Bab I

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Melihat Indonesia sebagai negara berkembang yang diprediksi akan menjadi
negara yang mempunyai ekonomi yang kuat beberapa tahun mendatang.
Perkembangan yang saat ini dialami Indonesia memunculkan isu tentang
Corporate Governance yang menjadi isu nasional. Corporate Governance
merupakan seperangkat peraturan dalam rangka pengendalian perusahaan untuk
menghasilkan value added bagi para stakeholder karena dengan adanya
Corporate Governance akan terbentuk pola kerja manajemen yang transparan,
bersih dan profesional (Effendi, dalam Amalia R dan Karya Utama 2013).
Perusahaan
dengan
tata
kelola
yang
baik
dan
transparan
sudah
mengimplementasikan Good Corporate Governance. GCG dapat memberikan
manfaat bagi pihak internal dan eksternal seperti para manajemen, kariyawan
perusahaan dan para stakeholder, konsumen, pemasok, pemerintah dan
masyarakat luas.
Corporate
Governance
pada
dasarnya
menyangkut
kerangka
kerja
(framework) dan proses bagaimana perusahaan dikelola. Corporate Governance
adalah cara bagaimana keputusan dibuat dan hasil yang diperoleh dimonitori
(Blimadeari. Wordpress.com 2007). OCED (Organization for Economic
Cooperation and Development) pada saat krisis global Asia menetapkan prinsip
2
dasar Corporate Governance pada standar utama yang meliputi fairness,
transparency, accoutability dan responsibility. Keempat komponen tersebut
penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten
terbukti dapat meningkatkan kualitas kinerja perusahaan. Ciri utama dari CG yang
buruk adalah adanya tindakan dari manajer yang mementingkan dirinya sendiri
sehingga mengabaikan kepentingan investor, dimana ini akan menyebabkan
jatuhnya harapan para investor tentang return atas investasi yang mereka
harapkan (Darmawati dkk, dalam Haspari 2011). Menurut Utami dalam Astuti,
Yuniarto (2008) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan implementasi GCG
masih sangat rendah:
1. Praktek etika bisnis yang rendah
2. Lemahnya perlindungan terhadap investor
3. Rendahnya independensi komisaris
4. Lemahnya penegakan hukum
5. Rendahnya transparansi
Manfaat CG menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
adalah :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional serta lebih
meningkatkan pelayanan terhadap stakeholders.
2. Mengembalikan kepercayaan investor untuk kembali menanam modal di
Indonesia.
3
3. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan sekaligus
akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
4. Mempermudah mendapat dana pembiayaan sehingga dapat meningkatkan
corporate value.
Di Indonesia, isu tentang penerapan good corporate governance cukup
berkembang pesat, hal ini disebabkan karena dampak manfaat yang dirasakan
oleh perusahaan luar negri, sehingga memicu perusahaan dalam negri untuk
menerapkan Good Corporate Governanc. Good Corporate Governance
mengemuka akibat dari krisis ekonomi yang melanda sebagian wilayah dunia
termasuk Indonesia yang mengalami masa berkembang. Menurut Harahap dalam
Astuti dan Yuniarto (2008) krisis ekonomi yang melanda salah satu penyebabnya
adalah praktek perusahaan yang masih bersifat tradisional, keputusan investasi
yang kurang tepat dan lemahnya prinsip GCG oleh manajemen dalam praktek
bisnis.
Terjadinya krisis ekonomi meningkatkan kualitas ekonomi Indonesia pada
umumnya karena sadar akan pentingnya penerapan GCG. Corporate Governance
dilatar belakangi beberapa permasalahan diantaranya tuntutan akan adanya
transparansi dan independensi. Tuntutan akan tranparansi dan independensi ini
terlihat dari adanya tuntutan agar perusahaan memiliki lebih banyak komisaris
independen yang mengawasi tindakan-tindakan para eksekutif. Dalam fakta
penerapan GCG membutuhkan kerja ekstra para manajer karena biaya tinggi dan
kontrol ketat menyebabkan manajer menggunakan utang pada tingkat rendah
untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya financial distress dan resiko
4
kebangkrutan (Crutcley; Wahyudi dan Pawestri dalam Deviacita 2012). Dapat
disimpulkan bahwa penerapan GCG dan pengeluaran biaya sesuai dengan hasil
yang akan diperoleh dalam hal mencegah kebangkrutan.
Prediksi kebangkrutan perusahaan pada umumnya dilakukan oleh pihak
eksternal, misalnya investor, pemerintah dan pemilik perusahaan. Studi kasus
menunjukkan bahwa financial distress biasanya terjadi karena serangkaian
kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan
yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak
langsung kepada manajemen. Untuk memprediksikan adanya financial distress
yang dialami oleh perbankan, pihak-pihak eksternal tersebut biasanya bereaksi
terhadap sinyal kebangkrutan misalnya, penundaan pengiriman, masalah kualitas
produk, tagihan dari bank, dan lain sebagainya. Dengan diketahuinya kondisi
financial distress maka perbankan diharapkan dapat melakukan tindakan untuk
memperbaiki situasi ini.
Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal
pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan
tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibanya (Brigham dan Daves,
dalam Fachrudi 2008). Suatu perusahaan sudah dapat dikatakan menderita
kesulitan keuangan pada tahun pertama aliran kas kurang dari kewajiban jangka
panjang yang jatuh tempo (Whitaker, dalam Almilia 2006). Perusahaan yang
mengalami
kesulitan
keuangan
umumnya
mengalami
penurunan
dalam
pertumbuhan, penurunan dalam mengahasilkan laba dan aset. Kesulitan keuangan
5
dapat juga dilihat dari melemahnya kondisi keuangan, sedikitnya minat para
investor dan pembayaran deviden yang terganggu.
(Brigham dan Gapenski, dalam Safitra., dkk.,2012) memberikan penjelasan
tentang kesulitan keuangan sesuai tipenya, yaitu:
1. Econimic failure
2. Business failure
3. Technical insolvency
4. Insolvency in bankruptcy
5. Legal bankruptcy
Laporan Keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu
sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan
posisi keuangan perusahaan yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan
keputusan yang tepat, data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang
berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Salah satu manfaat dari laporan
keuangan itu sendiri bertujuan untuk memprediksi kinerja perusahaan dari
financial distress. Keadaan financial distress terjadi sebelum kebangkrutan pada
perusahaan. Model financial distress perlu dideteksi sebelum terjadi pada
perusahaan dan untuk mengantisipasi suatu hal yang mengarah kepada
kebangkrutan.
Platt dan Platt dalam Almilia (2006) menyatakan kegunaan informasi jika suatu
perusahaan mengalami financial distress adalah:
1. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah
sebelum terjadinya kebangkrutan.
6
2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau take over agar
perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola
perusahaan dengan lebih baik.
3. Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang
akan datang.
Menurut Rizal dalam Fadilah, 2013 salah satu penyebab kondisi financial
distress perusahaan adalah corporate governance model, yaitu ketika perusahaan
memiliki susunan aset yang tepat dan struktur keuangan yang baik namun dikelola
dengan buruk. Salah satu indikasi penyebab financial distress dalam perusahaan
adalah konflik keagenan anatara agen dan principal. Salah satu cara yang di
gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic
manajemen adalah corporate governance. Prinsip pokok corporate governance
yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate
governance adalah; transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability),
keadilan (fairness), dan responsibilitas (responsibility). Corporate governance
diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agen yang
pada akhirnya diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba. Oleh
karena itu, penerapan corporate governance yang efektif diharapkan dapat
meminimalisir terjadinya konflik antara agen dan principal. Efektivitas
pelaksanaan corporate governance terkait pada beberapa karakteristik antara lain:
struktur kepemilikan perusahaan, proporsi komisaris independen, biaya agensi
manajerial dan opini auditor.
7
Corporate
governance
mempunyai
hubungan
mengenai
struktur
kepemilikan saham yang terkait dengan peningkatan kinerja perusahaan.
Kemungkinan perusahaan mengalami financial distress dapat diakibatkan oleh
struktur kepemilikan perusahaan. Menurut Wahyudi dan Pawesti dalam Nuraeni
(2010)
struktur
kepemilikan
oleh
beberapa
peneliti
dipercaya
mampu
mempengaruhi jalanya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja
perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai
perusahaan.
(Widyastuti, dalam Nuraeni 2010) struktur kepemilikan sangat penting dalam
menentukan nilai perusahaan. Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah (1)
konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar, (2) kepemilikan perusahaan
oleh manajer. Kepemilikan perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer
karena kecil kemungkinanya pemilik dari pihak luar terlibat dalam urusan bisnis
perusahaan sehari-hari.
Kepemilikan institusional adalah suatu mekanisme corporate governance
utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Pihak principal dengan
jumlah saham yang besar sangat berkesempatan untuk meningkatkan nilai
kepemilikan mereka dan memiliki kepentingan yang besar terhadap kondisi
keuangan perusahaan. Oleh sebab itu pemilik saham terbesar mengawasi secara
ketat tindakan manajemen dalam rangka melindungi kepentingan investasi di
dalam perusahaan untuk menghindari terjadinya financial distress.
Para investor memiliki peran dalam perusahaan khususnya pada posisi
manajemen baik sebagai kreditor maupun sebagai dewan komisaris. Kepemilikan
8
saham oleh pihak manajemen akan memberikan dampak khusus bagi manajemen
dalam perusahaan seperti pengawasan yang ketat, penentuan kebijakan. Adanya
kepemilikan saham manajerial membuat kedudukan antara pemegang saham dan
manajer dapat disejajarkan sehinggga kepemilikan saham manajerial dapat
menyatukan
kepentingan
manajemen
dan
pemegang
saham,
sehingga
menghindari dari tindakan financial distress.
