PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN enimbang : a. bahwa seiring dengan perkembangan kota yang sangat pesat menuntut adanya penataan ruang kota sebagai usaha untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan kota yang aman, tertib, nyaman dan teratur serta sehat, memenuhi kebutuhan manusia hingga dapat memberikan pelayanan yang optimal dan efisien; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, antar bagian wilayah kota dan antar pelaku dalam pemanfaatan ruang di Kota Tarakan, maka Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 15 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan Tahun 2000 - 2010 sudah tidak sesuai dengan perkembangan saat ini sehingga perlu direvisi dan disesuaikan dengan visi dan misi Kota Tarakan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan. engingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3186); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 2 7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3711); 8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang ((Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 11. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3293); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 3 20. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4076); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); 25. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung; 26. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan; 27. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 1999 Nomor 11 Seri C-01) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 26 Tahun 2001 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2001 Nomor 26 Seri D-09); 28. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 21 Tahun 1999 tentang Hutan Kota (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 1999 Nomor 13 Seri C); 29. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 24 Tahun 2000 tentang Bangunan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2000 Nomor 23 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 22 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 24 Tahun 2000 tentang Bangunan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2002 Nomor 22 Seri E-16); 30. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 03 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2002 Nomor 03 Seri E-01); 31. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 04 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2002 Nomor 04 Seri E-02); 32. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 03 Tahun 2004 tentang Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tarakan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2004 Nomor 03 Seri D-01); 33. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 04 Tahun 2004 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Kota Tarakan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2004 Nomor 04 Seri D-02); 34. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 05 Tahun 2004 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kota Tarakan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2004 Nomor 05 Seri D-03); 35. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 06 Tahun 2004 tentang Pembentukan Organisasi Kecamatan dan Kelurahan Kota Tarakan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2004 Nomor 06 Seri D-04); 36. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 12 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan dan Hasil Hutan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2004 Nomor 12 Seri E-02); 4 37. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 13 Tahun 2004 tentang Pemberian Ijin Lokasi (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2004 Nomor 13 Seri E-03). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN DAN WALIKOTA TARAKAN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TARAKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batasbatas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 4. Kepala Daerah adalah Walikota Tarakan; 5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, yang selanjutnya disebut BAPPEDA adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tarakan; 6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara, termasuk di dalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya dan keadaan, sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan memelihara kelangsungan hidupnya; 7. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak, yang menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang; 8. Penataan Ruang adalah proses perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; 9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang; 10. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang selanjutnya disebut RTRW Nasional adalah rencana tata ruang dalam wilayah administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Negara; 11. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, yang selanjutnya disebut RTRW Provinsi adalah rencana dalam wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Timur yang merupakan penjabaran strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah provinsi; 5 12. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, yang selanjutnya disebut RTRW adalah rencana tata ruang yang berdasarkan potensi wilayah dengan memperhatikan RTRW Provinsi ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kota Tarakan; 13. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional; 14. Kawasan adalah suatu wilayah yang mempunyai fungsi dan atau aspek/pengamatan fungsional tertentu; 15. Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan yang diperuntukannya untuk usaha dan/atau kegiatan ladang dan/atau kebun bagi masyarakat; 16. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan; 17. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan; 18. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi; 19. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi; 20. Kawasan Permukiman adalah daerah tertentu yang didominasi lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan sarana prasarana daerah dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja guna mendukung penghidupan, perikehidupan sehingga fungsi kawasan dapat berdaya guna dan berhasil guna; 21. Wilayah Pengembangan Kota, yang selanjutnya disebut WPK adalah bagian wilayah dari kota yang merupakan wilayah yang terbentuk secara fungsional dan administratif dalam rangka pencapaian daya guna pelayanan kegiatan kota; 22. Sistem Pusat Kegiatan Kota adalah tata jenjang dan fungsi pelayanan pusat-pusat kegiatan kota yang meliputi pusat kota, pusat bagian wilayah kota, pusat sub bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan perumahan; 23. Rencana Pemanfaatan Ruang Kota adalah penetapan lokasi, besaran luas dan arahan pengembangan tiap jenis pemanfaatan ruang untuk mewadahi berbagai kegiatan kota baik dalam bentuk kawasan terbangun maupun kawasan/ruang terbuka hijau; 24. Kawasan Terbangun adalah ruang dalam kawasan permukiman perkotaan yang mempunyai ciri dominasi penggunaan lahan secara terbangun atau lingkungan binaan untuk mewadahi kegiatan perkotaan; 25. Kawasan atau Ruang Terbuka Hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan dan atau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuhtumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman; 26. Kawasan Industri adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama sebagai tempat pemusatan kegiatan industri beserta prasarana dan sarana pendukungnya; 27. Prasarana Kota adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan kawasan permukiman perkotaan dapat bergungsi sebagaimana mestinya yang meliputi jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah, jaringan listrik dan telekomunikasi; 6 28. Sarana Kota adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan yang berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, serta pemakaman umum; 29. Kawasan Khusus adalah kawasan fungsional yang secara khusus ditetapkan dan pengembangan atau penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam kurun waktu rencana; 30. Kawasan Bersejarah adalah daerah yang didalamnya terdapat beberapa peninggalan bersejarah,seperti kawasan peninggalan perang dunia ke II; 31. Kawasan Wisata adalah daerah yang memiliki beberapa potensi objek-objek wisata; 32. Pemanfaatan Ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan dalam RTRW; 33. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan dan penertiban agar pemanfaatan ruang sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan. Pengawasan dimaksud untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi raung yang ditetapkan dalam rencana yang diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang. Penertiban pemanfaatan ruang adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud; 34. Lingkungan adalah suatu satuan ruang yang menggambarkan kesatuan sistem kehidupan baik aspek sosial, budaya, ekonomi maupun pemerintahan; 35. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; 36. Daerah Aliran Sungai, yang selanjutnya disebut DAS atau disebut juga dengan Daerah Pengaliran Sungai, yang selanjutnya disebut DPS adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air ke anak sungai dan sungai utama yang bermuara ke danau atau laut; 37. Garis Sempadan Sungai adalah garis batas kawasan sepanjang kirikanan sungai termasuk sungai buatan atau kanal atau saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai; 38. Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan pemusnahan dengan jalan mengawetkan/pelestarian; 39. Revitalisasi Kawasan adalah upaya menghidupkan atau menggiatkan kembali suatu kawasan fungsional kota; 40. Konservasi dan Revitalisasi Alam adalah upaya untuk pelestarian, perlindungan maupun pengelolaan terhadap suatu kawasan dengan memperhatikan kondisi ekologis dan aspek-aspek lainnya sehingga kawasan tersebut dapat dipertahankan seperti keadaan aslinya. BAB II NORMA PERENCANAAN TATA RUANG Bagian Pertama Asas Pasal 2 Rencana Tata Ruang Kota Tarakan disusun berdasarkan atas asas : a. Pemanfaatan ruang untuk semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan; 7 b. Persamaan, keadilan dan perlindungan hukum; c. Keterbukaan, akuntabilitas dan peran serta masyarakat. Bagian Kedua Visi, Misi dan Tujuan Pasal 3 Pembangunan Kota Tarakan diarahkan dengan visi terwujudnya Tarakan sebagai Kota pusat pelayanan, perdagangan dan jasa yang berbudaya, sehat, adil, sejahtera dan berkelanjutan. Pasal 4 Untuk mewujudkan visi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka misi yang ditempuh adalah : a. Menumbuhkembangkan pelayanan umum yang handal sebagai pusat rujukan wilayah sekitarnya; b. Meningkatkan aktifitas jasa perdagangan nasional dan internasional; c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan; d. Melaksanakan pembangunan kota pulau yang sehat dan berkelanjutan; e. Mengembangkan pola hidup dan sikap masyarakat Kota Tarakan yang berbudaya. Pasal 5 Tujuan pembangunan Kota Tarakan adalah: a. Meningkatkan kapasitas dan jangkauan pelayanan transit dan perdagangan dalam lingkup wilayah; b. Menyiapkan ruang kota bagi pertambahan penduduk dan perluasan fungsi kota dan kurun waktu 10 (sepuluh) tahun mendatang; c. Meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian dan pelayanan di berbagai bagian wilayah kota secara merata; d. Mendorong pertumbuhan kegiatan perekonomian di luar sektor pertambangan dengan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan; e. Meningkatkan kenyamanan, kesehatan, keselamatan, serta kelestarian lingkungan; f. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat kota. Bagian Ketiga Fungsi dan Kedudukan Pasal 6 RTRW Kota Tarakan yang ditetapkan diharapkan dapat berfungsi sebagai pedoman untuk : a. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kota Tarakan; b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah; c. