MODUL PERKULIAHAN Account Management Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fakultas Program Studi Tatap Muka Fakultas Ilmu Komunikasi Advertising dan Marketing Communication 04 Kode MK Disusun Oleh MK Berliani Ardha, SE, M.Si Abstract Kompetensi Konsep Mind Mappinguntuk analisis Setelah mempelajari modul ini, seperti: analisis lingkungan Pemasaran, diharapkan mahasiswa mampu SWOT dan PEST, Analisis Competitive memahami konsep Mind Mapping dan pemasaran dan Analisis Perilaku menerapkannya dalam anilis Konsumen merupakan hal penting yang pemasaran. harus di ketahui oleh seorang account manager dalam menentukan strategi komunikasi pemasaran. ISI Konsep Mind Maping Dalam Penerapan Analisis Pemasaran ANALISIS DAN IDENTIFIKASI MASALAH Analisis adalah langkah pertama dari proses perencanaan. Setelah riset, tahap berikutnya adalah analisis dan ini dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahaan yang akan menjadi dasar dari program marketing communication. Tanpa memahami inti permasalahaan anda tidak dapat menyusun suatu program yang meyakinkan atau efektif, atau yang berhasil menyampaikan tujuan-tujuan komunikasi. ANALISIS PEST Teknik yang biasa digunakan dan sangat berguna untuk menganalisis lingkungan eksternal adalah analisis PEST, PEST membagi lingkungan dalam empat area dan membahas hamper segala hal yang dapat mempengaruhi organisasi. Empat area tersebut adalah: Politik, Ekonomi, Sosial dan Teknologi. Pertanyaan- Pertanyaan dasar yang diungkapkan ketika melaksanakan analisis PEST adalah: Apa factor-faktor lingkungan yang mempengaruhi organisasi? Mana dari factor-faktor tersebut yang paling penting saat ini? Mana yang akan menjadi factor yang paling penting empat tahun kemudian? Versi terbaru dan lebih lengkap adalah EPISTLE yaitu, selain empat unsure yg ada di PEST, pertimbangan yang lain juga diberikan untuk informasi, aspek legal (yang berkaitan dengan peraturan yanhg berlaku) dan fisik lingkungan (environment) itu sendiri. Informasi adalah kekuatan. Oleh karena itu , akses terhadap informasi dan ketersediaan informasi menjadi factor penting bagi organisasi. Kehadiran dan kekuatan dari internet mengakibatkan unsure ini menjadi sangat kuat. MENEMUKAN PERMASALAHAN Analisis PEST dilakukan pada suatu saat tertentu , dimana hal ini seringkali dilupakan. Analisisnini seharusnyab dilaksanakan untuk situasi saat ini dan untuk situasi berbeda yang mungkin terjadi di masa mendatang. Maka dalm perencanaanskenario, factor penggerak yang paling utama diberikan bobot yang berbada dan alternative kemungkinankemungkinan di masa dating disususn bersama dengan rencana tindakan yang akan dilakukan. Dengan melaksanakan analisis PEST yang menyeluruh, yang tidak hanya melihat perkembangan yang terjadi sekrang namun juga dimasa dating organisasi dapat mengidentifikasi permasalahan yag berpotendi untuk mempengaruhi organisasi dan dapat melacak permaslahaan tersebut. Manajemen Permasalahan bekerja dalam dua cara: 1. Mengidentifikasi permaslahaan yang tidak dapat dikontrol oleh organisasi dan kemana arah opini public akan bergerak. Oleh karena itu, tidaklah tepat apabila perusahaan mempertahankan atau mengambil posisi yang menjauh dari pandangan yang ada saat ini. Adalah aneh apabila suatu organisasi di Negara barat menyebarkan pandangan bahwa keluarga besar harus didukung padahal kekhawatiran utama yang ada saat ini adalah kelebihan penduduk. 2. Mendeteksi permaslahaan yang dapat dijadikan sebagai input dalam debat sehingga dapat membentuk hasil yang etis dan bermanfaat. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merusmuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).1 Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT. Kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.2 Setiap perusahaan harus mempunyai analisa SWOT yang kuat dan mendalam sehingga bisa mengetahui apa yang menjadi kenadala atau masalah di dalam dan diluar perusahaan dan segera memperbaikinya sehingga mampu mencapai target yang ditetapkan dan mampu bersaing dengan kompetitor. Kekuatan (strength) yang dimiliki harus ditingkatkan, kekurangan (weakness) harus diminimalisir, peluang (opportunity) harus mampu dijajaki sehingga akan terus memperluas pasar dan yang terakhir ancaman (threat) dari kompetitor harus bisa diatasi. Apabila analisa SWOT sudah dikuasai dengan baik, maka dapat memudahkan 1 Rangkuti, Freddy. Analisis Swot, Teknik Membedah Kasus Bisnis. Pt Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009. Hal. 19 2 Ibid perusahaan untuk membuat strategi yang tepat sasaran dalam menghadapi persaingan. Dengan kata lain, dapat di katakan sebagai berikut : 1. S : Strength, adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program saat ini. 2. W : Weakness, adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program saat ini. 3. O : Opportunity, adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang di luar organissasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi di masa depan. 