CREEPING ERUPTION Laporan Kasus

advertisement
Laporan Kasus
CREEPING ERUPTION
Sudjari,* Dearikha Karina Mayashita,* Herwinda Brahmanti**
*Laboratorium Parasitologi
** Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK Universitas Brawijaya/RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
ABSTRAK
Creeping eruption atau cutaneous larva migrans adalah lesi pada kulit yang disebabkan
oleh infestasi larva filariformis spesies Ancylostoma brazilensis atau Ancylostoma caninum atau
spesies hookworm lain yang berasal dari kucing atau anjing, tapi mungkin juga dari manusia.
Diagn osis p eny akit d ite gak kan da ri ana mne sis ad any a k ontak den gan ta nah ya ng
terkontaminasi oleh tinja kucing atau anjing, dan dari pemeriksaan fisik ditemukan lesi kulit
berupa lepuh, dapat tunggal atau multipel. Beberapa hari kemudian lepuh memanjang berkelokkelok, kemerahan, menonjol disertai dengan rasa gatal dan panas, kadang terjadi infeksi sekunder
akibat garukan atau manipulasi. Pengobatan untuk lesi kulit ini dapat berupa cryotherapy
(ehtyl chloride spray), ata u de nga n p engo batan ante lme ntik th iab end azole, meb enda zole,
albendazole atau ivermectin peroral, dan atau topikal.
Dilaporkan 4 kasus Creeping eruption yang diagnosisnya ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik serta gambaran lesi kulit. Pemilihan manajemen terapi yang tepat dan
efisien menentukan keberhasilan terapi. Pemberian terapi dengan menggunakan antihelmitik
Albendazole secara oral dan topikal memberikan hasil yang baik. (MDVI 2014; 41/3:103-107)
Kata kunci: Creeping eruption, Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma caninum, dan Albendazole
ABSTRACT
Creeping eruption or cutaneous larva migrans is skin lesions caused by larval infestation
filariformis species or Ancylostoma caninum, Ancylostoma brazilensis or other Hookworm species
originating from cats or dogs, but perhaps also from humans .
Diagnosis of the disease is established from the history of contact with soil contaminated by
dog or cat feces , and from physical examination of skin lesions such as blisters , can be single or
multiple. A few days later the blister elongated, erythematous, and prominent accompanied by
itching, sometimes there is a secondary infection due to scratching or manipulation. Modality of
treatment consist of cryotherapy (ehtyl chloride spray), or antihelminth agents such as thiabendazole,
mebendazole , albendazole or oral ivermectin , and or topical traetment.
We reported 4 cases of creeping eruption, the diagnosis is made based on history and
physical examination as well as an overview of skin lesions. The selection of appropriate therapeutic
management and efficiently determine the success of therapy Antihelminth therapy using oral and
topical albendazole give good results .(MDVI 2014; 41/3:103-107)
Keywords: Creeping eruption, Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma caninum, and Albendazole
Korespondensi :
Jl. Jaksa Agung Suprapto - Malang
Telp/Fax: 0341 - 340991
Email: [email protected]
103
MDVI
PENDAHULUAN
Vol. 41 No. 3 Tahun 2014; 103 - 107
Kasus pertama adalah seorang laki-laki usia 50 tahun,
(dari Sidoarjo), datang memeriksakan diri ke tempat praktek
dokter dengan keluhan gatal dan panas pada lengan bawah
kanan, lengan bawah kiri dan lengan atas kanan. Pada
anamnesis didapatkan bahwa seminggu sebelumnya pasien
tersebut membersihkan kebun rumahnya (tetangganya
memelihara banyak kucing). Keesokan harinya, di lengan
bawah kanan dan kiri dan lengan atas kanan, keluar lepuh
kecil kemerahan gatal dan panas, lama kelamaan lepuh
tersebut meluas berkelok-kelok membentuk terowongan
yang berisi cairan. Salah satu lesi tersebut dimanipulasi
sehingga menimbulkan infeksi. Sebelumnya pasien telah
berobat ke dokter dan mendapat antibiotik dan obat anti
gatal. Infeksi menyembuh tetapi terowongan tetap merambat.
Pada pemeriksaan fisis keadaan umum baik. Di permukaan
dorsal lengan bawah kanan dan kiri serta permukaan lateral
lengan atas kanan terlihat gambaran lesi berupa papul
serpiginosa, sewarna kulit, pada beberapa tempat berwarna
kemerahan.
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisis
ditegakkan diagnosis creeping eruption. Diberikan terapi
oral Mebendazole 500 mg dosis tunggal. Untuk gatalnya
diberi antihistamin, serta infeksi sekundernya diberi
antibiotik. Evaluasi pengobatan 3 hari kemudian tidak dapat
dilakukan karena pasien tidak datang.
