- JDIH Setjen Kemendagri

advertisement
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN
NOMOR 03 TAHUN 2006
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TARAKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA TARAKAN
enimbang : a. bahwa seiring dengan perkembangan kota yang sangat pesat menuntut adanya penataan
ruang kota sebagai usaha untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan kota yang
aman, tertib, nyaman dan teratur serta sehat, memenuhi kebutuhan manusia hingga
dapat memberikan pelayanan yang optimal dan efisien;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan
antarsektor, antar bagian wilayah kota dan antar pelaku dalam
pemanfaatan ruang di Kota Tarakan, maka Peraturan Daerah Kota
Tarakan Nomor 15 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Tarakan Tahun 2000 - 2010 sudah tidak sesuai dengan
perkembangan saat ini sehingga perlu direvisi dan disesuaikan
dengan visi dan misi Kota Tarakan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan.
engingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3186);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3699);
2
7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3711);
8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang ((Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
11. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4548);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3660);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3721);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3258);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 37,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3293);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3838);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
3
20. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian
Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan
dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4076);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan
Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453);
25. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Hutan Lindung;
26. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan
Nasional di Bidang Pertanahan;
27. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 1999 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tarakan
Tahun 1999 Nomor 11 Seri C-01) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 26 Tahun 2001 tentang
Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17
Tahun 1999 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Daerah Kota Tarakan Tahun 2001 Nomor 26 Seri D-09);
28. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 21 Tahun 1999 tentang
Hutan Kota (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 1999 Nomor 13
Seri C);
29. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Bangunan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2000 Nomor 23
Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota
Tarakan Nomor 22 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kota Tarakan Nomor 24 Tahun 2000 tentang Bangunan
(Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2002 Nomor 22 Seri E-16);
30. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 03 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kota Tarakan
Tahun 2002 Nomor 03 Seri E-01);
31. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 04 Tahun 2002 tentang
Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan
(Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2002 Nomor 04 Seri E-02);
32. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 03 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tarakan (Lembaran Daerah Kota
Tarakan Tahun 2004 Nomor 03 Seri D-01);
33. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 04 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Kota Tarakan (Lembaran
Daerah Kota Tarakan Tahun 2004 Nomor 04 Seri D-02);
34. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 05 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kota Tarakan (Lembaran
Daerah Kota Tarakan Tahun 2004 Nomor 05 Seri D-03);
35. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 06 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Organisasi Kecamatan dan Kelurahan Kota Tarakan
(Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2004 Nomor 06 Seri D-04);
36. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 12 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan dan Hasil Hutan (Lembaran Daerah Kota
Tarakan Tahun 2004 Nomor 12 Seri E-02);
4
37. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 13 Tahun 2004 tentang
Pemberian Ijin Lokasi (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2004
Nomor 13 Seri E-03).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN
DAN
WALIKOTA TARAKAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TARAKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batasbatas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia;Pemerintah Daerah adalah
Kepala Daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah;
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah;
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah;
4. Kepala Daerah adalah Walikota Tarakan;
5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, yang selanjutnya disebut
BAPPEDA adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Tarakan;
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan
ruang udara, termasuk di dalamnya tanah, air, udara dan benda
lainnya serta daya dan keadaan, sebagai satu kesatuan wilayah
tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan
kegiatan memelihara kelangsungan hidupnya;
7. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak, yang menunjukkan adanya hirarki dan
keterkaitan pemanfaatan ruang;
8. Penataan Ruang adalah proses perencanaan, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
10. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang selanjutnya disebut
RTRW Nasional adalah rencana tata ruang dalam wilayah
administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan
strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Negara;
11. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, yang selanjutnya disebut
RTRW Provinsi adalah rencana dalam wilayah administrasi Provinsi
Kalimantan Timur yang merupakan penjabaran strategi dan struktur
pemanfaatan ruang wilayah provinsi;
5
12. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, yang selanjutnya disebut RTRW
adalah rencana tata ruang yang berdasarkan potensi wilayah dengan
memperhatikan RTRW Provinsi ke dalam strategi pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah Kota Tarakan;
13. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional;
14. Kawasan adalah suatu wilayah yang mempunyai fungsi dan atau
aspek/pengamatan fungsional tertentu;
15. Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan yang
diperuntukannya untuk usaha dan/atau kegiatan ladang dan/atau
kebun bagi masyarakat;
16. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan;
17. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan;
18. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan
utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan,
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan
ekonomi;
19. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;
20. Kawasan Permukiman adalah daerah tertentu yang didominasi
lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang
dilengkapi dengan sarana prasarana daerah dan tempat kerja yang
memberikan pelayanan dan kesempatan kerja guna mendukung
penghidupan, perikehidupan sehingga fungsi kawasan dapat berdaya
guna dan berhasil guna;
21. Wilayah Pengembangan Kota, yang selanjutnya disebut WPK adalah
bagian wilayah dari kota yang merupakan wilayah yang terbentuk
secara fungsional dan administratif dalam rangka pencapaian daya
guna pelayanan kegiatan kota;
22. Sistem Pusat Kegiatan Kota adalah tata jenjang dan fungsi
pelayanan pusat-pusat kegiatan kota yang meliputi pusat kota, pusat
bagian wilayah kota, pusat sub bagian wilayah kota, dan pusat
lingkungan perumahan;
23. Rencana Pemanfaatan Ruang Kota adalah penetapan lokasi,
besaran luas dan arahan pengembangan tiap jenis pemanfaatan
ruang untuk mewadahi berbagai kegiatan kota baik dalam bentuk
kawasan terbangun maupun kawasan/ruang terbuka hijau;
24. Kawasan Terbangun adalah ruang dalam kawasan permukiman
perkotaan yang mempunyai ciri dominasi penggunaan lahan secara
terbangun atau lingkungan binaan untuk mewadahi kegiatan
perkotaan;
25. Kawasan atau Ruang Terbuka Hijau adalah ruang-ruang dalam kota
atau wilayah yang lebih luas baik bentuk area/kawasan maupun
dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya
lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan dan atau
pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuhtumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman;
26. Kawasan Industri adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama sebagai tempat pemusatan kegiatan industri beserta
prasarana dan sarana pendukungnya;
27. Prasarana Kota adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan
kawasan permukiman perkotaan dapat bergungsi sebagaimana
mestinya yang meliputi jalan, saluran air minum, saluran air limbah,
saluran air hujan, pembuangan sampah, jaringan listrik dan
telekomunikasi;
6
28. Sarana Kota adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan
yang berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga,
pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan
kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, serta pemakaman
umum;
29. Kawasan Khusus adalah kawasan fungsional yang secara khusus
ditetapkan dan pengembangan atau penanganannya serta
memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam kurun waktu
rencana;
30. Kawasan Bersejarah adalah daerah yang didalamnya terdapat
beberapa peninggalan bersejarah,seperti kawasan peninggalan
perang dunia ke II;
31. Kawasan Wisata adalah daerah yang memiliki beberapa potensi
objek-objek wisata;
32. Pemanfaatan Ruang adalah rangkaian program kegiatan
pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut
jangka waktu yang ditetapkan dalam RTRW;
33. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah kegiatan yang berkaitan
dengan pengawasan dan penertiban agar pemanfaatan ruang sesuai
dengan tata ruang yang telah ditetapkan. Pengawasan dimaksud
untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi raung
yang ditetapkan dalam rencana yang diselenggarakan dalam bentuk
pelaporan, pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang. Penertiban
pemanfaatan ruang adalah usaha untuk mengambil tindakan agar
pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud;
34. Lingkungan adalah suatu satuan ruang yang menggambarkan
kesatuan sistem kehidupan baik aspek sosial, budaya, ekonomi
maupun pemerintahan;
35. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya;
36. Daerah Aliran Sungai, yang selanjutnya disebut DAS atau disebut
juga dengan Daerah Pengaliran Sungai, yang selanjutnya disebut
DPS adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis
yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air ke anak sungai
dan sungai utama yang bermuara ke danau atau laut;
37. Garis Sempadan Sungai adalah garis batas kawasan sepanjang kirikanan sungai termasuk sungai buatan atau kanal atau saluran irigasi
primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi sungai;
38. Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan secara teratur
untuk mencegah kerusakan dan pemusnahan dengan jalan
mengawetkan/pelestarian;
39. Revitalisasi Kawasan adalah upaya menghidupkan atau menggiatkan
kembali suatu kawasan fungsional kota;
40. Konservasi dan Revitalisasi Alam adalah upaya untuk pelestarian,
perlindungan maupun pengelolaan terhadap suatu kawasan dengan
memperhatikan kondisi ekologis dan aspek-aspek lainnya sehingga
kawasan tersebut dapat dipertahankan seperti keadaan aslinya.
BAB II
NORMA PERENCANAAN TATA RUANG
Bagian Pertama
Asas
Pasal 2
Rencana Tata Ruang Kota Tarakan disusun berdasarkan atas asas :
a. Pemanfaatan ruang untuk semua kepentingan secara terpadu,
berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan
berkelanjutan;
7
b. Persamaan, keadilan dan perlindungan hukum;
c. Keterbukaan, akuntabilitas dan peran serta masyarakat.
Bagian Kedua
Visi, Misi dan Tujuan
Pasal 3
Pembangunan Kota Tarakan diarahkan dengan visi terwujudnya Tarakan
sebagai Kota pusat pelayanan, perdagangan dan jasa yang berbudaya,
sehat, adil, sejahtera dan berkelanjutan.
Pasal 4
Untuk mewujudkan visi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka
misi yang ditempuh adalah :
a. Menumbuhkembangkan pelayanan umum yang handal sebagai pusat
rujukan wilayah sekitarnya;
b. Meningkatkan aktifitas jasa perdagangan nasional dan internasional;
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan;
d. Melaksanakan pembangunan kota pulau yang sehat dan
berkelanjutan;
e. Mengembangkan pola hidup dan sikap masyarakat Kota Tarakan yang
berbudaya.
Pasal 5
Tujuan pembangunan Kota Tarakan adalah:
a. Meningkatkan kapasitas dan jangkauan pelayanan transit dan
perdagangan dalam lingkup wilayah;
b. Menyiapkan ruang kota bagi pertambahan penduduk dan perluasan
fungsi kota dan kurun waktu 10 (sepuluh) tahun mendatang;
c. Meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian dan pelayanan di
berbagai bagian wilayah kota secara merata;
d. Mendorong pertumbuhan kegiatan perekonomian di luar sektor
pertambangan dengan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya
alam secara berkelanjutan;
e. Meningkatkan kenyamanan, kesehatan, keselamatan, serta
kelestarian lingkungan;
f. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat kota.
Bagian Ketiga
Fungsi dan Kedudukan
Pasal 6
RTRW Kota Tarakan yang ditetapkan diharapkan dapat berfungsi
sebagai pedoman untuk :
a. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kota
Tarakan;
b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan
perkembangan antar wilayah;
c. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan
masyarakat di wilayah Kota Tarakan;
d. Penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah Kota Tarakan
(Rencana Detail Tata Ruang Kawasan dan Rencana Teknik Ruang
Kawasan);
8
e. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan
pembangunan;
f. Dasar dalam mengeluarkan perjinan lokasi pembangunan.
Pasal 7
(1) RTRW Kota Tarakan merupakan strategi pelaksanaan pemanfaatan
ruang wilayah Kota Tarakan yang selaras dengan RTRW Nasional
dan RTRW Propinsi Kalimantan Timur;
(2) RTRW mewadahi kepentingan strategis Nasional dan Propinsi
setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah;
(3) RTRW merupakan matra ruang dari Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kota Tarakan.
BAB III
WILAYAH, MATERI DAN JANGKA WAKTU RENCANA
Pasal 8
Wilayah perencanaan yang tercakup dalam RTRW Kota Tarakan meliputi
wilayah daratan seluas 25.080 Ha (dua puluh lima ribu delapan puluh
hektar) dari wilayah administrasi kota seluas 65.733 Ha (enam puluh lima
ribu tujuh ratus tiga puluh tiga hektar), yang meliputi Kecamatan Tarakan
Utara, Kecamatan Tarakan Tengah, Kecamatan Tarakan Barat dan
Kecamatan Tarakan Timur.
Pasal 9
Materi RTRW Kota Tarakan meliputi:
a. Kebijakan Penataan Ruang Kota;
b. Rencana Struktur Tata Ruang Kota;
c. Rencana Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota;
d. Rencana Pengembangan Sarana dan Prasarana Kota;
e. Indikasi Program Pembangunan Kota;
f. Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
Pasal 10
Jangka waktu RTRW adalah sampai dengan Tahun 2013 atau sampai
tersusunnya RTRW yang baru sebagai hasil evaluasi dan/atau revisi.
BAB IV
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG KOTA
Bagian Pertama
Konservasi dan Revitalisasi Alam
Pasal 11
Kebijakan konservasi dan revitalisasi alam meliputi :
a. Mengkonservasi dan memproteksi kawasan hutan lindung, hutan kota
dan hutan mangrove;
b. Menambah kawasan konservasi alam;
9
c. Merehabilitasi, mereboisasi, dan mencegah kerusakan kawasan hutan;
d. Memanfaatkan sebagian kawasan hutan untuk wisata ekologi dan
wisata alam (ecotourism).
