Tanggapan atas Artikel Mongabay tentang Konflik Padang Halaban Ringkasan Kepemilikan tanah perkebunan Padang Halaban secara sah dipegang oleh perusahaan PT. SMART sejak tahun 1975, ketika perusahaan bernama PT. Maskapai Perkebunan Sumcamma Padang Halaban berdasarkan keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Prov. Sumatera Utara Cq. Kepala Direktorat Agraria Prop. Sumut dalam suratnya tertanggal 22 Agustus 1975 No. DA/III/4366-2291/75. HGU tersebut kemudian diperpanjang melalui SK Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 95/HGU/BPN/97 tanggal 6 Agustus 1997 selama 25 tahun kepada PT. SMART Tbk. Bukti dokumentasi ini menunjukkan kepemilikan lahan perkebunan Padang Halaban secara sah adalah PT. SMART Tbk. Gugatan yang disampaikan Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitar (KTPHS) atas PT. SMART kepada Pengadilan Negeri Rantau Parapat sampai pada pengajuan kasasi kepada Mahkamah Agung telah direspon oleh perusahaan dengan menjalani proses peradilan sesuai prosedur. Hasil keputusan peradilan telah berhasil dimenangkan oleh PT. SMART dan surat perintah untuk membongkar pondok-pondok KTPHS yang berada di dalam lahan perkebunan Padang Halaban juga telah dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Medan pada bulan Maret 2015. Selain menempuh proses peradilan sebagaimana mestinya, PT. SMART juga telah menjalankan prosedur penanganan konflik sejalan dengan kebijakan perusahaan (Kebijakan Sosial dan Keberperanan Komunitas, KSKK) yang dikeluarkan oleh PT. SMART. Kebijakan tersebut menyatakan bahwa setiap konflik sosial harus diselesaikan dengan cara yang bertanggung jawab. Kebijakan ini kemudian diimplementasikan di dalam Standard Operational Procedure (SOP) tentang Penanganan Konflik Sosial yang diterbitkan bulan Juli 2014. Sebagai wujud implementasi kebijakan dan SOP tersebut, PT. SMART telah melibatkan Pemerintah Daerah setempat (Gubernur Sumatera Utara dan Kanwil BPN) serta Komnas-HAM untuk memediasi perusahaan dengan KTPHS dalam upaya mencapai kesepakatan damai. Kepemilikan dan Keabsahan Tanah Periode 1906-1968: sebelum Indonesia Merdeka di bawah Plantagen Aktiengeschlischaft Perkebunan Padang Halaban dan disekitarnya sudah dikuasai Belanda yang bekerja sama dengan Sultan Muhammad Syah pada tahun 1918. Pada tahun 1920 s/d 1953 perkebunan Padang Halaban dimiliki Perusahaan Belanda melalui Sumatera PPIJ-NV yang mengusahakan tanaman kelapa sawit. Pada masa penjajahan Jepang pengelolaan Perkebunan Padang Halaban ini diambil alih pihak Jepang, dan tanaman sawit milik Sumatera PPIJ-NV ditumbang dan diganti sebagian dengan tanaman palawija, seperti padi, jagung, singkong, dll. Pimpinan perkebunan adalah Tn Nagao yang bermarkas di Berrusel Leluase. Setelah Indonesia Merdeka, pihak Jepang meninggalkan perkebunan sehingga penguasaan perkebunan kembali kepada Sumatera PPIJNV. HGU Perkebunan Padang Halaban (PT. SMART Tbk) semula atas nama Plantagen Aktiengeschllschaft qq PT. Maskapai Perkebunan Sumcamma Padang Halaban, terdiri atas persil-persil bekas konsesi Aek Korsik, Brussel, Hak Erfpacht Emma dan Konsesi Panigoran. Penguasaan kebun Padang Halaban didasarkan perjanjian antara Sultan Bilah dengan Sumatera Caoutchous My masing-masing tanggal 15 oktober 1906 dan 20 Januari 1924 dan telah disahkan oleh Resident Ooskust Van Sumatera pada tanggal 28 januari 1924 dengan nomor 734. Jangka waktu konsesi perkebunan Padang Halaban tersebut adalah 75 tahun (berakhir tahun 1999). Periode 1968-1991: di bawah PT. Sumcana Padang Halaban Berdasarkan Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1964 perkebunan Padang Halaban dalam penguasaan atau pengawasan Pemerintah dan berdasarkan persetujuan Pemerintah RI dan Plantagen Aktiengeschlischaft tgl 29 April 1968, pengusahaan dan penguasaan