DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT TUMBUHAN (DIPT) Sub Pokok Bahasan : Perkembangan Ilmu Penyakit Tumbuhan Pendahuluan Perkembangan Ilmu Penyakit Tumbuhan mengalami pasang surut semenjak dikenal adanya penyakit atau kelainan pada tumbuhan sehingga pertumbuhan atau produktifitas tanaman menjadi terganggu. Dengan semakin besarnya tuntutan penyediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk secara global, pertanian sebagai produser pangan sangat berkepentingan untuk menigkatkan produktivitasnya. Pengelolaan tanaman sehat yang terhindar dari organism pengganggu tanaman khususnya patogen penyebab penyakit menjadi suatu keharusan. Ilmu Penyakit Tumbuhan (IPT) mempelajari penyakit-penyakit tumbunan tidak lepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu lainnya misalnya Biologi, Biokimia, Fisiologi Tanaman, Mikolohgi, Bakteriologi Virologi, dsb. Perkembangan pada ilmu-ilmu terkait dengan IPT juga mendorong perkembangan IPT. Pada subpokok bahasan ini akan didiskusikan mengenai perkembangan IPT yang terbadi menjadi dua subjudul yaitu Sejarah IPT dan IPT masa kini dan tantangannya Manfaat dan Relevansi Dengan mempelajari perkembangan IPT mahasiswa menjadi paham bahwa IPT perlu dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan IpTek. Mahasiswa menjadi sadar untuk belajar secara terus menerus IPT karena semakin kompleknya permasalahan OPT dan semakin tingginya tuntuntutan akan ketersediaan produksi pertanian yang membutuhkan pemahaman melalui IPT. Learning Outcome Setelah belajar Perkembangan Ilmu Penyakit Tumbuhan mahasiswa akan mampu menceriterakan sejarah IPT dan menjelaskan perkembangan IPT masa kini dan tantangannya khususnya di Indonesia. Lebih lanjut mahasiswa akan termotivasi untuk terus mengikuti perkembangan IPT dengan kamjaun IpTek Penyajian Sejarah Ilmu Penyakit Tumbuhan Ilmu Penyakit Tumbuhan sudah dikenal sejak sebelum masehi. Sejarah Ilmu Penyakit Tumbuhan dibedakan menjadi lima era yaitu Era Purba, Era Gelap, Era Pre-Modern atau Autogenetic, Era Modern atau Pathogenetic, dan terakhir adalah Era sekarang. Pada Era Purba, Theophrastus “Father of Botany” (tahun 371-287 sebelum Masehi), murid dari Plato dan Aristotle dalam karyanya Historia plantarum dan De causis plantarum sudah menyebutkan referensi mengenai penyakit tanaman. Theophrastus menyebutkan beberapa contoh penyakit tanaman misalnya : tanaman zaitun selain mempunyai ulat, juga menunjukkan tonjolan melepuh seperti hangus oleh sinar matahari, tanaman ara cenderung berkudis dan busuk. Disebut busuk ketika akarnya menghitam, dan disebut krados atau kladoi ketika yang menghitam adalah cabangnya.. Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa kudis pada tanaman ara muncul ketika tidak banyak hujan diawal musim panas, kemudian ketika hujan sudah banyak turun penyakit kudis akan tercuci, hal ini menunjukkan adanya pengaruh lingkungan terhadap munculnya penyakit. Sekitar 300 tahun kemudian Caius Plinius Secundus (23-79 AD) dalam bukunya Historius Naturalis beliau lebih memperhatikan pengendalian penyakit tanaman, dan dikatakan bahwa festival Robigalia yang diadakan setiap tgl 25 April adalah untuk meredakan dewa jamur karat gandum Robigus agar pertanaman sereal mereka tidak terserang penyebab penyakit. Pada Era Gelap Ilmu Penyakit Tumbuhan sangat lambat berkembang, namun demikian seorang Arab. Ibnal Awan mendiskripsikan berbagai gejala penyakit tumbuhan dan cara pengendaliannya. Basil (tahun 330-370) diduga pertama kalinya mengidentifikasi infeksi penyakit sereal oleh Uredinales, Tiletia caries. Pada Era Pre-modern (1600 – 1850 an), Robert Hooke (1665) sebagai “Father of Cell Theory” membuat mikroskop untuk mengamati jaringan tanaman dan menemukan bahwa jaringan tanaman tersusun oleh unit-unit yang sangat kecil disebut sel. Selanjutnya disusul oleh Anton Van Leeuwenhoek 1676 mendiskripsisel-sel protozoa dan bakteri.. Micheli “Father of Founder of Mycology” pada tahun 1729 mengilustrasikan beberapa morfologi jamur termasuk