Bagian Kedua
Konservasi dan Revitalisasi Kawasan Bersejarah
Pasal 12
Kebijakan konservasi dan revitalisasi kawasan/bangunan bersejarah
meliputi :
a. Mengkonservasi dan merevitalisasi kawasan bersejarah;
b. Mengembangkan pariwisata budaya dan lingkungan hidup;
c. Mengembangkan dan promosi produk-produk wisata minat khusus;
d. Meningkatkan peran masyarakat dan swasta sebagai pelaku utama
wisata;
e. Meningkatkan pemasaran wisata.
Bagian Ketiga
Pengembangan Kawasan Wisata
Pasal 13
Kebijakan pengembangan kawasan wisata meliputi :
a. Mengembangkan pariwisata budaya dan lingkungan hidup;
b. Mengembangkan dan mempromosikan produk-produk wisata minat
khusus;
c. Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta sebagai pelaku
utama wisata;
d. Meningkatkan pemasaran wisata.
Bagian Keempat
Pengembangan Kawasan Permukiman
Pasal 14
Kebijakan pengembangan kawasan pemukiman meliputi :
a. Membangun permukiman Kota Tarakan yang sehat, nyaman dan layak
huni;
b. Membatasi perkembangan permukiman yang kurang serasi dengan
konservasi lingkungan;
c. Menata permukiman kumuh;
d. Mengembangkan rumah susun dan rumah vertikal pada kawasankawasan yang berkepadatan tinggi;
e. Mengembangkan kawasan permukiman baru dengan sarana dan
prasarana lengkap.
Bagian Kelima
Pengembangan Ekonomi Kota Tarakan
Pasal 15
Kebijakan pengembangan ekonomi Kota Tarakan meliputi :
a. Memperkuat sektor industri pengolahan kayu, udang dan ikan sebagai
basis pengembangan ekonomi wilayah;
b. Membatasi eksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui;
10
c. Mengembangkan industri rumah tangga yang menunjang struktur
ekonomi;
d. Meningkatkan produksi dan pemasarannya;
e. Meningkatkan kapasitas produksi dengan sistem buka tutup;
f. Menyediakan pusat kawasan peternakan rakyat untuk meningkatkan
kinerja lingkungan;
g. Memperbaiki dan memperlancar transportasi dan pengiriman;
h. Meningkatkan nilai perdagangan ekspor dan impor;
i. Meningkatkan volume perdagangan dengan wilayah belakang
(hinterland);
j. Mengembangkan dunia usaha di Kota Tarakan;
k. Mengembangkan pasar baru dan penataan/rehabilitasi pasar-pasar
yang ada.
Bagian Keenam
Pengembangan Kawasan Khusus
Pasal 16
Kebijakan pengembangan kawasan khusus, meliputi :
a. Mengembangkan kawasan pertahanan dan keamanan di Tarakan
sebagai pertahanan nasional dan kota;
b. Mengembangkan dan meningkatkan fasilitas untuk setiap jenjang
pendidikan;
c. Mengembangkan Kota Baru (New Town) untuk mendistribusikan
kegiatan di Kota Tarakan;
d. Mengembangkan Kawasan Pemerintahan;
e. Mengembangkan Kawasan Pantai Amal Tarakan Timur.
Bagian Ketujuh
Pengembangan Sistem Transportasi
Pasal 17
Kebijakan pengembangan sistem transportasi, meliputi :
a. Menangani sistem transportasi di pusat kota;
b. Meningkatkan pemerataan aksebilitas pada seluruh wilayah;
c. Meningkatkan kualitas, prasarana dan jangkauan pelayanan sistem
angkutan umum sebagai moda (jenis angkutan) alternatif bagi
masyarakat;
d. Meningkatkan disiplin lalu lintas bagi pengguna jalan baik pribadi
maupun umum;
e. Meningkatkan pelayanan dan sistem angkutan kota dengan
mengintegrasikan sistem perpindahan antar moda darat, laut dan
udara;
f. Menciptakan perairan pantai yang tertib;
g. Meningkatkan pelayanan sistem transportasi laut skala regional,
nasional dan internasional;
h. Meningkatkan pelayanan sistem transportasi udara skala domestik dan
internasional;
i. Meningkatkan Bandar Udara Juwata sebagai fasilitas pertahanan dan
keamanan udara wilayah Kalimantan Timur bagian Utara.
Bagian Kedelapan
Pengembangan Sistem Prasarana Perkotaan
Pasal 18 11
(1) Kebijakan pengembangan sistem drainase perkotaan, meliputi :
a. Mengembangkan DAS dan rawa-rawa sebagai daerah tangkapan
air hujan;
b. Meningkatkan kondisi hutan lindung sebagai kawasan resapan air;
c. Pengendalian terhadap bahaya banjir;
d. Pengaturan sistem drainase di perumahan dan permukiman.
(2) Kebijakan pengembangan sistem air bersih, meliputi :
a. Melindungi sumber air baku secara kuantitas, kualitas dan
kontinuitas;
b. Meningkatkan sistem pelayanan air bersih;
c. Memperkecil angka/nilai kebocoran yang relatif masih besar
(kebocoran pipa jaringan distribusi).
(3) Kebijakan pengembangan Sistem Air Limbah, meliputi :
a. Penanganan air limbah domestik Kota Tarakan melalui
pengelolaan air limbah secara terpadu;
b. Penanganan air limbah non domestik melalui sistem pengelolaan
limbah non domestik yang tidak mencemari lingkungan.
(4) Kebijakan pengembangan Sistem Pengelola Persampahan, meliputi :
a. Penanganan persampahan Terpadu;
b. Sistem pembuangan akhir sampah yang tidak mencemari
lingkungan.
Bagian Kesembilan
Pengembangan Sistem Pelayanan Kegiatan Kota
Pasal 19
Kebijakan pengembangan sistem pelayanan kegiatan kota meliputi :
a. Memadukan sistem kota lama dengan yang baru;
b. Mengembangkan Kota Tarakan ke bagian utara dan selatan;
c. Mengembangkan Kota Tarakan ke bagian barat dan timur Pulau
Tarakan;
d. Meningkatkan aksesibilitas Kota dari arah laut maupun udara;
e. Mengembangkan sistem loop untuk merangkai seluruh wilayah
Daerah;
f. Mengembangkan dan peningkatan jalan poros;
g. Menciptakan pusat-pusat pelayanan kota yang hierarkis;
h. Menciptakan unit-unit pengembangan spasial baru.
Bagian Kesepuluh
Pengembangan Struktur Tata Ruang Kota
Pasal 20
Kebijakan pengembangan struktur tata ruang kota, meliputi :
a. Menciptakan kerangka kota baru yang merangkai seluruh wilayah Kota
Tarakan;
b. Merevitalisasi kerangka kota yang ada;
c. Memanfaatkan alur sungai sebagai unsur kerangka kota;
d. Mengendalikan pemanfaatan lahan pada area patahan;
e. Meningkatkan fungsi dan peran unsur pembentuk struktur tata ruang
kota;
f. Mengembangkan unsur pembentuk struktur tata ruang kota yang baru;
g. Mengendalikan dan membatasi ruang-ruang struktural yang tidak
sesuai.
12
Bagian Kesebelas
Kependudukan
Pasal 21
(1) Kebijakan penyediaan ruang yang optimal dalam kaitannya dengan
pengembangan kependudukan dijabarkan dalam strategi :
a. Menentukan ruang-ruang yang sesuai dengan kultur/budaya
masyarakat setempat;
b. Menentukan ruang-ruang yang sesuai dengan kondisi fisik lahan
dan kelayakan lahan;
c. Menentukan ruang-ruang yang sesuai dengan potensi untuk
dikembangkan;
d. Menentukan ruang-ruang yang mempunyai aksesbilitas yang baik
terhadap struktur tata ruang kota;
(2) Kebijakan konservasi dan revitalisasi warisan budaya terbangun
dijabarkan dalam strategi :
a. Penataan dan pengaturan ruang untuk kawasan permukiman;
b. Penetapan akan fungsi dari masing-masing kawasan;
(3) Memberikan kesempatan pendidikan penduduk baik pendidikan
formal maupun non formal;
(4) Penyediaan dan peningkatan fasilitas kesehatan.
BAB V
RENCANA STRUKTUR TATA RUANG KOTA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 22
Rencana struktur tata ruang wilayah meliputi pembagian wilayah,
rencana pengembangan sistem pusat pelayanan, rencana struktur
kegiatan fungsional, dan rencana struktur jaringan transportasi.
Bagian Kedua
Pembagian Wilayah
Pasal 23
(1) Pengembangan wilayah Kota secara fungsional dibagi dalam 5 (lima)
WPK :
a. WPK I yang merupakan Kawasan Kota Lama meliputi Kelurahan
Karang Anyar Pantai, Kelurahan Karang Anyar, Kelurahan
Karang Rejo, Kelurahan Karang Balik, Kelurahan Selumit Pantai,
Kelurahan Selumit, Kelurahan Sebengkok, Kelurahan Lingkas
Ujung, Kelurahan Gunung
13
Lingkas, sebagian wilayah Kelurahan Pamusian, dan Kelurahan
Mamburungan;
b. WPK II yang merupakan Kawasan Wisata dan Pendidikan meliputi
sebagian wilayah Kelurahan Kampung Enam, sebagian wilayah
Kelurahan Kampung Empat dan Kelurahan Mamburungan Timur;
c. WPK III yang merupakan Kawasan Campuran (Mix Use) meliputi
sebagian wilayah Kelurahan Kampung Satu Skip dan sebagian
wilayah Kelurahan Juata Laut;
d. WPK IV yang merupakan Kota Baru (New Town) dan Industri
meliputi Kelurahan Juata Permai, Kelurahan Karang Harapan,
sebagian wilayah Kelurahan Juata Laut dan sebagian wilayah
Kelurahan Juata Kerikil;
e. WPK V yang merupakan Kawasan Preservasi dan Konservasi
meliputi sebagian wilayah Kelurahan Juata Laut, sebagian
wilayah Kelurahan Kampung Satu Skip, sebagian wilayah
Kelurahan Pamusian, sebagian wilayah Kelurahan Kampung
Enam, dan sebagian wilayah Kelurahan Kampung Empat.
(2) Tabel Pembagian WPK secara fungsional di Kota Tarakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Tabel 1
Lampiran I.
Bagian Ketiga
Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan
Pasal 24
(1) Rencana pusat-pusat pelayanan kegiatan kota dengan fungsi dan
tingkat pelayanan yang hierarkis dan terkait dengan sistem jaringan
jalan, yaitu pusat kota dan sub pusat kota;
(2) Pusat kota diarahkan di 2 (dua) lokasi, yaitu :
a. Pusat Kota Lama Tarakan, meliputi sebagian dari wilayah
kecamatan Tarakan Barat, Tengah dan Timur;
b. Pusat Kota Baru merupakan Pusat Pemerintahan di Kecamatan
Tarakan Utara;
(3) Sub Pusat Kota diarahkan di 5 (lima) lokasi, yaitu :
a. Sub pusat kota di bagian Utara sebagai Kawasan Campuran (Mix
Use Area) Industri dan permukiman Juata Laut;
b. Sub Pusat Kota di wilayah Kota Baru sebagai kawasan campuran
(Mix Use Area) Komersial dan permukiman di Juata Laut;
c. Sub Pusat Kota di area pengembangan merupakan kawasan
campuran (Mix Use Area) Komersial dan permukiman di Tanjung
Simaya;
d. Sub Pusat Kota di bagian Timur sebagai kawasan campuran (Mix
Use Area) Komersial wisata di sekitar Pantai Amal;
e. Sub Pusat Kota di bagian Selatan sebagai kawasan Industri di
sekitar Mamburungan;
Bagian Keempat
Rencana Struktur Kegiatan Fungsional Kota
Pasal 25
Rencana struktur kegiatan fungsional yang akan dikembangkan di Kota
Tarakan meliputi :
a. Kawasan Industri
14
b. Kawasan Perdagangan dan Jasa
c. Kawasan Permukiman;
d. Kawasan Pertambangan;
e. Kawasan Pariwisata;
f. Kawasan Pertanian;
g. Kawasan Peternakan;
h. Kawasan Perikanan;
i. Kawasan Khusus, yang meliputi Kawasan Pertahanan dan Keamanan,
Kawasan Pendidikan, Kawasan Olahraga, Kawasan Pemerintahan,
dan Kawasan Kota Baru.