Kasus kedua adalah seorang perempuan, 23 tahun,
pekerja pabrik, datang memeriksakan diri dengan keluhan
sejak 3 hari sebelumnya timbul gatal dan ruam kulit di
beberapa tempat. Pasien sudah berobat ke dokter tetapi
belum sembuh. Dua minggu sebelumnya di tungkai kanan
timbul lesi lepuh kecil, tidak diketahui awalnya, semakin
lama lesi tersebut membentuk terowongan berkelok-kelok
dan berair. Pada pemeriksaan fisis keadaan umum baik. Pada
kulit di permukaan ventral tungkai kanan tempak lesi terdiri
atas papul dan vesikel serpiginosa, berwarna kemerahan.
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisis
ditegakkan diagnosis creeping eruption. Diberikan terapi
Albendazole 400 mg dosis tunggal. Untuk keluhan gatal
Gambar 1. Permukaan dorsal lengan bawah kanan tampak lesi
berupa papul serpiginosa sewarna kulit
Gambar 2. Permukaan dorsal lengan bawah kiri, tampak lesi papul
serpiginosa sewarna kulit, beberapa tampak vesikel berisi cairan jernih
Creeping eruption (cutaneous larva migrans) adalah
penyakit yang disebabkan oleh infeksi larva non human
hookworm Ancylostoma braziliensis atau Ancylostoma
caninum dari kucing atau anjing pada manusia. Larva
tersebut menembus kulit manusia, bermigrasi di kulit
manusia meski tidak dapat menjadi bentuk dewasa, dan
menimbulkan gejala berupa lepuh, kemerahan, menonjol
disertai rasa gatal dan panas, kemudian menjalar berkelokkelok.1,2
Creeping eruption lebih sering terjadi pada negara
yang beriklim hangat. Faktor risiko penyakit tersebut adalah
kontak langsung individu dengan tanah berpasir yang
terkontaminasi dengan tinja anjing atau kucing. Anak lebih
sering terinfeksi dibandingkan dengan dewasa. Di Indonesia,
penyakit infeksi oleh (larva) cacing tersebut kurang
diperhatikan karena dianggap tidak berbahaya, gejalanya
sering ringan sehingga cenderung diabaikan. Penyakit ini
termasuk penyakit swasirna. Pengobatan yang diberikan
bertujuan untuk mempercepat kesembuhan dan
meringankan gejala penyakitnya.2-4
Tujuan penulisan ini adalah untuk menunjukkan bahwa
masih banyak penyakit yang disebabkan oleh parasit di kulit
yang belum banyak terlaporkan. Dalam kurun waktu hampir
dua bulan, ditemukan empat kasus creeping eruption.
Diagnosis dan penatalaksanaan creeping eruption cukup
dilakukan di tempat praktek dan terapi yang tepat akan
mempercepat penyembuhan. Dalam laporan kasus ini
dibahas pula tentang manajemen terapi dengan pemberian
obat peroral dan topikal.
LAPORAN KASUS
104
Sudjari, dkk
Creeping eruption
2
1
Lepuh (1) , di dekatnya terdapat daerah
kehitaman merupakan lesi yang
terinfeksi dan telah menyembuh (2)
Gambar 3. Permukaan lateral lengan atas kanan
diberikan antihistamin. Pasien tidak kembali untuk kontrol.
Kasus ketiga adalah anak laki-laki berusia 15 bulan,
dibawa oleh ibunya karena muncul ruam kemerahan di
bokong. Sejak 3 minggu sebelumnya. Awalnya dianggap
sebagai ruam popok, akan tetapi kemudian muncul lepuh
yang semakin lama membentuk pola berkelok-kelok.
Anaknya juga sering menggosok bokongnya karena gatal.
Menurut ibu pasien, higiene anaknya cukup dijaga, tidak
pernah bermain di luar rumah tanpa menggunakan alas kaki,
ataupun duduk di tanah tanpa memakai celana, namun di
sekitar rumah pasien terdapat beberapa ekor kucing liar yang
berkeliaran.
Ibu pasien sebelumnya telah membawa anaknya ke
dokter, dan didiagnosis sebagai infeksi cacing serta
diberikan terapi antihistamin, antibiotik, dan pirantel pamoat
beberapa kali. Oleh ibunya, ruam ditekan dengan tangan,
karena dianggap dengan penekanan cacing akan mati.
Keluhan tidak membaik, bahkan muncul luka di sekitar ruam.
