407 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam ... (Rezki Antoni Suhaimi) PEMILIHANLOKASI UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU DALAM KERAMBA JARING APUNG DI TELUK MALLASORO, KABUPATEN JENEPONTO,PROVINSI SULAWESI SELATAN Rezki Antoni Suhaimi, Hasnawi, dan Mat Fahrur Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jalan Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: rezki.antoni.s@gmail .com ABSTRAK Kabupaten Jeneponto memiliki potensi lahan untuk pengembangan budidaya keramba jaring apung di laut, namun informasi mengenai hal tersebut masih termasuk kurang. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang diharapkan mampu mengidentifikasi parameter físika, kimia dan biologi perairan pada zona perairan Teluk Mallasoro, Jeneponto, menganalisis nilai kesesuaian perairan bagi pengembangan budidaya laut, serta menentukan daerah rekomendasi untuk budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung di Teluk Mallasoro.Metode survei diaplikasikan dalam penelitian ini. Hasil identifikasi perameter perairan Teluk Mallasoro, didapatkan nilai: kedalaman 10,0 sampai 18,8 m, dengan rata-rata sebesar 14,67±2.8268 m; kecepatan arus <0,1sampai 0,3 m/dt dengan rata-rata sebesar 0,2±0,067 m/dt; kecerahan 6,0 m sampai 9,5 m dengan rata-rata sebesar 8,43±1,116 m; suhu 29,46 sampai 29,61ºC dengan rata-rata sebesar 29,54±0,0581ºC; salinitas 29,97 sampai 30,20 ppt dengan rata-rata sebesar 30,08±0.08 ppt; pH 7,87 sampai 8,45 dengan rata-rata sebesar 8,07±0,175; oksigen terlarut 6,21 sampai 7,02 dengan rata-rata sebesar 6,72±0,337 mg/L; NO30,039 sampai 0,123 mg/L dengan rata-rata sebesar 0,061±0,0297 mg/L; NH3 0,127 sampai 0,153 mg/L, dengan rata–rata sebesar 0,140±0,0101 mg/L; PO40,051 sampai 0,064 mg/ L dengan rata-rata 0,058±0,0039 mg/L; mutan padatan tersuspensi 0,0040 sampai 0,0025 mg/L dengan rata-rata sebesar 0,014±0,0078 mg/L. Sedimen dasar didominasi oleh pasir berlumpur. Hasil analisis kesesuaian lahan pada zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Teluk Mallasoro secara umum adalah berada pada kelas S1 (sangat sesuai) dan S2 (cukup sesuai), kecuali untuk titik pengamatan 4 dan 5 yang berada pada kelas N (tidak sesuai). KATA KUNCI: lokasi, budidaya laut, kerapu, Kabupaten Jeneponto PENDAHULUAN Secara geografis, Kawasan Timur Indonesia merupakan kawasan yang sebagian besar terdiri dari laut, yang perkembangan kelautannya pada abad XXI diproyeksikan akan menjadi penting (Agoes, 2001). Kabupaten Jeneponto terletak di ujung bagian Barat wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 74.979 ha atau 749,79 km2 dan jarak tempuh dari ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Makassar) sepanjang 90 km. Panjang wilayah/zona pantai yang dimiliki Kabupaten Jeneponto adalah 114 km. Dengan adanya Undang-Undang Otonomi No. 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun1999, tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat danDaerah, makakegiatan pengelolaan wilayah pesisir menjadi tanggung jawab daerah (Dahuri et al., 2004). Menurut Heemstra dan Randall (1993), ikan kerapu termasuk dalam subfamili Epineplhalinae dari famili Serranidae. Di dunia terdapat sekitar 115 spesies ikan kerapu dari 15 genera yang telah dikenal dewasa ini. Ikan kerapu tersebar luas dari perairan tropis hingga subtropis. Di alam ikan kerapu hidup di dekat dasar perairan, sebagian besar di perairan karang meskipun ada pula yang hidup di perairan estuaria dan sebagian lagi menyenangi habitat berpasir. Dalam ekosistem perairan karang, ikan kerapu dikenal sebagai predator yang memakan segala jenis ikan, krustase (jenis udang dan kepiting) dan sepalopoda (jenis cumi-cumi). Kerapu merupakan jenis ikan yang menyendiri (solitary fishes) dan pada umumnya tinggal dalam jangka waktu yang lama di karang. Tempat tinggal yang spesifik serta pertumbuhannya yang relatif lambat menyebabkan mudahnya terjadi tangkap lebih (over fishing). Pada saat pemijahan, sekumpulan ikan kerapu menyatu (spawning aggregation) dan sangat rentan pada operasi penangkapan. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 408 Pemilihan lokasi yang tepat merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelayakan usaha budidaya (Milne, 1979), demi keberhasilan budidaya, ada beberapa pertimbangan yang yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi adalah kondisi teknis yang terdiri atas parameter fisik, kimia dan biologi dan non-teknis yang berupa pangsa pasar, keamanan dan sumberdaya manusia (Pillay, 1990). Salah satu kesalahan dalam pengembangan budidaya adalah lingkungan perairan yang tidak sesuai. Kenyataan bahwa, penentuan lokasi pengembangan budidaya, lebih berdasarkan feeling atau trial and error (Hartoko & Helmi, 2004). Pengelolaan sumberdaya perairan yang tepat, mengharapkan kesesuaian yang cocok untuk setiap tujuan penggunaan sumberdaya tersebut, karena itu pengemasan dan pengaturan perlu dilakukan (Zonneveld et al., 1991). Data atau informasi tentang kelayakan lahan sangatlah diperlukan untuk memecahkan dalam kompetisi pemanfaatan pesisir (Radiarta et al., 2005). Persoalan ini, dapat menyebabkan kegiatan pemanfaatan ruang, pada zona tersebut menjadi tidak tepat. Berkembangan teknologi pemetaan merupakan salah satu pilihan dalam penentuan lokasi budidaya (Budiyanto, 2005). Aplikasi teknologi ini, dipergunakan untuk menggambarkan lokasi bagi pengembangan budidaya laut yang dipadukan dengan parameter ekosistem perairan. Permasalahan yang dihadapi oleh aquafarmers (pembudidaya) adalah, belum adanya nilai ataupun spasial yang menggambarkan tingkat kesesuaian atau lokasi yang tepat dari perairan tersebut, bagi pengembangan budidaya. Kondisi permasalahan di atas, menimbulkan pertanyaan: Bagaimana daya dukung lingkungan perairan tersebut dari parameter fisika, kimia dan biologi, sehingga dapat mempertegas teknologi yang akanditerapkan. Berdasarkan pernyataan di atas, maka diperlukan suatu analisis penentuan lokasi pengembangan budidaya berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi pada zona pemanfaatan umum di Teluk Mallasoro Jeneponto, sehingga adanya kejelasan mengenai peruntukan lahan perairan yang nantinya dipakai sebagai tempat budidaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi parameter físika, kimia dan biologi perairan pada zona perairan Teluk Jeneponto, menganalisis nilai kesesuaian perairan dari parameter fisika, kimia dan biologi bagi pengembangan budidaya laut serta penentuan daerah rekomendasi untuk budidaya Ikan Kerapu dalam keramba jaring apung di Teluk Mallasoro, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawes Selatan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Teluk Malassaro, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Peta Rupabumi Indonesia dengan nomor Indeks 2010-33 (Jeneponto) yang digunakan dalam penelitian ini, telah dipindai dan didijitasi. Selanjutnya dilakukan anlisis spasial dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Peta awal berupa Peta Penutupan/Penggunaan Lahan diperoleh dari hasil klasifikasi tidak terbimbing Citra ALOS (Advance Land Observing Satellite) ANVIR-2 (The Advance Visible and Near Infrared Radio Meter Type 2) akuisisi 28 Juli 2009 dengan Program ER Mapper 7.1 yang diintegrasikan dengan peta dasar dari peta Rupabumi Indonesia. Data dan referensi yang diperoleh dari lapangan digunakan untuk melakukan re-interpretasi citra hasil klarifikasi dan peta awal. Pengambilan sampel parameter fisika, kimia dan biologi perairan dilakukan pada pukul 08.00 Wita sampai pukul 17.00 WITA.Sampel yang dapat diukur secara in situ dilakukan pengukuran secara in situ dan sampel yang perlu dianalisis lebih lanjut, dibawa ke laboratorium Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros.Jumlah titik pengambilan sampel adalah sebanyak 8 titik (Gambar 1). Metode penelitian merupakan pendekatan spasial dengan melakukan pengukuran langsung parameter fisika, kimia dan biologi di lapangan. Pengukuran parameter secara in situ seperti suhu, oksigen terlarut, salinitas dan pH dengan menggunakan DO meter YSI 650. Untuk kedalaman perairan dilakukan dengan menggunakan GPSMap 178C Sounder, data yang didapat kemudian dikoreksi dengan data pasang surut ada saat pengukuran untuk mendapatkan nilai kedalaman perairan.Kecerahan ditentukan dengan menggunakan secchi disk dan kecepatan arus menggunakan alat ukur arus (Flow meter). Selanjutnya beberapa parameter lain dianalisis di laboratorium, seperti, material dasar perairan diambil dengan menggunakan grab sampler dan dianalisis dengan metode pengayakan sederhana. Untuk muatan padatan tersuspensi menggunakan penyaring milipora sedangkan fosfat,nitrat, klorofila menggunakan metode spektrofotometer. 