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat di wilayah Kota Tarakan; d. Penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah Kota Tarakan (Rencana Detail Tata Ruang Kawasan dan Rencana Teknik Ruang Kawasan); 8 e. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan; f. Dasar dalam mengeluarkan perjinan lokasi pembangunan. Pasal 7 (1) RTRW Kota Tarakan merupakan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kota Tarakan yang selaras dengan RTRW Nasional dan RTRW Propinsi Kalimantan Timur; (2) RTRW mewadahi kepentingan strategis Nasional dan Propinsi setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah; (3) RTRW merupakan matra ruang dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Tarakan. BAB III WILAYAH, MATERI DAN JANGKA WAKTU RENCANA Pasal 8 Wilayah perencanaan yang tercakup dalam RTRW Kota Tarakan meliputi wilayah daratan seluas 25.080 Ha (dua puluh lima ribu delapan puluh hektar) dari wilayah administrasi kota seluas 65.733 Ha (enam puluh lima ribu tujuh ratus tiga puluh tiga hektar), yang meliputi Kecamatan Tarakan Utara, Kecamatan Tarakan Tengah, Kecamatan Tarakan Barat dan Kecamatan Tarakan Timur. Pasal 9 Materi RTRW Kota Tarakan meliputi: a. Kebijakan Penataan Ruang Kota; b. Rencana Struktur Tata Ruang Kota; c. Rencana Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota; d. Rencana Pengembangan Sarana dan Prasarana Kota; e. Indikasi Program Pembangunan Kota; f. Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Pasal 10 Jangka waktu RTRW adalah sampai dengan Tahun 2013 atau sampai tersusunnya RTRW yang baru sebagai hasil evaluasi dan/atau revisi. BAB IV KEBIJAKAN PENATAAN RUANG KOTA Bagian Pertama Konservasi dan Revitalisasi Alam Pasal 11 Kebijakan konservasi dan revitalisasi alam meliputi : a. Mengkonservasi dan memproteksi kawasan hutan lindung, hutan kota dan hutan mangrove; b. Menambah kawasan konservasi alam; 9 c. Merehabilitasi, mereboisasi, dan mencegah kerusakan kawasan hutan; d. Memanfaatkan sebagian kawasan hutan untuk wisata ekologi dan wisata alam (ecotourism). Bagian Kedua Konservasi dan Revitalisasi Kawasan Bersejarah Pasal 12 Kebijakan konservasi dan revitalisasi kawasan/bangunan bersejarah meliputi : a. Mengkonservasi dan merevitalisasi kawasan bersejarah; b. Mengembangkan pariwisata budaya dan lingkungan hidup; c. Mengembangkan dan promosi produk-produk wisata minat khusus; d. Meningkatkan peran masyarakat dan swasta sebagai pelaku utama wisata; e. Meningkatkan pemasaran wisata. Bagian Ketiga Pengembangan Kawasan Wisata Pasal 13 Kebijakan pengembangan kawasan wisata meliputi : a. Mengembangkan pariwisata budaya dan lingkungan hidup; b. Mengembangkan dan mempromosikan produk-produk wisata minat khusus; c. Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta sebagai pelaku utama wisata; d. Meningkatkan pemasaran wisata. Bagian Keempat Pengembangan Kawasan Permukiman Pasal 14 Kebijakan pengembangan kawasan pemukiman meliputi : a. Membangun permukiman Kota Tarakan yang sehat, nyaman dan layak huni; b. Membatasi perkembangan permukiman yang kurang serasi dengan konservasi lingkungan; c. Menata permukiman kumuh; d. Mengembangkan rumah susun dan rumah vertikal pada kawasankawasan yang berkepadatan tinggi; e. Mengembangkan kawasan permukiman baru dengan sarana dan prasarana lengkap. Bagian Kelima Pengembangan Ekonomi Kota Tarakan Pasal 15 Kebijakan pengembangan ekonomi Kota Tarakan meliputi : a. Memperkuat sektor industri pengolahan kayu, udang dan ikan sebagai basis pengembangan ekonomi wilayah; b. Membatasi eksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui; 10 c. Mengembangkan industri rumah tangga yang menunjang struktur ekonomi; d. Meningkatkan produksi dan pemasarannya; e. Meningkatkan kapasitas produksi dengan sistem buka tutup; f. Menyediakan pusat kawasan peternakan rakyat untuk meningkatkan kinerja lingkungan; g. Memperbaiki dan memperlancar transportasi dan pengiriman; h. Meningkatkan nilai perdagangan ekspor dan impor; i. Meningkatkan volume perdagangan dengan wilayah belakang (hinterland); j. Mengembangkan dunia usaha di Kota Tarakan; k. Mengembangkan pasar baru dan penataan/rehabilitasi pasar-pasar yang ada. Bagian Keenam Pengembangan Kawasan Khusus Pasal 16 Kebijakan pengembangan kawasan khusus, meliputi : a. Mengembangkan kawasan pertahanan dan keamanan di Tarakan sebagai pertahanan nasional dan kota; b. Mengembangkan dan meningkatkan fasilitas untuk setiap jenjang pendidikan; c. Mengembangkan Kota Baru (New Town) untuk mendistribusikan kegiatan di Kota Tarakan; d. Mengembangkan Kawasan Pemerintahan; e. Mengembangkan Kawasan Pantai Amal Tarakan Timur. Bagian Ketujuh Pengembangan Sistem Transportasi Pasal 17 Kebijakan pengembangan sistem transportasi, meliputi : a. Menangani sistem transportasi di pusat kota; b. Meningkatkan pemerataan aksebilitas pada seluruh wilayah; c. Meningkatkan kualitas, prasarana dan jangkauan pelayanan sistem angkutan umum sebagai moda (jenis angkutan) alternatif bagi masyarakat; d. Meningkatkan disiplin lalu lintas bagi pengguna jalan baik pribadi maupun umum; e. Meningkatkan pelayanan dan sistem angkutan kota dengan mengintegrasikan sistem perpindahan antar moda darat, laut dan udara; f. Menciptakan perairan pantai yang tertib; g. Meningkatkan pelayanan sistem transportasi laut skala regional, nasional dan internasional; h. Meningkatkan pelayanan sistem transportasi udara skala domestik dan internasional; i. Meningkatkan Bandar Udara Juwata sebagai fasilitas pertahanan dan keamanan udara wilayah Kalimantan Timur bagian Utara. Bagian Kedelapan Pengembangan Sistem Prasarana Perkotaan Pasal 18 11 (1) Kebijakan pengembangan sistem drainase perkotaan, meliputi : a. Mengembangkan DAS dan rawa-rawa sebagai daerah tangkapan air hujan; b. Meningkatkan kondisi hutan lindung sebagai kawasan resapan air; c. Pengendalian terhadap bahaya banjir; d. Pengaturan sistem drainase di perumahan dan permukiman. (2) Kebijakan pengembangan sistem air bersih, meliputi : a. Melindungi sumber air baku secara kuantitas, kualitas dan kontinuitas; b. Meningkatkan sistem pelayanan air bersih; c. Memperkecil angka/nilai kebocoran yang relatif masih besar (kebocoran pipa jaringan distribusi). (3) Kebijakan pengembangan Sistem Air Limbah, meliputi : a. Penanganan air limbah domestik Kota Tarakan melalui pengelolaan air limbah secara terpadu; b. Penanganan air limbah non domestik melalui sistem pengelolaan limbah non domestik yang tidak mencemari lingkungan. (4) Kebijakan pengembangan Sistem Pengelola Persampahan, meliputi : a. Penanganan persampahan Terpadu; b. Sistem pembuangan akhir sampah yang tidak mencemari lingkungan. Bagian Kesembilan Pengembangan Sistem Pelayanan Kegiatan Kota Pasal 19 Kebijakan pengembangan sistem pelayanan kegiatan kota meliputi : a. Memadukan sistem kota lama dengan yang baru; b. Mengembangkan Kota Tarakan ke bagian utara dan selatan; c. Mengembangkan Kota Tarakan ke bagian barat dan timur Pulau Tarakan; d. Meningkatkan aksesibilitas Kota dari arah laut maupun udara; e. Mengembangkan sistem loop untuk merangkai seluruh wilayah Daerah; f. Mengembangkan dan peningkatan jalan poros; g. Menciptakan pusat-pusat pelayanan kota yang hierarkis; h. Menciptakan unit-unit pengembangan spasial baru. Bagian Kesepuluh Pengembangan Struktur Tata Ruang Kota Pasal 20 Kebijakan pengembangan struktur tata ruang kota, meliputi : a. Menciptakan kerangka kota baru yang merangkai seluruh wilayah Kota Tarakan; b. Merevitalisasi kerangka kota yang ada; c. Memanfaatkan alur sungai sebagai unsur kerangka kota; d. Mengendalikan pemanfaatan lahan pada area patahan; e. Meningkatkan fungsi dan peran unsur pembentuk struktur tata ruang kota; f. Mengembangkan unsur pembentuk struktur tata ruang kota yang baru; g. Mengendalikan dan membatasi ruang-ruang struktural yang tidak sesuai. 12 Bagian Kesebelas Kependudukan Pasal 21 (1) Kebijakan penyediaan ruang yang optimal dalam kaitannya dengan pengembangan kependudukan dijabarkan dalam strategi : a. Menentukan ruang-ruang yang sesuai dengan kultur/budaya masyarakat setempat; b. Menentukan ruang-ruang yang sesuai dengan kondisi fisik lahan dan kelayakan lahan; c. Menentukan ruang-ruang yang sesuai dengan potensi untuk dikembangkan; d. Menentukan ruang-ruang yang mempunyai aksesbilitas yang baik terhadap struktur tata ruang kota; (2) Kebijakan konservasi dan revitalisasi warisan budaya terbangun dijabarkan dalam strategi : a. Penataan dan pengaturan ruang untuk kawasan permukiman; b. Penetapan akan fungsi dari masing-masing kawasan; (3) Memberikan kesempatan pendidikan penduduk baik pendidikan formal maupun non formal; (4) Penyediaan dan peningkatan fasilitas kesehatan. BAB V RENCANA STRUKTUR TATA RUANG KOTA Bagian Pertama Umum Pasal 22 Rencana struktur tata ruang wilayah meliputi pembagian wilayah, rencana pengembangan sistem pusat pelayanan, rencana struktur kegiatan fungsional, dan rencana struktur jaringan transportasi. Bagian Kedua Pembagian Wilayah Pasal 23 (1) Pengembangan wilayah Kota secara fungsional dibagi dalam 5 (lima) WPK : a. WPK I yang merupakan Kawasan Kota Lama meliputi Kelurahan Karang Anyar Pantai, Kelurahan Karang Anyar, Kelurahan Karang Rejo, Kelurahan Karang Balik, Kelurahan Selumit Pantai, Kelurahan Selumit, Kelurahan Sebengkok, Kelurahan Lingkas Ujung, Kelurahan Gunung 13 Lingkas, sebagian wilayah Kelurahan Pamusian, dan Kelurahan Mamburungan; b. WPK II yang merupakan Kawasan Wisata dan Pendidikan meliputi sebagian wilayah Kelurahan Kampung Enam, sebagian wilayah Kelurahan Kampung Empat dan Kelurahan Mamburungan Timur; c. WPK III yang merupakan Kawasan Campuran (Mix Use) meliputi sebagian wilayah Kelurahan Kampung Satu Skip dan sebagian wilayah Kelurahan Juata Laut; d. WPK IV yang merupakan Kota Baru (New Town) dan Industri meliputi Kelurahan Juata Permai, Kelurahan Karang Harapan, sebagian wilayah Kelurahan Juata Laut dan sebagian wilayah Kelurahan Juata Kerikil; e. WPK V yang merupakan Kawasan Preservasi dan Konservasi meliputi sebagian wilayah Kelurahan Juata Laut, sebagian wilayah Kelurahan Kampung Satu Skip, sebagian wilayah Kelurahan Pamusian, sebagian wilayah Kelurahan Kampung Enam, dan sebagian wilayah Kelurahan Kampung Empat. (2) Tabel Pembagian WPK secara fungsional di Kota Tarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Tabel 1 Lampiran I. Bagian Ketiga Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan Pasal 24 (1) Rencana pusat-pusat pelayanan kegiatan kota dengan fungsi dan tingkat pelayanan yang hierarkis dan terkait dengan sistem jaringan jalan, yaitu pusat kota dan sub pusat kota; (2) Pusat kota diarahkan di 2 (dua) lokasi, yaitu : a. Pusat Kota Lama Tarakan, meliputi sebagian dari wilayah kecamatan Tarakan Barat, Tengah dan Timur; b. Pusat Kota Baru merupakan Pusat Pemerintahan di Kecamatan Tarakan Utara; (3) Sub Pusat Kota diarahkan di 5 (lima) lokasi, yaitu : a. Sub pusat kota di bagian Utara sebagai Kawasan Campuran (Mix Use Area) Industri dan permukiman Juata Laut; b. Sub Pusat Kota di wilayah Kota Baru sebagai kawasan campuran (Mix Use Area) Komersial dan permukiman di Juata Laut; c. Sub Pusat Kota di area pengembangan merupakan kawasan campuran (Mix Use Area) Komersial dan permukiman di Tanjung Simaya; d. Sub Pusat Kota di bagian Timur sebagai kawasan campuran (Mix Use Area) Komersial wisata di sekitar Pantai Amal; e. Sub Pusat Kota di bagian Selatan sebagai kawasan Industri di sekitar Mamburungan; Bagian Keempat Rencana Struktur Kegiatan Fungsional Kota Pasal 25 Rencana struktur kegiatan fungsional yang akan dikembangkan di Kota Tarakan meliputi : a. Kawasan Industri 14 b. Kawasan Perdagangan dan Jasa c. Kawasan Permukiman; d. Kawasan Pertambangan; e. Kawasan Pariwisata; f. Kawasan Pertanian; g. Kawasan Peternakan; h. Kawasan Perikanan; i. Kawasan Khusus, yang meliputi Kawasan Pertahanan dan Keamanan, Kawasan Pendidikan, Kawasan Olahraga, Kawasan Pemerintahan, dan Kawasan Kota Baru. Bagian Kelima Rencana Struktur Jaringan Transportasi Pasal 26 (1) Rencana pergerakan menggunakan sistem loop yang berupa jalan lingkar sebagai jaringan jalan yang merangkai seluruh wilayah Pulau Tarakan, yaitu : a. Jalan lingkar luar Utara, menghubungkan wilayah di Kecamatan Tarakan Utara, Tengah dan Timur; b. Jalan lingkar luar Tengah, menghubungkan wilayah di Kecamatan Tarakan Tengah dan Kecamatan Tarakan Timur; c. Jalan lingkar dalam menghubungkan wilayah di Kecamatan Tarakan Utara, Barat, Tengah dan Kecamatan Tarakan Timur; (2) Rencana Jalan Poros yang merupakan jaringan jalan yang merangkai wilayah Utara dengan wilayah Selatan serta dari wilayah Barat dengan wilayah Timur, yaitu : a. Jalan Poros Utara ke Selatan menggunakan ruas jalan meliputi: Jalan Yos Sudarso, Jalan Mulawarman, Jalan Aki Balak dan Jalan Pangeran Aji Iskandar; b. Jalan Poros Barat ke Timur menggunakan ruas jalan meliputi: Jalan Gajah Mada, Jalan Sudirman, Jalan Sumatra, Jalan Pulau Sadau, Jalan Patimura, Jalan Pulau Ligitan, Jalan Sungai Sesayap, Jalan Sungai Kapuas, Jalan Sungai Kayan; (3) Rencana Pintu-pintu Gerbang Kota yang terintergrasi dengan sistem Transportasi meliputi: a. Pelabuhan di Tanjung Juata di Juata Laut, Kecamatan Tarakan Utara; b. Pelabuhan di Tanjung Simaya di Juata Laut, Kecamatan Tarakan Utara; c. Pelabuhan di Tanjung Selayung di Juata Laut, Kecamatan Tarakan Utara; d. Pelabuhan di Pantai Amal, Kecamatan Tarakan Timur; e. Pelabuhan di Tanjung Pasir, Kecamatan Tarakan Timur; f. Pelabuhan di Pantai Barat dengan Jalan Akibabu, Kecamatan Tarakan Barat; g. Pelabuhan di Pantai Barat kawasan pemerintahan Kecamatan Tarakan Utara. 