Bagian Kelima
Rencana Struktur Jaringan Transportasi
Pasal 26
(1) Rencana pergerakan menggunakan sistem loop yang berupa jalan
lingkar sebagai jaringan jalan yang merangkai seluruh wilayah Pulau
Tarakan, yaitu :
a. Jalan lingkar luar Utara, menghubungkan wilayah di Kecamatan
Tarakan Utara, Tengah dan Timur;
b. Jalan lingkar luar Tengah, menghubungkan wilayah di Kecamatan
Tarakan Tengah dan Kecamatan Tarakan Timur;
c. Jalan lingkar dalam menghubungkan wilayah di Kecamatan
Tarakan Utara, Barat, Tengah dan Kecamatan Tarakan Timur;
(2) Rencana Jalan Poros yang merupakan jaringan jalan yang merangkai
wilayah Utara dengan wilayah Selatan serta dari wilayah Barat
dengan wilayah Timur, yaitu :
a. Jalan Poros Utara ke Selatan menggunakan ruas jalan meliputi:
Jalan Yos Sudarso, Jalan Mulawarman, Jalan Aki Balak dan
Jalan Pangeran Aji Iskandar;
b. Jalan Poros Barat ke Timur menggunakan ruas jalan meliputi:
Jalan Gajah Mada, Jalan Sudirman, Jalan Sumatra, Jalan Pulau
Sadau, Jalan Patimura, Jalan Pulau Ligitan, Jalan Sungai
Sesayap, Jalan Sungai Kapuas, Jalan Sungai Kayan;
(3) Rencana Pintu-pintu Gerbang Kota yang terintergrasi dengan sistem
Transportasi meliputi:
a. Pelabuhan di Tanjung Juata di Juata Laut, Kecamatan Tarakan
Utara;
b. Pelabuhan di Tanjung Simaya di Juata Laut, Kecamatan Tarakan
Utara;
c. Pelabuhan di Tanjung Selayung di Juata Laut, Kecamatan Tarakan
Utara;
d. Pelabuhan di Pantai Amal, Kecamatan Tarakan Timur;
e. Pelabuhan di Tanjung Pasir, Kecamatan Tarakan Timur;
f. Pelabuhan di Pantai Barat dengan Jalan Akibabu, Kecamatan
Tarakan Barat;
g. Pelabuhan di Pantai Barat kawasan pemerintahan Kecamatan
Tarakan Utara.
15
BAB VI
RENCANA PEMANFAATAN RUANG KOTA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 27
(1) Rencana pemanfaatan ruang kota meliputi rencana pemanfaatan
ruang kawasan lindung dan rencana pemanfaatan ruang kawasan
budidaya;
(2) Kawasan lindung meliputi kawasan hutan lindung dan hutan kota,
kawasan hutan mangrove, kawasan bersejarah dan kawasan
perlindungan setempat;
(3) Kawasan budidaya meliputi kawasan industri, kawasan perdagangan
dan jasa, kawasan pariwisata, kawasan permukiman, kawasan
pertambangan, kawasan pertanian, kawasan peternakan, kawasan
perikanan dan kawasan khusus (kawasan pertahanan dan
keamanan, kawasan pendidikan, kawasan olahraga, kawasan
pemerintahan, kawasan kota baru).
Bagian Kedua
Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung
Paragraf 1
Umum
Pasal 28
Rencana pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung meliputi penetapan
lokasi, luasan dan arahan pengembangan bagi kawasan hutan lindung,
kawasan hutan kota, kawasan hutan mangrove, kawasan bersejarah,
dan kawasan perlindungan setempat.
Pasal 29
Rencana pemanfaatan ruang untuk hutan lindung dan hutan kota meliputi
:
a. Kawasan hutan lindung termasuk rencana penambahan kawasan
hutan lindung yang diperbaharui batasnya berdasarkan bentuk
kontur, ketinggian, jenis tanah, tegakan, vegetasi dan kawasan
bahaya geomorfologi dan potensi hutan lindung;
b. Kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai hutan kota dan
kawasan atau ruang terbuka hijau yang pemanfaatannya lebih
bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara
alamiah ataupun budidaya tanaman.
Pasal 30
Hutan lindung dan hutan kota di seluruh wilayah Kota harus dijaga
keutuhan dan keberadaannya untuk dikembangkan sebagai :
a. Kawasan daerah tangkapan air hujan sebagai sumber penyediaan air
bersih Kota Tarakan;
b. Pengikat material tanah di Kota Tarakan yang mudah lepas terutama
pada lahan-lahan kritis.
16
Pasal 31
Pengembangan lokasi hutan lindung dan hutan kota meliputi wilayah :
a. Kawasan Hijau (Green Belt) di kawasan Kota Baru di Juata Laut;
b. Kawasan Hijau (Green Belt) di kawasan lapangan tembak;
c. Hutan Kota di kawasan patahan yang memanjang di Tanjung
Selayung;
d. Hutan Kota di Kelurahan Karang Harapan, Kelurahan Karang Anyar
Pantai, Kelurahan Sebengkok, Kelurahan Mamburungan dan
Kelurahan Kampung Enam.
Paragraf 2
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 32
(1) Hutan Lindung Kota Tarakan diarahkan pengembangannya dengan
batas baru yang disesuaikan dengan kondisi kontur, ketinggian, jenis
tumbuhan/tanaman (vegetasi) dan kawasan bahaya geomorfologi
yang membentang dari Utara ke Selatan Kota Tarakan;
(2) Alokasi ruang untuk Hutan Lindung mencakup ± 6.860 Ha (enam ribu
delapan ratus enam puluh hektar), yang berlokasi di 3 (tiga)
kecamatan, yaitu Kecamatan Tarakan Tengah, Kecamatan Tarakan
Timur dan Kecamatan Tarakan Utara;
(3) Alokasi ruang untuk hutan lindung di Kecamatan Tarakan Tengah
berlokasi di Kelurahan Kampung Satu Skip dan Kelurahan Pamusian;
(4) Alokasi ruang untuk hutan lindung di Kecamatan Tarakan Timur
berlokasi di Kelurahan Kampung Enam, Kelurahan Kampung Empat
dan Kelurahan Mamburungan;
(5) Alokasi ruang untuk hutan lindung di Kecamatan Tarakan Utara,
berlokasi di Kelurahan Juata Laut, Kelurahan Juata Kerikil dan
Kelurahan Juata Permai.
Paragraf 3
Kawasan Hutan Kota
Pasal 33
(1) Kawasan Hutan Kota yang telah ditetapkan sebelumnya dan rencana
Hutan Kota baru yang direkomendasikan berdasarkan kondisi bahaya
geomorfoligikal, Kawasan Hijau (Greenbelt), Kota Baru, Lapangan
Tembak atau suatu kawasan wisata khusus, meliputi :
a. Kawasan Hijau (Greenbelt) di kawasan Kota Baru dan kawasan
Lapangan Tembak;
b. Hutan Kota di kawasan Patahan yang memanjang di Tanjung
Selayung;
(2) Kawasan Hutan Kota dikembangkan di 4 (empat) Kecamatan dengan
luas 2.797 Ha (dua ribu tujuh ratus sembilan puluh tujuh hektar), yang
meliputi : 17
a. Kecamatan Tarakan Utara, yaitu Kelurahan Juata Laut, Kelurahan
Juata Kerikil dan Kelurahan Juata Permai dengan luas lahan ±
1049 Ha (Seribu empat puluh sembilan hektar);
b. Kecamatan Tarakan Timur, yaitu Kelurahan Kampung Enam,
Kelurahan Kampung Empat dan Kelurahan Mamburungan
dengan luas lahan ± 844 Ha (delapan ratus empat puluh empat
hektar);
c. Kecamatan Tarakan Tengah, yaitu Kelurahan Kampung Satu Skip,
Kelurahan Pamusian dan Kelurahan Gunung Lingkas dengan
luas lahan ± 650 Ha (enam ratus lima puluh hektar);
d. Kecamatan Tarakan Barat, yaitu Kelurahan Karang Balik dan
Kelurahan Karang Harapan dengan luas lahan ± 254 Ha (Dua
ratus lima puluh empat hektar).
Paragraf 4
Kawasan Hutan Mangrove
Pasal 34
(1) Hutan Mangrove merupakan ekosistem tanaman pesisir pantai yang
sangat berperan penting menjaga kawasan pantai dari abrasi dan
intrusi air laut ke daratan serta bermanfaat juga bagi ekosistem fauna
yang tinggal dan hidup di bawahnya;
(2) Keberadaan Hutan Mangrove di Kota Tarakan saat ini sudah semakin
berkurang, sehingga perlu adanya konservasi dan revitalisasi
kawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan;
(3) Kawasan mangrove yang ada di pesisir pantai Kota Tarakan
dipertahankan untuk mencegah abrasi kawasan pantai dan intrusi air
laut.
Pasal 35
Rencana Pengembangan Kawasan Hutan Mangrove meliputi :
a. Penunjukan kawasan hutan mangrove di Juata Laut, Pantai Amal dan
Pamusian menjadi kawasan hutan konservasi (Green Belt) minimal
selebar ± 130 m (seratus tiga puluh meter) dari garis pantai sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
b. Pemberian legitimasi kawasan hutan mangrove sebagai areal yang
dilindungi;
c. Pelaksanaan kegiatan penghijauan pada lokasi yang telah ditunjuk
sebagai kawasan hutan konservasi;
d. Pengembangan potensi ekowisata;
e. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung kawasan wisata alam
(ecotourism) dengan memanfaatkan sarana milik masyarakat.
Pasal 36
(1) Hutan Mangrove yang diarahkan pengembangannya untuk kegiatan
Konservasi, Ekowisata maupun sebagai penyangga/penahan (buffer)
Ekosistem pantai, antara lain:
a. Hutan Mangrove yang membentang dari Juata Laut sampai
kawasan Industri;
b. Hutan Mangrove Juata Laut, Pantai Amal dan Hutan Mangrove
Tengkayu;
(2) Kawasan Hutan Mangrove terbagi dalam 4 (empat) Kecamatan
dengan luas ± 766 Ha (tujuh ratus enam puluh enam hektar), meliputi
: 18
a. Kecamatan Tarakan Utara, yaitu Kelurahan Juata Laut dengan
luas lahan ± 363 Ha (tiga ratus enam puluh tiga hektar);
b. Kecamatan Tarakan Tengah, yaitu Kelurahan Kampung Satu Skip,
Kelurahan Selumit Pantai, dengan luas lahan ± 89 Ha (delapan
puluh sembilan hektar);
c. Kecamatan Tarakan Timur, yaitu Kelurahan Pantai Amal dan
Kelurahan Mamburungan, Kelurahan Lingkas Ujung dengan luas
lahan ± 203 Ha (dua ratus tiga hektar);
d. Kecamatan Tarakan Barat, yaitu di Kelurahan Karang Rejo dan
Karang Anyar Pantai dengan luas lahan ± 110 Ha (seratus
sepuluh hektar).
Paragraf 5
Kawasan Bersejarah dan Permukiman Tradisional
Pasal 37
(1) Keberadaan kawasan bersejarah ditetapkan berdasarkan potensi
historis pada masa Perang Dunia II dan terkait dengan sejarah
pemerintahan Kota;
(2) Rencana pemanfaatan ruang kawasan bersejarah mencakup
kawasan tempat berlokasinya peninggalan benda-benda bersejarah
Perang Dunia II dengan luas lahan ± 326,205 Ha (tiga ratus dua
puluh enam koma dua ratus lima hektar).
Pasal 38
Lokasi kawasan Permukiman Tradisional meliputi permukiman di
Karungan dan permukiman di Kelurahan Mamburungan, Kelurahan
Selumit dan Kelurahan Juata Laut.
Pasal 39
Lokasi kawasan bersejarah dan atau objek bersejarah, antara lain
meliputi :
a. Bunker Belanda dan Jepang di kawasan Peningki Lama, Juata Laut
dan Karang Balik;
b. Tugu Australia di Kelurahan Kampung Satu Skip;
c. Makam Jepang di Markoni;
d. Kawasan Pengeboran Minyak di Kelurahan Pamusian dan Kelurahan
Kampung Satu Skip;
e. Rumah Bundar di Kelurahan Pamusian.
Paragraf 6
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 40
Rencana pemanfaatan ruang untuk kawasan perlindungan setempat
meliputi rencana penanganan sistem tata air dan sistem DAS, rencana
penanganan kawasan hilir sungai, dan rencana penanganan kawasan
pesisir pantai serta kawasan bantaran rawa sungai.
Pasal 41
Rencana penanganan bantaran sungai di kawasan hulu sungai berupa :
19
a. Penetapan Garis Sempadan Sungai sesuai dengan kondisi alur
sungai;
b. Penghijauan pada lahan kritis;
c. Pembangunan bangunan penangkap sedimentasi (Check Dam);
d. Penanganan pengendalian dan pengelolaan DAS;
Pasal 42
Rencana penanganan bantaran sungai di kawasan hilir sungai, meliputi:
a. Penetapan Garis Sempadan Sungai sesuai dengan kondisi
normalisasi sungai;
b. Penghijauan pada daerah sekitar tanggul sungai yang dibatasi jalan
inspeksi;
c. Pembangunan bangunan penangkap sedimentasi (Check Dam) guna
menghambat pendangkalan pada outlet sungai;
d. Penanganan pengendalian dan pengelolaan DAS;
Pasal 43
Rencana penanganan kawasan pesisir pantai dan bantaran kawasan
rawa sungai, meliputi:
a. Penetapan Garis Sempadan Pantai sesuai dengan peraturan yang
berlaku;
b. Normalisasi drainase di pesisir pantai dan membuat bangunan
penahan abrasi di tepi pantai;
Bagian Ketiga
Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya
Pasal 44
(1) Rencana pemanfaatan ruang kawasan budidaya di Kota Tarakan
mencakup penetapan lokasi, luasan dan arahan pengembangan bagi
kawasan-kawasan yang meliputi Kawasan Industri, Kawasan
Perdagangan dan Jasa, Kawasan Permukiman, Kawasan
Pertambangan, Kawasan Pariwisata, Kawasan Pertanian, Kawasan
Peternakan, Kawasan Perikanan, Kawasan Khusus serta Sarana dan
Prasarana Kota, dengan total luas lahan ± 14.368 Ha (Empat belas
ribu tiga ratus enam puluh delapan hektar);
(2) Peta rencana pemanfaatan ruang kawasan budidaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Gambar 1 Lampiran II;
(3) Tabel luasan rencana pemanfaatan ruang kawasan budidaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tercantum pada Tabel
2 Lampiran I.
Paragraf 1
Kawasan Industri
Pasal 45
Pengembangan kawasan industri Kota Tarakan terbagi dalam 4 (empat)
jenis kawasan, yaitu kawasan industri besar, kawasan industri
menengah, kawasan industri kecil dan industri migas. 20
Pasal 46
Kawasan industri besar dengan luas total luas lahan sebesar ± 920 Ha
(sembilan ratus dua puluh hektar) merupakan pengembangan kawasan
industri yang telah ada yang menyebar di beberapa tempat yang
strategis, seperti :
a. Industri pengolahan kayu di Kelurahan Juata Permai dan Kelurahan
Kampung Empat;
b. Industri peternakan di Kelurahan Juata Permai;
c. Industri pengolahan udang di Tanjung Selayung;
d. Industri pengolahan udang di Kelurahan Juata Laut;
e. Industri pembibitan udang di Kelurahan Pantai Amal;
f. Industri pengolahan udang di Kelurahan Mamburungan (Tanjung
Pasir).