Pada pemeriksaan fisis, berat badan anak 10 kg dan keadaan
umum baik. Pada inspeksi daerah lesi terlihat gambaran
papul, vesikel eritematosa tersusun serpiginosa pada daerah
gluteus hingga perianal.
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisis,
diagnosis kasus adalah creeping eruption. Diberikan terapi
Albendazole per oral 200 mg dosis tunggal. Setelah 1 hari
terapi lesi mulai membaik dan mengering. Setelah 4 hari lesi
mengalami resolusi spontan dan meninggalkan bekas
hiperpigmentasi.
Kasus keempat adalah anak perempuan usia 7 tahun,
datang dengan keluhan sekitar 2 bulan yang lalu timbul
lepuh kecil, seperti bekas gigitan nyamuk. Lesi kemudian
menjalar berkelok-kelok membentuk saluran berisi cairan di
bawah kulit, dengan daerah tengahnya meradang. Pasien
dibawa ke dokter dan mendapat salep basitrasin neomisin.
Bagian tengah lesi menyembuh, tetapi terowongannya tetap
menjalar. Lesi mengering tetapi bagian ujung kadang masih
menjalar disertai gatal yang hilang timbul.
Pada pemeriksaan fisis keadaan umum baik. Pada
tungkai tampak bercak kehitaman, dibatasi saluran putih
berkelok-kelok merupakan gambaran terowongan yang
sudah mengering dan pada 2 tempat terdapat titik kemerahan.
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisis
ditegakkan diagnosis creeping eruption (sedang dalam
proses penyembuhan). Diberikan terapi Albendazole 400
mg dosis tunggal. Untuk gatal diberi antihistamin. Dua
minggu kemudian, tampak lesi kulit menyembuh dan keluhan
subjektif hilang setelah 3 hari terapi.
PEMBAHASAN
Creeping eruption adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi larva non human hookworm Ancylostoma
caninum (anjing) atau Ancylostoma brazliensis (kucing
pada manusia). Larva tersebut tidak dapat menjadi bentuk
dewasa dan bermigrasi di kulit manusia.1,2 Creeping eruption
Gambar 4 dan 5. Permukaan ventral tungkai bawah kanan.
Papul-vesikel serpiginosa berwarna kemerahan
105
MDVI
Vol. 41 No. 3 Tahun 2014; 103 - 107
13 Mei 2013
16 Mei 2013
Gambar 6 dan 7: Gambar sebelum diterapi bagian bawah bokong pasien, tampak papul, vesikel eritematosa tersusun
serpiginosa pada daerah gluteus hingga perianal
ditandai dengan lepuh, kemerahan, menjalar berkelok-kelok
menimbulkan rasa gatal, panas dan nyeri, kadang dapat
menimbulkan infeksi sekunder karena garukan.2
Penularan creeping eruption dimulai dari telur non
human hookworm pada kotoran anjing atau kucing yang
mengkontaminasi tanah atau sayuran, kemudian menetas
menjadi larva infektif (larva filariformis). Larva tersebut
masuk ke dalam tubuh manusia melalui penetrasi kulit
(biasanya di daerah kontak) terutama daerah ekstremitas.
Pada mulanya membentuk lepuh yang terasa gatal, kemudian
larva tersebut bermigrasi membentuk terowongan berkelokkelok, menyebabkan reaksi inflamasi, biasanya terjadi pada
ekstremitas.2,4 Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
infeksi sekunder. Komplikasi lain, yaitu reaksi alergi lokal
atau sistemik, dilaporkan juga edema dan reaksi
vesikobulosa yang ditemukan antara 6% - 9% dari 67 pasien.5
Diagnosis creeping eruption (cutaneous larva
migrans) dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
yang khas dari lesi kulit dan dari anamnesis. Diagnosis pasti
dapat ditegakkan dengan ditemukannya larva pada
gambaran histopatologi biopsi kulit dari bagian tepi lesi
yang masih baru.6
Creeping eruption merupakan penyakit swasirna. Jika
tidak diterapi, larva akan mati dengan sendirinya dan
kelainan kulit akan membaik secara bertahap. Waktu yang
diperlukan untuk resolusi adalah sekitar 4 hingga 8 minggu,
namun dapat lebih lama hingga 6 bulan.3 Selama lesi belum
menyembuh masih terasa gatal dan nyeri.7 Terapi penyakit
ini ditujukan untuk mempercepat penyembuhan.2,4 Pilihan
terapi berdasarkan derajat keparahan gambaran klinis dan
keluhan yang dirasakan. Terdapat beberapa macam terapi
yang dapat diberikan, yaitu bedah beku (etil klorida), atau
dengan antihelmentik, misalnya thiabendazole topikal. 8
Terapi dengan bedah beku seringkali memberikan hasil yang
kurang memuaskan. Hal tersebut disebabkan karena proses
freeze and thaw yang terjadi tidak cukup adekuat untuk
membunuh larva. Selain itu, efek samping tindakan bedah
beku berupa pembentukan bula dapat meninggalkan bekas
luka yang mengganggu secara kosmetik. Pada kasus anak,
penggunaan bedah beku bukan merupakan pilihan utama
Gambar 8: Setelah 1 hari mendapat terapi
Gambar 9: Hari ke 4 setelah terapi
Terlihat lesi mulai mengering, masih terlihat sisa
blister (anak panah)
106
Lesi telah mengering yang tertinggal bekas
terowongan, gejala juga hilang.