15 BAB VI RENCANA PEMANFAATAN RUANG KOTA Bagian Pertama Umum Pasal 27 (1) Rencana pemanfaatan ruang kota meliputi rencana pemanfaatan ruang kawasan lindung dan rencana pemanfaatan ruang kawasan budidaya; (2) Kawasan lindung meliputi kawasan hutan lindung dan hutan kota, kawasan hutan mangrove, kawasan bersejarah dan kawasan perlindungan setempat; (3) Kawasan budidaya meliputi kawasan industri, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan pariwisata, kawasan permukiman, kawasan pertambangan, kawasan pertanian, kawasan peternakan, kawasan perikanan dan kawasan khusus (kawasan pertahanan dan keamanan, kawasan pendidikan, kawasan olahraga, kawasan pemerintahan, kawasan kota baru). Bagian Kedua Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung Paragraf 1 Umum Pasal 28 Rencana pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung meliputi penetapan lokasi, luasan dan arahan pengembangan bagi kawasan hutan lindung, kawasan hutan kota, kawasan hutan mangrove, kawasan bersejarah, dan kawasan perlindungan setempat. Pasal 29 Rencana pemanfaatan ruang untuk hutan lindung dan hutan kota meliputi : a. Kawasan hutan lindung termasuk rencana penambahan kawasan hutan lindung yang diperbaharui batasnya berdasarkan bentuk kontur, ketinggian, jenis tanah, tegakan, vegetasi dan kawasan bahaya geomorfologi dan potensi hutan lindung; b. Kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai hutan kota dan kawasan atau ruang terbuka hijau yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman. Pasal 30 Hutan lindung dan hutan kota di seluruh wilayah Kota harus dijaga keutuhan dan keberadaannya untuk dikembangkan sebagai : a. Kawasan daerah tangkapan air hujan sebagai sumber penyediaan air bersih Kota Tarakan; b. Pengikat material tanah di Kota Tarakan yang mudah lepas terutama pada lahan-lahan kritis. 16 Pasal 31 Pengembangan lokasi hutan lindung dan hutan kota meliputi wilayah : a. Kawasan Hijau (Green Belt) di kawasan Kota Baru di Juata Laut; b. Kawasan Hijau (Green Belt) di kawasan lapangan tembak; c. Hutan Kota di kawasan patahan yang memanjang di Tanjung Selayung; d. Hutan Kota di Kelurahan Karang Harapan, Kelurahan Karang Anyar Pantai, Kelurahan Sebengkok, Kelurahan Mamburungan dan Kelurahan Kampung Enam. Paragraf 2 Kawasan Hutan Lindung Pasal 32 (1) Hutan Lindung Kota Tarakan diarahkan pengembangannya dengan batas baru yang disesuaikan dengan kondisi kontur, ketinggian, jenis tumbuhan/tanaman (vegetasi) dan kawasan bahaya geomorfologi yang membentang dari Utara ke Selatan Kota Tarakan; (2) Alokasi ruang untuk Hutan Lindung mencakup ± 6.860 Ha (enam ribu delapan ratus enam puluh hektar), yang berlokasi di 3 (tiga) kecamatan, yaitu Kecamatan Tarakan Tengah, Kecamatan Tarakan Timur dan Kecamatan Tarakan Utara; (3) Alokasi ruang untuk hutan lindung di Kecamatan Tarakan Tengah berlokasi di Kelurahan Kampung Satu Skip dan Kelurahan Pamusian; (4) Alokasi ruang untuk hutan lindung di Kecamatan Tarakan Timur berlokasi di Kelurahan Kampung Enam, Kelurahan Kampung Empat dan Kelurahan Mamburungan; (5) Alokasi ruang untuk hutan lindung di Kecamatan Tarakan Utara, berlokasi di Kelurahan Juata Laut, Kelurahan Juata Kerikil dan Kelurahan Juata Permai. Paragraf 3 Kawasan Hutan Kota Pasal 33 (1) Kawasan Hutan Kota yang telah ditetapkan sebelumnya dan rencana Hutan Kota baru yang direkomendasikan berdasarkan kondisi bahaya geomorfoligikal, Kawasan Hijau (Greenbelt), Kota Baru, Lapangan Tembak atau suatu kawasan wisata khusus, meliputi : a. Kawasan Hijau (Greenbelt) di kawasan Kota Baru dan kawasan Lapangan Tembak; b. Hutan Kota di kawasan Patahan yang memanjang di Tanjung Selayung; (2) Kawasan Hutan Kota dikembangkan di 4 (empat) Kecamatan dengan luas 2.797 Ha (dua ribu tujuh ratus sembilan puluh tujuh hektar), yang meliputi : 17 a. Kecamatan Tarakan Utara, yaitu Kelurahan Juata Laut, Kelurahan Juata Kerikil dan Kelurahan Juata Permai dengan luas lahan ± 1049 Ha (Seribu empat puluh sembilan hektar); b. Kecamatan Tarakan Timur, yaitu Kelurahan Kampung Enam, Kelurahan Kampung Empat dan Kelurahan Mamburungan dengan luas lahan ± 844 Ha (delapan ratus empat puluh empat hektar); c. Kecamatan Tarakan Tengah, yaitu Kelurahan Kampung Satu Skip, Kelurahan Pamusian dan Kelurahan Gunung Lingkas dengan luas lahan ± 650 Ha (enam ratus lima puluh hektar); d. Kecamatan Tarakan Barat, yaitu Kelurahan Karang Balik dan Kelurahan Karang Harapan dengan luas lahan ± 254 Ha (Dua ratus lima puluh empat hektar). Paragraf 4 Kawasan Hutan Mangrove Pasal 34 (1) Hutan Mangrove merupakan ekosistem tanaman pesisir pantai yang sangat berperan penting menjaga kawasan pantai dari abrasi dan intrusi air laut ke daratan serta bermanfaat juga bagi ekosistem fauna yang tinggal dan hidup di bawahnya; (2) Keberadaan Hutan Mangrove di Kota Tarakan saat ini sudah semakin berkurang, sehingga perlu adanya konservasi dan revitalisasi kawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan; (3) Kawasan mangrove yang ada di pesisir pantai Kota Tarakan dipertahankan untuk mencegah abrasi kawasan pantai dan intrusi air laut. Pasal 35 Rencana Pengembangan Kawasan Hutan Mangrove meliputi : a. Penunjukan kawasan hutan mangrove di Juata Laut, Pantai Amal dan Pamusian menjadi kawasan hutan konservasi (Green Belt) minimal selebar ± 130 m (seratus tiga puluh meter) dari garis pantai sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. Pemberian legitimasi kawasan hutan mangrove sebagai areal yang dilindungi; c. Pelaksanaan kegiatan penghijauan pada lokasi yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan konservasi; d. Pengembangan potensi ekowisata; e. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung kawasan wisata alam (ecotourism) dengan memanfaatkan sarana milik masyarakat. Pasal 36 (1) Hutan Mangrove yang diarahkan pengembangannya untuk kegiatan Konservasi, Ekowisata maupun sebagai penyangga/penahan (buffer) Ekosistem pantai, antara lain: a. Hutan Mangrove yang membentang dari Juata Laut sampai kawasan Industri; b. Hutan Mangrove Juata Laut, Pantai Amal dan Hutan Mangrove Tengkayu; (2) Kawasan Hutan Mangrove terbagi dalam 4 (empat) Kecamatan dengan luas ± 766 Ha (tujuh ratus enam puluh enam hektar), meliputi : 18 a. Kecamatan Tarakan Utara, yaitu Kelurahan Juata Laut dengan luas lahan ± 363 Ha (tiga ratus enam puluh tiga hektar); b. Kecamatan Tarakan Tengah, yaitu Kelurahan Kampung Satu Skip, Kelurahan Selumit Pantai, dengan luas lahan ± 89 Ha (delapan puluh sembilan hektar); c. Kecamatan Tarakan Timur, yaitu Kelurahan Pantai Amal dan Kelurahan Mamburungan, Kelurahan Lingkas Ujung dengan luas lahan ± 203 Ha (dua ratus tiga hektar); d. Kecamatan Tarakan Barat, yaitu di Kelurahan Karang Rejo dan Karang Anyar Pantai dengan luas lahan ± 110 Ha (seratus sepuluh hektar). Paragraf 5 Kawasan Bersejarah dan Permukiman Tradisional Pasal 37 (1) Keberadaan kawasan bersejarah ditetapkan berdasarkan potensi historis pada masa Perang Dunia II dan terkait dengan sejarah pemerintahan Kota; (2) Rencana pemanfaatan ruang kawasan bersejarah mencakup kawasan tempat berlokasinya peninggalan benda-benda bersejarah Perang Dunia II dengan luas lahan ± 326,205 Ha (tiga ratus dua puluh enam koma dua ratus lima hektar). Pasal 38 Lokasi kawasan Permukiman Tradisional meliputi permukiman di Karungan dan permukiman di Kelurahan Mamburungan, Kelurahan Selumit dan Kelurahan Juata Laut. Pasal 39 Lokasi kawasan bersejarah dan atau objek bersejarah, antara lain meliputi : a. Bunker Belanda dan Jepang di kawasan Peningki Lama, Juata Laut dan Karang Balik; b. Tugu Australia di Kelurahan Kampung Satu Skip; c. Makam Jepang di Markoni; d. Kawasan Pengeboran Minyak di Kelurahan Pamusian dan Kelurahan Kampung Satu Skip; e. Rumah Bundar di Kelurahan Pamusian. Paragraf 6 Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 40 Rencana pemanfaatan ruang untuk kawasan perlindungan setempat meliputi rencana penanganan sistem tata air dan sistem DAS, rencana penanganan kawasan hilir sungai, dan rencana penanganan kawasan pesisir pantai serta kawasan bantaran rawa sungai. Pasal 41 Rencana penanganan bantaran sungai di kawasan hulu sungai berupa : 19 a. Penetapan Garis Sempadan Sungai sesuai dengan kondisi alur sungai; b. Penghijauan pada lahan kritis; c. Pembangunan bangunan penangkap sedimentasi (Check Dam); d. Penanganan pengendalian dan pengelolaan DAS; Pasal 42 Rencana penanganan bantaran sungai di kawasan hilir sungai, meliputi: a. Penetapan Garis Sempadan Sungai sesuai dengan kondisi normalisasi sungai; b. Penghijauan pada daerah sekitar tanggul sungai yang dibatasi jalan inspeksi; c. Pembangunan bangunan penangkap sedimentasi (Check Dam) guna menghambat pendangkalan pada outlet sungai; d. Penanganan pengendalian dan pengelolaan DAS; Pasal 43 Rencana penanganan kawasan pesisir pantai dan bantaran kawasan rawa sungai, meliputi: a. Penetapan Garis Sempadan Pantai sesuai dengan peraturan yang berlaku; b. Normalisasi drainase di pesisir pantai dan membuat bangunan penahan abrasi di tepi pantai; Bagian Ketiga Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Pasal 44 (1) Rencana pemanfaatan ruang kawasan budidaya di Kota Tarakan mencakup penetapan lokasi, luasan dan arahan pengembangan bagi kawasan-kawasan yang meliputi Kawasan Industri, Kawasan Perdagangan dan Jasa, Kawasan Permukiman, Kawasan Pertambangan, Kawasan Pariwisata, Kawasan Pertanian, Kawasan Peternakan, Kawasan Perikanan, Kawasan Khusus serta Sarana dan Prasarana Kota, dengan total luas lahan ± 14.368 Ha (Empat belas ribu tiga ratus enam puluh delapan hektar); (2) Peta rencana pemanfaatan ruang kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Gambar 1 Lampiran II; (3) Tabel luasan rencana pemanfaatan ruang kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tercantum pada Tabel 2 Lampiran I. Paragraf 1 Kawasan Industri Pasal 45 Pengembangan kawasan industri Kota Tarakan terbagi dalam 4 (empat) jenis kawasan, yaitu kawasan industri besar, kawasan industri menengah, kawasan industri kecil dan industri migas. 