Pasal 47
Kawasan industri menengah dengan luas total luas lahan sebesar ± 873
Ha (delapan ratus tujuh puluh tiga hektar) merupakan pengembangan
kawasan industri yang khusus dimanfaatkan untuk usaha menengah
yang dapat menyerap tenaga kerja dan diprediksi akan bertahan lama
serta memiliki tempat-tempat strategis dan mempunyai akses baik dari
laut, udara dan darat sehingga memudahkan para investor, diantaranya :
a. Kelurahan Karang Harapan; dan
b. Kelurahan Juata Laut (Tanjung Simaya);
Pasal 48
Kawasan industri kecil dengan luas lahan sebesar ± 141 Ha (seratus
empat puluh satu hektar) adalah industri yang dapat mendukung aktivitas
dari industri besar misalnya industri pengembangan udang, industri balok
es, industri kerajinan kayu dan kawasan ini tersebar di beberapa lokasi,
yaitu :
a. Kelurahan Juata Permai;
b. Kelurahan Juata Laut;
c. Kelurahan Mamburungan; dan
d. Daerah Tanjung Selayung.
Pasal 49
Pengembangan kawasan industri migas diarahkan tersebar di beberapa
lokasi :
a. Tarakan Utara di Kelurahan Juata Laut dan Kelurahan Juata Kerikil;
b. Tarakan Barat di Kelurahan Karang Harapan dan Kelurahan Karang
Anyar;
c. Tarakan Timur di Kelurahan Kampung Empat, Kelurahan Kampung
Enam dan Kelurahan Mamburungan (Karungan);
d. Tarakan Tengah di Kelurahan Pamusian dan Kelurahan Kampung
Satu Skip;
e. dan lokasi lain yang berpotensi (lepas pantai) sepanjang tidak
mengganggu kepentingan.
Pasal 50
Rencana pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 tercantum pada Tabel 3
Lampiran I. 21
Paragraf 2
Kawasan Perdagangan dan Jasa
Pasal 51
(1) Kawasan Perdagangan dan Jasa (komersial) dengan pemanfaatan
ruang sebesar ± 910 Ha (sembilan ratus sepuluh hektar), meliputi
kawasan komersial sub pusat kota, kawasan pergudangan, dan
kawasan pasar;
(2) Rencana kawasan komersial sub pusat terletak di tiap sub pusat kota
sebagai kawasan yang melayani masyarakat di tiap sub pusat;
(3) Rencana Kawasan Pergudangan ini terletak di tiap daerah kawasan
industri sebagai kawasan pendukung aktivitas kawasan ini tersebar di
beberapa tempat, yaitu di daerah Kelurahan Juata Permai, Kelurahan
Juata Laut, Kelurahan Mamburungan (Tanjung Pasir), Kelurahan
Lingkas Ujung, Kelurahan Gunung Lingkas dan di daerah Tanjung
Selayung;
(4) Rencana kawasan pasar terletak di tiap sub pusat kota, yaitu :
a. Tarakan Utara di Kelurahan Juata Permai, Juata Laut dan daerah
Tanjung Juata dengan skala pelayanan lokal dan kota di Juata
Kerikil;
b. Tarakan Utara di Kelurahan Juata Laut berdekatan dengan
rencana kawasan permukiman berkebun dengan skala pelayanan
lokal dan kota;
c. Tarakan Tengah di Kelurahan Pamusian skala pelayanan lokal dan
kota;
d. Tarakan Tengah di daerah Kelurahan Sebengkok dengan skala
pelayanan lokal, kota dan regional;
e. Tarakan Timur di Kelurahan Kampung Enam berdekatan dengan
rencana kawasan permukiman swadaya dengan skala pelayanan
lokal dan kota;
f. Tarakan Timur di Kelurahan Kampung Enam berdekatan dengan
rencana real estate dengan skala pelayanan lokal dan kota;
g. Tarakan Timur di Kelurahan Kampung Empat berdekatan dengan
permukiman swadaya dengan skala pelayanan lokal dan kota;
h. Tarakan Timur di Kelurahan Lingkas Ujung dengan skala
pelayanan lokal, kota dan regional;
i. Tarakan Timur di Kelurahan Mamburungan dengan skala
pelayanan lokal dan regional;
j. Tarakan Barat di Kelurahan Karang Rejo dengan skala pelayanan
lokal, kota dan regional;
k. Tarakan Barat di Kelurahan Karang Anyar dan Kelurahan Karang
Harapan dengan skala pelayanan lokal dan kota;
(5) Rencana pemanfaatan ruang kawasan perdagangan dan jasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Tabel 4
Lampiran I.
Paragraf 3
Kawasan Permukiman
Pasal 52
Kawasan permukiman dibagi menjadi tiga jenis kegiatan yaitu
permukiman kerapatan rendah, permukiman kerapatan sedang, dan
permukiman kerapatan tinggi. 22
Pasal 53
Permukiman Kerapatan Rendah diarahkan pada kawasan Timur dan
Selatan Kota Tarakan yang mempunyai potensi bencana alam,
pemandangan dan kondisi hutan lindung yang masih dapat
dipertahankan, terdiri dari :
a. Permukiman Real Estate di Kelurahan Pantai Amal dan Tanjung
Selayung;
b. Permukiman berkebun di Tanjung Batu, Kampung Satu Skip, Juata
Kerikil, Juata Laut, Mamburungan, Karungan dan Karang Harapan;
Pasal 54
Permukiman Kerapatan Sedang diarahkan pada kawasan Barat, Timur
Laut dan Barat Laut Kota Tarakan, yang terdiri dari :
a. Permukiman Swadaya di Kampung Enam, Kelurahan Pamusian,
Karang Anyar, Tanjung Selayung, dan Karang Harapan;
b. Permukiman Pantai di Tanjung Binalatung;
c. Permukiman Tepi Sungai di Tanjung Selayung;
d. Permukiman Campuran di Juata Permai;
e. Permukiman Instansi/Pegawai di Juata Permai;
f. Permukiman Kota Baru di Juata Laut dan Karang Harapan;
g. Permukiman Industri di Juata Laut, Tanjung Pasir dan Karang
Harapan.
Pasal 55
Permukiman Kerapatan Tinggi terdiri dari:
a. Permukiman Swadaya di Pusat Kota Lama Tarakan, Mamburungan,
Gunung Lingkas dan Lingkas Ujung;
b. Permukiman Tepi Sungai di Pamusian;
c. Permukiman Campuran di Kelurahan Karang Anyar Pantai;
d. Permukiman Nelayan di Kelurahan Juata Laut;
e. Permukiman di Kelurahan Selumit Pantai dan Kelurahan Karang Rejo.
Pasal 56
Permukiman dan permukiman berkebun yang ada di dalam dan di sekitar
hutan lindung dihentikan perkembangannya karena cenderung
mengganggu fungsi lindung.
Pasal 57
Kawasan permukiman yang diatur atau dibatasi pertumbuhannya,
meliputi :
a. Permukiman nelayan yang cenderung tidak teratur dan menutup akses
publik kearah laut/sungai atau mengintervensi hutan mangrove,
antara lain Tanjung Binalatung, Pesisir Pantai Juata Laut, Pesisir
Pantai Tanjung Pasir dan Tanjung Batu, Tepi Sungai Kelurahan
Karang Rejo, Sungai Karang Anyar, Sungai Selumit dan Sungai
Malundung;
b. Permukiman tengah kota yang tidak teratur/tidak mengikuti
perencanaan kota yang cenderung menimbulkan kekumuhan, perlu
peremajaan (renovation) dengan cara penataan kembali dan atau
pembangunan Rumah Susun, antara lain di Kelurahan Karang Rejo,
Kelurahan Selumit, Kelurahan Selumit Pantai, Kelurahan Karang
Balik, Kelurahan Karang Anyar, Kelurahan Karang Anyar Pantai,
Kelurahan Karang Rejo, Kelurahan Sebengkok, Kelurahan Lingkas
Ujung, Kelurahan Juata Laut dan Kelurahan Kampung Satu Skip;
c. Permukiman perdagangan di tepi jalan di pusat kota yang
peruntukannya tidak saling menunjang dan tidak sesuai dengan
fungsi kawasan tersebut ditata melalui Urban Redevelopment yaitu di
Jalan Yos Sudarso, Jalan Gajah Mada, Jalan Kusuma Bangsa, Jalan
Mulawarman dan Jalan Sudirman; 23
Pasal 58
Permukiman yang didukung pertumbuhannya, antara lain :
a. Permukiman berkebun yang produktif yang sudah sesuai dengan
peruntukannya, terdapat di Kecamatan Tarakan Utara, Kecamatan
Tarakan Barat dan Kecamatan Tarakan Timur;
b. Permukiman nelayan yang perlu ditata kawasannya sehingga lebih
teratur yang terdapat di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Tengah,
dan Tarakan Timur;
c. Permukiman industri yang perlu peningkatan infrastruktur yang
terdapat di Kecamatan Tarakan Utara, Kecamatan Tarakan Barat dan
Kecamatan Tarakan Tengah;
d. Permukiman instansional dan permukiman real estate yang sudah
sesuai dengan tata guna lahan yang ada, perlu memanfaatkan
kondisi/bentukan alam sebagai potensi kawasan;
e. Permukiman swadaya di dalam kota, diperlukan pengontrolan dalam
pelaksanaannya yang menyangkut Koefisien Dasar Bangunan,
Koefisien Lantai Bangunan, Garis Sempadan Sungai dan Garis
Sempadan Bangunan.
Paragraf 4
Kawasan Pertambangan
Pasal 59
Kawasan Pertambangan dengan luas lahan sebesar ± 1.321 Ha (seribu
tiga ratus dua puluh satu hektar) merupakan kawasan pertambangan
yang selama ini dieksplorasi yang tersebar di beberapa lokasi, yaitu :
a. Kelurahan Juata Laut;
b. Kelurahan Juata Kerikil;
c. Kelurahan Karang Harapan;
d. Kelurahan Karang Anyar;
e. Kelurahan Pamusian;
f. Kelurahan Kampung Satu Skip;
g. Kelurahan Kampung Empat;
h. Kelurahan Kampung Enam;
i. Kelurahan Mamburungan.
Paragraf 5
Kawasan Pariwisata
Pasal 60
Pemanfaatan ruang untuk kawasan pariwisata dengan luas lahan ±
6.571,4 Ha (enam ribu lima ratus tujuh puluh satu koma empat hektar)
meliputi kegiatan wisata alam, wisata buatan, wisata belanja dan wisata
sejarah yang pengembangannya didasarkan pada potensi pariwisata
yang ada.
Pasal 61
Pengembangan wisata alam diarahkan pada lokasi-lokasi :
a. Kecamatan Tarakan Timur di Kelurahan Lingkas Ujung, Kelurahan
Mamburungan, Kelurahan Mamburungan Timur dan Kelurahan Panta
Amal;
b. Kecamatan Tarakan Barat di Kelurahan Karang Harapan;
c. Kecamatan Tarakan Utara di Kelurahan Juata Laut.
24
Pasal 62
Pengembangan kawasan wisata buatan diarahkan pada lokasi :
a. Kecamatan Tarakan Timur di Kelurahan Kampung Empat (sport
center, danau), Kelurahan Lingkas Ujung (taman kota);
b. Kecamatan Tarakan Tengah di Kelurahan Pamusian (taman kota) dan
Kelurahan Kampung Satu Skip (kebun raya, kebun binatang);
c. Kecamatan Tarakan Utara di Kelurahan Juata Laut (kebun raya) dan di
Kelurahan Juata Kerikil (sinic area);
d. Kecamatan Tarakan Barat di Kelurahan Karang Harapan
(embung/danau), di Kelurahan Karang Anyar Pantai (taman kota) dan
di Kelurahan Karang Harapan (Pulau Sadau).