Sudjari, dkk
Terlihat daerah lesi kehitaman diameter ± 3 cm
dibatasi saluran berkelok-kelok pucat bekas
perjalanan larva, pada ujung saluran masih terdapat
sisa blister (anak panah)
Creeping eruption
Terlihat daerah lesi kehitaman dibatasi saluran
berkelok-kelok pucat bekas perja-lanan larva
(panah)
Gambar 10: permukaan ventral tungkai bawah kiri
Gambar 11: Lesi kulit setelah 2 minggu terapi
karena tindakan tersebut merupakan tindakan yang cukup
invasif dan cukup sulit untuk pasien anak yang kurang
kooperatif.9
Pengobatan dengan anthelminthic saat ini, yaitu
tiabendazol kadang sukar didapat di apotek. Jenis obat
cacing lain, adalah mebendazol (akhir-akhir ini kurang
populer), albendazol dan ivermectin. Pemberian albendazol
dosis tunggal 400 mg per oral (PO) memberikan kesembuhan
46-100%. Pada pemberian ivermectin 12 mg dosis tunggal
PO diperoleh kesembuhan 81-100%.10 Pemberian albendazol
400-800 mg/hari PO selama 3-5 hari merupakan terapi yang
cukup efektif, dan pemberian ivermectin 200 µg/kg BB PO
dosis tunggal selama 1-2 hr merupakan terapi pilihan. 6
Pemberian albendazol pada kasus ke-2 tidak dapat
dievaluasi, sedang pada kasus ke-3 dan ke-4 memberikan
hasil yang cukup nyata. Ivermectin sukar didapat di apotek.
3. Wilson ME. Helminthic infection. Dalam: Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Glichrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting.
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7.
New York: Mc Graw-Hill; 2008.h. 2023.
4. Bennett JE, Dolan R, penyunting. Principles and practice of
infectious diseases. Edisi ke-7. Philadelphia: PA Elsevier
Churchill-Livingstone; 2009. h. 291.
5. Caumes E, Carrie`re J, Guermonprez G, Bricaire F, Danis M,
Gentilini M. Dermatoses associated with travel to tropical
countries: a prospective study of the diagnosis and management
of 269 patients presenting to a tropical disease unit. Clin
Infect Dis. 1995; 20: 542-8.
6. Zalaudek I, Giacomel J, Cabo H, Di Stefani A, Ferrara G,
Hofmann-Wellenhof R, dkk. Entodermoscopy: A new tool
for diagnosing skin infections and infestations. Dermatology.
2008; 216: 14-23
7. Nash TE. Visceral larva migrans and other unusual helmint
infection; Dalam: Mendell, Douglas, Bennet, penyunting.
Principle and practice of infectious diseases. Edisi ke-7.
Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2010. h. 3619.
8. Bogitsh BJ, Carter CE, Oeltmann TN. Cutaneous Larva
Migrans. Human Parasitology. Edisi ke-3. London: Elsevier
Acad Press; 2005.h. 346-8.
9. Padmavathy L, Rao LL. Cutaneous larva migrans - A case
report. Indian J Microbiol. 2005; 23: 135-6.
10. Gilles HM. Cutaneous larva migrans: soil transmited
helminths. Dalam: Manson's Tropical Diseases. Edisi ke-21.
Cook G and Zumla A. Book/Power ELST London: Brit Publ
Text Book; 2003. h. 1544-5.
DAFTAR PUSTAKA
1. Karthikeyan K, Thappa D. Cutaneous larva migrans. Indian J
Dermatol Venereol Leprol. 2002; 68:252-8.
2. Diemert DJ. Intestinal nematode infections. Dalam: Goldman
L, Schafer AI, penyunting. Goldman's Cecil Medicine. Edisi
ke-24. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. h. 365.
107
Download