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan yang dikuasai oleh institusi dari
semua saham yang beredar. Kepemilikan institusional ini jarang terjadinya konflik
keagenan disebabkan institusi akan meberikan pantauan yang ketat terhadap
manajer. Kepemilikan institusional ini juga dapat menghindari adanya financial
distress dalam perusahaan. (Deviacita 2012) Investor institusional memiliki
beberapa kelebihan dibanding dengan investor individual, diantaranya yaitu :
1. Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih daripada investor
individual untuk mendapatkan informasi.
2. Investor institusional memiliki profesionalisme dalam menganalisa
informasi, sehingga dapat menguji tingkat keandalan informasi.
3. Investor institusional, secara umum, memiliki relasi bisnis yang lebih kuat
dibandingkan dengan manajemen
4. Investor institusional memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan
pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.
5. Investor institusional lebih aktif dalam melakukan jual beli saham
sehingga dapat meningkatkan jumlah informasi secara cepat yang
tercermin di tingkat harga.
9
Adanya kepemilikan institusional oleh perusahaan sektor keuangan akan
mendorong peningkatan pengawasan yang optimal. Pengawasan yang optimal
tersebut akan memberikan kesejahteraan para pemegang saham. (Deviacita 2012)
Perubahan perilaku institutional ownership dari pasif menjadi aktif dapat
meningkatkan akuntabilitas manajerial sehingga manajer akan bertindak lebih
hati-hati dalam pengambilan keputusan. Sehingga masalah keuangan perusahaan
akan lebih mudah dideteksi dan tidak menimbulkan kebangkrutan.
Pentingnya peran dewan direksi dalam menentukan suatu kebijakn jangka
pendek dan jangka panjang perusahaan diperlukan. Menetukan tindakan yang
strategis membuat perusahaan berjalan secara efektif dan efisien dengan
memperhatikan kondisi internal dan eksternal. Sehingga ukuran dan komposisi
dewan direksi sangatlah mempengaruhi dalam pengawasan manajemen. Reputasi
moral yang baik dan kompetensi yang mendukung harus dimiliki oleh dewan
direksi karena dewan direksi mempunyai tanggung jawab dalam menjaga
transparansi dalam menjalankan operasional perusahaan.
Dalam suatu perusahaan peran dewan komisaris lebih pada penengahan
konflik antara dewan direksi dan pemegang saham dan lebih ditekankan pada
pengawasan kebijakan dari dewan direksi. Pengawasan yang dilakuakn kepada
dewan direksi dapat menghasilkan sesuai dengan harapan para pemegang saham.
Peran yang dilakukan oleh dewan komisaris sangatlah independen sehingga
kebijakan dan langkah kritis, dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat
mengganggu dalam pelaksanaanya.
10
Permasalahan dalam penerapan corporate governance adalah adanya CEO
yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dewan komisaris. Dewan
komisaris ini salah satu fungsinya adalah pengawasan kinerja direksi yang
dipimpin oleh CEO. Peraturan BAPEPAM No.29/PM/2004 mengenai Pedoman
tentang Komisaris independen menyatakan bahwa komisaris independen
merupakan anggota dewan komisaris yang berasal dari luar emiten atau
perusahaan publik, tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten, perusahaan
publik, direksi atau pemegang saham. Komisaris independen sebagai salah satu
mekanisme corporate governance memiliki tanggung jawab terkait dengan upaya
perusahaan untuk menghasilkan pelaporan keuangan yang handal, yaitu dengan
memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku
maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya.
Biaya agensi manajerial muncul akibat adanya pemisahan pengendalian dan
kepemilikan. Pelaksanaan corporate governance yang buruk dapat meningkatkan
biaya agensi manajerial dan menyebabkan inefisiensi ekonomi pada perusahaan.
Penggunaan sumber daya secara besar-besaran oleh manajer tidak menjamin
tercapainya kinerja yang baik dan memungkinkan terjadinya moral hazard, selain
itu apabila penggunaan sumber daya berlebihan tidak seimbang dengan
peningkatan kinerja perusahaan dapat menyebabkan stabilitas perusahaan
terganggu. Apabila stabilitas perusahaan terganggu dapat menyebabkan keadaan
keuangan menurun sehingga dapat menjadi peluang besar untuk terjadinya
financial distress dan kebangkrutan.