Pasal 63
Pengembangan kawasan wisata belanja komersial diarahkan pada lokasi
:
a. Kecamatan Tarakan Barat di Kelurahan Karang Rejo (Jalan Gajah
Mada);
b. Kacamatan Tarakan Utara di Kelurahan Juata Permai dan Juata
Kerikil.
Pasal 64
Pengembangan kawasan wisata sejarah diarahkan pada lokasi :
a. Kecamatan Tarakan Timur di Kelurahan Mamburungan dan Kelurahan
Lingkas Ujung;
b. Kecamatan Tarakan Tengah di Kelurahan Pamusian dan Kelurahan
Selumit Pantai;
c. Kecamatan Tarakan Barat di Kelurahan Karang Anyar Pantai dan
Kelurahan Karang Balik.
Pasal 65
Kawasan Wisata Pantai Amal direncanakan sebagai kawasan wisata
pantai yang dilengkapi dengan fasilitas penginapan seperti hotel, motel,
cottage, restoran, permukiman real estate, fasilitas komersial dan hutan
kota serta taman anggrek; dengan jenis kegiatan wisata pantai, belanja,
hunian dan konservasi yang berlokasi di kawasan pantai yang
membentang dari Tanjung Binalatung di Kelurahan Pantai Amal sampai
dengan Tanjung Batu di Kelurahan Mamburungan.
Paragraf 6
Kawasan Pertanian
Pasal 66
Pengembangan kawasan pertanian dengan kegiatan pertanian tanaman
pangan dan perkebunan dilakukan tersebar di lokasi-lokasi yang meliputi:
a. Tarakan Timur di Kelurahan Mamburungan, Kelurahan Mamburungan
Timur dan Kelurahan Kampung Enam;
b. Tarakan Utara di Kelurahan Juata Laut, Kelurahan Juata Permai dan
Kelurahan Juata Kerikil;
c. Tarakan Barat di Kelurahan Karang Harapan.
25
Paragraf 7
Kawasan Peternakan
Pasal 67
Pengembangan kawasan peternakan diarahkan di Kecamatan Tarakan
Utara Kelurahan Juata Permai dengan luas lahan ± 115 Ha (seratus lima
belas hektar) dan di Kecamatan Tarakan Timur Kelurahan Kampung
Enam dengan luas lahan ± 200 Ha (dua ratus hektar).
Paragraf 8
Kawasan Perikanan
Pasal 68
Pengembangan kawasan perikanan merupakan rencana kegiatan
pembibitan, budidaya, penangkapan dan pengolahan hasil perairan,
meliputi :
a. Pembibitan udang di Tarakan Timur Kelurahan di Kelurahan Pantai
Amal;
b. Penangkapan ikan di perairan Tarakan dengan luas wilayah perairan ±
40.653 Ha (empat puluh ribu enam ratus lima puluh tiga hektar);
c. Pengolahan hasil perikanan di Kelurahan Juata Laut, Kelurahan Pantai
Amal dan Kelurahan Mamburungan.
Paragraf 9
Kawasan Khusus
Pasal 69
Kawasan Khusus yang dikembangkan meliputi kawasan pertahanan dan
keamanan, kawasan pendidikan, kawasan olahraga, kawasan
pemerintahan, dan kawasan kota baru.
Pasal 70
Pengembangan kawasan Pertahanan dan Keamanan meliputi :
a. Rencana alokasi lahan untuk Angkatan Darat, untuk lapangan tembak
dialokasikan di kawasan Kampung Bugis Kelurahan Karang Anyar
dengan luas lahan ± 3 Ha (tiga hektar) sampai dengan ± 5 Ha (lima
hektar);
b. Rencana alokasi lahan untuk Olah Yuda, latihan tingkat kompi yang
medannya bervariasi dialokasikan di hutan lindung dengan luas lahan
± 10 Ha (sepuluh hektar);
c. Penyediaan alur pertahanan dari pantai amal ke juata kerikil;
d. Pembangunan pangkalan Angkatan Udara (lanud) seluas ± 110 Ha
(seratus sepuluh hektar) yang terletak 300 m (tiga ratus meter)
sebelah utara pengembangan Bandara Juwata sebagai fasilitas
pertahanan udara Republik Indonesia dari sebelah utara Indonesia;
e. Peningkatan pangkalan/pelabuhan Angkatan Laut (AL) dari tipe C
menjadi pelabuhan tipe B di Kecamatan Tarakan Timur;
f. Rencana alokasi lahan satuan radar tetap pada kawasan radar yang
ada di Kelurahan Mamburungan;
g. Peningkatan perkantoran dan permukiman masing-masing angkatan di
kawasan yang ada melalui perbaikan dan peningkatan prasarana dan
sarana pada kawasan-kawasan yang mengalami kerusakan. 26
Pasal 71
Kawasan pendidikan diarahkan pengembangannya pada lokasi yang
meliputi :
a. Pengembangan dan perluasan kawasan pendidikan tinggi di Tarakan
Timur;
b. Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Perikanan di
Juata Laut seluas ± 16 Ha (enam belas hektar);
c. Pembangunan Sekolah Menengah Umum di Juata Laut;
d. Pembangunan Akademi Perawat di Pamusian Tarakan Timur.
Pasal 72
Kawasan Olahraga Pamusian dikembangkan sebagai pusat kegiatan
Olah Raga, Keagamaan, dan Komersial dengan luas lahan ± 37 Ha (tiga
puluh tujuh hektar) yang terletak di Kelurahan Kampung Empat
Kecamatan Tarakan Timur.
Pasal 73
Kawasan Pusat Pemerintahan dikembangkan di kawasan Juata Laut dan
Juata Permai, bagian barat laut Kota Tarakan yang berbatasan dengan
kawasan Kota Baru Tarakan.
Pasal 74
Kawasan Kota Baru diarahkan pengembangannya di kawasan
konsolidasi lahan di Kelurahan Juata Laut Kecamatan Tarakan Utara
dengan luas lahan ± 600 Ha (enam ratus hektar).
BAB VII
RENCANA PENGEMBANGAN SARANA
DAN PRASARANA KOTA
Bagian Pertama
Rencana Kependudukan dan Kepadatan Bangunan
Pasal 75
(1) Penyebaran penduduk sangat mempengaruhi pola pemanfaatan
ruang dan jenis sarana serta prasarana kota pendukungnya;
(2) Arahan intensitas pemanfaatan ruang diatur melalui penetapan
Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, Garis
Sempadan Bangunan, Ketinggian Bangunan, Garis Sempadan
Sungai, dan jarak antara bangunan;
(3) Angka Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, Garis
Sempadan Bangunan dan Ketinggian Bangunan serta jarak antara
bangunan akan mengacu kepada Rencana Detail Tata Ruang
masing-masing kawasan kecamatan yang dibuat lebih rinci;
(4) Tabel rencana penyebaran penduduk sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum pada Tabel 5 Lampiran I;
(5) Tabel angka Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai
Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum pada
Tabel 6 Lampiran I.
27
Bagian Kedua
Rencana Penyediaan Sarana Kota
Pasal 76
(1) Sarana kota berfungsi sebagai salah satu aspek penunjang
terselenggara dan berkembangnya kehidupan ekonomi, sosial dan
budaya masyarakat kota;
(2) Sarana kota yang dikembangkan meliputi kelompok sarana
perniagaan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pemerintahan dan
pelayanan umum serta berbagai bentuk ruang terbuka hijau kota
yang lokasinya diarahkan berdasarkan sistem pusat-pusat pelayanan
yang akan dikembangkan;
(3) Tabel rencana penyediaan sarana kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tercantum pada Tabel 7 Lampiran I.
Bagian Ketiga
Rencana Sistem Transportasi
Pasal 77
(1) Tujuan pengembangan sistem transportasi adalah untuk mendorong
dan memacu perkembangan ekonomi dan investasi dan diarahkan
untuk memberikan kemudahan, kelancaran, kenyamanan dan
keselamatan dalam aksebilitas, mobilitas dan distribusi sehingga
dapat mengurangi waktu tempuh dan biaya pergerakan baik untuk
masyarakat maupun barang;
(2) Pengembangan sistem transportasi diarahkan untuk menciptakan lalu
lintas yang tertib dan teratur sehingga mengarah kepada kondisi
ramah lingkungan dengan didukung oleh keberadaan prasarana
transportasi yang memadai.
Pasal 78
Rencana pengembangan transportasi darat meliputi :
a. Penataan manajemen sistem transportasi kawasan pusat kota;
b. Peningkatan dan pembangunan jalan dalam jangkauan pelayanan
sistem angkutan umum, untuk melayani pergerakan penduduk dan
mengakses pusat-pusat pertumbuhan baru dengan aktifitas-aktifitas
yang ditimbulkan.
Pasal 79
Rencana pengembangan transportasi laut diarahkan untuk lebih
meningkatkan pelayanan pergerakan manusia, barang dan jasa melalui
laut yang meliputi :
a. Penanganan ketertiban perairan pantai dan mencegah maraknya
perdagangan illegal melalui laut di Pulau Tarakan;
b. Peningkatan pelayanan sistem transportasi laut berskala regional,
nasional dan internasional.
Pasal 80
Rencana pengembangan transportasi udara diarahkan melalui upaya :
a. Peningkatan pelayanan sistem transportasi udara skala domestik dan
internasional;
b. Peningkatan Bandara Udara Juwata seluas ± 400 Ha (empat ratus
hektar).
28
Pasal 81
(1) Pengembangan Jaringan Jalan Utama Kota Tarakan meliputi :
a. Jaringan lingkar utara, dengan pembangunan jalan arteri primer
yang melingkar menyusuri pantai bagian utara, tengah dan barat
dengan memanfaatkan embrio-embrio jalan yang sudah ada
dengan Daerah Milik Jalan ± 50 m (lima puluh meter) dengan
lebar badan jalan minimal ± 9 m (sembilan meter) berjarak ± 200
m (dua ratus meter) sampai dengan ± 500 m (lima ratus meter)
dari tepi pantai;
b. Jalan lingkar timur, dengan pembangunan jalan arteri primer yang
melingkar menyusuri pantai bagian timur dengan memanfaatkan
embrio-embrio jalan yang sudah ada dengan Daerah Milik Jalan ±
50 m (lima puluh meter) dengan lebar badan jalan minimal ± 9 m
(sembilan meter) berjarak ± 200 m (dua ratus meter) sampai
dengan ± 500 m (lima ratus meter) dari tepi pantai;
c. Jalan lingkar dalam dengan pembangunan jalan kolektor primer
yang melingkar pada batas tepi kawasan hutan lindung bagian
utara dengan Daerah Milik Jalan ± 30 m (tiga puluh meter)
dengan lebar jalan minimal ± 7 m (tujuh meter);
d. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan kolektor primer yang
menghubungkan pusat kota dengan luar kota dengan
memanfaatkan jalan-jalan yang ada (existing) dengan Daerah
Milik Jalan ± 30 m (tiga puluh meter) dengan lebar badan jalan
minimal ± 7 m (tujuh meter);
e. Pembangunan dan peningkatan jalan kolektor sekunder yang
menghubungkan antara sub-sub pusat kegiatan dengan Daerah
Milik Jalan ± 15 m (lima belas meter) dengan lebar badan jalan ±
7 m (tujuh meter);
f. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan lokal yang
menghubungkan
pusat-pusat
lingkungan
dengan
hunian/perumahan dengan Daerah Milik Jalan ± 12 m (dua belas
meter) dengan lebar badan jalan minimal ± 6 m (enam meter);
g. Pembangunan jaringan jalan/lintasan wisata pada kawasan hutan
lindung yang berfungsi sebagai lintasan wisata dengan Daerah
Milik Jalan ± 12 m (dua belas meter) dengan lebar badan jalan
minimal ± 5 m (lima meter);
(2) Peta rencana sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Gambar 2 Lampiran II.
Bagian Keempat
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Kota
Paragraf 1
Sistem Drainase
Pasal 82
Rencana pengembangan sistem drainase meliputi :
a. Pemanfaatan ruang pada lokasi wilayah hulu sungai dengan kondisi
topografi berbukit perlu memperhatikan jenis peruntukannya untuk
lahan permukiman yang mempunyai kepadatan rendah;
b. Kawasan dengan topografi datar diarahkan pengembangannya untuk
permukiman menengah keatas dan dianjurkan adanya lahan hijau
atau ruang terbuka sebagai kawasan resapan air;
c. Pada kawasan pesisir agar dipertahankan ekosistem pantai/pesisir
sejauh kurang lebih ± 130 m (seratus tiga puluh meter) dari pantai.
29
Pasal 83
Jalur sungai utama yang merupakan saluran Drainase Primer Kota
menjadi bagian dari kerangka Kota Tarakan, antara lain :
a. Di Tarakan Utara yang bermuara di pantai Utara yaitu Sungai
Mangatal dan Sungai Selayung;
b. Di Tarakan Utara yang bermuara di pantai Timur yaitu Sungai Simaya
dan Andulung;
c. Di Tarakan Utara yang bermuara di pantai Barat yaitu Sungai
Bengawan, Sungai Belalung, Sungai Bunyu dan Sungai Cinanti;
d. Di Tarakan Timur yang bermuara di pantai Barat yaitu Sungai
Malundung, Sungai Pamusian; Sungai Karungan; dan Sungai
Ngingitan;
e. Di Tarakan Timur yang bermuara di pantai Timur terdiri dari Sungai
Batungguk, Sungai Binalatung, Sungai Amal dan Sungai Batu
Mapan.