20 Pasal 46 Kawasan industri besar dengan luas total luas lahan sebesar ± 920 Ha (sembilan ratus dua puluh hektar) merupakan pengembangan kawasan industri yang telah ada yang menyebar di beberapa tempat yang strategis, seperti : a. Industri pengolahan kayu di Kelurahan Juata Permai dan Kelurahan Kampung Empat; b. Industri peternakan di Kelurahan Juata Permai; c. Industri pengolahan udang di Tanjung Selayung; d. Industri pengolahan udang di Kelurahan Juata Laut; e. Industri pembibitan udang di Kelurahan Pantai Amal; f. Industri pengolahan udang di Kelurahan Mamburungan (Tanjung Pasir). Pasal 47 Kawasan industri menengah dengan luas total luas lahan sebesar ± 873 Ha (delapan ratus tujuh puluh tiga hektar) merupakan pengembangan kawasan industri yang khusus dimanfaatkan untuk usaha menengah yang dapat menyerap tenaga kerja dan diprediksi akan bertahan lama serta memiliki tempat-tempat strategis dan mempunyai akses baik dari laut, udara dan darat sehingga memudahkan para investor, diantaranya : a. Kelurahan Karang Harapan; dan b. Kelurahan Juata Laut (Tanjung Simaya); Pasal 48 Kawasan industri kecil dengan luas lahan sebesar ± 141 Ha (seratus empat puluh satu hektar) adalah industri yang dapat mendukung aktivitas dari industri besar misalnya industri pengembangan udang, industri balok es, industri kerajinan kayu dan kawasan ini tersebar di beberapa lokasi, yaitu : a. Kelurahan Juata Permai; b. Kelurahan Juata Laut; c. Kelurahan Mamburungan; dan d. Daerah Tanjung Selayung. Pasal 49 Pengembangan kawasan industri migas diarahkan tersebar di beberapa lokasi : a. Tarakan Utara di Kelurahan Juata Laut dan Kelurahan Juata Kerikil; b. Tarakan Barat di Kelurahan Karang Harapan dan Kelurahan Karang Anyar; c. Tarakan Timur di Kelurahan Kampung Empat, Kelurahan Kampung Enam dan Kelurahan Mamburungan (Karungan); d. Tarakan Tengah di Kelurahan Pamusian dan Kelurahan Kampung Satu Skip; e. dan lokasi lain yang berpotensi (lepas pantai) sepanjang tidak mengganggu kepentingan. Pasal 50 Rencana pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 tercantum pada Tabel 3 Lampiran I. 21 Paragraf 2 Kawasan Perdagangan dan Jasa Pasal 51 (1) Kawasan Perdagangan dan Jasa (komersial) dengan pemanfaatan ruang sebesar ± 910 Ha (sembilan ratus sepuluh hektar), meliputi kawasan komersial sub pusat kota, kawasan pergudangan, dan kawasan pasar; (2) Rencana kawasan komersial sub pusat terletak di tiap sub pusat kota sebagai kawasan yang melayani masyarakat di tiap sub pusat; (3) Rencana Kawasan Pergudangan ini terletak di tiap daerah kawasan industri sebagai kawasan pendukung aktivitas kawasan ini tersebar di beberapa tempat, yaitu di daerah Kelurahan Juata Permai, Kelurahan Juata Laut, Kelurahan Mamburungan (Tanjung Pasir), Kelurahan Lingkas Ujung, Kelurahan Gunung Lingkas dan di daerah Tanjung Selayung; (4) Rencana kawasan pasar terletak di tiap sub pusat kota, yaitu : a. Tarakan Utara di Kelurahan Juata Permai, Juata Laut dan daerah Tanjung Juata dengan skala pelayanan lokal dan kota di Juata Kerikil; b. Tarakan Utara di Kelurahan Juata Laut berdekatan dengan rencana kawasan permukiman berkebun dengan skala pelayanan lokal dan kota; c. Tarakan Tengah di Kelurahan Pamusian skala pelayanan lokal dan kota; d. Tarakan Tengah di daerah Kelurahan Sebengkok dengan skala pelayanan lokal, kota dan regional; e. Tarakan Timur di Kelurahan Kampung Enam berdekatan dengan rencana kawasan permukiman swadaya dengan skala pelayanan lokal dan kota; f. Tarakan Timur di Kelurahan Kampung Enam berdekatan dengan rencana real estate dengan skala pelayanan lokal dan kota; g. Tarakan Timur di Kelurahan Kampung Empat berdekatan dengan permukiman swadaya dengan skala pelayanan lokal dan kota; h. Tarakan Timur di Kelurahan Lingkas Ujung dengan skala pelayanan lokal, kota dan regional; i. Tarakan Timur di Kelurahan Mamburungan dengan skala pelayanan lokal dan regional; j. Tarakan Barat di Kelurahan Karang Rejo dengan skala pelayanan lokal, kota dan regional; k. Tarakan Barat di Kelurahan Karang Anyar dan Kelurahan Karang Harapan dengan skala pelayanan lokal dan kota; (5) Rencana pemanfaatan ruang kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Tabel 4 Lampiran I. Paragraf 3 Kawasan Permukiman Pasal 52 Kawasan permukiman dibagi menjadi tiga jenis kegiatan yaitu permukiman kerapatan rendah, permukiman kerapatan sedang, dan permukiman kerapatan tinggi. 22 Pasal 53 Permukiman Kerapatan Rendah diarahkan pada kawasan Timur dan Selatan Kota Tarakan yang mempunyai potensi bencana alam, pemandangan dan kondisi hutan lindung yang masih dapat dipertahankan, terdiri dari : a. Permukiman Real Estate di Kelurahan Pantai Amal dan Tanjung Selayung; b. Permukiman berkebun di Tanjung Batu, Kampung Satu Skip, Juata Kerikil, Juata Laut, Mamburungan, Karungan dan Karang Harapan; Pasal 54 Permukiman Kerapatan Sedang diarahkan pada kawasan Barat, Timur Laut dan Barat Laut Kota Tarakan, yang terdiri dari : a. Permukiman Swadaya di Kampung Enam, Kelurahan Pamusian, Karang Anyar, Tanjung Selayung, dan Karang Harapan; b. Permukiman Pantai di Tanjung Binalatung; c. Permukiman Tepi Sungai di Tanjung Selayung; d. Permukiman Campuran di Juata Permai; e. Permukiman Instansi/Pegawai di Juata Permai; f. Permukiman Kota Baru di Juata Laut dan Karang Harapan; g. Permukiman Industri di Juata Laut, Tanjung Pasir dan Karang Harapan. Pasal 55 Permukiman Kerapatan Tinggi terdiri dari: a. Permukiman Swadaya di Pusat Kota Lama Tarakan, Mamburungan, Gunung Lingkas dan Lingkas Ujung; b. Permukiman Tepi Sungai di Pamusian; c. Permukiman Campuran di Kelurahan Karang Anyar Pantai; d. Permukiman Nelayan di Kelurahan Juata Laut; e. Permukiman di Kelurahan Selumit Pantai dan Kelurahan Karang Rejo. Pasal 56 Permukiman dan permukiman berkebun yang ada di dalam dan di sekitar hutan lindung dihentikan perkembangannya karena cenderung mengganggu fungsi lindung. Pasal 57 Kawasan permukiman yang diatur atau dibatasi pertumbuhannya, meliputi : a. Permukiman nelayan yang cenderung tidak teratur dan menutup akses publik kearah laut/sungai atau mengintervensi hutan mangrove, antara lain Tanjung Binalatung, Pesisir Pantai Juata Laut, Pesisir Pantai Tanjung Pasir dan Tanjung Batu, Tepi Sungai Kelurahan Karang Rejo, Sungai Karang Anyar, Sungai Selumit dan Sungai Malundung; b. Permukiman tengah kota yang tidak teratur/tidak mengikuti perencanaan kota yang cenderung menimbulkan kekumuhan, perlu peremajaan (renovation) dengan cara penataan kembali dan atau pembangunan Rumah Susun, antara lain di Kelurahan Karang Rejo, Kelurahan Selumit, Kelurahan Selumit Pantai, Kelurahan Karang Balik, Kelurahan Karang Anyar, Kelurahan Karang Anyar Pantai, Kelurahan Karang Rejo, Kelurahan Sebengkok, Kelurahan Lingkas Ujung, Kelurahan Juata Laut dan Kelurahan Kampung Satu Skip; c. Permukiman perdagangan di tepi jalan di pusat kota yang peruntukannya tidak saling menunjang dan tidak sesuai dengan fungsi kawasan tersebut ditata melalui Urban Redevelopment yaitu di Jalan Yos Sudarso, Jalan Gajah Mada, Jalan Kusuma Bangsa, Jalan Mulawarman dan Jalan Sudirman; 23 Pasal 58 Permukiman yang didukung pertumbuhannya, antara lain : a. Permukiman berkebun yang produktif yang sudah sesuai dengan peruntukannya, terdapat di Kecamatan Tarakan Utara, Kecamatan Tarakan Barat dan Kecamatan Tarakan Timur; b. Permukiman nelayan yang perlu ditata kawasannya sehingga lebih teratur yang terdapat di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Tengah, dan Tarakan Timur; c. Permukiman industri yang perlu peningkatan infrastruktur yang terdapat di Kecamatan Tarakan Utara, Kecamatan Tarakan Barat dan Kecamatan Tarakan Tengah; d. Permukiman instansional dan permukiman real estate yang sudah sesuai dengan tata guna lahan yang ada, perlu memanfaatkan kondisi/bentukan alam sebagai potensi kawasan; e. Permukiman swadaya di dalam kota, diperlukan pengontrolan dalam pelaksanaannya yang menyangkut Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Bangunan. Paragraf 4 Kawasan Pertambangan Pasal 59 Kawasan Pertambangan dengan luas lahan sebesar ± 1.321 Ha (seribu tiga ratus dua puluh satu hektar) merupakan kawasan pertambangan yang selama ini dieksplorasi yang tersebar di beberapa lokasi, yaitu : a. Kelurahan Juata Laut; b. Kelurahan Juata Kerikil; c. Kelurahan Karang Harapan; d. Kelurahan Karang Anyar; e. Kelurahan Pamusian; f. Kelurahan Kampung Satu Skip; g. Kelurahan Kampung Empat; h. Kelurahan Kampung Enam; i. Kelurahan Mamburungan. Paragraf 5 Kawasan Pariwisata Pasal 60 Pemanfaatan ruang untuk kawasan pariwisata dengan luas lahan ± 6.571,4 Ha (enam ribu lima ratus tujuh puluh satu koma empat hektar) meliputi kegiatan wisata alam, wisata buatan, wisata belanja dan wisata sejarah yang pengembangannya didasarkan pada potensi pariwisata yang ada. Pasal 61 Pengembangan wisata alam diarahkan pada lokasi-lokasi : a. Kecamatan Tarakan Timur di Kelurahan Lingkas Ujung, Kelurahan Mamburungan, Kelurahan Mamburungan Timur dan Kelurahan Panta Amal; b. Kecamatan Tarakan Barat di Kelurahan Karang Harapan; c. Kecamatan Tarakan Utara di Kelurahan Juata Laut. 24 Pasal 62 Pengembangan kawasan wisata buatan diarahkan pada lokasi : a. Kecamatan Tarakan Timur di Kelurahan Kampung Empat (sport center, danau), Kelurahan Lingkas Ujung (taman kota); b. Kecamatan Tarakan Tengah di Kelurahan Pamusian (taman kota) dan Kelurahan Kampung Satu Skip (kebun raya, kebun binatang); c. Kecamatan Tarakan Utara di Kelurahan Juata Laut (kebun raya) dan di Kelurahan Juata Kerikil (sinic area); d. Kecamatan Tarakan Barat di Kelurahan Karang Harapan (embung/danau), di Kelurahan Karang Anyar Pantai (taman kota) dan di Kelurahan Karang Harapan (Pulau Sadau). Pasal 63 Pengembangan kawasan wisata belanja komersial diarahkan pada lokasi : a. Kecamatan Tarakan Barat di Kelurahan Karang Rejo (Jalan Gajah Mada); b. Kacamatan Tarakan Utara di Kelurahan Juata Permai dan Juata Kerikil. Pasal 64 Pengembangan kawasan wisata sejarah diarahkan pada lokasi : a. Kecamatan Tarakan Timur di Kelurahan Mamburungan dan Kelurahan Lingkas Ujung; b. Kecamatan Tarakan Tengah di Kelurahan Pamusian dan Kelurahan Selumit Pantai; c. Kecamatan Tarakan Barat di Kelurahan Karang Anyar Pantai dan Kelurahan Karang Balik. Pasal 65 Kawasan Wisata Pantai Amal direncanakan sebagai kawasan wisata pantai yang dilengkapi dengan fasilitas penginapan seperti hotel, motel, cottage, restoran, permukiman real estate, fasilitas komersial dan hutan kota serta taman anggrek; dengan jenis kegiatan wisata pantai, belanja, hunian dan konservasi yang berlokasi di kawasan pantai yang membentang dari Tanjung Binalatung di Kelurahan Pantai Amal sampai dengan Tanjung Batu di Kelurahan Mamburungan. Paragraf 6 Kawasan Pertanian Pasal 66 Pengembangan kawasan pertanian dengan kegiatan pertanian tanaman pangan dan perkebunan dilakukan tersebar di lokasi-lokasi yang meliputi: a. Tarakan Timur di Kelurahan Mamburungan, Kelurahan Mamburungan Timur dan Kelurahan Kampung Enam; b. Tarakan Utara di Kelurahan Juata Laut, Kelurahan Juata Permai dan Kelurahan Juata Kerikil; c. Tarakan Barat di Kelurahan Karang Harapan. 25 Paragraf 7 Kawasan Peternakan Pasal 67 Pengembangan kawasan peternakan diarahkan di Kecamatan Tarakan Utara Kelurahan Juata Permai dengan luas lahan ± 115 Ha (seratus lima belas hektar) dan di Kecamatan Tarakan Timur Kelurahan Kampung Enam dengan luas lahan ± 200 Ha (dua ratus hektar). Paragraf 8 Kawasan Perikanan Pasal 68 Pengembangan kawasan perikanan merupakan rencana kegiatan pembibitan, budidaya, penangkapan dan pengolahan hasil perairan, meliputi : a. Pembibitan udang di Tarakan Timur Kelurahan di Kelurahan Pantai Amal; b. Penangkapan ikan di perairan Tarakan dengan luas wilayah perairan ± 40.653 Ha (empat puluh ribu enam ratus lima puluh tiga hektar); c. Pengolahan hasil perikanan di Kelurahan Juata Laut, Kelurahan Pantai Amal dan Kelurahan Mamburungan. Paragraf 9 Kawasan Khusus Pasal 69 Kawasan Khusus yang dikembangkan meliputi kawasan pertahanan dan keamanan, kawasan pendidikan, kawasan olahraga, kawasan pemerintahan, dan kawasan kota baru. Pasal 70 Pengembangan kawasan Pertahanan dan Keamanan meliputi : a. Rencana alokasi lahan untuk Angkatan Darat, untuk lapangan tembak dialokasikan di kawasan Kampung Bugis Kelurahan Karang Anyar dengan luas lahan ± 3 Ha (tiga hektar) sampai dengan ± 5 Ha (lima hektar); b. Rencana alokasi lahan untuk Olah Yuda, latihan tingkat kompi yang medannya bervariasi dialokasikan di hutan lindung dengan luas lahan ± 10 Ha (sepuluh hektar); c. Penyediaan alur pertahanan dari pantai amal ke juata kerikil; d. Pembangunan pangkalan Angkatan Udara (lanud) seluas ± 110 Ha (seratus sepuluh hektar) yang terletak 300 m (tiga ratus meter) sebelah utara pengembangan Bandara Juwata sebagai fasilitas pertahanan udara Republik Indonesia dari sebelah utara Indonesia; e. Peningkatan pangkalan/pelabuhan Angkatan Laut (AL) dari tipe C menjadi pelabuhan tipe B di Kecamatan Tarakan Timur; f. Rencana alokasi lahan satuan radar tetap pada kawasan radar yang ada di Kelurahan Mamburungan; g. Peningkatan perkantoran dan permukiman masing-masing angkatan di kawasan yang ada melalui perbaikan dan peningkatan prasarana dan sarana pada kawasan-kawasan yang mengalami kerusakan. 