4. T : Threat, adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi di masa depan. Setelah melakukan analisis SWOT selanjutnya adalah mamilih satu atau lebih pasar sasaran dengan cara identifikasi pasar tentang kebutuhan yang belum terpuaskan, menentukan segmentasi pasar (Segmentation), menyeleksi pasar (targeting) dan pemosisian perusahaan melalui strategi pemasaran (positioning). Konsep Strategi Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang. Hal ini dapat ditunjukkan oleh adanya perbedaan konsep mengenai strategi selama 30 tahun terakhir, untuk jelasnya dapat dilihat pada perkembangannya berikut ini (Rangkuti, 2005:3-4). Menurut Chalder (1962),strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Sementara itu Learned, Christensen, Andrews, dan Guth (1965) menyatakan bahwa strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Dengan demikian salah satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak ada. Pada perkembangan selanjutnya Porter (1985) menjelaskan tentang strategi, yaitu alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing, dan 10 tahun kemudian Hamel dan Prahalad (1995) juga menyatakan bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi”, bukan di mulai dari “apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetisi inti. Pemahaman yang baik mengenai konsep strategi dan konsep-konsep lain yang berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun. Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut (Rangkuti, 2005:5-6): A. Distinctive competence: Tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan pesaingnya. Suatu perusahaan yang memiliki kekuatan yang tidak mudah ditiru oleh perusahaan pesaing dipandang sebagai perusahaan yang memiliki “distinctive competence”. Distinctive competence menjelaskan kemampuan spesifik suatu organisasi. Day dan Wensley (1988) mengemukakan ada dua identifikasi distinctive competence dalam suatu organisasi, yaitu: a. Keahlian tenaga kerja b. Kemampuan sumber daya Dua faktor tersebut menyebabkan perusahaan ini dapat lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Keahlian sumber daya manusia yang tinggi muncul dari kemampuan membentuk fungsi khusus yang lebih efektif dibanding dengan pesaing. B. Competitive advantage: Kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Keunggulan bersaing disebabkan oleh pilihan strategi yang dilakukan perusahaan untuk merebut peluang pasar. Ada tiga strategi yang dapat dilakukan perusahaan untuk memperoleh keunggukan bersaing yang dinyatakan oleh Porter (1992), yaitu: 1) Cost leadership 2) Diferensiasi 3) Fokus Perusahaan dapat memperoleh keunggulan bersaing yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesaingnya jika dia dapat memberikan harga jual yang lebih murah dari pada harga yang diberikan oleh pesaingnya dengan nilai/kualitas produk yang sama. Perusahaan juga dapat melakukan strategi diferensiasi dengan menciptakan persepsi terhadap nilai tertentu pada konsumennya, misalnya persepsi terhadap keunggulan kinerja produk, pelayanan yang lebih baik. Selain itu strategi fokus juga dapat diterapkan untuk memperoleh keunggulan bersaing sesuai dengan segmentasi dan pasar sasaran yang diharapkan. Analisis Perilaku Konsumen Perilaku Konsumen merupakan suatu tindakan yang tunjukkan oleh konsumen dalam hal mencari, menukar, menggunakan, menilai, mengatur barang atau jasa yang mereka anggap akan memuaskan kebutuhan mereka. Dalam arti lain perilaku ditunjukkan, yakni bagaimana konsumen mau mengeluarkan sumber dayanya yang terbatas seperti uang, waktu, tenaga untuk mendapatkan/ menukarkan dengan barang atau jasa yang diinginkannya. Analisis tentang berbagai faktor yang berdampak pada perilaku konsumen menjadi dasar dalam pengembangan strategi komunikasi pemasaran. Untuk itu komunikasi pemasaran wajib memahami konsumen, seperti apa yang dibutuhkan, apa seleranya, dan bagaimana konsumen mengambil keputusan Menurut Mowen (2002) bahwa, “perilaku konsumen (consumer behaviour) didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide-ide”. Sedangkan menurut Kotler (2007) bahwa, “perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan, dan memposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka”. The American Marketing Association dalam Setiadi (2003) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi & kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari definisi tersebut terdapat 3 (tiga) ide penting perilaku konsumen, yaitu : 1. Perilaku konsumen bersifat dinamis. Itu berarti bahwa perilaku seorang konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. 