Paragraf 2
Sistem Pelayanan Air Bersih
Pasal 84
Pengelolaan sistem air bersih mencakup sistem pelayanan air bersih
Kota Tarakan lama dan sistem pelayanan air bersih kawasan
pengembangan baru Kota Tarakan.
Pasal 85
Sistem pelayanan air bersih Kota Tarakan lama mengacu pada sistem
yang telah ada, meliputi :
a. Instalasi Pengolahan Air Persemaian, dengan mempertahankan
daerah tangkapan air di DAS yang ada;
b. Instalasi Pengolahan Air Kampung Bugis, dengan mempertahankan
debit air bakunya dengan memelihara DAS yang ada;
c. Instalasi Pengolahan Air Kampung Satu, di Kelurahan Kampung Satu
Skip dengan menggunakan sungai Binalatung sebagai sumber air
baku.
Pasal 86
Sistem pelayanan air bersih kawasan pengembangan baru Kota Tarakan
meliputi :
a. Instalasi Pengolahan Air Bengawan dan Belalung, dengan
pembangunan embung/bendungan di Kelurahan Juata Kerikil;
b. Instalasi Pengolahan Air Juata Laut di Sungai Cinanti;
c. Instalasi Pengolahan Air Mangatal di lokasi dekat batas hutan lindung;
d. Instalasi Pengolahan Air Selayung di lokasi dekat batas hutan lindung;
e. Instalasi Pengolahan Air Binalatung kedua pada sungai Binalatung
bagian hilir;
f. Instalasi Pengolahan Air Kuli dan Batu Mapan direncanakan ada
embung;
g. Instalasi Pengolahan Air Slipi dan Betuguk Besar direncanakan ada
pembuatan embung;
h. Instalasi Pengolahan Air Mamburungan direncanakan sumber mata air
harus dilindungi dari pencemaran lingkungan dan sanitasi perlu
dibuat sumur dalam.
Pasal 87
Peta rencana penyediaan air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal
84 tercantum dalam Gambar 3 Lampiran II. 30
Paragraf 3
Sistem Pengelolaan Air Limbah
Pasal 88
Sistem pengelolaan air limbah mencakup pengelolaan air limbah cair
dengan sistem setempat, pengelolaan limbah cair dengan sistem
terpusat, pengelolaan limbah dengan sistem assainiring, dan
pengelolaan limbah non domestik.
Pasal 89
Pengelolaan limbah cair sistem setempat (on site sanitation) diterapkan
pada :
a. Kawasan perdesaan dan/atau kawasan dengan kepadatan rendah
menggunakan septictank dan peresapan direncanakan mencapai 80
% (delapan puluh persen) dari total penduduk;
b. Kawasan permukiman di atas air di pesisir pantai dengan
menggunakan septictank terapung sesuai dengan standard untuk
pengaruh pasang surut, direncanakan mencapai 90 % (sembilan
puluh persen) dari total penduduk pada kawasan kepadatan rendah.
Pasal 90
Pengelolaan limbah cair sistem terpusat (off site sanitation) diterapkan
pada :
a. Kawasan permukiman perkotaan atau pada kawasan kepadatan
penduduk yang relatif tinggi dengan menggunakan septictank
Komunal, direncanakan mencapai 80 % (delapan puluh persen) dari
total limbah cair perkotaan;
b. Kawasan permukiman di atas air dengan septictank terapung
Komunal, pengelolaan limbah direncanakan mencapai 90 %
(sembilan puluh persen) dari total penduduk permukiman diatas air
kepadatan tinggi;
c. Kriteria kebutuhan air limbah septictank komunal adalah 1 (satu) unit
septitank melayani 10 (sepuluh) sampai dengan 15 (lima belas)
Kepala Keluarga.
Pasal 91
Pengelolaan limbah dengan sistem assainiring diterapkan untuk kawasan
strategis dan kawasan pengembangan baru, yaitu dengan :
a. Kriteria perencanaan kebutuhan untuk penggunaan sistem assainiring
(terpusat menggunakan riol-riol) dengan pengaliran gravitasi
menggunakan pipa rapat air yang dilengkapi dengan bak kontrol;
b. Air limbah dialirkan ke bak penampungan dengan kapasitas sesuai
dengan kebutuhan;
c. Dengan truk tinja air limbah dibawa ke Instalasi Pengolahan Limbah
Tinja untuk diolah.
Pasal 92
Pengelolaan Limbah Non Domestik, mencakup :
a. Pengelolaan limbah cair non domestik direncanakan agar masingmasing industri yang ada harus memiliki Instalasi Pengolahan Air
Limbah, untuk mengolah limbah yang dihasilkan sesuai dengan
karakteristiknya;
b. Perancangan peraturan yang mengatur serta mengolah air limbah
dalam bentuk Peraturan Daerah.
31
Pasal 93
Peta rencana pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 89 tercantum dalam Gambar 4 Lampiran II.
Paragraf 4
Sistem Pengelolaan Persampahan
Pasal 94
(1) Penyediaan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir sampah meliputi
:
a. Pengembangan Tempat Pembuangan Akhir yang sudah ada di
Jalan Akibabu di Kelurahan Karang Anyar Pantai dengan luas
lahan ± 7 Ha (tujuh hektar), dimana ± 4,9 Ha (empat koma
sembilan hektar) disediakan untuk penimbunan sampah dan ± 2,1
Ha (dua koma satu hektar) untuk lahan pengomposan dan
pembakaran;
b. Pembuangan Tempat Pembuangan Akhir baru di Kelurahan
Mamburungan Timur dengan luas lahan ± 7 Ha (tujuh hektar)
dimana ± 4,9 Ha (empat koma sembilan hektar) disediakan untuk
penimbunan sampah dan ± 2,1 Ha (dua koma satu hektar) untuk
lahan pengomposan dan pembakaran;
c. Pengelolaan sampah dengan menggunakan insenerator baik di
lokasi Tempat Pembuangan Akhir maupun lokasi kegiatan
penghasil sampah;
(2) Peta pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Gambar 5 Lampiran II.
BAB VIII
INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA
Pasal 95
(1) Perwujudan RTRW Kota Tarakan dilakukan dalam berbagai program
pemanfaatan ruang atau pelaksanaan pembangunan sesuai dengan
arahan rencana;
(2) Indikasi program pembangunan yang diturunkan dari berbagai
komponen RTRW mencakup program-program pembangunan,
tahapan pelaksanaan, sumber dana serta institusi pelaksanaannya
(3) Dalam perumusan indikasi program pembangunan Kota Tarakan
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya komponen-komponen RTRW Kota yang perwujudannya
membutuhkan implementasi secara langsung dalam bentuk
program-program pembangunan fisik (rencana pemanfaatan
ruang, rencana pengembangan sarana-prasarana, dan rencana
pengembangan kawasan prioritas);
b. Adanya kebutuhan untuk melakukan prioritisasi dalam
pelaksanaan
pembangunan
sesuai
dengan
tahapan
pembangunan kota;
c. Adanya kebutuhan pembiayaan atau sumber dana yang berbeda
serta perlunya dukungan kelembagaan untuk melaksanakan
program pembangunan.
32
Pasal 96
(1) Program-program yang disusun pada dasarnya masih bersifat
indikatif dan diharapkan menjadi suatu indikator didalam penyusunan
program pembangunan sektoral oleh instansi untuk jangka
menengah;
(2) Nama program dari usulan program dan proyek rencana
pengembangan kawasan merupakan hasil analisis yang terdiri dari :
a. Sektor Kawasan Lindung;
b. Sektor Kawasan Budidaya;
c. Sektor Perekonomian;
d. Sektor Sosial-Kependudukan;
e. Sektor Prasarana Kota.
Pasal 97
Sasaran program dari usulan program dan proyek rencana
pengembangan kawasan merupakan target yang ingin dicapai, terdiri dari
:
a. Kesesuaian dengan tujuan pengembangan sektor/sub-sektor unggulan
kawasan;
b. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan sosial budaya dan
peningkatan kualitas SDM penduduk;
c. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan/mewujudkan tata ruang
kawasan yang telah direncanakan dan kesesuaian dengan upaya
memelihara lingkungan hidup.
Pasal 98
Program
dan
kegiatan
proyek
yang
bersifat
pemeliharaan/peningkatan fungsi berbagai prasarana dan sarana
kawasan serta berbagai sarana sosial–ekonomi masyarakat yang
ada lebih didahulukan untuk menjamin tetap operasionalnya sarana
tersebut.
(2) Jangka waktu dan tahapan pelaksanaan program/proyek dari rencana
pengembangan kawasan perencanaan didasarkan prioritas
pembangunan dan berdasarkan rencana pembangunan 5 (lima)
tahun Kota Tarakan.
Pasal 99
(1) Mengacu kepada permasalahan pengembangan dan kebutuhan
pembangunan, disusun secara indikatif skala prioritas program dan
proyek pembangunan untuk untuk kawasan perencanaan Jangka
Menengah (lima tahun pertama), dan Jangka Panjang (lima tahun
kedua );
(2) Kriteria penilaian yang digunakan untuk penyusunan skala prioritas
adalah :
a. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan sektor / sub sektor /
komoditi unggulan ekonomis kawasan;
b. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan / mewujudkan sosial budaya dan peningkatan kualitas SDM penduduk;
c. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan / mewujudkan tata
ruang kawasan yang telah direncanakan dan kesesuaiannya
dengan upaya pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup;
d. Kesesuaian dengan tujuan membuka isolasi dan mengembangkan
sistem transportasi kawasan;
e. Lokasi program dan kegiatan proyek di kawasan perdesaan akan
lebih diprioritaskan karena pengembangan ekonomi dan sosial
budaya masyarakat bertumpu di wilayah ini;
(1)
33
f. Program dan kegiatan yang bersifat untuk pemeliharaan /
peningkatan fungsi berbagai prasarana dan sarana kawasan
serta berbagai fasilitas pelayanan sosial - ekonomi masyarakat
yang sudah ada akan lebih didahulukan untuk menjamin tetap
operasionalnya fasilitas-fasilitas tersebut;
g. Program dan kegiatan proyek yang bersifat khusus dan atau
mendesak seperti misalnya berkenaan dengan masalah
keamanan, lanjutan proyek yang sudah berjalan pada tahun
sebelumnya, bersifat meningkatkan pendapatan asli daerah dan
lain-lain, maka pada prinsip akan lebih diprioritaskan .
Pasal 100
Indikasi program Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
tercantum dalam Tabel 8 Lampiran I.
BAB IX
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 101
(1) Pengendalian pemanfaatan ruang kota diselenggarakan melalui
pengawasan, penertiban dan perijinan pemanfaatan ruang agar
pemanfataan ruang sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan;
(2) Pengendalian Pemanfaatan Ruang Khusus Kawasan Industri
diselenggarakan melalui penertiban perijinan dan pengawasan serta
diwajibkan untuk melengkapi Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
( AMDAL ) dan atau Upaya Pengelolaan Lingkungan / Upaya
Pemantauan Lingkungan ( UKL / UPL ) sesuai dengan Peraturan dan
Perundangan yang berlaku.
(3) Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Walikota
melalui Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
Bagian Kedua
Perijinan Pemanfaatan Ruang
Pasal 102
(1) RTRW menjadi acuan dari perijinan yang terkait dengan pemanfaatan
ruang;
(2) Perijinan terhadap pemanfaatan ruang kota dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
(3) Perijinan Pemanfaatan ruang meliputi ijin prinsip, ijin lokasi, ijin
perencanaan pembangunan dan ijin mendirikan bangunan.
Bagian Ketiga
Pengawasan Pemanfaatan Ruang
Pasal 103 34
(1)
Pengawasan Pemanfaatan Ruang dilakukan untuk menjaga
kesesuaian pemanfaatan ruang dengan RTRW yang telah
ditetapkan;
(2) Kegiatan pengawasan dilakukan melalui pelaporan, pemantauan dan
evaluasi pemanfaatan ruang yang dilakukan secara berkala;
(3) Pengawasan dapat dilakukan oleh berbagai pelaku (stakeholders)
atau masyarakat.
Bagian Keempat
Penertiban Pemanfaatan Ruang
Pasal 104
(1) Penertiban pemanfaatan ruang adalah usaha untuk mengambil
tindakan agar pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW yang telah
ditetapkan;
(2) Bentuk penertiban pemanfaatan ruang kota dilakukan melalui
pemeriksaan dan penyelidikan atas semua pelanggaran atau
penyimpangan yang tidak sesuai dengan RTRW yang telah
ditetapkan;
(3) Bentuk penertiban pemanfaatan ruang yang dimaksud pada ayat (2)
berupa pemberian sanksi yang terdiri dari sanksi administratif dan
atau sanksi pidana.