26 Pasal 71 Kawasan pendidikan diarahkan pengembangannya pada lokasi yang meliputi : a. Pengembangan dan perluasan kawasan pendidikan tinggi di Tarakan Timur; b. Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Perikanan di Juata Laut seluas ± 16 Ha (enam belas hektar); c. Pembangunan Sekolah Menengah Umum di Juata Laut; d. Pembangunan Akademi Perawat di Pamusian Tarakan Timur. Pasal 72 Kawasan Olahraga Pamusian dikembangkan sebagai pusat kegiatan Olah Raga, Keagamaan, dan Komersial dengan luas lahan ± 37 Ha (tiga puluh tujuh hektar) yang terletak di Kelurahan Kampung Empat Kecamatan Tarakan Timur. Pasal 73 Kawasan Pusat Pemerintahan dikembangkan di kawasan Juata Laut dan Juata Permai, bagian barat laut Kota Tarakan yang berbatasan dengan kawasan Kota Baru Tarakan. Pasal 74 Kawasan Kota Baru diarahkan pengembangannya di kawasan konsolidasi lahan di Kelurahan Juata Laut Kecamatan Tarakan Utara dengan luas lahan ± 600 Ha (enam ratus hektar). BAB VII RENCANA PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA KOTA Bagian Pertama Rencana Kependudukan dan Kepadatan Bangunan Pasal 75 (1) Penyebaran penduduk sangat mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan jenis sarana serta prasarana kota pendukungnya; (2) Arahan intensitas pemanfaatan ruang diatur melalui penetapan Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, Garis Sempadan Bangunan, Ketinggian Bangunan, Garis Sempadan Sungai, dan jarak antara bangunan; (3) Angka Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, Garis Sempadan Bangunan dan Ketinggian Bangunan serta jarak antara bangunan akan mengacu kepada Rencana Detail Tata Ruang masing-masing kawasan kecamatan yang dibuat lebih rinci; (4) Tabel rencana penyebaran penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Tabel 5 Lampiran I; (5) Tabel angka Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum pada Tabel 6 Lampiran I. 27 Bagian Kedua Rencana Penyediaan Sarana Kota Pasal 76 (1) Sarana kota berfungsi sebagai salah satu aspek penunjang terselenggara dan berkembangnya kehidupan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat kota; (2) Sarana kota yang dikembangkan meliputi kelompok sarana perniagaan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pemerintahan dan pelayanan umum serta berbagai bentuk ruang terbuka hijau kota yang lokasinya diarahkan berdasarkan sistem pusat-pusat pelayanan yang akan dikembangkan; (3) Tabel rencana penyediaan sarana kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum pada Tabel 7 Lampiran I. Bagian Ketiga Rencana Sistem Transportasi Pasal 77 (1) Tujuan pengembangan sistem transportasi adalah untuk mendorong dan memacu perkembangan ekonomi dan investasi dan diarahkan untuk memberikan kemudahan, kelancaran, kenyamanan dan keselamatan dalam aksebilitas, mobilitas dan distribusi sehingga dapat mengurangi waktu tempuh dan biaya pergerakan baik untuk masyarakat maupun barang; (2) Pengembangan sistem transportasi diarahkan untuk menciptakan lalu lintas yang tertib dan teratur sehingga mengarah kepada kondisi ramah lingkungan dengan didukung oleh keberadaan prasarana transportasi yang memadai. Pasal 78 Rencana pengembangan transportasi darat meliputi : a. Penataan manajemen sistem transportasi kawasan pusat kota; b. Peningkatan dan pembangunan jalan dalam jangkauan pelayanan sistem angkutan umum, untuk melayani pergerakan penduduk dan mengakses pusat-pusat pertumbuhan baru dengan aktifitas-aktifitas yang ditimbulkan. Pasal 79 Rencana pengembangan transportasi laut diarahkan untuk lebih meningkatkan pelayanan pergerakan manusia, barang dan jasa melalui laut yang meliputi : a. Penanganan ketertiban perairan pantai dan mencegah maraknya perdagangan illegal melalui laut di Pulau Tarakan; b. Peningkatan pelayanan sistem transportasi laut berskala regional, nasional dan internasional. Pasal 80 Rencana pengembangan transportasi udara diarahkan melalui upaya : a. Peningkatan pelayanan sistem transportasi udara skala domestik dan internasional; b. Peningkatan Bandara Udara Juwata seluas ± 400 Ha (empat ratus hektar). 28 Pasal 81 (1) Pengembangan Jaringan Jalan Utama Kota Tarakan meliputi : a. Jaringan lingkar utara, dengan pembangunan jalan arteri primer yang melingkar menyusuri pantai bagian utara, tengah dan barat dengan memanfaatkan embrio-embrio jalan yang sudah ada dengan Daerah Milik Jalan ± 50 m (lima puluh meter) dengan lebar badan jalan minimal ± 9 m (sembilan meter) berjarak ± 200 m (dua ratus meter) sampai dengan ± 500 m (lima ratus meter) dari tepi pantai; b. Jalan lingkar timur, dengan pembangunan jalan arteri primer yang melingkar menyusuri pantai bagian timur dengan memanfaatkan embrio-embrio jalan yang sudah ada dengan Daerah Milik Jalan ± 50 m (lima puluh meter) dengan lebar badan jalan minimal ± 9 m (sembilan meter) berjarak ± 200 m (dua ratus meter) sampai dengan ± 500 m (lima ratus meter) dari tepi pantai; c. Jalan lingkar dalam dengan pembangunan jalan kolektor primer yang melingkar pada batas tepi kawasan hutan lindung bagian utara dengan Daerah Milik Jalan ± 30 m (tiga puluh meter) dengan lebar jalan minimal ± 7 m (tujuh meter); d. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan kolektor primer yang menghubungkan pusat kota dengan luar kota dengan memanfaatkan jalan-jalan yang ada (existing) dengan Daerah Milik Jalan ± 30 m (tiga puluh meter) dengan lebar badan jalan minimal ± 7 m (tujuh meter); e. Pembangunan dan peningkatan jalan kolektor sekunder yang menghubungkan antara sub-sub pusat kegiatan dengan Daerah Milik Jalan ± 15 m (lima belas meter) dengan lebar badan jalan ± 7 m (tujuh meter); f. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan lokal yang menghubungkan pusat-pusat lingkungan dengan hunian/perumahan dengan Daerah Milik Jalan ± 12 m (dua belas meter) dengan lebar badan jalan minimal ± 6 m (enam meter); g. Pembangunan jaringan jalan/lintasan wisata pada kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai lintasan wisata dengan Daerah Milik Jalan ± 12 m (dua belas meter) dengan lebar badan jalan minimal ± 5 m (lima meter); (2) Peta rencana sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Gambar 2 Lampiran II. Bagian Keempat Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Kota Paragraf 1 Sistem Drainase Pasal 82 Rencana pengembangan sistem drainase meliputi : a. Pemanfaatan ruang pada lokasi wilayah hulu sungai dengan kondisi topografi berbukit perlu memperhatikan jenis peruntukannya untuk lahan permukiman yang mempunyai kepadatan rendah; b. Kawasan dengan topografi datar diarahkan pengembangannya untuk permukiman menengah keatas dan dianjurkan adanya lahan hijau atau ruang terbuka sebagai kawasan resapan air; c. Pada kawasan pesisir agar dipertahankan ekosistem pantai/pesisir sejauh kurang lebih ± 130 m (seratus tiga puluh meter) dari pantai. 29 Pasal 83 Jalur sungai utama yang merupakan saluran Drainase Primer Kota menjadi bagian dari kerangka Kota Tarakan, antara lain : a. Di Tarakan Utara yang bermuara di pantai Utara yaitu Sungai Mangatal dan Sungai Selayung; b. Di Tarakan Utara yang bermuara di pantai Timur yaitu Sungai Simaya dan Andulung; c. Di Tarakan Utara yang bermuara di pantai Barat yaitu Sungai Bengawan, Sungai Belalung, Sungai Bunyu dan Sungai Cinanti; d. Di Tarakan Timur yang bermuara di pantai Barat yaitu Sungai Malundung, Sungai Pamusian; Sungai Karungan; dan Sungai Ngingitan; e. Di Tarakan Timur yang bermuara di pantai Timur terdiri dari Sungai Batungguk, Sungai Binalatung, Sungai Amal dan Sungai Batu Mapan. Paragraf 2 Sistem Pelayanan Air Bersih Pasal 84 Pengelolaan sistem air bersih mencakup sistem pelayanan air bersih Kota Tarakan lama dan sistem pelayanan air bersih kawasan pengembangan baru Kota Tarakan. Pasal 85 Sistem pelayanan air bersih Kota Tarakan lama mengacu pada sistem yang telah ada, meliputi : a. Instalasi Pengolahan Air Persemaian, dengan mempertahankan daerah tangkapan air di DAS yang ada; b. Instalasi Pengolahan Air Kampung Bugis, dengan mempertahankan debit air bakunya dengan memelihara DAS yang ada; c. Instalasi Pengolahan Air Kampung Satu, di Kelurahan Kampung Satu Skip dengan menggunakan sungai Binalatung sebagai sumber air baku. Pasal 86 Sistem pelayanan air bersih kawasan pengembangan baru Kota Tarakan meliputi : a. Instalasi Pengolahan Air Bengawan dan Belalung, dengan pembangunan embung/bendungan di Kelurahan Juata Kerikil; b. Instalasi Pengolahan Air Juata Laut di Sungai Cinanti; c. Instalasi Pengolahan Air Mangatal di lokasi dekat batas hutan lindung; d. Instalasi Pengolahan Air Selayung di lokasi dekat batas hutan lindung; e. Instalasi Pengolahan Air Binalatung kedua pada sungai Binalatung bagian hilir; f. Instalasi Pengolahan Air Kuli dan Batu Mapan direncanakan ada embung; g. Instalasi Pengolahan Air Slipi dan Betuguk Besar direncanakan ada pembuatan embung; h. Instalasi Pengolahan Air Mamburungan direncanakan sumber mata air harus dilindungi dari pencemaran lingkungan dan sanitasi perlu dibuat sumur dalam. Pasal 87 Peta rencana penyediaan air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 tercantum dalam Gambar 3 Lampiran II. 30 Paragraf 3 Sistem Pengelolaan Air Limbah Pasal 88 Sistem pengelolaan air limbah mencakup pengelolaan air limbah cair dengan sistem setempat, pengelolaan limbah cair dengan sistem terpusat, pengelolaan limbah dengan sistem assainiring, dan pengelolaan limbah non domestik. Pasal 89 Pengelolaan limbah cair sistem setempat (on site sanitation) diterapkan pada : a. Kawasan perdesaan dan/atau kawasan dengan kepadatan rendah menggunakan septictank dan peresapan direncanakan mencapai 80 % (delapan puluh persen) dari total penduduk; b. Kawasan permukiman di atas air di pesisir pantai dengan menggunakan septictank terapung sesuai dengan standard untuk pengaruh pasang surut, direncanakan mencapai 90 % (sembilan puluh persen) dari total penduduk pada kawasan kepadatan rendah. Pasal 90 Pengelolaan limbah cair sistem terpusat (off site sanitation) diterapkan pada : a. Kawasan permukiman perkotaan atau pada kawasan kepadatan penduduk yang relatif tinggi dengan menggunakan septictank Komunal, direncanakan mencapai 80 % (delapan puluh persen) dari total limbah cair perkotaan; b. Kawasan permukiman di atas air dengan septictank terapung Komunal, pengelolaan limbah direncanakan mencapai 90 % (sembilan puluh persen) dari total penduduk permukiman diatas air kepadatan tinggi; c. Kriteria kebutuhan air limbah septictank komunal adalah 1 (satu) unit septitank melayani 10 (sepuluh) sampai dengan 15 (lima belas) Kepala Keluarga. Pasal 91 Pengelolaan limbah dengan sistem assainiring diterapkan untuk kawasan strategis dan kawasan pengembangan baru, yaitu dengan : a. Kriteria perencanaan kebutuhan untuk penggunaan sistem assainiring (terpusat menggunakan riol-riol) dengan pengaliran gravitasi menggunakan pipa rapat air yang dilengkapi dengan bak kontrol; b. Air limbah dialirkan ke bak penampungan dengan kapasitas sesuai dengan kebutuhan; c. Dengan truk tinja air limbah dibawa ke Instalasi Pengolahan Limbah Tinja untuk diolah. Pasal 92 Pengelolaan Limbah Non Domestik, mencakup : a. Pengelolaan limbah cair non domestik direncanakan agar masingmasing industri yang ada harus memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah, untuk mengolah limbah yang dihasilkan sesuai dengan karakteristiknya; b. Perancangan peraturan yang mengatur serta mengolah air limbah dalam bentuk Peraturan Daerah. 