409 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam ... (Rezki Antoni Suhaimi) Tahapan selanjutnya adalah analisis kesesuaian perairan dengan pembuatan matriks kesesuaian untuk parameter fisik, kimia dan biologi (Tabel 1). Penyusunan matriks kesesuaian merupakan dasar dari analisis keruangan melalui skoring dan faktor pembobot (Bakosurtanal, 1996). Tingkat kesesuaian dibagi atas empat kelas yaitu : Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable), Kelas S2 : Cukup Sesuai (Moderately Suitable), Kelas S3 : Sesuai Marginal (Marginally Suitable), dan Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable). Evaluasi kelas kesesuaian didasari pada petunjuk DKP (2002) yaitu S1 (85–100%), S2 (75– 84%), S3 (65-74%) dan N (< 65%). Pengembangan budidaya laut yang direncanakan nantinya adalah ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung. Tabel 1. Matrik kesesuaian untuk lokasi budidaya keramba jaring apung Parameter Keterlindungan Arus MPT Kedalaman Sedimen Dasar DO Kecerahan Suhu Salinitas pH PO4 NO3 Satuan m/dt mg/L m mg/L m °C ppt mg/L mg/L Bobot 3 3 3 3 2 2 2 2 2 1 1 1 5 Terlindung 0,2 - 0,5 < 25 10-15 Pasir >6 >5 28 - 30 30 - 35 6,5 - 8,5 0,2 - 0,5 0,9 - 3,2 Nilai 3 Cukup Terlindung 0,1 - 0,2 26 - 50 5-10 Pasir Berlumpur 4-6 3-5 25 - 27 20 - 29 4 -6,4 & 8,5 - 9,4 0,6 - 0,7 0,7 - 0,8 & 3,3 - 3,4 1 Terbuka < 0,1 & > 0,5 > 50 < 5 & >15 Lumpur <4 <3 < 25 & > 27 < 20 & > 30 < 4 & > 9,5 < 0,2 & > 0,8 < 0,7 & > 3,4 Keterangan : 1. Sumber : Radiarta et al . (2003), DKP (2002), SK Meneg LH (2004), Romimohtarto (2003), Basmi (2000) dalam Haumau (2005) 2. Angka Penilaian berdasarkan petunjuk DKP (2002) yaitu 5 : Baik; 3 : Sedang; 1 : Kurang 3. Bobot berdasarkan pertimbangan pengaruh parameter dominan. 4. Skor adalah ? A x B Untuk mendapatkan gambaran lokasi pengembangan budidaya dilakukan proses griding terhadap nilai skor dari keseluruhan variabel parameter fisika, kimia dan biologi pada setiap koordinat. Proses ini disusun berdasarkan gabungan kelas kesesuaian yang setingkat. HASIL DAN BAHASAN Keadaan Umum Wilayah Secara administratif, Teluk Mallasoro terletak di Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Wilayah pesisir Teluk Mallasoro agak tertutup dan terlindung dari ombak besar karena terhalang oleh Pulau Libukang. Kondisi umum masyarakat, sebagian besar adalah nelayan dan pembudidaya tambak. Kehidupan penduduk sangat tergantung oleh hasil perikanan dan kelautan yang berasal dari Teluk Mallasoro dan sekitarnya. Dari pusat Kabupaten Jeneponto menuju Teluk Mallasoro harus menempuh perjalanan sekitar 20 km. Pendukung aksesibilitas berupa jalan penghubung, tersedia dengan kondisi yang cukup memadai. Jalan tersebut menghubungkan Ibukota Kabupaten Jeneponto (Bonto Sunggu) dan Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Makassar). Saat ini di perairan teluk terdapat kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan oleh masyarakat pesisir. Menurut Utojo et al. (2007), Teluk Mallasoro merupakan bentuk pantai yang memiliki cekungan Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 410 agak dalam, dan terdapat Pulau Libukang yang terletak disebelah barat sekitar mulut teluk serta didepannya terbentang terumbu karang yang luas, yang sangat berguna dalam manghalang gelombang, sehingga Teluk Mallasoro relatif tenang dan terlindung dari ombak. Pola pergerakan arus permukaan di perairan Teluk Mallasoro dipengaruhi oleh angin dan pola arus yang terjadi dari pecahan ombak dari Laut Flores yang menuju teluk. Pasang surut dianggap cukup mempengaruhi kondisi arus di perairan teluk. Kondisi pasang surut di sekitar Teluk Mallasoro mempunyai tipe diurnal yaitu terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari, dengan tunggang pasang 144 cm (Utojo et al., 2007). Kondisi Oseanografi Teluk Mallasoro Pengambilan data parameter fisika, kimia dan biologi dilakukan bulan Maret tahun 2011, pada saat wilayah Jeneponto berada dalam