingkungan sekitar bangunan didapat kesimpulan tentang tektonika arsitektur yang muncul dari bangunan Y.B Mangunwijaya adalah: 2.5.1. Kejujuran Struktur Konstruksi Kejujuran berarti apa adanya, berlaku benar sehingga segala hal ditunjukkan dengan terbuka. Kejujuran dalam sistem struktur konstruksi berarti membangun dengan struktur yang benar dan memperlihatkan dengan terbuka bagaimana bangunan itu berdiri. Keterbukaan ini menuntut kerja struktur yang benar dan penyelesaian yang rapih juga bercitra sehingga struktur dapat dinikmati sebagai keindahan bangunan. Struktur konstruksi bangunan diperlihatkan dengan jujur dari konstruksi atap tanpa plafond, ekspos genteng, usuk, reng, kuda-kuda dan talang, lalu konstruksi badan berupa ekspos kolom, balok, dan penyelesaian sambungan, juga beberapa bagian mengekspos pondasi. Struktur konstruksi bangunan yang diperlihatkan tersebut membuat penghuni tahu benar tentang bangunan yang melingkupinya sehingga dalam pertumbuhan atau renovasi bangunan nantinya, penghuni dapat melakukannya secara mandiri. Hal ini menumbuhkan pula hubungan yang erat antara manusia dan yang melingkupinya. Struktur dengan logika sederhana yang diadopsi dari kebenaran-kebenaran alam menjadi pilihan tepat juga kegiatan mengekspos tekstur material sesuai dengan fitrahnya semakin mempererat kesatuan manusia dengan alam. 2.5.2. Sistem Konstruksi Ringan Sistem konstruksi ringan adalah bagaimana mengatasi kebutuhan ruang dengan keadaan site, material dan potensi sekitar dengan konstruksi yang wajar, benar, efisien, hemat energi sehingga menjadi ringan. Bangunan menggunakan commit to user rumah panggung dengan konstruksi sistem struktur konstruksi ringan melalui konsep atas berupa material ringan seperti kayu, bambu,papan yang dilanjutkan perkuatan II - 16 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id massif bagian bawah (kolom beton,bearingwall,pondasi umpak). Sistem konstruksi ringan dengan bagian bawah bangunan yang lebih berat daripada atas membuat bangunan lebih stabil dan tahan gempa. Konstruksi atap menggunakan atap ringan seperti bentuk atap limasan kampong dan atap segitiga majemuk. Penutup atap berupa genteng tanah liat dan asbes semen. Atap sbes semen dengan sistem jepit seng menjadi sistem atap ringan yang menjawab bentuk atap segitiga majemuk. Atap asbes semen sedikit panas sehingga membutuhkan perlubangan dinding yang lebar di bawah bubungan atap. Penggunaan konstruksi kayu menggunakan papan kayu ukuran 3/20 yang ramping sehingga pada aplikasinya membawa kesan ringan dan ekologis karena menciptakan ruang bernafas bagi balok lantai kayu. Material yang dipakai diolah dan disusun sesuai dengan fitrahnya dan digunakan sesuai dengan fungsi sehingga efisien. Dinding bangunan didominasi papan/ board dari kayu lapis, anyaman bambu dan perlubangan dinding sekaligus ruang pencahayaan dan penghawaan alami. Ringan juga berarti hemat energi, tahan lama dan berasal dari material yang dekat dengan lingkungan sehingga cara mendapat dan proses olahan dapat lebih hemat. Energi dari transportasi material dan bahan dapat ditekan. 