Bagian Kelima
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah
Pasal 105
(1) RTRW Kota yang telah ditetapkan dapat ditinjau kembali yang
disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan dinamika
pembangunan kota, dengan melibatkan dan memperhatikan aspirasi
masyarakat;
(2) Tata cara peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota setelah berkonsultasi
dengan DPRD dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Pertama
Hak
Pasal 106
Setiap orang berhak untuk :
a. menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai
akibat penataan ruang;
b. mengetahui RTRW dan turunannya secara cepat, tepat dan mudah;
c. berperan serta dalam penyusunan RTRW, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
35
d. memperoleh penggantian yang layak, sebagai akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRW;
e. Dalam hal memperoleh pergantian yang layak sebagaimana dimaksud
pada huruf d, akan diatur dengan keputusan Kepala Daerah yang
dapat didahului dengan konsultasi bersama pihak DPRD.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 107
(1) Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas
ruang;
(2) Setiap orang berkewajiban berlaku tertib dalam keikutsertaannya
dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
(3) Setiap orang wajib menaati RTRW yang telah ditetapkan.
Bagian Ketiga
Peran Serta Masyarakat
Pasal 108
(1) Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang meliputi
pemberian saran, pemikiran dan pertimbangan, pendapat,
tanggapan, keberatan, masukan serta menjaga dan memelihara
kualitas ruang;
(2) Tata cara peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara lisan atau tertulis sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
(3) Pemberdayaan peran serta masyarakat dilakukan pemerintah
sebagai upaya peningkatan tata laksana hak dan kewajiban
masyarakat dalam penataan ruang melalui kegiatan diskusi,
bimbingan, pendidikan atau pelatihan untuk tercapainya penataan
ruang;
(4) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh
instansi yang berwenang dengan cara :
a. memberikan dan menyelenggarakan diskusi dan tukar pendapat,
dorongan, pengayoman, pelayanan, bantuan teknik, bantuan
hukum, pendidikan dan atau pelatihan;
b. menyebarluaskan semua informasi mengenai proses penataan
ruang kepada masyarakat secara terbuka;
c. mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada
masyarakat;
d. menghormati hak yang dimiliki masyarakat;
e. memberikan penggantian yang layak kepada masyarakat atas
kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
f. melindungi hak masyarakat untuk berperan serta dalam proses
perencanaan tata ruang, menikmati manfaat ruang yang
berkualitas dan pertambahan nilai ruang akibat rencana tata
ruang yang ditetapkan serta dalam menaati rencana tata ruang;
36
g. memperhatikan dan menindaklanjuti saran, usul, atau keberatan
dari masyarakat dalam rangka peningkatan mutu pelayanan
ruang.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 109
Sanksi administrasi dikenakan atas pelanggaran rencana tata ruang yang
berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang,
baik yang dilakukan oleh penerima ijin maupun pemberi ijin.
Pasal 110
(1) Jenis pelanggaran rencana tata ruang yang dilakukan masyarakat
penerima ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 terdiri dari :
a. pelanggaran fungsi ruang;
b. pelanggaran intensitas pemanfaatan ruang;
c. pelanggaran tata massa bangunan;
d. pelanggaran kelengkapan prasarana bangunan;
(2) Jenis pelanggaran rencana tata ruang yang dilakukan dinas dan atau
aparat Pemerintah Daerah adalah penerbitan perijinan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 111
Sanksi administrasi bagi pelanggaran rencana tata ruang bagi
masyarakat penerima ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat
(1) terdiri dari :
a. peringatan atau teguran;
b. penghentian sementara pelayanan administratif;
c. penghentian sementara kegiatan pembangunan dan atau pemanfaatan
ruang;
d. pencabutan ijin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang;
e. pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi ruang;
f. pembongkaran bagi bangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
g. pelengkapan/pemutihan perijinan;
h. pengenaan denda.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 112
(1) Barangsiapa melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, diancam pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000.- (lima puluh juta rupiah);
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tindak
pidana atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang mengakibatkan
perusakan dan pencemaran lingkungan serta kepentingan umum
lainnya dikenakan ancaman pidana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Pelanggaran.
37
BAB XIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 113
(1) Selain oleh Penyidik POLRI, penyidikan atas tindak pidana
pelanggaran dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kota yang
pengangkatannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Tata Ruang
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari, mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi dan atau badan tentang kebenaran perbuatan yang
dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Tata
Ruang;
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi dan atau
badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Tata Ruang;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen
lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Tata Ruang;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan di bidang Tata Ruang;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang dokumen yang sedang dibawa
sebagaimana dimaksud huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di
bidang Tata Ruang;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang Tata Ruang menurut hukum yang dapat di
pertanggungjawabkan.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 114
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota
Tarakan Nomor 15 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Tarakan Tahun 2000-2010 dan ketentuan-ketentuan lain yang
bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 115
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka : 38
a. Kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan lindung tetapi tidak
mengganggu fungsi lindung, pada prinsipnya dapat diteruskan
dengan pengawasan dan pengendalian agar luasan dan intensitas
kegiatannya tidak bertambah;
b. Dalam hal kegiatan budidaya yang telah ada dinilai mengganggu
fungsi lindung dan atau mengakibatkan konversi kawasan berfungsi
lindung, maka harus dilakukan penertiban sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 116
Hal-hal teknis yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 117
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah
Kota Tarakan.
Ditetapkan di Tarakan
pada tanggal 8 Mei 2006
WALIKOTA TARAKAN,
ttd
H. JUSUF SK
Diundangkan di Tarakan
pada tanggal 8 Mei 2006
SEKRETARIS DAERAH KOTA TARAKAN,
ttd
H. BAHARUDDIN BARAQ
LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2006 NOMOR 03 SERI E-01
Nip. 55 004 60739
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN
NOMOR 03 TAHUN 2006
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TARAKAN
I. PENJELASAN UMUM
Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara beserta sumber daya
alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan
manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi
berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai
kegiatan sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan.
Penataan ruang dilakukan untuk terciptanya upaya dalam pemanfaatan ruang secara
berdaya guna dan berhasil guna serta untuk terpeliharanya kelestarian kemampuan
lingkungan hidup.
Peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam penataan ruang
karena pada akhirnya hasil penataan ruang adalah untuk kepentingan seluruh lapisan
masyarakat serta untuk tercapainya tujuan penataan ruang. Masyarakat berperan
sebagai mitra pemerintah dalam penataan ruang. Dalam menjalankan peranannya itu,
masyarakat mendayagunakan kemampuannya secara aktif sebagai sarana untuk
melaksanakan peran serta masyarakat dalam mencapai tujuan penataan ruang.
RTRW Kota Tarakan merupakan wadah spasial dari pembangunan di bidang ekonomi
dan pembangunan bidang sosial budaya. Oleh karena itu, penataan ruang di Kota
Tarakan merupakan implementasi dari keterpaduan pembangunan di bidang ekonomi
dan sosial budaya. Sebagai wadah bagi kegiatan pembangunan ekonomi dan sosial
budaya itu, maka pemanfaatan ruang harus dilakukan secara serasi, selaras, dan
seimbang serta berkelanjutan. Pemanfaatan ruang secara serasi, selaras, dan
seimbang adalah kegiatan dalam penataan ruang Kota Tarakan yang harus dapat
menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan pola
pemanfaatan ruang. Sedangkan yang dimaksud dengan pemanfaatan ruang yang
berkelanjutan kegiatan dalam penataan ruang yang harus dapat menjamin kelestarian
dan kemampuan daya dukung sumber daya alam.
RTRW Kota Tarakan ini disusun dengan perspektif menuju keadaan pada masa
depan yang diharapkan, dengan bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dapat dipakai serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan
tiap sektor. Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara
dinamis, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berjalannya
waktu.
Untuk menghadapi berbagai perubahan dan paradigma yang berkembang, penataan
ruang Kota Tarakan perlu mendapat perhatian yang serius. RTRW Kota Tarakan yang
akan memandu perkembangan dan mengikat pemerintah Kota dan masyarakat
secara hukum pada 10 tahun mendatang perlu disempurnakan agar menjadi
pedoman yang rasional dan sah. Sesuai dengan hasil evaluasi RTRW Kota Tarakan
yang dilakukan maka RTRW Kota Tarakan sudah harus direvisi. Revisi akan mengacu
kepada perubahan-perubahan internal dan eksternal yang terjadi,
40
persoalan yang dihadapi, serta pemanfaatan potensi dan ruang yang optimal dengan
mempertimbangkan paradigma baru dalam penataan ruang yang berkembang.
Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak
terpisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan
ruang maka diperlukan Peraturan Daerah Kota Tarakan yang mengatur tentang
RTRW Kota Tarakan, yang memberi dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna
menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Istilah-istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan
kesamaan pengertian dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan semua kepentingan adalah bahwa penataan ruang dapat
menjamin sebesar-besarnya seluruh kepentingan, yaitu kepentingan
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat secara adil dengan tetap
memperhatikan golongan ekonomi lemah.
Yang dimaksud dengan terpadu adalah bahwa unsurunsur dalam penataan ruang
dianalisis dan dirumuskan menjadi sebagai satu kesatuan antarsektor,
antarbagian wilayah kota, dan antarpelaku dari berbagai kegiatan
pemanfaatan ruang, baik oleh pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat.
Penataan ruang dilakukan secara terpadu dan menyeluruh mencakup antara
lain pertimbangan aspek waktu, modal, optimasi, daya dukung lingkungan, dan
daya tampung lingkungan.
Dalam mempertimbangkan aspek waktu, suatu perencanaan tata ruang
memperhatikan adanya aspek prakiraan, ruang lingkup wilayah yang
direncanakan, persepsi yang mengungkapkan berbagai keinginan serta
kebutuhan dan tujuan penataan ruang. Unsur-unsur keterpaduan dalam
RTRW ini antara lain meliputi keterpaduan struktur ruang, pola pemanfaatan
ruang, tahapan pembangunan, pembiayaan pembangunan, dan pelaku
pembangunan.
Yang dimaksud dengan berdaya guna dan berhasil guna adalah bahwa penataan
ruang yang dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan
fungsi ruangnya, dan dengan biaya yang pantas.
Yang dimaksud dengan serasi, selaras dan seimbang adalah bahwa penataan ruang
dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan
struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk antarwilayah,
pertumbuhan dan perkembangan antarsektor, dan antarpelaku pembangunan.
Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah bahwa penataan ruang menjamin
kelestarian kemampuan daya dukung sumber daya alam dengan
memperhatikan kepentingan lahir dan batin antargenerasi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan persamaan adalah bahwa seluruh lapisan masyarakat
mendapat hak dan kewajiban yang sama dalam kegiatan pemanfaatan ruang.
Yang dimaksud dengan keadilan adalah bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat
mengambil manfaat dari kegiatan penataan ruang sesuai dengan
kepentingannya.
41
Yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah bahwa penataan ruang dalam
pelaksanaannya dilindungi oleh hukum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah bahwa penataan ruang dalam
pelaksanaannya berhak diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dan
terbuka untuk menampung masukan dari seluruh lapisan masyarakat.
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah bahwa pelaksanaan penataaan ruang
dapat dipertanggungjawabkan oleh penyelenggara pemerintahan dan
pembangunan kepada semua pelaku pembangunan dan masyarakat
umumnya.
Yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah bahwa penyelenggaraan
penataan ruang yang dilakukan oleh pemerintah harus pula melibatkan
masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan ruang, maupun
pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan hak dan kewajibannya yang
ditetapkan. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam penataan ruang
karena hasil penataan ruang adalah untuk kepentingan seluruh lapisan
masyarakat.
Pasal 3
Yang dimaksud Kota Jasa adalah kota dengan fungsi utama menyediakan berbagai
jenis jasa; kota yang kehidupan ekonominya ditunjang oleh kegiatan sektor
jasa, antara lain meliputi jasa keuangan, jasa pelayanan, jasa profesi, jasa
perdagangan, jasa pariwisata, dan jasa lainnya.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Huruf a
Kebijakan pokok pembangunan dan pemanfaatan ruang di sini meliputi dokumendokumen kebijakan yang lebih spesifik dan atau dengan jangka waktu kurang
dari 10 tahun, antara lain Pola Dasar Pembangunan Daerah (Poldas).
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Meskipun ditetapkan pada tahun 2006, RTRW Kota Tarakan tetap akan berlaku
selama 10 tahun dari tahun 2003 sehingga berakhir sampai dengan tahun
2013.
Pasal 11
Huruf b
Menambah Kawasan Konservasi Alam seperti penghijauan di kawasan patahan,
daerah aliran sungai, penambahan area hutan kota, hutan lindung, di kawasan
rawan longsor dan sebagainya.
42
Huruf d
Hutan Wisata Ekologi (ecotourism) maksudnya adalah dimana hutan dimanfaatkan
sebagai daerah tujuan wisata alam sehingga hutan secara langsung dapat
dilihat dan dirasakan suasana didalamnya.
Pasal 12
Revitalisasi merupakan upaya peningkatan kembali fungsi suatu kawasan; kegiatan
untuk meningkatkan pemanfaatan lahan kota, agar pendapatan kota
meningkat (tujuan dan pengertiannya hampir sama dengan istilah peremajaan
kota)
Kegiatan revitalisasi kawasan peninggalan sejarah dan purbakala ditujukan pada
kawasan yang sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya.
Kriteria kawasan lindung untuk cagar budaya yaitu tempat serta ruang di sekitar
bangunan bernilai budaya tinggi dan situs bersejarah yang mempunyai
manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Fungsi bangunan
pada kawasan ini dapat berubah dengan mempertahankan bentuk asli
bangunan.
Pasal 13
Huruf b
Wisata minat khusus seperti wisata kawasan konservasi mangrove dan wisata agro.