31 Pasal 93 Peta rencana pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 tercantum dalam Gambar 4 Lampiran II. Paragraf 4 Sistem Pengelolaan Persampahan Pasal 94 (1) Penyediaan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir sampah meliputi : a. Pengembangan Tempat Pembuangan Akhir yang sudah ada di Jalan Akibabu di Kelurahan Karang Anyar Pantai dengan luas lahan ± 7 Ha (tujuh hektar), dimana ± 4,9 Ha (empat koma sembilan hektar) disediakan untuk penimbunan sampah dan ± 2,1 Ha (dua koma satu hektar) untuk lahan pengomposan dan pembakaran; b. Pembuangan Tempat Pembuangan Akhir baru di Kelurahan Mamburungan Timur dengan luas lahan ± 7 Ha (tujuh hektar) dimana ± 4,9 Ha (empat koma sembilan hektar) disediakan untuk penimbunan sampah dan ± 2,1 Ha (dua koma satu hektar) untuk lahan pengomposan dan pembakaran; c. Pengelolaan sampah dengan menggunakan insenerator baik di lokasi Tempat Pembuangan Akhir maupun lokasi kegiatan penghasil sampah; (2) Peta pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Gambar 5 Lampiran II. BAB VIII INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA Pasal 95 (1) Perwujudan RTRW Kota Tarakan dilakukan dalam berbagai program pemanfaatan ruang atau pelaksanaan pembangunan sesuai dengan arahan rencana; (2) Indikasi program pembangunan yang diturunkan dari berbagai komponen RTRW mencakup program-program pembangunan, tahapan pelaksanaan, sumber dana serta institusi pelaksanaannya (3) Dalam perumusan indikasi program pembangunan Kota Tarakan dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Adanya komponen-komponen RTRW Kota yang perwujudannya membutuhkan implementasi secara langsung dalam bentuk program-program pembangunan fisik (rencana pemanfaatan ruang, rencana pengembangan sarana-prasarana, dan rencana pengembangan kawasan prioritas); b. Adanya kebutuhan untuk melakukan prioritisasi dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan tahapan pembangunan kota; c. Adanya kebutuhan pembiayaan atau sumber dana yang berbeda serta perlunya dukungan kelembagaan untuk melaksanakan program pembangunan. 32 Pasal 96 (1) Program-program yang disusun pada dasarnya masih bersifat indikatif dan diharapkan menjadi suatu indikator didalam penyusunan program pembangunan sektoral oleh instansi untuk jangka menengah; (2) Nama program dari usulan program dan proyek rencana pengembangan kawasan merupakan hasil analisis yang terdiri dari : a. Sektor Kawasan Lindung; b. Sektor Kawasan Budidaya; c. Sektor Perekonomian; d. Sektor Sosial-Kependudukan; e. Sektor Prasarana Kota. Pasal 97 Sasaran program dari usulan program dan proyek rencana pengembangan kawasan merupakan target yang ingin dicapai, terdiri dari : a. Kesesuaian dengan tujuan pengembangan sektor/sub-sektor unggulan kawasan; b. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan sosial budaya dan peningkatan kualitas SDM penduduk; c. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan/mewujudkan tata ruang kawasan yang telah direncanakan dan kesesuaian dengan upaya memelihara lingkungan hidup. Pasal 98 Program dan kegiatan proyek yang bersifat pemeliharaan/peningkatan fungsi berbagai prasarana dan sarana kawasan serta berbagai sarana sosial–ekonomi masyarakat yang ada lebih didahulukan untuk menjamin tetap operasionalnya sarana tersebut. (2) Jangka waktu dan tahapan pelaksanaan program/proyek dari rencana pengembangan kawasan perencanaan didasarkan prioritas pembangunan dan berdasarkan rencana pembangunan 5 (lima) tahun Kota Tarakan. Pasal 99 (1) Mengacu kepada permasalahan pengembangan dan kebutuhan pembangunan, disusun secara indikatif skala prioritas program dan proyek pembangunan untuk untuk kawasan perencanaan Jangka Menengah (lima tahun pertama), dan Jangka Panjang (lima tahun kedua ); (2) Kriteria penilaian yang digunakan untuk penyusunan skala prioritas adalah : a. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan sektor / sub sektor / komoditi unggulan ekonomis kawasan; b. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan / mewujudkan sosial budaya dan peningkatan kualitas SDM penduduk; c. Kesesuaian dengan tujuan mengembangkan / mewujudkan tata ruang kawasan yang telah direncanakan dan kesesuaiannya dengan upaya pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup; d. Kesesuaian dengan tujuan membuka isolasi dan mengembangkan sistem transportasi kawasan; e. Lokasi program dan kegiatan proyek di kawasan perdesaan akan lebih diprioritaskan karena pengembangan ekonomi dan sosial budaya masyarakat bertumpu di wilayah ini; (1) 33 f. Program dan kegiatan yang bersifat untuk pemeliharaan / peningkatan fungsi berbagai prasarana dan sarana kawasan serta berbagai fasilitas pelayanan sosial - ekonomi masyarakat yang sudah ada akan lebih didahulukan untuk menjamin tetap operasionalnya fasilitas-fasilitas tersebut; g. Program dan kegiatan proyek yang bersifat khusus dan atau mendesak seperti misalnya berkenaan dengan masalah keamanan, lanjutan proyek yang sudah berjalan pada tahun sebelumnya, bersifat meningkatkan pendapatan asli daerah dan lain-lain, maka pada prinsip akan lebih diprioritaskan . Pasal 100 Indikasi program Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 tercantum dalam Tabel 8 Lampiran I. BAB IX PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 101 (1) Pengendalian pemanfaatan ruang kota diselenggarakan melalui pengawasan, penertiban dan perijinan pemanfaatan ruang agar pemanfataan ruang sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan; (2) Pengendalian Pemanfaatan Ruang Khusus Kawasan Industri diselenggarakan melalui penertiban perijinan dan pengawasan serta diwajibkan untuk melengkapi Analisa Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ) dan atau Upaya Pengelolaan Lingkungan / Upaya Pemantauan Lingkungan ( UKL / UPL ) sesuai dengan Peraturan dan Perundangan yang berlaku. (3) Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Walikota melalui Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah. Bagian Kedua Perijinan Pemanfaatan Ruang Pasal 102 (1) RTRW menjadi acuan dari perijinan yang terkait dengan pemanfaatan ruang; (2) Perijinan terhadap pemanfaatan ruang kota dikeluarkan oleh Pemerintah Kota dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) Perijinan Pemanfaatan ruang meliputi ijin prinsip, ijin lokasi, ijin perencanaan pembangunan dan ijin mendirikan bangunan. Bagian Ketiga Pengawasan Pemanfaatan Ruang Pasal 103 34 (1) Pengawasan Pemanfaatan Ruang dilakukan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan RTRW yang telah ditetapkan; (2) Kegiatan pengawasan dilakukan melalui pelaporan, pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang yang dilakukan secara berkala; (3) Pengawasan dapat dilakukan oleh berbagai pelaku (stakeholders) atau masyarakat. Bagian Keempat Penertiban Pemanfaatan Ruang Pasal 104 (1) Penertiban pemanfaatan ruang adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan; (2) Bentuk penertiban pemanfaatan ruang kota dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas semua pelanggaran atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan; (3) Bentuk penertiban pemanfaatan ruang yang dimaksud pada ayat (2) berupa pemberian sanksi yang terdiri dari sanksi administratif dan atau sanksi pidana. Bagian Kelima Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Pasal 105 (1) RTRW Kota yang telah ditetapkan dapat ditinjau kembali yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan dinamika pembangunan kota, dengan melibatkan dan memperhatikan aspirasi masyarakat; (2) Tata cara peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota setelah berkonsultasi dengan DPRD dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB X HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Pertama Hak Pasal 106 Setiap orang berhak untuk : a. menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; b. mengetahui RTRW dan turunannya secara cepat, tepat dan mudah; c. berperan serta dalam penyusunan RTRW, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; 35 d. memperoleh penggantian yang layak, sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRW; e. Dalam hal memperoleh pergantian yang layak sebagaimana dimaksud pada huruf d, akan diatur dengan keputusan Kepala Daerah yang dapat didahului dengan konsultasi bersama pihak DPRD. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 107 (1) Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang; (2) Setiap orang berkewajiban berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) Setiap orang wajib menaati RTRW yang telah ditetapkan. Bagian Ketiga Peran Serta Masyarakat Pasal 108 (1) Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang meliputi pemberian saran, pemikiran dan pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, masukan serta menjaga dan memelihara kualitas ruang; (2) Tata cara peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara lisan atau tertulis sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; (3) Pemberdayaan peran serta masyarakat dilakukan pemerintah sebagai upaya peningkatan tata laksana hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang melalui kegiatan diskusi, bimbingan, pendidikan atau pelatihan untuk tercapainya penataan ruang; (4) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh instansi yang berwenang dengan cara : a. memberikan dan menyelenggarakan diskusi dan tukar pendapat, dorongan, pengayoman, pelayanan, bantuan teknik, bantuan hukum, pendidikan dan atau pelatihan; b. menyebarluaskan semua informasi mengenai proses penataan ruang kepada masyarakat secara terbuka; c. mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat; d. menghormati hak yang dimiliki masyarakat; e. memberikan penggantian yang layak kepada masyarakat atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; f. melindungi hak masyarakat untuk berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, menikmati manfaat ruang yang berkualitas dan pertambahan nilai ruang akibat rencana tata ruang yang ditetapkan serta dalam menaati rencana tata ruang; 36 g. memperhatikan dan menindaklanjuti saran, usul, atau keberatan dari masyarakat dalam rangka peningkatan mutu pelayanan ruang. BAB XI SANKSI ADMINISTRASI Pasal 109 Sanksi administrasi dikenakan atas pelanggaran rencana tata ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang, baik yang dilakukan oleh penerima ijin maupun pemberi ijin. Pasal 110 (1) Jenis pelanggaran rencana tata ruang yang dilakukan masyarakat penerima ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 terdiri dari : a. pelanggaran fungsi ruang; b. pelanggaran intensitas pemanfaatan ruang; c. pelanggaran tata massa bangunan; d. pelanggaran kelengkapan prasarana bangunan; (2) Jenis pelanggaran rencana tata ruang yang dilakukan dinas dan atau aparat Pemerintah Daerah adalah penerbitan perijinan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pasal 111 Sanksi administrasi bagi pelanggaran rencana tata ruang bagi masyarakat penerima ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) terdiri dari : a. peringatan atau teguran; b. penghentian sementara pelayanan administratif; c. penghentian sementara kegiatan pembangunan dan atau pemanfaatan ruang; d. pencabutan ijin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang; e. pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi ruang; f. pembongkaran bagi bangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; g. pelengkapan/pemutihan perijinan; h. pengenaan denda. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 112 (1) Barangsiapa melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000.