gambar teleosporanya dan dikatakan bahwa jamur berasal dari spora. Tahun 1743 John Needam melaporkan nematode parasit pada tumor gandum. Tillet tahun 1955 membuktikan bahwa penyakit bunt pada gandum bersifat infeksius dan dapat dikendalikan dengan perlakuan benih.. Diakhor era pre-modern dipahami bahwa jamur sangat dekat hubungannya dengan penyakit tanaman. Tahun 1845 epidemik penyakit hawar kentang yang disebabkan oleh Phytophthora infestan di Irlandia mengakibatkan kematian sejuta penduduknya dan 1,5 juta berimigrasi. Era Modern dimulai th 1853 hingga 1906. Era ini dimulai dengan dibuktikannya bahwa Phytophthora infestan sebagai penyebab penyakit kentang oleh Anton de Barry (1853) yang dinobatkan sebagai “Founder or Father of Plant Pathology”. Berikutnya adalah penemuan dan pembuktian penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri yaitu penyakit hawar api pada apel dan pir oleh TJ Burril 1873 yang disusul oleh Robert Koch dengan teori “KOCH’S POSTULATES”untuk pembuktian suatu jasad sebagai penyebab penyakit. Selanjutnya E.F Smith (1890) ditetapkan sebagai “Father of phytobacterilogy” dengan penelitiannya terhadap penyakit layu bakteri pada Cucurbitaceae dan tumor leher akar. Tobacco Mosaic Virus (TMV) dibuktikan oleh Ivanovsky (1892) mampu menerobos filter untuk menyaring bakteri sehingga ditemukannya penyebab penyakit tanaman lain selain bakteri Awal abad ke 19 merupakan awal penemuan-penemuan yang sangat berharga untuk kemajuan di bidang Ilmu Penyakit Tumbuhan. Tahun 1905 ditandai dengan pionir di bidang genetika resistensi terhadap penyakit tumbuhan oleh Biffen yang menemukan bahwa ketahanan gandum terhadap Puccinia glumorum dilatar belakangi oleh faktor gen resesif tunggal. Selanjutnya penelitian-penelitin untuk pencarian gen-gen resistan dan perkembangan IPT sangat didukung oleh perkembangan Biologi Molekuler. terhadap pen IPT masa kini dan tantangannya Ilmu Penyakit Tumbuhan berkembang dengan pesat setelah ditemukannya DNA yang merupakan molekul tiga dimensi beruntai ganda oleh Watson dan Crick (1953). Penemuan DNA (nuclein) sudah diidentifikasi jauh sebelumnya yaitu tahun 1869 oleh Friederich Miescher kemudian dilanjutkan penemuan oleh Phoebus Levene and Erwin Chargaff terhadap struktur detail DNA yang terdiri dari komponen-komponen kimia primer dan cara komponen-komponen tersebut berikatan, dan banyak ilmuwan lainnya. Namun demikian setelah penemuan Watson dan Crick tersebut penelitian biologi di aras molecular yang kemudian dikenal dengan Biologi Molekuler menjadi terbuka lebar. Banyak sekali rahasia-rahasia yang melatar belakangi reaksi- reaksi metabolism di dalam sel terkait dengan kehidupan suatu jasad menjadi terkuak melalui pemahaman biologi molekuler. Ilmu Penyakit Tumbuhan adalah salah satu ilmu yang sangat didukung perkembangannya melalui kajian-kajian biologi molekuler. Perkembangan IPT melalui kajian molekuler meliputi diagnosis penyakit atau identifikasi patogen, interaksi patogen dengan tanaman inang dan lingkungan, epidemiologi, pengendalian penyakit dan management tanaman sehat. Perkembangan diagnostic penyakit dan identifikasi patogen pada tingkat molekuler memungkinkan untuk mengetahui secara detail keberadaan dan urutan basa penyusun gen-gen dan juga sekuen-sekuan DNA yang baku. Urutan basa gen atau bukan gen dari suatu jasad dapat dianalisis baik secara partial maupun secara keseluruhan genom. Pada awal perkembangannya identifikasi molekuler baru dapat dilakukan secara partial misalnya pada gen-gen ribosom atau pada sekuen-sekuan intergenik diantara gen-gen ribosomal, sekuen-sekuen mikrosatelit dsb. Dengan perkembangan teknologi di masa kini bahkan sekuensi genom secara keselurahan sudah semakin banyak dilakukan menggunakan Next Generation Sequensing (NGS). Data sekuen DNA, gen atau genom berbagai disimpan oleh Bank Gen dan terbuka untuk umum untuk diunduh dan digunakan untuk analisis mencari sekuen spesifik sebagai alat deteksi molekuler jasad terkait. Ketika marker genetic suatu