Huruf c
Pembinaan masyarakat di lokasi wisata serta mempermudah prosedur penanaman
modal di sektor wisata.
Pasal 14
Huruf d
Maksudnya dalam rangka optimalisasi dan efisiensi di bidang penggunaan lahan di
kawasan berkepadatan tinggi maka dikembangkan rumah susun dan rumah
vertikal.
Pasal 15
Huruf e
Sistem buka tutup mengandung pengertian membuka kawasan baru yang produktif
dan menutup kawasan yang tidak produktif dan berwawasan lingkungan.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf b
Kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer)
yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan
air, dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan
pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan
pengendalian banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang
bersangkutan.
Kriteria kawasan resapan air adalah:
a. kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1.000 mm per tahun;
b. lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm;
c. mempunyai kemampuan meluluskan air dengan kecepatan lebih dari 1
meter per hari;
d. kedalaman muka air tanah lebih dari 10 meter terhadap muka tanah
setempat;
43
e. kelerengan kurang dari 15 %;
f. kedudukan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan muka air
tanah dalam.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan limbah domestik adalah limbah yang dihasilkan dari rumah
tangga.
Huruf b
Yang dimaksud dengan limbah non domestik adalah limbah yang dihasilkan dari
kegiatan jasa, industri dan sebagainya.
Pasal 19
Huruf a
Memadukan jaringan jalan lama yang sudah ada dengan rencana jalan baru yang
akan dibangun.
Huruf b
Bagian Utara kearah Juata Laut dan bagian Selatan ke arah Mamburungan.
Huruf e
Sistem Loop yaitu sistem jaringan jalan yang melingkar, misal rencana jaringan jalan
lingkar luar (outer ring road) Kota Tarakan.
Huruf f
Peningkatan jalan poros yaitu Yos Sudarso – Mulawarman – Aki Balak dan Aji
Iskandar dan jalan lainnya yaitu yang termasuk kategori jalan poros.
Huruf g
Merangkai pusat-pusat pelayanan kota dengan jaringan jalan yang dapat mengakses
kawasan dan merangkai dengan sistem kota yang ada.
Huruf h
Menetapkan bagian unit pengembangan kota sesuai dengan karakteristik dan arahan
pengembangan kegiatan fungsional kota masing-masing secara terpadu,
berdasarkan pertimbangan aspek perekonomian kota, konservasi alam,
kependudukan dan prasarana Kota Tarakan.
Pasal 20
Huruf a
Menciptakan jaringan jalan dan fasilitas kota yang dapat mengintegrasikan
perkembangan kawasan kota baru di Juwata Laut dengan kawasan Kota Lama
Tarakan.
Huruf b
Memperbaiki kualitas jalan primer dan fasilitas kota yang ada terhadap perkembangan
yang terjadi di Kota Tarakan.
Huruf d
Mengarahkan area patahan untuk kawasan non budidaya seperti untuk hutan lindung,
perkebunan.
Huruf e
Ruang-ruang struktural utama antara lain jalan primer kota, sungai, kawasan
eksplorasi minyak, bandara udara, pelabuhan, pasar.
Pasal 21
44
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Huruf b
Kawasan perdagangan adalah lokasi yang ditetapkan untuk transaksi langsung antara
pembeli dan pedagang, yang wadah fisiknya antara lain berupa pertokoan,
pasar atau pusat belanja.
Kawasan jasa adalah lokasi yang ditetapkan untuk menyelenggarakan berbagai
kegiatan pelayanan, yang wadah fisiknya berupa perkantoran.
Huruf c
Kawasan Permukiman yang dimaksud dalam Pasal ini termasuk fasilitas pendukung
perumahan berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum lingkungan perumahan.
Huruf i
Kawasan pemerintahan merupakan kawasan perkantoran pemerintahan tingkat
Propinsi dan Kota.
Kawasan pertahanan dan keamanan mencakup perkantoran dan instalasi milik TNI
AD, TNI AU, TNI AL, dan Kepolisian, beserta fasilitas penunjangnya.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Huruf a
Kawasan bahaya Geomorfologi sangat rentan terjadinya patahan-patahan/tanah
geser sehingga direkomendasikan untuk dimaksimalkan sebagai kawasan non
terbangun, seperti kawasan untuk penghijauan (kebun dan hutan).
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Huruf a
Kawasan Hijau (Green Belt) adalah kawasan hijau yang membatasi suatu
kawasan/area terhadap kawasan lainnya.
Pasal 32
Ayat (2)
45
Luasan Kawasan Hutan Lindung yang ditetapkan termasuk penambahan
seluas 685 Ha, dari yang semula 6.175 Ha. Kawasan yang potensial berfungsi
lindung berdasarkan bentuk kontur, ketinggian, jenis tanah, tegakan, vegetasi
dan kawasan bahaya geomorfologi namun di luar batas hutan lindung,
ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Kota.
Pasal 33
Ayat (2)
Dalam Kawasan Hutan Kota tercakup juga kawasan atau ruang terbuka hijau kota,
yakni ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan
dan atau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuhtumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman;
Pasal 34
Hutan mangrove yang dimaksud adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah
Nomor 4 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove di
Kota Tarakan, yaitu hutan yang terutama tumbuh pada tanah aluvial di daerah
pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut dan
dicirikan oleh jenis-jenis pohon (Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aeqieceres, Scypyphora dan
Nypa).
Fungsi hutan mangrove adalah sebagai : areal sumber daya genetika / plasma
nutfah; penahan gempuran ombak dan angin sehingga menahan garis tepi
pantai; pencegah proses intrusi air ; pencegah abrasi daerah pantai; kawasan
penyangga (buffer zone) antara daratan dan lautan; tempat wanawisata;
laboratorium alam dan obyek penelitian; serta habitat flora dan fauna.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Huruf a
Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi fungsi sungai
dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu dan merusak kondisi sungai
dan mengamankan aliran sungai.
Kriteria jalur sempadan sungai adalah: 46
a. sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar
kawasan perkotaan dan 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di
dalam kawasan perkotaan;
b. sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50 meter di
kanan kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan;
c. sekurang-kurangnya 10 meter dari tepi sungai untuk sungai yang
mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter;
d. sekurang-kurangnya 15 meter dari tepi sungai untuk sungai yang
mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter;
e. sekurang-kurangnya 30 meter dari tepi sungai untuk sungai yang
mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter.
Ketentuan garis sempadan sungai diatur lebih lanjut oleh Peraturan Daerah
yang berlaku.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Huruf e
Yang dimaksud Permukiman Swadaya adalah permukiman dimana rumah/bangunan
yang ada, dibangun sendiri-sendiri oleh warga yang tinggal di dalamnya
sedang fasilitas lingkungan seperti jalan, saluran dapat dibangun sendiri oleh
mereka ataupun oleh Pemerintah. 47
Koefisien Dasar Bangunan adalah angka besaran luas dasar (tapak bangunan dibagi
luas kapling tempat bangunan yang berdiri). Angka Koefisien Dasar Bangunan
dimaksudkan untuk tetap menyediakan perbandingan yang seimbang antara
terbangun dan tidak terbangun di suatu kawasan.
Koefisien Lantai Bangunan adalah angka besaran jumlah luas lantai bangunan
(berbagai tingkat lantai bila ada) dibagi luas kapling tempat bangunan yang
bersangkutan berdiri.
Sempadan bangunan merupakan pengaturan jarak antara bangunan dengan garis
sempadan (sempadan muka bangunan) dan jarak antarbangunan (sempadan
samping bangunan dan sempadan belakang bangunan).
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Permukiman real estate yang dikembangkan dalam kawasan wisata pantai lebih
bersifat sebagai rumah peristirahatan atau villa estate, yang merupakan
penunjang dari kawasan pariwisata atau resort.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas. 48
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Huruf b
Kegiatan olah yuda atau latihan perang memanfaatkan bagian luar (Buffer Zone)
kawasan hutan lindung.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Konsolidasi Tanah adalah suatu konsep penataan kawasan dimana di dalam
penataan tersebut pengadaan lahan untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial
berasal dari partisipasi warga.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Struktur jaringan jalan harus sesuai dengan struktur fungsi kegiatan agar terbentuk
sistem pergerakan yang efektif dan efisien. Struktur jaringan jalan didasarkan
pada peran primer dan sekunder jaringan jalan, serta fungsi arteri, kolektor dan
lokal jaringan jalan sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 1980 tentang
Jalan, dan PP No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan.
Peran jalan terdiri dari jalan primer dan jalan sekunder, sedangkan fungsi jalan terdiri
dari arteri, kolektor, dan lokal. Kombinasi peran dan fungsi jalan yang ada di
Kota Tarakan terdiri dari jalan arteri primer, kolektor primer, lokal primer, arteri
sekunder, kolektor sekunder, dan lokal sekunder. Definisi, ciri-ciri dan
ketentuan teknisnya telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan,
dan PP No. 26 Tahun 1985 tentang jalan. 49
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.50
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Perijinan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang terutama adalah ijin peruntukan
penggunaan tanah dan ijin mendirikan bangunan (IMB). Penerbitan ijin
tersebut didukung oleh rekomendasi yang diterbitkan oleh instansi terkait,
terutama rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab dibidang tata kota,
rekomendasi dari instansi pertanahan, rekomendasi dari komisi AMDAL,
rekomendasi manajemen lalulintas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran
rencana tata ruang mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 110
Ayat (1)
Jenis pelanggaran rencana tata ruang yang dilakukan masyarakat terdiri dari :
a. pelanggaran fungsi ruang, yaitu jenis penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan peruntukannya;
b. pelanggaran intensitas pemanfaatan ruang, yaitu luasan, KDB, KLB, KDH,
kepadatan penduduk, atau kepadatan bangunan yang tidak sesuai dengan
intensitas yang ditetapkan;
c. pelanggaran tata massa bangunan, yaitu ketinggian bangunan, dan GSB,
serta standar dan ketentuan teknis lainnya yang ditetapkan peraturan–
perundangan yang berlaku;
d. pelanggaran kelengkapan prasarana bangunan, yaitu parkir, pagar dan
ketentuan prasarana yang ditetapkan peraturan-perundangan yang
berlaku.
Pasal 111
Bentuk dasar penertiban bagi pelanggaran rencana tata ruang bagi
masyarakat terdiri dari :
a. peringatan dan/atau teguran, dapat dikenakan kepada kegiatan yang
sedang dilaksanakan tetapi melanggar/tidak sesuai dengan rencana tata
ruang dan/atau belum memiliki ijin yang diperlukan, melanggar ketentuan
dalam ijin yang
51
diberikan, atau lalai melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
ijin yang telah diberikan;
b. penghentian sementara kegiatan administratif, dapat dikenakan kepada
permohonan perijinan yang dalam jangka waktu tertentu belum melengkapi
kelengkapan syarat administratif yang ditetapkan;
c. penghentian sementara kegiatan pembangunan dan/atau pemanfaatan
ruang, dapat dikenakan kepada kegiatan pemafaatan ruang dan/atau
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dan tidak
mengindahkan peringatan dan/atau teguran yang diberikan oleh aparat
pemerintah kota;
d. pencabutan ijin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, dengan atau
tanpa penggantian yang layak, dapat dikenakan kepada setiap ijin
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan, baik yang telah ada sebelum maupun sesudah adanya
Rencana Tata Ruang yang ditetapkan; dan/atau bila pemegang ijin lalai
mengikuti ketentuan perijinan, dan atau membangun menyimpang dari
ketentuan yang ditetapkan dalam ijin yang diberikan;
e. pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi ruang, dapat dikenakan kepada
kegiatan yang menyebabkan peralihan fungsi ruang. Pemerintah Kota juga
mempunyai kewajiban memulihkan fungsi sesuai dengan alokasi dana
sebagaimana tercantum dalam program pembangunan;
f. pembongkaran, dapat dikenakan pada pemanfaatan ruang dan/atau
bangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan, termasuk bangunan liar yang tidak mungkin diberikan ijinnya.
Pembongkaran dilakukan setelah peringatan dan perintah pembongkaran
yang diberikan tidak ditaati;
g. pelengkapan/pemutihan perijinan, dapat dikenakan hanya pada kegiatan
dan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan tidak
menimbulkan dampak negatif tetapi belum mempunyai ijin;
h. pengenaan denda, dapat dikenakan pada:
- keterlambatan pengajuan permohonan perijinan, yaitu bagi kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang tetapi belum
memiliki ijin yang diperlukan;
- kegiatan pembangunan yang menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan sekitarnya.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas52
Daftar Lampiran I
Tabel 1 Pengembangan Wilayah Pengembangan Kota
Tabel 2 Luas Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya
Tabel 3 Rencana Pengembangan Kawasan Industri
Tabel 4 Rencana Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa
Tabel 5 Rencana Penyebaran Penduduk
Tabel 6 Angka Koefisien Dasar Bangunan (KLB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Tabel 7 Rencana Penyediaan Sarana Kota
Tabel 8 Indikasi Program Pembangunan
Daftar Lampiran II
Gambar 1 Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya
Gambar 2 Peta Rencana Sistem Jaringan Jalan
Gambar 3 Peta Rencana Penyediaan Air Bersih
Gambar 4 Peta Rencana Pengelolaan Air Limbah
Gambar 5 Peta Rencana Pengelolaan Persampahan
Download