Pengaruh populasi awal Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) varietas hot beauty dan tm-888 UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh : Febriana Daniaristyawati H0104018 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia Tanaman cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni: cabai besar, cabai keriting, cabai rawit, dan paprika. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya; kalori, protein, lemak, kabohidrat, kalsium, vitamin A, B1, dan vitamin C. Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya; industri bumbu masakan, industri makanan, dan industri obat-obatan atau jamu (Trubus, 2007). Tanaman cabai pada umumnya dapat ditanam pada dataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl, dan dapat beradaptasi dengan baik pada temperatur 24–27 °C, dengan kelembapan yang tidak terlalu tinggi. Serta dapat ditanam pada tanah sawah maupun tegalan yang gembur, subur, tidak terlalu liat, dan cukup air. Permukaan tanah yang paling ideal untuk tanaman 3 4 cabai adalah adalah datar dengan sudut kemiringan lahan 0 sampai 10 derajat, kebutuhan sinar matahari penuh dan tidak ternaungi. pH tanah yang optimal antara 5,5 hingga 7. Dalam kegiatan budidayanya terkadang mengalami berbagai kendala, salah satunya adalah serangan hama dan penyakit (Widodo, 1998). Jarak tanam cabai merah di lahan, yang umumnya dipakai adalah 5060 cm untuk jarak antar lubang dan 60-70 cm untuk jarak pada barisan. Pentingnya jarak tanam ini, supaya tanaman tidak berebut makanan (unsur hara), air, dan sinar matahari untuk fotosintesis. Jarak tanam ini juga akan mempengaruhi produksi buahnya saat panen (Setiadi, 1993). Salah satu varietas unggul cabai Merah adalah Hot beauty. Tinggi tanaman cabai Hot beauty berkisar antara 0,65-0,75 m. Daunnya berbentuk sederhana, besarnya bervariasi, berbentuk bulat telur memanjang dengan ujung meruncing, panjang 10-15 cm, dan lebar 4–5 cm. Panjang tangkai daun 2–5 cm. Tanaman ini memiliki perakaran dangkal, dengan kedalaman berkisar 45 cm, penyebarannya 30-45cm ke arah samping. Bunganya seperti terompet (hypocrateriformis), berat buahnya bervariasi dari 7,5-15 g/buah (Nawangsih, et al., 2000). Deskripsi cabe keriting hibrida varietas TM 888: Asal tanaman hibrida introduksi dari Hungnong-Seminis Korea, tinggi tanaman +110 cm, umur mulai berbunga ± 40 hari, umur mulai panen + 105 hari, kerapatan kanopi rapat, warna batang hijau, bentuk daun menjorong, tepi daun rata; ujung daun meruncing; ukuran panjang daun + 9 cm dan lebar + 4 cm, warna daun hijau, warna kelopak bunga hijau, warna tangkai bunga hijau, warna mahkota bunga putih, warna kotak sari ungu, jumlah kotak sari 5-6 buah, warna kepala putik putih, jumlah helai mahkota 5-6 helai, bentuk buah silindris dengan ujung meruncing, ukuran panjang buah + 15 cm, diameter + 1,2 cm, permukaan kulit buah keriting mengkilat, tebal kulit buah + 1,9 mm, warna buah masak merah, berat per buah + 12 gram, berat 1.000 biji + 7 gram, rasa buah pedas, berat buah per tanaman + 1,3 kg, hasil 23 ton per hektar, dan beradaptasi baik pada ketinggian 100-800 m dpl (Apriyantono, 2005). 5 B. Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) Tanaman cabai merah yang terkena serangan Meloidogyne spp. ditunjukkan oleh gejala dan pertumbuhan menjadi kerdil, mengering, layu dan gugur, serta sistem perakaran menjadi tidak normal dan tumbuh bisul. Dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur, dan larva. Larva jantan biasanya keluar dari akar dan hidup dalam tanah. Bisul pada akar tanaman cabai lebih kecil dibandingkan dengan bisul pada tomat atau mentimun (Pracaya, 2000). Menurut Hadisoeganda, (1991 dalam Setiawati, et al., 2005) dan Suryadi dan Suyadi (2000) Meloidogyne spp (root-knot nematodes) merupakan parasit tumbuhan yang telah diketahui dapat menyerang lebih dari 2000 spesies tumbuhan dan mempunyai banyak inang, terutama di daerah iklim tropik. Penyebarannya bersifat kosmopolitan dan terdapat di semua lahan pertanian. Spesiesnya sangat banyak, tetapi yang paling terkenal dan merugikan ada empat, yaitu M. incognita, M. javanica, M. hapla, dan M. arenaria. Inang utama Meloidogyne adalah tanaman yang termasuk dalam keluarga Solanaceae dan Leguminoceae. Meloidogyne incognita jantan memiliki bentuk yang kecil menyerupai benang, vermiform. Sedangkan tubuh nematoda betina berbentuk buah per atau seperti buah jeruk dan berada di dalam akar, telur-telur yang dihasilkan melekat pada bagian posterior induk teruntai dalam massa gelatin (Pracaya, 2005). Meloidogyne pada stadium II akan menyerang bagian ujung akar yang bersifat meristematik. Sel–sel ini akan selalu mengadakan pembelahan dan pembelahannya dikendalikan oleh senyawa IAA. Pada saat nematoda menyerang tanaman, dari kelenjar subdorsal dikeluarkan enzim protease. Enzim ini akan memecah protein menjadi asam amino. Salah satu jenis asam amino