musim timur. Lokasi pengambilan sampel sebanyak 8 titik. Sebaran titik pengambilan contoh dari parameter fisika, kimia dan biologi diperlihatkan pada Gambar 1 dan Tabel 2. Berdasarkan hasil survei kondisi perairan Teluk Mallasoro pada 8 titik pengamatan, terlihat bahwa secara umum daerah Teluk Mallasoro memiliki kelayakan dalam hal budidaya laut terutama keramba jaring apung.Menurut Ahmad et al. (1996) pengembangan usaha budidaya perikanan pesisir berbasis budidaya laut dapat dilakukan pada kawasan pesisir seperti selat, teluk, laguna, dan muara sungai yang terlindung dari, pengaruh arus yang kuat, gelombang yang besar angin yang kencang serta bebas cemaran. Kedalaman perairan pada titik pengamatan di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro berkisar antara 10,0 m sampai 18,8 m, dengan rata-rata sebesar 14,67 ± 2,8268 m. Titik pengamatan terdalam terdapat pada titik pengamatan 4, sedangkan yang dangkal berada pada titik pengamatan 7. Kedalaman perairan di atas memperlihatkan kisaran nilai yang Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel air diperairan Teluk Mallasoro, Jeneponto, Sulawesi Selatan Tabel 2. Rata-rata hasil pengamatan dan pengukuran kondisi perairan Teluk Mallasoro 411 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam ... (Rezki Antoni Suhaimi) Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 412 cukup mendukung mendukung bagi kegiatan budidaya laut, terutama bagi keramba jaring apung untuk budidaya ikan kerapu. Kecepatan arus di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro bervariasi antara <0,1 m/dt sampai 0,3 m/dt dengan rata-rata sebesar 0,2 ± 0,067 m/dt. Dikarenakan ketelitian alat, untuk hasil data pengukuran arus didapat nilai 0,3 m/dtk untuk titik pengamatan 1, 2, 3, 8 dan nilai kecepatan arus <0,1 untuk titik pengamatan 4, 5, 6, 7. Perbedaan kecepatan arus didugadisebabkan oleh letak lokasi titik pengamatan dan kondisi pasang surut saat dilakukan pengukuran. Pada saat yang lain adanya turbulensi dan perairan yang cukup terbuka merupakan pendugaan lain terjadi perbedaan kuat arus. Hasil pengukuran rara-rata kecepatan arus di perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro masih berada pada nilai yang dianjurkan, walaupun bukan pada kisaran yang ideal. Arus air sangat mempengaruhi pertukaran air dalam keramba, dan dapat juga berfungsi dalam pembersihan sisa metabolisme ikan. Selain itu arus juga berguna dalam membawa oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh ikan. Namun, arus yang terlalu besar dapat membuat kerusakan pada infrastruktur keramba jaring apung. Selain itu, dapat juga membuat ikan menjadi stress karena ikan akan mengeluarkan banyak energi untuk tetap bertahan pada keramba, dan diduga nantinya dapat membuat selera makan ikan berkurang. Kecerahan perairan di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro berkisar antara 6,0 m hingga 9,5 mdengan rata-rata 8,43±1,116 m.Sebaran kecerahan tertinggi terdapat pada titik pengamatan 1. Sedangkan pada pada titik pengamatan 2, memperlihatkan tingkat kecerahan yang terendah. Perairan yang memiliki kecerahan yang bagus menyebabkan sinar matahari dapat menembus jauh ke dalam perairan. Artinya nilai kecerahan adalah indikator terhadap kejernihan sebuah perairan dan sangat baik untuk digunakan sebagai lokasi pembesaran. Suhu perairan di zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro mempunyai kisaran antara 29,46 sampai 29,61ºC dengan rata-rata sebesar 29,54±0,058172ºC. Nilai suhu terendah terdapat pada titik pengamatan 2, sedangkan tertinggi terdapat pada titik pengamatan 6. Dari hasil pengukuran in situ di lokasi, dapat dilihat bahwa kondisi suhu sangat optimal untuk budidaya keramba jaring apung ikan kerapu pada daerah Teluk Mallasaro, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme. Gambar 2. Peta kedalaman perairan Teluk Mallasoro, Jeneponto, Sulawesi Selatan 413 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam ... (Rezki Antoni Suhaimi) Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotik media (Anggoro, 1990 dalam Kangkan et al., 2007) sehingga, penting dijaga keseimbangan osmolaritas cairan internal dan eksternal. Fluktuasi salinitas yang besar menyebabkan