Metodologi Penelitian Hubungan Internasional

advertisement
Metodologi Penelitian Hubungan Internasional
Review
Rachma Lutfiny Putri (080150905)
Contoh Review
Judul
Penulis
Terbitan
Halaman
:The Politics of the Philosophy of Science
:Milja Kurkii
:Cambridge University Press
:440-454
Pada artikel The Politics of the Philosophy of Science yang ditulis oleh Milja Kurkii ini, secara
umum menjelaskan tentang treatment Monteiro dan Ruby dari Departemen Politik Internasional
Universitas Aberystwyth, terhadap bentuk argumentasi politik dan perdebatan filsafat ilmu. Mereka
sebelumnya membuat pernyataan singkat tentang ikatan perdebatan politik dan filosofis dalam
hubungan internasional. Pernyataan singkat mereka membahas tentang adanya potensi politik dalam
filsafat ilmu, hal tersebut semakin menarik perhatian para teoritisi teori kritis tentang adanya gagasan
bahwa posisi filsafat ilmu dapat bermuatan politis. Mereka juga mengakui bahwa dinamika politik
dalam perdebatan hubungan internasional dapat menjadi “kamuflase” dibalik argumentasi filsafat ilmu.
Pada awalnya, Milja Kurkii berpendapat bahwa tidak mungkin untuk menggambarkan hubungan
kausalitas langsung antara posisi filsafat ilmu dengan pandangan politik tertentu. Adanya muatan
politik dalam filsafat ilmu memang banyak terjadi perbedaan pendapat. Walaupun sebelumnya
dikatakan bahwa ada pernyataan singkat dari Monteiro dan Ruby tentang adanya potensi muatan politik
dalam filsafat ilmu, tetapi pada pokok bahasan berikutnya Milja Kurkii mengatakan bahwa beberapa
artikel yang ditulis oleh Monteiro dan Ruby menunjukan bahwa masalah filosofis tersebut dapat
terlepas dengan sesuatu yang menyangkut hubungan internasional. Filsafat ilmu secara klasik juga
disusun untuk melibatkan studi tentang pertanyaan-pertanyaan abstrak logika, epistemologi dan
ontologi, khususnya dalam kaitannya dengan bagaimana klaim ilmiah dijustifikasi atau disusun. Hal
tersebut dapat dikatakan bahwa filsafat itu bersifat apolitis (Philosophy is often treated as an apolitical
and ahistorical activity (see Bhaskar, 1989: 158)). Meskipun banyak perdebatan dan pernyataan
Monteiro dan Ruby tentang hal ini sangat kompleks, Milja mengatakan bahwa apabila kita
mengabaikan adanya muatan politik dalam filsafat ilmu akan terjadi kesalahpahaman untuk memahami
mengapa perdebatan filsafat ilmu sangat dipermasalahkan dalam hubungan internasional, mengapa
posisi filsafat ilmu sangat kuat dan penting dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam artikel ini Kurkii
mencoba untuk melihat adanya unsur-unsur politik tertentu yang tertanam dalam kerangka filsafat
ilmu.
Metodologi Penelitian Hubungan Internasional
Review
Rachma Lutfiny Putri (080150905)
Pada bahasan berikutnya, Milja memberikan argumentasi dari para ahli yang menjelaskan
bahwa adanya keterkaitan dalam filsafat ilmu dengan politik. Seperti Steve Smith (1997) secara
eksplisit mengemukakan bahwa karyanya yang paling politis dalam hubungan internasional ada pada
epistemologi dan filsafat ilmu dan menunjukan bahwa posisi filsafat ilmu dapat dihubungkan dengan
posisi sosial dari penulis-penulisnya. Contoh lain dari Karl Popper (1996) yang menggambarkan
hubungan antara posisi filsafat ilmu dan sikap umum politik seseirang terhadao oerubahan sosial dan
emansipasi. Jenis ikatan tersebut menunjukan bahwa perdebatan filsafat ilmu dapat diimplikasikan
dengan visi politik atau pandangan individu. Kemudian Milja menjelaskan tentang posisi filsafat ilmu
disini dengan merangkum dua aspek yaitu (i)pemahaman proses penciptaan ilmu pengetahuan,
khususnya dalam ilmu pengetahuan sosial (ii)melihat dasar objek ontologis yang berkaitan dengan ilmu
sosial. Lalu, ia juga menjelaskan apa yang dimaksud dengan posisi filsafat ilmu menjadi politis, ia
mengatakan bahwa politik disini adalah pandangan umum si penulis, contohnya kecenderungan
perdebatan kiri-kanan (sosialis vs liberal), pandangan mereka terhadap tatanan vs transformasi
masyarakat (radikal vs konservatif) dan seterusnya. Milja juga menjelaskan implikasi makna yang
menjadi samar ketika menggambarkan hubungan posisi filsafat ilmu dan pandangan politik. Maknanya
bisa berarti (i)posisi filsafat ilmu bisa secara langsung bermotif politik(motivasi individu dalam
mengadopsi, memilih, merumuskan posisi filsafat ilmu karena alasan politik tertentu) (ii)posisi filsafat
ilmu yang terlepas dari motivasi individu namun secara langsung terkait posisi politik tertentu (iii)dapat
melihat hambatan dan sesuatu yang mungkin muncul antara posisi filsafat ilmu dan pandangan politik
ahli teori hubungan internasional.