hasil pemecahan adalah triptofan. Triptofan diketahui sebagai prekusor terbentuknya IAA. Dengan semakin banyak IAA yang terbentuk mengakibatkan peningkatan pembelahan sel. Oleh karena itu tanaman akan membentuk sel berukuran lebih besar. Sebenarnya tujuan pembentukan puru 6 ini bagi tanaman adalah untuk menghambat gerakan nematoda dalam jaringan. Ada dua teori tentang pembentukan puru: Pertama, puru akar terjadi akibat bergabungnya beberapa sel menjadi satu, kemudian dindingnya larut. Kedua, puru akar terjadi sebagai akibat adanya pembelahan sel yang giat tetapi tidak diikuti oleh terbentuknya dinding pemisah, sehingga dalam satu sel terdapat banyak inti (Subagiya, 2000). Tingkat populasi awal nematoda puru akar sangat menentukan terhadap populasi nematoda yang terjadi. Semakin banyak jumlah nematoda yang diinokulasikan mengakibatkan semakin tinggi populasi yang terjadi (Djamilah, 2005). C. Sterilisasi Media Tanam Proses sterilisasi tanah yang ideal adalah mematikan nematoda, jamur, bakteri, dan benih gulma, tapi tidak mengubah fisik tanah, seperti tekstur, struktur, dan aerasi yang secara langsung mempengaruhi bibit (Miller cit. Anas, 1989 dalam Sukanto, 2001). Sterilisasi tanah yang digunakan untuk pembibitan, biasanya dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pertama dengan cara disangrai atau menggoreng pasir dilempengan besi yang dipanaskan. Kedua dikukus, metode sterilisasi ini dilakukan dengan memanfaatkan uap air, dan yang ketiga difumigasi dengan menggunakan bahan–bahan kimia (pestisida). Cara sterilisasi media pembibitan dengan cara dikukus dan fumigasi dengan basamid granular mampu menekan pertumbuhan gulma dan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit (Sukanto, 2001). Reproduksi nematoda dan kehilangan hasil tanaman secara nyata dipengaruhi oleh kerapatan populasi awal nematoda. Dalam kondisi lapangan kerapatan populasi awal nematoda dapat ditentukan dengan memberikan sterilan tanah (soil sterilant) (Seinhorst, 1967 dalam Marwoto, 1995),. D. Inokulasi Nematoda pada berbagai tingkat dosis 7 Inokulasi merupakan kegiatan memasukkan sumber penyakit (inokulum) dari tanaman yang terserang ke tanaman yang sehat untuk tujuan tertentu. Inokulasi Meloidogyne spp. yang diberikan pada tanaman terung menimbulkan penekanan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, tiga minggu setelah inokulasi dilakukan. Hal ini diduga larva yang diinokulasikan sudah mengadakan penetrasi ke dalam akar untuk memperoleh nutrisi bagi perkembangan selanjutnya (Suryadi dan Suyadi, 2000). Sumber inokulum atau sumber penular adalah tempat dari mana inokulum atau penular itu berasal dan sesuai dengan urutan penularannya dibedakan menjadi sumber penular primer, sumber penular sekunder, sumber penular tertier dan seterusnya. Selama perkembangan penyakit dapat kita kenal beberapa peristiwa yaitu: 1. Inokulasi adalah jatuhnya inokulum pada tanaman inangnya. 2. Penetrasi adalah masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman inangnya. 3. Infeksi adalah interaksi antara patogen dengan tanaman inangnya. 4. Invasi adalah perkembangan patogen di dalam jaringan tanaman inang. Akibatnya adanya infeksi dan invasi akan timbul gejala, yang kadangkadang merupakan rangkaian yang disebut syndrom. Pada gejala itu sering kita jumpai adanya tanda, misalnya tubuh buah atau konidi. Sehubungan dengan peristiwa-peristiwa di atas terjadilah : a. Periode (masa) inkubasi yaitu waktu antara permulaan infeksi dengan timbulnya gejala yang pertama. Namun demikian di dalam praktek sering dihitung mulai dari inokulasi sampai terbentuknya sporulasi pada gejala pertama tersebut hingga waktunya menjadi jauh lebih panjang. b. Periode (masa) infeksi adalah waktu antara permulaan infeksi sampai reaksi tanaman yang terakhir, untuk inipun biasanya dihitung mulai saat inokulasi (Subagiya, 2000). E. Pengambilan Sampel dan Ekstraksi Nematoda 8 Distribusi nematoda tidak pernah seragam di dalam tanah. Nematoda pada umumnya lebih banyak terdapat di dekat tumbuhan. Oleh karena itu sangat penting untuk mengambil sampel suatu tanah yang representatife. Lapisan humus biasanya didapat pada lapisan tanah bagian atas (antara 15-20) yaitu daerah perakaran (Dropkin, 1991). Ekstraksi nematoda adalah cara untuk memisahkan nematoda dari jaringan tanaman atau dari gumpalan tanah. Ekstraksi nematoda dapat dilakukan baik secara sederhana maupun dengan peralatan sentrifuse. Perbedaan cara yang dipilih didasarkan pada tujuan dari ekstraksi itu sendiri (Subagiya, 2000). Ekstraksi yang dilakukan dapat berupa ekstraksi tanah dan ekstraksi jaringan. Umumnya terdapat sedikit nematoda di dalam tanah pada kedalaman sampel 5 cm. Stadium nematoda yang tidak berpindah, seperti betina puru akar dapat dengan pengamatan jaringan langsung dengan mikroskop sterioskopik pada perbesaran 15-50 kali dengan bantuan transmisi cahaya (Luc, et al., 1995).