2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara afeksi (perasaan) dan kognisi (pemikiran), perilaku dan kejadian di sekitar. 3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, karena itu peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran. Peter dan Olson (1999) dalam Simamora (2003) menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah soal keputusan. Lebih jauh lagi, keputusan adalah soal pilihan. Untuk lebih jelasnya mereka menyatakan bahwa keputusan meliputi suatu pilihan “antara dua atau lebih alternatif tindakan atau perilaku”. Solomon (2003) menyatakan bahwa, “consumer behavior is the process involved when individuals or groups selest, purchase, use, and dispose of goods, services, ideas, or experiences to satisfy their needs and desires”. Yang dapat diartikan bahwa perilaku konsumen merupakan suatu proses yang melibatkan seseorang ataupun suatu kelompok untuk memilih, membeli, menggunakan dan memanfaatkan barang-barang, pelayanan, ide, ataupun pengalan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Kotler (2007) mengatakan bahwa, “perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktorfaktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis”. Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah sebagai berikut 1. Faktor Budaya. Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Pada dasarnya, semua masyarakat manusia memiliki stratifikasi sosial. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial, pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hirarkis dan yang para anggotanya menganut nilai, minat, dan perilaku serupa. Kelas sosial memiliki beberapa ciri. Pertama, orangorang didalam kelas sosial yang sama cenderung berperilaku lebih seragam daripada orang-orang dari dua kelas sosial yang berbeda. Kedua, orang merasa dirinya menempati posisi inferior atau superior dikelas sosial mereka. Ketiga, kelas sosial ditandai oleh sekumpulan variabel-seperti pekerjaan, penghasilan, kesejahteraan, pendidikan, dan orientasi nilai-bukannya satu variabel. Keempat, individu dapat pindah dari satu tangga ke tangga lain pada kelas sosialnya selama masa hidup mereka. Besarnya mobilitas itu berbeda-beda, tergantung pada seberapa kaku stratifikasi sosial dalam masyarakat tertentu. 2. Faktor sosial. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial. Kelompok acuan membuat seseorang menjalani perilaku dan gaya hidup baru dan memengaruhi perilaku serta konsep pribadi seseorang, kelompok acuan menuntut orang untuk mengikuti kebiasaan kelompok sehingga dapat mempengaruhi pilihan seseorang akan produk dan merek aktual. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi, pribadi, harga diri dan cinta. Kedudukan orang itu dimasingmasing kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan statusnya. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status. 3. Faktor pribadi. Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta nilai dan gaya hidup pembeli. 4. Faktor psikologi. Satu perangkat proses psikologis berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Empat proses psikologis penting-motivasi, persepsi, pembelajaran, dan memorisecara fundamental mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap berbagai rangsangan pemasaran. Menurut Wilkie (1986) menyatakan bahwa perilaku konsumen itu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Yang disebut internal antara lain: usia, pekerjaan, gaya hidup, kepribadian, motivasi, persepsi, pembelajaran, keyakinan sikap. Sedangkan faktor eksternal antara lain: budaya, keluarga, kelompok acuan, kondisi lingkungan, kegiatan pemasaran perusahaan dan situasi. Tipe Perilaku Keputusan Konsumen Menurut Assael dalam Simamora (2003) bahwa ada 4 (empat) tipe perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan perbedaan diantara merek sebagai berikut: 1. Perilaku Membeli yang rumit (Complex Buying Behavior). Perilaku membeli yang rumit akan menimbulkan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian dan menyadari adanya perbedaan yang jelas diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli ini terjadi pada waktu membeli produk-produk yang mahal, tidak sering dibeli, beresiko dan dapat mencerminkan diri pembelinya, seperti mobil, televisi, pakaian, jam tangan, komputer pribadi dan lainnya. Biasanya konsumen tidak tahu banyak tentang kategori produk dan harus belajar untuk mengetahuinya. 