11
Opini audit sangat diperlukan dalam perusahan karena dengan kewajaran
penyajian laporan keuangan para pemegang saham meyakini tidak ada
kecurangan dalam mengelola perusahaan. Pengawasan eksternal yang dilakukan
auditor dalam proses audit salah satu mekanisme eksternal agar tidak ada
kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen. Opini audit didasarkan pada
proses audit yang telah dilakukan pada laporan keuangan perusahaan. opini audit
itu terdiri dari: (1) wajar tanpa pengecualian (2) wajar tanpa pengecualian dengan
bahasa penjelas (3) wajar dengan pengecualian (4) tidak wajar (5) tidak
memberikan pendapat.
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya mengenai financial distress dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Almalia (2003) mengunji 19 rasio
keuangan terhadap finacial distress, mengahasilkan 4 rasio keuangan yang
signifikan terhadap financial distress. Wardhani (2006) menyebutkan dalam
penelitianya, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, dan trun over
direksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Komisaris
independen dan struktur kepemilikan tidak mempunyai hubungan yang signifikan
dengan permasalahan keuangan. Penelitian Emrinaldi dalam Hanifah (2012)
meyebutkan kepemilikan manajerial, kepemilika institusional, dewan direksi,
dewan komisaris, dan komite audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kesulitan keuangan. Penelitian Emrinaldi dalam Hanifah (2012) senada dengan
Triwahyu ningtias dalam Hanifah (2012) menyatakan kepemilikan manjerial,
kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, dewan direksi, likuiditas
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Dalam hasil
12
penelitian yang dilakukan oleh Syahrina dalam Deviacita (2012) meberikan hasil
yang berbeda. Syahrina dalam Deviacita (2012) menyatakan jumlah direksi dan
jumlah komisaris berpengaruh signifikan terhadapa financial distress, sedangkan
untuk independensi dewan komisaris dan komite audit tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap financial distress.
Bedasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah
penelitian
dengan
judul
“HUBUNGAN
ANTARA
CORPORATE
GOVERNANCE DENGAN FINANCIAL DISTRESS’’ penelitian ini dilakukan
untuk menguji ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris
independen, kepemilikan institusional, ukuran komite audit terhadap perbankan
yang mengalami financial distress. Penelitian ini mereplikasi dari penelitian
Deviacita (2012) yang menggunaka sampel perusahaan manufaktur. Perbedaan
dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menggunakan 60 sampel
perusahaan perbankan dengan kurun waktu pengambilan data pada tahun 2011
dan 2012.
B. BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH
Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami
oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun
likuidasi (Atmini, dalam Wahyuningtyas 2010). Dalam dunia usaha perusahaan
yang mengalami kebangkrutan akan mengaitkan dengan keadaan pasar modal
yang mengakibatkan kalah dalam bersaing, pemakaian pelaporan keuangan, dan
profesi akuntansi dengan kelemahan dalam struktur corporate governance yang
diterapkan dalam perusahaan tersebut (Ellomi dan Gueyie, dalam Ariesta (2012).
13
Dapat disimpulkan bahwa financial distress tidak terlepas dari kegiatan
corporate governance yang membuat semua pelaku atau motorik dalam
perusahaan untuk tidak melakukan kegiatan yang menyimpang. Motorik kegiatan
seperti dewan komisaris, komite audit, dan pemilik saham merupakan kunci
dalam terlaksananya corporate governance. Oleh karena itu motorik kegiatan
tersebut dapat mempengaruhi financial distress pada perusahaan. Dan inilah
yang menjadi ketertarikan peneliti untuk menguji hubungan corporate governace
terhadapa financial distress.
Berdasarkan permasalahan diatas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap financial
distress?
2. Apakah ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap financial
distress?
3. Apakah komisaris independen berpengaruh negatif terhadap financial
distress?
4. Apakah komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress?
5. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap financial
distress?
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk menguji:
1. Pengaruh positif ukuran dewan komisaris terhadap financial distress
14
2. Pengaruh negatif ukuran dewan direksi terhadap financial distress
3. Pengaruh negatif komisaris independen terhadap financial distress
4. Pengaruh negatif komite audit terhadap financial distress
5. Pengaruh negatif kepemilikan institusional terhadap financial distress
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak,
diantaranya:
1. Teoritis
a. Bagi penulis
Peneliti dapat memberikan pemahaman tentang hubungan antara
corporate governance dengan financial distress.
b. Bagi akademisi
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan memberikan
kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama yang
berkaitan dengan corporate governance dengan financial distress.
c. Bagi penulis mendatang
Penulis juga berharap agar penelitiaan ini bisa dijadikan rujukan
untuk penelitian selanjutnya.
2. Praktis
a. Bagi investor
Dengan penelitian ini diharapkan mendorang pihak perusahaan
untuk lebih memperhatikan informasi keuangan yang disajikan
perusahaan.
15
b. Bagi perusahaan
Dengan penelitian ini diharapkan mendorong pihak perusahaan
untuk menyajikan dan mengungkapkan laporan keuangan dengan
jujur dan terbuka.
Download