- (lima puluh juta rupiah); (2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tindak pidana atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang mengakibatkan perusakan dan pencemaran lingkungan serta kepentingan umum lainnya dikenakan ancaman pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pelanggaran. 37 BAB XIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 113 (1) Selain oleh Penyidik POLRI, penyidikan atas tindak pidana pelanggaran dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kota yang pengangkatannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Tata Ruang agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari, mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi dan atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Tata Ruang; c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi dan atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Tata Ruang; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Tata Ruang; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan di bidang Tata Ruang; g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dokumen yang sedang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang Tata Ruang; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Tata Ruang menurut hukum yang dapat di pertanggungjawabkan. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 114 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 15 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan Tahun 2000-2010 dan ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 115 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka : 38 a. Kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan lindung tetapi tidak mengganggu fungsi lindung, pada prinsipnya dapat diteruskan dengan pengawasan dan pengendalian agar luasan dan intensitas kegiatannya tidak bertambah; b. Dalam hal kegiatan budidaya yang telah ada dinilai mengganggu fungsi lindung dan atau mengakibatkan konversi kawasan berfungsi lindung, maka harus dilakukan penertiban sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 116 Hal-hal teknis yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Pasal 117 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kota Tarakan. Ditetapkan di Tarakan pada tanggal 8 Mei 2006 WALIKOTA TARAKAN, ttd H. JUSUF SK Diundangkan di Tarakan pada tanggal 8 Mei 2006 SEKRETARIS DAERAH KOTA TARAKAN, ttd H. BAHARUDDIN BARAQ LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2006 NOMOR 03 SERI E-01 Nip. 55 004 60739 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TARAKAN I. PENJELASAN UMUM Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan. Penataan ruang dilakukan untuk terciptanya upaya dalam pemanfaatan ruang secara berdaya guna dan berhasil guna serta untuk terpeliharanya kelestarian kemampuan lingkungan hidup. Peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam penataan ruang karena pada akhirnya hasil penataan ruang adalah untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta untuk tercapainya tujuan penataan ruang. Masyarakat berperan sebagai mitra pemerintah dalam penataan ruang. Dalam menjalankan peranannya itu, masyarakat mendayagunakan kemampuannya secara aktif sebagai sarana untuk melaksanakan peran serta masyarakat dalam mencapai tujuan penataan ruang. RTRW Kota Tarakan merupakan wadah spasial dari pembangunan di bidang ekonomi dan pembangunan bidang sosial budaya. Oleh karena itu, penataan ruang di Kota Tarakan merupakan implementasi dari keterpaduan pembangunan di bidang ekonomi dan sosial budaya. Sebagai wadah bagi kegiatan pembangunan ekonomi dan sosial budaya itu, maka pemanfaatan ruang harus dilakukan secara serasi, selaras, dan seimbang serta berkelanjutan. Pemanfaatan ruang secara serasi, selaras, dan seimbang adalah kegiatan dalam penataan ruang Kota Tarakan yang harus dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang. Sedangkan yang dimaksud dengan pemanfaatan ruang yang berkelanjutan kegiatan dalam penataan ruang yang harus dapat menjamin kelestarian dan kemampuan daya dukung sumber daya alam. RTRW Kota Tarakan ini disusun dengan perspektif menuju keadaan pada masa depan yang diharapkan, dengan bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dipakai serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor. Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Untuk menghadapi berbagai perubahan dan paradigma yang berkembang, penataan ruang Kota Tarakan perlu mendapat perhatian yang serius. RTRW Kota Tarakan yang akan memandu perkembangan dan mengikat pemerintah Kota dan masyarakat secara hukum pada 10 tahun mendatang perlu disempurnakan agar menjadi pedoman yang rasional dan sah. Sesuai dengan hasil evaluasi RTRW Kota Tarakan yang dilakukan maka RTRW Kota Tarakan sudah harus direvisi. Revisi akan mengacu kepada perubahan-perubahan internal dan eksternal yang terjadi, 40 persoalan yang dihadapi, serta pemanfaatan potensi dan ruang yang optimal dengan mempertimbangkan paradigma baru dalam penataan ruang yang berkembang. Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang maka diperlukan Peraturan Daerah Kota Tarakan yang mengatur tentang RTRW Kota Tarakan, yang memberi dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Istilah-istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesamaan pengertian dalam Peraturan Daerah ini. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan semua kepentingan adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin sebesar-besarnya seluruh kepentingan, yaitu kepentingan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat secara adil dengan tetap memperhatikan golongan ekonomi lemah. Yang dimaksud dengan terpadu adalah bahwa unsurunsur dalam penataan ruang dianalisis dan dirumuskan menjadi sebagai satu kesatuan antarsektor, antarbagian wilayah kota, dan antarpelaku dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang, baik oleh pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat. Penataan ruang dilakukan secara terpadu dan menyeluruh mencakup antara lain pertimbangan aspek waktu, modal, optimasi, daya dukung lingkungan, dan daya tampung lingkungan. Dalam mempertimbangkan aspek waktu, suatu perencanaan tata ruang memperhatikan adanya aspek prakiraan, ruang lingkup wilayah yang direncanakan, persepsi yang mengungkapkan berbagai keinginan serta kebutuhan dan tujuan penataan ruang. Unsur-unsur keterpaduan dalam RTRW ini antara lain meliputi keterpaduan struktur ruang, pola pemanfaatan ruang, tahapan pembangunan, pembiayaan pembangunan, dan pelaku pembangunan. Yang dimaksud dengan berdaya guna dan berhasil guna adalah bahwa penataan ruang yang dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruangnya, dan dengan biaya yang pantas. Yang dimaksud dengan serasi, selaras dan seimbang adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk antarwilayah, pertumbuhan dan perkembangan antarsektor, dan antarpelaku pembangunan. Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah bahwa penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir dan batin antargenerasi. Huruf b Yang dimaksud dengan persamaan adalah bahwa seluruh lapisan masyarakat mendapat hak dan kewajiban yang sama dalam kegiatan pemanfaatan ruang. Yang dimaksud dengan keadilan adalah bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat mengambil manfaat dari kegiatan penataan ruang sesuai dengan kepentingannya. 41 Yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah bahwa penataan ruang dalam pelaksanaannya dilindungi oleh hukum. Huruf c Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah bahwa penataan ruang dalam pelaksanaannya berhak diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dan terbuka untuk menampung masukan dari seluruh lapisan masyarakat. Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah bahwa pelaksanaan penataaan ruang dapat dipertanggungjawabkan oleh penyelenggara pemerintahan dan pembangunan kepada semua pelaku pembangunan dan masyarakat umumnya. Yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang yang dilakukan oleh pemerintah harus pula melibatkan masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan ruang, maupun pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan hak dan kewajibannya yang ditetapkan. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam penataan ruang karena hasil penataan ruang adalah untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Pasal 3 Yang dimaksud Kota Jasa adalah kota dengan fungsi utama menyediakan berbagai jenis jasa; kota yang kehidupan ekonominya ditunjang oleh kegiatan sektor jasa, antara lain meliputi jasa keuangan, jasa pelayanan, jasa profesi, jasa perdagangan, jasa pariwisata, dan jasa lainnya. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Huruf a Kebijakan pokok pembangunan dan pemanfaatan ruang di sini meliputi dokumendokumen kebijakan yang lebih spesifik dan atau dengan jangka waktu kurang dari 10 tahun, antara lain Pola Dasar Pembangunan Daerah (Poldas). Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Meskipun ditetapkan pada tahun 2006, RTRW Kota Tarakan tetap akan berlaku selama 10 tahun dari tahun 2003 sehingga berakhir sampai dengan tahun 2013. Pasal 11 Huruf b Menambah Kawasan Konservasi Alam seperti penghijauan di kawasan patahan, daerah aliran sungai, penambahan area hutan kota, hutan lindung, di kawasan rawan longsor dan sebagainya. 42 Huruf d Hutan Wisata Ekologi (ecotourism) maksudnya adalah dimana hutan dimanfaatkan sebagai daerah tujuan wisata alam sehingga hutan secara langsung dapat dilihat dan dirasakan suasana didalamnya. Pasal 12 Revitalisasi merupakan upaya peningkatan kembali fungsi suatu kawasan; kegiatan untuk meningkatkan pemanfaatan lahan kota, agar pendapatan kota meningkat (tujuan dan pengertiannya hampir sama dengan istilah peremajaan kota) Kegiatan revitalisasi kawasan peninggalan sejarah dan purbakala ditujukan pada kawasan yang sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Kriteria kawasan lindung untuk cagar budaya yaitu tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan situs bersejarah yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Fungsi bangunan pada kawasan ini dapat berubah dengan mempertahankan bentuk asli bangunan. Pasal 13 Huruf b Wisata minat khusus seperti wisata kawasan konservasi mangrove dan wisata agro. Huruf c Pembinaan masyarakat di lokasi wisata serta mempermudah prosedur penanaman modal di sektor wisata. Pasal 14 Huruf d Maksudnya dalam rangka optimalisasi dan efisiensi di bidang penggunaan lahan di kawasan berkepadatan tinggi maka dikembangkan rumah susun dan rumah vertikal. Pasal 15 Huruf e Sistem buka tutup mengandung pengertian membuka kawasan baru yang produktif dan menutup kawasan yang tidak produktif dan berwawasan lingkungan. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Huruf b Kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air, dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan pengendalian banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Kriteria kawasan resapan air adalah: a. kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1.000 mm per tahun; b. lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm; c. mempunyai kemampuan meluluskan air dengan kecepatan lebih dari 1 meter per hari; d. kedalaman muka air tanah lebih dari 10 meter terhadap muka tanah setempat; 43 e. kelerengan kurang dari 15 %; f. kedudukan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan muka air tanah dalam. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan limbah domestik adalah limbah yang dihasilkan dari rumah tangga. Huruf b Yang dimaksud dengan limbah non domestik adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan jasa, industri dan sebagainya. Pasal 19 Huruf a Memadukan jaringan jalan lama yang sudah ada dengan rencana jalan baru yang akan dibangun. Huruf b Bagian Utara kearah Juata Laut dan bagian Selatan ke arah Mamburungan. Huruf e Sistem Loop yaitu sistem jaringan jalan yang melingkar, misal rencana jaringan jalan lingkar luar (outer ring road) Kota Tarakan. Huruf f Peningkatan jalan poros yaitu Yos Sudarso – Mulawarman – Aki Balak dan Aji Iskandar dan jalan lainnya yaitu yang termasuk kategori jalan poros. Huruf g Merangkai pusat-pusat pelayanan kota dengan jaringan jalan yang dapat mengakses kawasan dan merangkai dengan sistem kota yang ada. Huruf h Menetapkan bagian unit pengembangan kota sesuai dengan karakteristik dan arahan pengembangan kegiatan fungsional kota masing-masing secara terpadu, berdasarkan pertimbangan aspek perekonomian kota, konservasi alam, kependudukan dan prasarana Kota Tarakan. Pasal 20 Huruf a Menciptakan jaringan jalan dan fasilitas kota yang dapat mengintegrasikan perkembangan kawasan kota baru di Juwata Laut dengan kawasan Kota Lama Tarakan. Huruf b Memperbaiki kualitas jalan primer dan fasilitas kota yang ada terhadap perkembangan yang terjadi di Kota Tarakan. Huruf d Mengarahkan area patahan untuk kawasan non budidaya seperti untuk hutan lindung, perkebunan. Huruf e Ruang-ruang struktural utama antara lain jalan primer kota, sungai, kawasan eksplorasi minyak, bandara udara, pelabuhan, pasar. Pasal 21 44 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Huruf b Kawasan perdagangan adalah lokasi yang ditetapkan untuk transaksi langsung antara pembeli dan pedagang, yang wadah fisiknya antara lain berupa pertokoan, pasar atau pusat belanja. Kawasan jasa adalah lokasi yang ditetapkan untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan pelayanan, yang wadah fisiknya berupa perkantoran. Huruf c Kawasan Permukiman yang dimaksud dalam Pasal ini termasuk fasilitas pendukung perumahan berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum lingkungan perumahan. Huruf i Kawasan pemerintahan merupakan kawasan perkantoran pemerintahan tingkat Propinsi dan Kota. Kawasan pertahanan dan keamanan mencakup perkantoran dan instalasi milik TNI AD, TNI AU, TNI AL, dan Kepolisian, beserta fasilitas penunjangnya. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Huruf a Kawasan bahaya Geomorfologi sangat rentan terjadinya patahan-patahan/tanah geser sehingga direkomendasikan untuk dimaksimalkan sebagai kawasan non terbangun, seperti kawasan untuk penghijauan (kebun dan hutan). Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Huruf a Kawasan Hijau (Green Belt) adalah kawasan hijau yang membatasi suatu kawasan/area terhadap kawasan lainnya. Pasal 32 Ayat (2) 45 Luasan Kawasan Hutan Lindung yang ditetapkan termasuk penambahan seluas 685 Ha, dari yang semula 6.175 Ha. Kawasan yang potensial berfungsi lindung berdasarkan bentuk kontur, ketinggian, jenis tanah, tegakan, vegetasi dan kawasan bahaya geomorfologi namun di luar batas hutan lindung, ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Kota. Pasal 33 Ayat (2) Dalam Kawasan Hutan Kota tercakup juga kawasan atau ruang terbuka hijau kota, yakni ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan dan atau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuhtumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman; Pasal 34 Hutan mangrove yang dimaksud adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan, yaitu hutan yang terutama tumbuh pada tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut dan dicirikan oleh jenis-jenis pohon (Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aeqieceres, Scypyphora dan Nypa). Fungsi hutan mangrove adalah sebagai : areal sumber daya genetika / plasma nutfah; penahan gempuran ombak dan angin sehingga menahan garis tepi pantai; pencegah proses intrusi air ; pencegah abrasi daerah pantai; kawasan penyangga (buffer zone) antara daratan dan lautan; tempat wanawisata; laboratorium alam dan obyek penelitian; serta habitat flora dan fauna. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Huruf a Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi fungsi sungai dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu dan merusak kondisi sungai dan mengamankan aliran sungai. Kriteria jalur sempadan sungai adalah: 46 a. sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar kawasan perkotaan dan 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di dalam kawasan perkotaan; b. sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50 meter di kanan kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan; c. sekurang-kurangnya 10 meter dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter; d. sekurang-kurangnya 15 meter dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter; e. sekurang-kurangnya 30 meter dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter. Ketentuan garis sempadan sungai diatur lebih lanjut oleh Peraturan Daerah yang berlaku. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Huruf e Yang dimaksud Permukiman Swadaya adalah permukiman dimana rumah/bangunan yang ada, dibangun sendiri-sendiri oleh warga yang tinggal di dalamnya sedang fasilitas lingkungan seperti jalan, saluran dapat dibangun sendiri oleh mereka ataupun oleh Pemerintah. 47 Koefisien Dasar Bangunan adalah angka besaran luas dasar (tapak bangunan dibagi luas kapling tempat bangunan yang berdiri). Angka Koefisien Dasar Bangunan dimaksudkan untuk tetap menyediakan perbandingan yang seimbang antara terbangun dan tidak terbangun di suatu kawasan. Koefisien Lantai Bangunan adalah angka besaran jumlah luas lantai bangunan (berbagai tingkat lantai bila ada) dibagi luas kapling tempat bangunan yang bersangkutan berdiri. Sempadan bangunan merupakan pengaturan jarak antara bangunan dengan garis sempadan (sempadan muka bangunan) dan jarak antarbangunan (sempadan samping bangunan dan sempadan belakang bangunan). Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Permukiman real estate yang dikembangkan dalam kawasan wisata pantai lebih bersifat sebagai rumah peristirahatan atau villa estate, yang merupakan penunjang dari kawasan pariwisata atau resort. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. 48 Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Huruf b Kegiatan olah yuda atau latihan perang memanfaatkan bagian luar (Buffer Zone) kawasan hutan lindung. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Konsolidasi Tanah adalah suatu konsep penataan kawasan dimana di dalam penataan tersebut pengadaan lahan untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial berasal dari partisipasi warga. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Ayat (1) Struktur jaringan jalan harus sesuai dengan struktur fungsi kegiatan agar terbentuk sistem pergerakan yang efektif dan efisien. Struktur jaringan jalan didasarkan pada peran primer dan sekunder jaringan jalan, serta fungsi arteri, kolektor dan lokal jaringan jalan sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan, dan PP No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan. Peran jalan terdiri dari jalan primer dan jalan sekunder, sedangkan fungsi jalan terdiri dari arteri, kolektor, dan lokal. Kombinasi peran dan fungsi jalan yang ada di Kota Tarakan terdiri dari jalan arteri primer, kolektor primer, lokal primer, arteri sekunder, kolektor sekunder, dan lokal sekunder. Definisi, ciri-ciri dan ketentuan teknisnya telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan, dan PP No. 26 Tahun 1985 tentang jalan. 49 Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas.50 Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Perijinan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang terutama adalah ijin peruntukan penggunaan tanah dan ijin mendirikan bangunan (IMB). Penerbitan ijin tersebut didukung oleh rekomendasi yang diterbitkan oleh instansi terkait, terutama rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab dibidang tata kota, rekomendasi dari instansi pertanahan, rekomendasi dari komisi AMDAL, rekomendasi manajemen lalulintas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran rencana tata ruang mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pasal 110 Ayat (1) Jenis pelanggaran rencana tata ruang yang dilakukan masyarakat terdiri dari : a. pelanggaran fungsi ruang, yaitu jenis penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya; b. pelanggaran intensitas pemanfaatan ruang, yaitu luasan, KDB, KLB, KDH, kepadatan penduduk, atau kepadatan bangunan yang tidak sesuai dengan intensitas yang ditetapkan; c. pelanggaran tata massa bangunan, yaitu ketinggian bangunan, dan GSB, serta standar dan ketentuan teknis lainnya yang ditetapkan peraturan– perundangan yang berlaku; d. pelanggaran kelengkapan prasarana bangunan, yaitu parkir, pagar dan ketentuan prasarana yang ditetapkan peraturan-perundangan yang berlaku. Pasal 111 Bentuk dasar penertiban bagi pelanggaran rencana tata ruang bagi masyarakat terdiri dari : a. peringatan dan/atau teguran, dapat dikenakan kepada kegiatan yang sedang dilaksanakan tetapi melanggar/tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau belum memiliki ijin yang diperlukan, melanggar ketentuan dalam ijin yang 51 diberikan, atau lalai melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ijin yang telah diberikan; b. penghentian sementara kegiatan administratif, dapat dikenakan kepada permohonan perijinan yang dalam jangka waktu tertentu belum melengkapi kelengkapan syarat administratif yang ditetapkan; c. penghentian sementara kegiatan pembangunan dan/atau pemanfaatan ruang, dapat dikenakan kepada kegiatan pemafaatan ruang dan/atau pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dan tidak mengindahkan peringatan dan/atau teguran yang diberikan oleh aparat pemerintah kota; d. pencabutan ijin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, dengan atau tanpa penggantian yang layak, dapat dikenakan kepada setiap ijin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, baik yang telah ada sebelum maupun sesudah adanya Rencana Tata Ruang yang ditetapkan; dan/atau bila pemegang ijin lalai mengikuti ketentuan perijinan, dan atau membangun menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan dalam ijin yang diberikan; e. pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi ruang, dapat dikenakan kepada kegiatan yang menyebabkan peralihan fungsi ruang. Pemerintah Kota juga mempunyai kewajiban memulihkan fungsi sesuai dengan alokasi dana sebagaimana tercantum dalam program pembangunan; f. pembongkaran, dapat dikenakan pada pemanfaatan ruang dan/atau bangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, termasuk bangunan liar yang tidak mungkin diberikan ijinnya. Pembongkaran dilakukan setelah peringatan dan perintah pembongkaran yang diberikan tidak ditaati; g. pelengkapan/pemutihan perijinan, dapat dikenakan hanya pada kegiatan dan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan tidak menimbulkan dampak negatif tetapi belum mempunyai ijin; h. pengenaan denda, dapat dikenakan pada: - keterlambatan pengajuan permohonan perijinan, yaitu bagi kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang tetapi belum memiliki ijin yang diperlukan; - kegiatan pembangunan yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Pasal 112 Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup jelas. Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas52 Daftar Lampiran I Tabel 1 Pengembangan Wilayah Pengembangan Kota Tabel 2 Luas Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Tabel 3 Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tabel 4 Rencana Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa Tabel 5 Rencana Penyebaran Penduduk Tabel 6 Angka Koefisien Dasar Bangunan (KLB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Tabel 7 Rencana Penyediaan Sarana Kota Tabel 8 Indikasi Program Pembangunan Daftar Lampiran II Gambar 1 Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Gambar 2 Peta Rencana Sistem Jaringan Jalan Gambar 3 Peta Rencana Penyediaan Air Bersih Gambar 4 Peta Rencana Pengelolaan Air Limbah Gambar 5 Peta Rencana Pengelolaan Persampahan