Kemudian, Milja mencoba melihat adanya muatan politis dalam teori realisme kritis, dia
melihat realisme kritis terikat dengan pemikiran-pemikiran kiri, Marxisme dan materialis historis.
Karena, kontribusi realisme kritis dalam hubungan internasional memunculkan kembali bentuk analisis
Marxisme dan materialisme historis. Adanya muatan politis terlihat pada kepentingan realisme kritis
dalam melihat cara kerja kapitalisme dan bentuk penindasan yang terkait didalamnya. Lalu, realisme
kritis melihat realitas material, misalnya adanya stratifikasi sosial didalam suatu realita. Realisme kritis
juga mengedepankan filosofi emansipatoris, memaksa pentingnya berjuang secara politik untuk
melakukan transformasi struktural misalnya dalam struktur kapitalisme dan patriarki. Jadi realisme
kritis menyediakan pemahaman dalam suatu kerangka yang selaras dengan bentuk struktural
kekuasaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan kaum positivis yang memandang masyarakat sebagai
Metodologi Penelitian Hubungan Internasional
Review
Rachma Lutfiny Putri (080150905)
individu yang otonom. Oleh karena itu, positivisme dan social constructivist inter-subjectivism
dianggap tidak memadai dalam segi epistemologi dan ontologi oleh kaum realisme kritis.
Lalu Milja mencoba membongkar adanya muatan politis dalam konstruktivisme. Awalnya, ia
melihat adanya kontribusi penelitian konstruktivis dalam pemeliharaan pandangan liberal. Milja juga
melihat pentingnya prinsip meta-teori filsafat ilmu dalam teorisasi sosial konstruktivis. Setelah itu ia
menjelaskan prinsip filsafat ilmu konstruktivis sosial yaitu menekankan aspek antar-subyektivis,
konstruktivis meyakini bahwa dunia sosial ini dibuat oleh berbagai macam keyakinan dan sistem aturan
antar-subjektif. Namun, ada pandangan dalam konstruktivis terpecah menjadi dua yaitu konstruktivis
moderat yang mengatakan bahwa kita bisa mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari realitas
sosial dengan memahami konteks sosial yang dibangun oleh tindakan, namun konstruktivis radikal
mengatakan bahwa tidak ada realitas sosial yang objektif dalam dunia yang terkonstruksi secara sosial.
Milja meyakini bahwa adanya muatan politis dalam konstruktivisme, karena konstruktivis
berfokus pada analisis normatif antar-subjektif, adanya penekanan yang kuat (khususnya pada
konstruktivis moderat) dalam menelusuri bentuk konsensus normatif dalam masyarakat. Penekanan ini
dapat dikatakan memiliki keterikatan dengan kepentingan liberal klasik dalam memahami dan
memfasilitasi konsensus sosial, legitimasi shared norms dan keselarasan sosial.
Begitu juga dengan pragmatisme, dalam artikel tersebut menunjukan walaupun filsafat ilmu
pragmatis dan post-strukturalisme menghindari posisi filosofis atau politik tertentu, tetapi keduanya
bermuatan politik karena pandangan mereka memprioritaskan posisi filosofis atau politik tertentu.
Tidak ada interpretasi politik tunggal dalam pragmatisme. Contohnya, para ahli teori critical theory
berpendapat bahwa etos politik liberal yang menjadi dasar bagi filsafat ilmu pragmatis, hal ini
tercermin dalam menerapkan kebenaran yang anti-fondasionalis, pendekatan metodologi individualis,
fokus pada objek yang diobservasi, terbuka dalam politik pluralis dan tidak adanya bentuk-bentuk
pemikiran alternatif dan self-consciousness dalam hal ini.
Pada akhirnya, adanya perdebatan tentang muatan politik dalam filsafat ilmu ini menghasilkan
pengetahuan yang informatif tentang berbagai bentuk tindakan dan pemikiran. Penjelasan diatas juga
membuat kita selalu terbuka tentang adanya kemungkinan permainan politik bahkan sesuatu yang
bersifat relatif dalam perdebatan pembentukan filsafat ilmu, yang nantinya bisa digunakan untuk
mengevaluasi perdebatan filsafat ilmu dalam hubungan internasional.
Download