2.5.3. Aspek Fisika Bangunan melalui Gugus Bangunan Kecil Aspek fisika bangunan yang mencakup penghawaan, pencahayaan, struktur konstruksi, ekologis, struktur tahan gempa adalah langkah mengatasi keadaan alam. Aspek ini dibutuhkan agar bangunan selaras dengan alam dan segala energinya baik cahaya matahari, suhu, gerak angin, curah hujan, gerakan tanah juga kelembapan udara. Eksplorasi alam sekitar site atau lingkungan sangat diperlukan untuk mengetahui bangunan seperti apa yang selaras dibangun ditempat tersebut. Bangunan dengan konsep rumah panggung dan terdiri dari beberapa gugus/massa kecil menjadi pilihan tepat untuk tanah berkontur karena tidak perlu cut and fill begitu luas. Gugus kecil dan terpisah mengakomodasi gerakan angin dan cahaya lebih banyak, juga menjadi solusi bagi gempa bumi karena bangunan gugus kecil yang saling terpisah secara struktur lebih stabil jika terjadi goncangan. Gugus bangunan kecil efektif untuk tanah dengan eksisting pepohonan atau vegetasi yang banyak sehingga bangunan dapat tumbuh bersama vegetasi tanpa perlu banyak commit to user II - 17 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id memangkas pohon. Mengoptimalkan pepohonan eksisting baik untuk barier panas dan debu pada bangunan. 2.5.4. Prinsip Lokalitas terhadap Lingkungan Binaan Bangunan selalu mendasar pada kondisi lingkungan sekitar menyangkut sumber daya alam, manusia, potensi dan budaya. Sehingga muncul pada keputusan penggunaan konstruksi beserta materialnya, pemberdayaan tukang dari warga sekitar, pemilihan bentuk dan citra bangunan. Bangunan mendasarkan diri dengan budaya dan kebijakan sekitar sehingga bangunan melebur dan harmonis dengan lingkungan. Material diambil dari potensi lingkungan sehingga tukang atau ahli yang mengolah juga warga sekitar, lokalitas ini mampu meningkatkan kinerja warga dan menumbuhkan keakraban antar manusia. Bangunan juga memiliki ruang bersama yang mampu mengakomodasi aktivitas bersama warga sekitar, hal ini justru membuat bangunan terus berdiri dalam waktu yang lama karena warga merasa saling memiliki. 2.6. Kriteria Perencanaan dan Perancangan Hasil kajian teori dan lapangan tentang tektonika arsitektur Y.B Mangunwijaya menghasilkan empat karakter utama yang akan digunakan dalam perancangan objek nantinya. Empat karakter tersebut adalah kejujuran struktur, struktur konstruksi ringan, aspek fisika bangunan dan lokalitas menghasilkan pula kriteria perencanaan dan perancangan sebagai berikut : 2.6.1 Kriteria Site dan Lingkungan Ukuran site yang cukup luas agar memungkinkan bangunan terdiri dari gugus massa terpisah Lahan yang cukup untuk memungkinkan pertumbuhan dan pengembangan bangunan Lahan asri dengan eksisting vegetasi yang beragam dan banyak jumlahnya commit to user II - 18 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2.6.2 Kriteria Struktur & Konstruksi Struktur konstruksi sebagai pembentuk bangunan, pencipta ruang, citra juga suasana dan identitas ruang Struktur konstruksi menyelesaikan permasalahan site, ruang dan material Struktur bekerja dengan benar, efisien dan diperlihatkan dengan jujur Penyelesaian sambungan struktur benar dan diperlihatkan dengan jujur Struktur menanggapi keadaan sekitar baik kontur, jenis tanah, iklim lokal dan gempa bumi Struktur konstruksi dengan sistem,kesan dan material ringan Struktur dapat dikembangkan untuk kemungkinan pertumbuhan penghuni Struktur sederhana sehingga dapat dengan mudah dimengerti penghuni jika terjadi pembenahan dan penambahan 2.6.3 Kriteria Peruangan dan Fungsi Bentuk, fungsi dan orientasi peruangan mengikuti analisis lingkungan Ruangan ditentukan berdasarkan suasana yang tercipta terhadap lingkungan sekitar Terdapat ruang sosial yang digunakan untuk mewadahi budaya dan aktivitas bersama masyarakat 2.6.4 Kriteria Pemilihan dan Pengolahan Material Material dipilih berdasarkan potensi daerah dan lingkungan, renewable dan tahan lama Semua material diolah sesuai dengan fitrah dan tekstur aslinya Mengadopsi budaya atau kebiasaan warga dalam mengolah dan memberdayakan material sebagai unsur di bangunan commit to user II - 19