ginjal dan insang ikan tidak mampu mengatur osmosis cairan tubuh. Secara umum nilai salinitas pada zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro memperlihatkan kisaran yang mendukung kegiatan budidaya laut. Salinitas perairan di zona pemanfaatan umum Teluk Mallasoro mempunyai kisaran 29,97 ppt pada titik pengamatan 2 sampai 30,20 ppt pada titik pengamatan 2 dengan rata-rata sebesar 30,08±0,08 ppt. Nilai salinitas yang didapat pada saat pengukuran in situ di lokasi dianggap optimal untuk budidaya keramba jaring apung yang berkisar antara 30 – 35 ppt (Radiarta et al., 2003). Pengukuran in situ terhadap parameter pH perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung Teluk Mallasoro memperlihatkan kisaran nilai sebesar 7,87 sampai 8,45, dengan ratarata 8,07±0,175.Nilai pH terendah terdapat pada titik pengamatan 4 dan nilai tertinggi ada pada titik pengamatan 7. Perbedaan nilai pH dalam perairan diduga, disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran. Perubahan nilai pH dalam perairan mempunyai siklus harian. Siklus ini merupakan fungsi dari karbondioksida. Effendi (2003) mengatakan bahwa, jika perairan mengandung karbondioksida bebas dan ion karbonat maka pH cenderung asam, dan pH akan kembali meningkat jika CO2 dan HCO3 mulai berkurang. pH perairan dapat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Hal ini senada dengan Kordi (2005) yang menyatakan pH rendah maka konsentrasi oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernafasan naik dan selera makan menurun. Budidaya keramba jaring apung untuk ikan kerapu sangat cocok pada rentang pH 6,5-8,5 (Romimohtarto, 2003). Parameter kualitas air lainnya pada perairan Teluk Mallasoro Jeneponto, didapat nilai oksigen terlarut tertinggi 7,02 mg/L pada titik pengamatan 3 dan terendah sebesar 6.21 mg/L untuk titik pengamatan 8 dengan nilai rata-rata sebesar 6,72 ± 0,337 mg/L. Besarnya nilai oksigen terlarut diduga karena adanya siklus harian perairan serta pergerakan masa perairan. Konsentrasi oksigen terlarut dalam air dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan rasio konversi pakan. Konsentrasi oksigen terlarut berpengaruh terhadap jumlah dan menjadi batasan terhadap ikan yang dibudidayakan. Akbar & Sudaryanto (2001) menambahkan bahwa Ikan kerapu dapat hidup optimal pada konsentrasi oksigen terlarut lebih dari 5 mg/L. Hasil pengukuran terhadap parameterl nitrat (NO3) memperlihatkan nilai yang bervariasi antara 0,039 sampai 0,123 mg/L dengan nilai rata-rata sebesar 0,061±0,0297 mg/L. Nitrat terendah terdapat pada titik pengamatan 2 dan tertinggi terdapat pada titik pengamatan 8. Hutabarat (2000) menyatakan bahwa konsentrasi nitrat akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Secara normatif keberadaan nitrat dalam perairan ditunjang pada transpor nitrat ke daerah tersebut, oksidasi amoniak oleh mikroorganisme dan kebutuhan produktivitas primer. Sedangkan untuk nitrit (NO2) menunjukkan variasi nilai yaitu antara 0,0038 mg/L (titik pengamatan 2) sampai 0,0215 mg/L (titik pengamatan 5) dengan rata-rata nitrit untuk keseluruhan titik pengamatan sebesar 0,0080±0,0058 mg/L. Secara umum nilai nitrit yang ada di perairan berbanding lurus dengan nilai nitrat. Sementara itu, untuk konsentrasi amoniak (NH3) pada titik pengukuran berkisar antara 0,127 sampai 0,153, denga rata–rata sebesar 0,140±0,0101 mg/L. Konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada titik pengamatan 1 dan terendah ditemukan pada titik pengamatan 7. Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang berperan sebagai nutrien bagi pertumbuhan alga dan fitoplankton dan sifatnya cenderung stabil. Walaupun sangat berperan terhadap kadar nitrogen dalam suatu perairan, beberapa fitoplankton cenderung lebih menyukai amoniak untuk digunakan dalam proses pertumbuhan. Sedangkan Nitrit adalah benruk peralihan antara amoniak dan nitrat (Odum, 1979). Besarnya kadar amoniak, nitrat dan nitrit dapat dipengaruhi oleh alam (batu dan tanah) atau bisa juga berasal dari limbah organik (tinja dan urin). Konsentrasi fosfat dalam perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Teluk Mallasoro mempunyai nilai yang bervariasi antara 0,051 sampai 0,064 mg/L, dengan nilai rata-rata 0,058±0,0039 mg/L.Konsentrasi fosfat terendah terdapat pada titik pengamatan 4 dan tertinggi berada pada titik pengamatan 3. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 414 Menurut Effendi (2003) dan Supriharyono (2000), sebagian besar fosfat berasal dari masukan bahan organik melalui darat berupa limbah industri maupun domestik (detergen). Ditambahkan oleh Brotowidjoyo et al. (1995) dan Hutabarat (2000), bahwa sumber fosfat di perairan juga berasal dari proses pengikisan batuan dipantai. Konsentrasi fosfat di perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Teluk Mallasoro memperlihatkan kisaran yang masih mendukung kegiatan budidaya, walaupun tidak berada dalam nilai yang ideal. Amoniak, nitrat, nitrit, dan fosfat sendiri dalam perairan berperan sebagai sebagai nutrien. Akan tetapi tingginya konsentrasi zat kimia tersebut di perairan dapat berdampak pada peledakan plankton. Konsentrasidan komposisi muatan padatan tersuspensi (MPT) bervariasi secara temporal dan spasial tergantung pada faktor-faktor fisik yang mempengaruhi distribusi MPT terutama adalah pola sirkulasi air, pengendapan gravitional, deposisi dan resuspensi sedimen. Faktor yang paling dominan dalah sirkulasi air (Chester, 1990 dalam Satriadi & Widada, 2004). Pergerakan air berupa arus pasang akan mampu mengaduk sedimen yang ada (Satriadi & Widada, 2004). Hasil pengukuran terhadap peubah MPT di perairan perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Teluk Mallasoro, memperlihatkan nilai sebesar 0,004 sampai 0,0025 mg/L dengan nilai rata-rata sebesar 0,014±0,0078 mg/L. Muatan padatan tersuspensi terendah terdapat pada lokasi titik pengamatan 7 dan tertinggi terdapat pada lokasi titik pengamatan 3. Perbedaan padatan tersuspensi tersebut diduga disebabkan oleh komposisi material dasar perairan dan pergerakan masa air termasuk aktivitas pasut. Padatan terlarut dalam kondisi tertentu dapat menggangu biota terutama organ respirasi. Karakteristik ukuran butir pada sedimen dasar sangat berpengaruh terhadap daya cengkram jangkar yang nantinya akan dipasang pada keramba jaring apung. Sehingga nantinya diharapkan dengan semakin kuat jangkar tertancap, maka kestabilan keramba jaring apung terhadap dinamika arus, gelombang, pasut, angin akan tercipta. Dari hasil analisa ukuran butir di Laboratorium Tanah BRPBAP Maros untuk sampel sedimen dasar pada tiap lokasi titik pengamatan di perairan Teluk Mallasoro Jeneponto, didapatkan bahwa jenis sedimen cenderung dominan pasir berlumpur. Hal ini membuktikan bahwa dasar perairan Teluk Mallasoro dianggap cukup cocok untuk tempat keramba jaring apung. Pemilihan Lokasi Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung Pemilihan daerah kesesuaian budidaya laut, mengacu pada matriks kesesuaian perairan yang disusun berdasarkan parameter primer, parameter sekunder dan parame tertersier. Ketiga parameter penyusun matriks kesesuaian tersebut merupakan parameter syarat, yang terdiri atas komponen parameter-parameter físika, kimia dan biologi. Keterkaitan beberapa komponen parameter dalam fisika, kimia dan biologi dengan parameter primer, sekunder dan tersier dalam penyusunan matriks kesesuaian, dapat dilihat dari besarnya nilai koofisien korelasi yang dibentuk. Parameter primer meliputi keterlindungan, arus, MPT, dan kedalaman.Parameter sekunder terdiri atas sedimen dasar, oksigen terlarut, kecerahan, suhu dan salinitas. Sementara itu untuk parameter tersier meliputi pH, PO4, dan NO3. Perairan pantai yang tenang merupakan alternatif yang baik untuk dimanfaatkan sebagai lokasi untuk budidaya. Keterlindungan lokasi baik dari pengaruh angin maupun gelombang besar sangat tergantung dengan kondisi geografis kawasan pantai. Secara umum, daerah Teluk Mallasoro mempunyai keterlindungan baik. Hal ini, sejalan dengan Putro et al. (1999) yang menyatakan bahwa lokasi yang terlindung biasanya terletak di daerah teluk ataupun kawasan yang terletak di antara pulau–pulau, sehingga pengaruh angin dan gelombang relatif kecil. Dari hasil matriks pembobotan tingkat kesesuaian untuk delapan titik pengamatan di Teluk Mallasoro, dapat dilihat bahwa untuk titik pengamatan 1 dan 2 memiliki tingkat kesesuaian S1 (sangat sesuai), sementara itu untuk titik pengamatan 3, 6, 7, 8 memiliki tingkat kesesuaian S2 (cukup sesuai) dan untuk titik pengamatan 4 dan 5 memiliki tingkat kesesuaian N (tidak Sesuai). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3. 415 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam ... (Rezki Antoni Suhaimi) Tabel 3. Total nilai skor matrikskesesuaian bagi penentuan lokasi budidayadi perairan zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apungdi Teluk Mallasoro Parameter perairan Keterlindungan Arus MPT Kedalaman Sedimen dasar Oksigen terlarut Kecerahan Suhu Salinitas pH PO4 NO3 Total Persentase Kesesuaian Tingkat Kesesuaian Nilai Bobot Stasiun Pengukuran I II III IV V VI VII VIII 15 15 15 15 6 10 10 10 10 5 1 1 113 15 15 15 15 6 10 10 10 10 5 1 1 113 15 15 15 3 6 10 10 10 10 5 1 1 101 3 3 15 3 6 10 10 10 6 5 1 1 73 3 3 15 3 6 10 10 10 10 5 1 1 77 15 3 15 15 6 10 10 10 10 5 1 1 101 15 3 15 15 6 10 10 10 10 5 1 1 101 15 15 15 3 6 10 10 10 10 5 1 1 101 90,40% 90,40% 80,80% 58,40% 61,60% 80,80% 80,80% 80,80% S1 S1 S2 N N S2 S2 S2 Setalah dilakukan interpolasi dan analisis spasial, diperoleh luasan daerah untuk budidaya Ikan kerapu dalam Keramba Jaring Apung di Teluk Mallasoro, Kabupaten Jeneponto yaitu: S1 (Kesesuaian Tinggi) : 105,8 ha ; S2 (Kesesuaian Sedang): 49,7 ha : S3 (Kesesuaian Rendah): 0 ha. Gambar 3. Peta Pemilihan lokasi yang sesuaiuntuk budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung perairan Teluk Mallasoro, Jeneponto, Sulawesi Selatan Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 416 Nilai tingkat kesesuaian yang didapat sangat dipengaruhi oleh parameter primer dalam matriks pembobotan, hal ini dikarenakan parameter primer merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam usaha pengembangan budidaya baik sintasan maupun keberlangsungan usaha. Jika syarat ini tidak terpenuhi dapat menyebabkan kegagalan dari usaha budidaya yang diinginkan. Kalau dirinci lagi terhadap parameter primer maka akan diketahui seberapa besar pengaruhnya bagi budidaya keramba jaring apung: Keterlindungan; parameter ini dianggap penting karena berpengaruh nantinya terhadap konstruksi keramba jaring apung yang akan dipakai. Kecepatan arus; parameter ini dianggap penting karena berkaitan dengan proses pertukaranoksigen dan sisa metabolisme, penyebaran plankton, dan transpor sedimen. Kecepatan arus juga berdampak langsung pada penempelan biofouling pada jaring dan rusaknya instalasi budidaya bahkan dapat menghanyutkannya. Muatan padatan tersuspensi; parameter ini dianggap penting karena berada dalam badan air dan dapat mengganggu kegiatan budidaya dengan beberapa cara, seperti, perairan menjadi keruh yang berakibat pada rendahnya penetrasi cahaya, ikan lebih mudah terserang parasit dan penyakit, maupun kerusakan fisik (insang) ikan. Kedalaman perairan; parameter ini dianggap penting karena berkaitan dengan penetrasi cahaya, akumulasi sisa pakan dan kerusakan jaring. Kedalaman juga memberikan ruang cukup bagi penempatan instalasi budidaya baik terhadap jaring maupun penguraian sisa pakan dan hasil metabolisme. Sedangkan untuk parameter sekunder dan tersier tetap tidak bisa dianggap tidak penting karena berdampak dalam pertumbuhan biota nantinya. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil identifikasi perameter perairan Teluk Mallasoro, Kabupaten Jeneponto didapat nilai: kedalaman 10,0 m sampai 18,8 m, kecepatan arus <0,1 sampai 0,3 m/dt, kecerahan 6,00 sampai 9,5 m, suhu 29,46 sampai 29,61ºC, salinitas 29,97 sampai 30,20 ppt, pH 7,87 sampai 8,45 oksigen terlarut 6,21 sampai 7,02 mg/L, NO3 0,039 sampai 0,123 mg/L, NH3 0,127 sampai 0,153 mg/L, PO40,051 sampai 0,064 mg/L, muatan padatan tersuspensi 0,004 sampai 0,0025 mg/L. Sedimen dasar dominan pasir berlumpur. Hasil analisis kesesuaian lahan pada zona rencana pengembangan budidaya keramba jaring apung di Teluk Mallasoro secara umum adalah berada pada kelas S1 (sangat sesuai) dan S2 (cukup sesuai), kecuali untuk titik pengamatan 4 dan 5 yang berada pada kelas N (tidak sesuai). Mengingat kelas kesesuaian untuk budidaya ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung di perairan Teluk Mallasoro berada pada taraf sangat sesuai dan cukup sesuai, maka direkomendasikan untuk dikembangkan secara optimal. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan kondisi musim yang berbeda, agar didapat data yang bisa mewakili. DAFTAR ACUAN Ahmad, T., A. Mustafa dan A. Hanafi.1996. Konsep Pengembangan Desa Pantai Mendukung Keberlanjutan Produksi Perikanan Pesisir. Dalam Poernomo, A., H.E. Irianto, S. Nurhakim, Murniyati, dan E. Pratiwi (Eds.). Prosiding Rapat Kerja Teknis Peningkatan Visi Sumberdaya Manusia Peneliti Perikanan Menyongsong Globalisasi IPTEK, Serpong, 19-20 November 1996. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Perikanan, Jakarta. Agoes. E. R. 2001. Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Laut Perspektif Hukum Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Akbar, S dan Sudaryanto. 2001. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Bakosurtanal.1996. Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marin Kupang-Nusa Tenggara Timur.Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan Sistem Informasi Geografis, Cibinong. 417 Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dalam ... (Rezki Antoni Suhaimi) Basmi, J. 2000. Planktonologi :Plankton Sebagai Bioindikator KualitasPerairan. Makalah, Fakultas Perikanan Instistut Pertanian Bogor, Bogor. Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono., E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Budiyanto. E. 2005. Pemetaan Kontur dan Pemodelan Spatial 3 Dimensi Surfer. Penerbit Andi, Yogyakarta. Dahuri, R., J. Rais., S. P. Ginting., M. J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu.Edisi revisi.PT. Pradnya Paramita.Jakarta.328 pp. Departemen Kelautan dan Perikanan.2002.Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang, Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta. Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Ghufron.M, dan H. Kordi.2005.Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.336 pp. Hartoko, A dan M. Helmi. 2004. Development of Digital Multilayer Ecological Model for Padang Coastal Water (West Sumatera). Journal of Coastal Development. 7 (3): 129-136. Heemstra, P.C, and Randll, JE. 1993. FAO Species Catalog Vol. 16 : Groupers of The Word (Family Serranidae, Subfamily Epinephelus). Rome,Food and Agriculture Organization of The United Nation. Haumau, S. 2005. Distribusi Spatial Fitoplankton di Perairan Teluk Haria Saparua, Maluku Tengah. Ilmu Kelautan Indonesian Journal of Marine Science, UNDIP. 10 (3): 126 – 136. Hutabarat, S. 2000. Peranan Kondisi Oceanografi terhadap Perubahan Iklim, Produktivitas dan Distribusi Biota Laut. UNDIP, Semarang. Kangkan, Alexander L., Hartoko A. Dan Suminto.2007. Studi Penentuan Lokasi Ntuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia Dan Biologi Di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Pasir Laut, Vol.3. Jakarta Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Baku Mutu Air Laut. Keputusan Meneg. KLH No 51 tahun 2004, tanggal 8 April 2004, Jakarta. Milne, P. H. 1979. Fish and Shellfish Farming in Coastal Waters. Fishing News Book Ltd, Farnham Surrey. Odum, E.P. 1979. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press.Oreginal English Edition.Fundamental of Ecology Thurd Edition, Yokyakarta. Pillay, T. V. R. 1990. Quality Criteria for Water.US Enviromental Protection Agency, Washington DC. Radiarta, N. Adang Saputra, dan Ofri Johan, 2005. Penentuan Kelayakan Lahan untuk Mengembangkan Usaha Budidaya Laut dengan Aplikasi Inderaja dan Sistem Informasi Geografis di Perairan Lemito Provinsi Gorontalo. Romimohtarto, K. 2003. Kualitas Air dalam Budidaya Laut.www.fao.org/docrep/field/003. Satriadi, A dan S. Widada.2004. Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi di Muara Sungai Bodri, Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmu Kelautan UNDIP. 9 (2) hal: 101 – 107. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.246 pp. Utojo, A. Mansyur., Tarunamulia., B. Pantjara dan Hasnawai. 2005. Identifikasi Kelayakan Lokasi Budidaya Laut di Perairan Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur.Journal Penelitian Perikanan Indonesia. II (5): 9 – 29. Zonneveld.N., E. A. Huisma dan J. H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 418