2. Perilaku Membeli untuk mengurangi keragu-raguan (Dissonace Reducing Buying Behavior). Perilaku membeli ini terjadi untuk pembelian produk itu mahal, tidak sering dilakukan, beresiko, dan membeli secara relatif cepat karena perbedaan merek tidak terlihat. Contohnya karpet, keramik, pipa PVC dan lain-lain. Pembeli biasanya mempunyai respons terhadap harga atau kenyamanan. 3. Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan (Habitual Buying Behavior). Konsumen membeli produk secara berulang bukan karena merek produk, tetapi karena mereka sudah mengenal produk tersebut. Setelah membeli, mereka tidak mengevaluasi kembali mengapa mereka membeli produk tersebut karena mereka tidak terlibat dengan produk. Perilaku ini biasanya terjadi pada produk-produk seperti gula, garam, air mineral dalam kemasan, deterjen dan lain-lain. 4. Perilaku pembeli yang mencari keragaman (Variety Seeking Buying Behavior). Konsumen berperilaku dengan tujuan mencari keragaman dan bukan kepuasan. Jadi merek dalam perilaku ini bukan merupakan sesuatu yang mutlak. Perilaku demikian biasanya terjadi pada produk-produk yang sering dibeli, harga murah dan konsumen sering mencoba merek-merek baru. Tahapan-tahapan dalam Proses Keputusan Pembelian Kotler (2007) mengatakan bahwa, “para konsumen melewati lima tahap : pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, perilaku pasca pembelian. Jelaslah bahwa proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dilakukan dan memiliki dampak yang lama setelah itu”. Kotler (2007), penjelasan secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pengenalan masalah. Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Pencarian Informasi. Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level ini, orang hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi: mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Melalui pengumpulan informasi, konsumen tersebut mempelajari merek-merek yang bersaing beserta fitur-fitur merek tersebut. 2. Evaluasi alternatif. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen. a. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. b. Kedua, konsumen mencari manfaat terntentu dari solusi produk. c. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. 3. Keputusan Pembelian. Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi terhadap merek-merek yang terdapat pada perangkat pilihan. Konsumen juga membentuk tujuan membeli untuk merek yang paling disukai. 4. Perilaku sesudah pembelian. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian karena memperhatikan fitur-fitur tertentu yang mengganggu atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Menurut Kotler (2007) bahwa, “Para konsumen membetuk harapan mereka berdasarkan pesan yang diterima dari para penjual, teman dan sumber-sumber informasi lain. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan konsumen. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan akan kecewa, jika ternyata sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas, jika melebihi harapan, pembeli akan sangat puas”. Daftar Pustaka Agustrijanto. Copywriting : Seni Mengasah Kreativitas dan Memahami Bahasa Iklan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001 Belch, George E. & Michael A. Belch, Advertising & Promotion ; An Integrated Marketing Communication Perspectives, Fifth Edition, Irwin/Graw Hill, New York, 2001 Duncan, Tom.(2005) Advertising & IMC, 2nd Ed., McGraw-Hill Kasali, Rhenaldi, Manajemen Periklanan ; Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007 Kasali, Rhenaldi, Membidik Pasar Indonesia ; Segmentasi, Targeting dan Positioning, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001 Lee, Monle & Carla Johnson, Prinsip – Prinsip Pokok Periklanan Dalam Perspektif Global, Jakarta : Kencana, 2011 M. Suyanto, Aplikasi Desain Grafis Untuk Periklanan, Yogyakarta : ANDI, 2004 Morissan, Periklanan ; Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012 Rangkuti, Freddy, Strategi Promosi Yang Kreatif & Analisis Kasus IMC, PT Gramedia Pustaka Utama, 2009 Richarrd J. Semenik (2002), Promotion and Integrated Marketing Communications, South-Western,5101 Madison Road, Ohio Rohim, Syaiful, Teori Komunikasi ; Perspektif, Ragam & Aplikasi, Jakarta : Rineka Cipta, 2009 Shimp, a Terennce (2003) , Advertising and promotion & supplemental aspects of integrated communications, sixth edition, thomson southwestern.Ohio Shimp, Terence A, Periklanan & Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jilid II Edisi ke 5, University of South Carolina, Erlangga, 2000 Sunyoto, Danang. Dasar – Dasar Manajemen Pemasaran : Konsep, Strategi dan Kasus, Yogyakarta : CAPS, 2013 Tjiptono, Fandy, Strategi Pemasaran Edisi III, Yogyakarta : ANDI, 2008