jasad telah diketemukan selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai analisis termasuk untuk hibridisasi DNA dan untuk penggandakan fragment DNA target spesifik. Pada tahun 1985 ditemukan teknik polymerase chain reaction (PCR) untuk menggandakan fragment DNA spesifik terhadap jasad target dan fragment yang tergandakan tersebut yang kemudian tervisualisasi. Alat identifikasi dan deteksi patogen tumbuhan secara molekuler sudah banyak dikembangkan berbasis penggandaan fragment target seperti misalnya rep- PCR, nested PCR, reverse transcriptase PCR, real time PCR dsb. Menggunakan teknikteknik deteksi tersebut akan memudahkan proses diagnosis terhadap berbagai penyakit tumbuhan yang berlangsung cepat dan akurat. Teknik-teknik tersebut dapat dilakukan untuk deteksi dan identifikasi terhadap patogen-patogen tumbuhan yang dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada medium buatan maupun terhadap berbagai jasad yang belum dapat dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada medium buatan. Dengan diketahuinya sifat-sifat molekuler maka urutan basa DNA tertentu dapat digunakan sebagai alat deteksi patogen terkait pada berbagai situs, baik pada kisaran tanaman inang maupun pada berbagai keadaan lingkungan yang berbeda. Deteksi keberadaan patogen secara molekuler ini sangat membantu untuk mengkaji distribusi patogen di suatu wilayah atau molekuler epidemiologi. Dengan teknik molekuler maka distribusi patogen menjadi lebih cepat dan akurat sehingga analisis tersebut dapat diapliaksikan pada tingkat kawasan yang luas dan sangat dibutuhkan oleh Karantina untuk mencegah meluasnya penyebaran ataupun masuknya suatu patogen target ke wilayah Indonesia. Interaksi antara patogen dengan tanaman inangnya dan lingkungannya dapat dipahami dengan lebih terinci ketika kajiannya mencapai tingkat molekuler karena semua reaksi metabolism jasad di dalam sel baik untuk kehidupan sel atau jasad itu sendiri maupun dalam interaksinya dengan tanaman inangnya dan atau lingkungannya. Interaksi antara Agrobacterium tumefasciens dengan tanaman inangnya terjadi dengan cara bakteri patogen tersebut melepaskan T-DNA yang merupakan bagian dari Ti Plasmid dari sitoplasma masuk ke dalam inti sel tanaman inang kemudian T-DNA tersebut berintegrasi dengan kromosom tanaman inang. Setelah T-DNA berintegrasi dengan kromosom tanaman inang maka ekspresi dari gen-gen di dalam T-DNA akan menghasilkan pembelahan sel yang tidak terkendali hingga tanaman inang menunjukkan gejala tumor. Sejalan dengan pembelahan sel yang tidak terkendali juga diekspresi pembentukan opine yatu sejenis asam amino yang spesifik adlam interaksi tersebut dan berfungsi sebagai nitrisi bagi A. tumefasciens. Interaksi patogen-patogen lainnya dengan tanaman inangnya sudah banyak yang dikaji secara molekuler. Interaksi patogen dengan lingkungan antara lain terkait dengan survival patogen di dalam lingkungan yang kurang menguntungkan. Ralstonia solanacearum dikenal mampu beadaptasi dengan lingkungan yang kurang menguntungkan dan ketika tidak ada tanaman inangnya dengan mekanisme VBNC (Viable But Not Culturable). Pada keadaan yang kurang menguntungkan R.solanacearum pada fase VBNC melibatkan pengaturan ekspresi gen-gen untuk produksi acylhomoserine lactones (acyl-HSLs). Pengaturan ekspresi gen tersebut antara lain melalui ekpresi gen rpoS dan ketika gena rpoS termutasi maka R. solanacearum mengalami penurunan kemampuan bertahan tanpa tanaman inang dan ketika pH terlalu rendah. Dengan pemahaman terhadap sifat-sifat molekuler serta reaksi-reaksi metobolis yang dikaji hingga ke tingkat molekuler maka hal tersebut sangat membantu untuk menyusun strategi pengendalian patogen secara tepat. Pengendalian dapat dilakukan dengan memanipulasi lingkungan berdasarkan pengahambatan terhadap ekspresi gen terkait survival dari patogen Tindakan manipulasi lingkungan tersebut akan menjadikan keadaan supresif terhadap perkembangan patogen. Lebih lanjut, dengan kajian-kajian molekuler yang dilakukan terhadap interaki patogen dan inangnya telah dimanfaatkan mekanisme transfer T-DNA oleh A. tumefasciens untuk menstrasfer gen-gen yang bermanfaat kepada tanaman yang dikehendaki. Diantara transfer gen kepada tanaman yang bertujuan untuk pengendalian penyakit tanaman antara lain adalah pengembangan tanaman transgenic tahan virus. Tanaman papaya transgenic yang sudah disisipi gen mantel protein virus menjadi tahan terhadap infeksi Papaya Ringspot Virus walaupun ditanam di lahan dengan distribusi yang tinggi dari virus tersebut. Ketahanan tanaman transgenic tersebut disebabkan karena gen visrus yang disisipkan mengekpresikan protein yang mirip dengan protein untuk sistem imum ketika terinfeksi virus. Pada management tanaman sehat, teknik-teknik molekuler untuk mengetahui mekanisme kesehatan tanaman sudah banyak dilakukan. Hubungan mikorhiza, PGPR (Plant Growth Promoting Rhizosphere) bakteri ataupun jamur, dan juga jasad jasad endofit yang memberikan dukungan terhadap kesehatan tanaman juga sudah banyak yang dikaji secara molekuler. Gen nifH pada berbagai bakteri penambat N juga ditemukan pada komunitas bakteri di dalam dan disekitar jaringan tanaman. Mikoriza dikenal sebagai jamur yang mendukung pertumbuhan tanaman dengan membantu penyerapan forfor untuk tanaman dan juga berguna sebagai agen pengendalian hayati etrhadap patogen tular tanah. Beberapa gens dari Mycorhiza sudah disolasi dan diidentifikasi untuk keperluan identifikasi termasuk gen ribosom, ITS (Intergenic Transcribe Sequence), dan mikrosatelit sehingga deteksi dan identifikasi molekuler terhadap kelompok jamur mikoriza bisa dilakukan. Lebih lanjut untuk memahami interaksinya dengan tanaman inangnya berbagai gen dari mikoriza sudah diisolasi dan diindentifikasi, antara lain adalah gen GmHA 1-5 yang merupakan tipe P ATPase sudah diisolasi dari Glomus mosseae yang diantaranya diekpresi pada hifa intraradikal (GmHA1) dan enstraradikal (GmHA2). Perkembangan IPT di tingkat internasional sangat pesat dengan melibatkan berbagai penelitian dan kajian di aras moekuler yang membutuhkan pemahaman dan ketrampilan yang cukup kompleks. Untuk mengikuti perkembangan tersebut dibutuhkan kualitas SDM dan fasilitas penelitian dan pengkajian ilmiah yang cukup handal. Tantangan perkembangan IPT khususnya di Indonesia sangat menjanjikan untuk dihadapi dengan mempelajari dan mengimplementsikan kajian-kajian ilmiah dan terapan demi tercapainya kesuksesan untuk perlindungan tanaman yang mampu memberikan produksi pertanian yang berkualitas dan memenuhi kuantitas setidaksetidaknya untuk kebutuhan domestic. Penutup Soal: Jelaskan perkembangan IPT yang terkait dengan biologi molkuler dan tantangannya untuk diimplementasikan di Indonesia Jawaban : Pendekatan Biologi Molekuler sangat membantu IPT untuk pembelajaran dalam memperjelas dan meningkatkan ketepatan dan kecepatan diagnosis dan identifikasi patogen tumbuhan, memperjelas interaksi patogen dan inangnya serta lingkungannya sehingga sangat membantu untuk pemahaman dan implementasi pengendalian penyakit tanaman. Impelentasi penerapan molekuler biologi IPT di Indonesia masih menghadapi tantangan kebutuhan SDM dan fasilitas yang memadai karena masih minimnya kedua hal tersebut, sehingga . Petunjuk Penilaian dan umpan balik Penilaian dilakukan dengan peetanyaan spontant atau kuis ketika proses pembelajaran. Ketika mahasiswa yang mampu menjawab mencapai 70% berarti pembelajaran dengan subpokok bahasan telah mencapai tujuannya, ketika belum mencapai 70% maka penjelasan subpokok bahasan perlu untuk diulangi. Daftar Bacaan: Lucas, 2010. Advances in plant disease and pest management. Journal of Agricultural Science, Page 1 of 24.. doi:10.1017/S0021859610000997 Agrios 2004. Plant Pathology B. Hause and T. Fester 2005. Molecular and cell biology of arbuscular mycorrhizal symbiosis. Planta (2005) 221: 184–196 J.T. Keer*, L. Birch 2003. Molecular methods for the assessment of bacterial viability. Journal of Microbiological Methods 53 (2003) 175– 183