perkebunan tersebut oleh Pemerintah RI dikembalikan kepada Perusahaan semula, dengan ketentuan Pemerintah akan memberikan HGU Baru selama 30 tahun sejak 1 Mei 1968. Selanjutnya beradasarkan persetujuan antara Pemerintah RI dan Plantagen Aktiengeschllschaft tanggal 29 April 1968, pemerintah memberikan Hak Guna Usaha Baru selama 30 tahun terhitung mulai tanggal 1 Mei 1968 (berakhir tahun 1999). Pada tahun 1971, Plantagen AG menerima kembali saham dari PT Sumcana Padang Halaban yang sebelumnya diserahkan kepada negara. Panitia Pemeriksaan Tanah (Panitia B) Prop. Sumatera Utara dlm Risalah Pemeriksaan Tanahnya tgl. 24 Februari 1972 No. 52/PPT/B/72 kemudian menyetujui diluluskannya permohonan HGU oleh Plantagen AG qq Maskapai Perkebunan Sumcana Padang Halaban atas Tanah Perkebunan Padang Halaban seluas + 5.639,20 Ha pada tahun 1972. Pada tahun 1975, pemberian HGU atas Perkebunan Padang Halaban seluas 5.639,20 Ha diberikan sepenuhnya berdasarkan keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Prov. Sumatera Utara Cq. Kepala Direktorat Agraria Prop. Sumut dalam suratnya tgl, 22 Agustus 1975 No. DA/III/4366-2291/75. Periode 1991-sekarang: di bawah PT. SMART Tbk. Berdasarkan Risalah Rapat PT Makapai Perkebunan Sumcana Padang Halaban No. 209, tgl. 10 September 1991, dilakukan penggantian Nama pemegang HGU pada sertifikat HGU No. 1/Padang Halaban tersebut yaitu dari atas nama PT. Maskapai Perkebunan Sumcana Padang Halaban menjadi atas nama PT SMART Corporation. Sebelum HGU ini berakhir, pada tanggal 23 Agustus 1996 telah diajukan permohonan perpanjangan HGU oleh PT. SMART Tbk. Dan berdasarkan SK Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 95/HGU/BPN/97 tanggal 6 Agustus 1997 telah diberikan perpanjangan HGU selama 25 tahun kepada PT. SMART Tbk. Dengan demikian HGU PT. SMART Tbk. akan berakhir pada tanggal 1 Januari 2024. PT. SMART Coorporation berubah menjadi perusahaan go-public pada tahun 1992 dengan nama PT. SMART Coorporation Tbk. dan kemudian berubah nama menjadi PT. SMART Tbk. pada tahun 1999. Proses Peradilan/Hukum PT. SMART Tbk (“SMART”) sangat menghormati dan menjunjung tinggi supremasi hukum yang ada di Indonesia, hal ini dapat ditunjukkan dengan telah dilaluinya proses verifikasi, investigasi dan peradilan yang yang telah melibatkan banyak pihak yang berkompeten dan berkewenangan. Proses Peradilan diawali dengan adanya gugatan yang disampaikan oleh KTPHS (Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya) pada tahun 2009 di Pengadilan Negeri Rantau Prapat, tahun 2010 di Pengadilan Tinggi Medan, dan kemudian pada pengajuan kasasi pada tahun 2011 ke Mahkamah Agung. Gugatan tersebut berakhir dengan keputusan dari Mahkamah Agung pada tahun 2013 yang memenangkan dan menetapkan SMART sebagai pemegang hak atas area perkebunan Padang Halaban yang sah. Periode 2009: Pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Rantau Parapat KTPHS mengajukan gugatan kepada PN Rantau Parapat kepada enam pihak yang tergugat, di antaranya: Tergugat 1: PT SMART Tbk. Tergugat 2: PT. PP Panigoran Kebun Padang Halaban Tergugat 3: PT. Serikat Putra Kebun Padang Halaban Tergugat 4: Bupati Labuhan Batu Tergugat 5: Bupati Labuhan Batu Utara Tergugat 6: Kepala Kantor Badan Pertahanan Nasional Labuhan Batu Terdapat 14 poin tuntutan, yang pada intinya meminta agar tanah seluas kurang lebih 3,000 ha yang terletak di Kecamatan Aek Uo, Kecamatan Na IX-X dan Kecamatan Marbau Kabupaten Labuhan Batu adalah milik dari Pihak Penggugat (PT. KTPHS). Hasil putusan peradilan PN Rantau Parapat menyatakan pada intinya bahwa Tergugat 1 (PT. SMART Tbk.) dan Tergugat 2 (PT. PP Panigoran Kebun Padang Halaban) adalah pemilik sah dari Perkebunan Padang Halaban sebagaimana yang disebutkan di dalam Sertifikat Hak Guna Usaha. Periode 2010: Pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Rantau Parapat, PT. KTPHS mengajukan upaya hukum lanjutan yakni pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi Medan terhadap hasil putusan PN Rantau Parapat. Adapun tuntutan yang diajukan banding sama dengan poin gugatan kepada PN Rantau Parapat, yakni meminta tanah seluas kurang lebih 3,000 ha menjadi milik KTPHS. Hasil putusan peradilan PT Medan menguatkan putusan PN Rantau Parapat dan memutuskan bahwa SMART dan PT. PP Panigoran Kebun Padang Halaban sebagai pemilik sah dari tanah perkebunan Padang Halaban. Periode 2011: Pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia. KTPHS tidak puas terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Medan dan kemudian pada tahun 2011 mengajukan upaya hukum lanjutan yakni pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Medan dengan tuntutan yang sama. MA menolak permohonan kasasi KTPHS dan memenangkan SMART dan PT. PP Panigoran Kebun Padang Halaban sebagai pemilik sah sertifikat HGU No. 1/Padang Halaban. Periode 2011-sekarang: Proses peradilan selanjutnya SMART kemudian mengajukan gugatan pengosongan area (UvB) dengan sembilan poin gugatan kepada PN Rantau Parapat, yang intinya meminta agar Pihak Tergugat (KTPHS) membongkar dan/atau mengosongkan dan meninggalkan dan menyerahkannya dalam keadaan baik kepada Pihak Penggugat (PT. SMART Tbk.). Hasil peradilan PN Rantau Parapat memenuhi tuntutan penggugat (PT. SMART Tbk.) dan memerintahkan kepada KTPHS untuk mengosongkan dan meninggalkan area dan menyerahkannya dalam keadaan baik kepada PT. SMART Tbk.. KTPHS tidak puas terhadap putusan PN Rantau Parapat dan mengajukan upaya hukum lanjutan melalui banding ke Pengadilan Tinggi Medan dengan tuntutan mengembalikan area lahan tersebut kepada KTPHS. Pengadilan Tinggi Medan menguatkan putusan PN Rantau Parapat pada bulan Maret 2015 dan memenangkan PT. SMART bahwa KTPHS harus membongkar pondok yang dibangun di dalam area lahan. Pendekatan Multipihak (Multistakeholder) dalam Mediasi Sejalan dengan kebijakan perusahaan (Kebijakan Sosial dan Keberperanan Komunitas 2011, KSKK) bahwa setiap konflik harus diselesaikan dengan cara yang bertanggung jawab. Kebijakan ini diimplementasikan dalam Standard Operational Procedure (SOP) tentang Penanganan Konflik Sosial yang diterbitkan bulan Juli 2014. Sebagai wujud implementasi kebijakan dan SOP tersebut, PT. SMART telah melibatkan Pemerintah Daerah setempat (Gubernur Sumatera Utara dan Kanwil BPN) serta Komnas-HAM untuk memediasi perusahaan dengan KTPHS dalam upaya mencapai kesepakatan damai. Pada bulan Agustus 2014, SMART merencanakan untuk merealisasikan putusan Mahkamah Agung dengan mengundang Komnas-HAM sebagai pihak pengamat dalam proses eksekusi putusan. Akan tetapi, eksekusi tersebut sampai saat ini belum dilakukan. Pada bulan Februari 2015, Komnas-HAM mengundang PT. SMART dan Pemerintah Daerah (Gubernur Sumatera Utara dan Kanwil BPN Sumatera Utara) untuk memberi keterangan dan penjelasan atas penyelesaian permasalahan dengan pihak KTPHS. Undangan tersebut didahului dengan pemantauan lapangan yang dilangsungkan pada bulan Desember 2014 dan pertemuan dengan Pemerintah Daerah pada bulan Januari 2015. KTPHS juga tidak mengindahkan putusan peradilan PN Rantau Prapat dan PT Medan di bulan Maret 2015 yang menginstruksikan agar KTPHS membongkar pondok dan pindah dari area sengketa, namun hingga saat ini SMART masih bertekad untuk menempuh jalan damai dengan KTPHS dan aktif melakukan komunikasi multipihak dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu Utara, dan warga masyarakat. Itikad Baik dan Tawaran Jalan Keluar Setelah persidangan Perkara Perdata diputus di Pengadilan Negeri Rantau Prapat, Pengadilan Tinggi Medan dan di tingkat Kasasi Mahkamah Agung, yang pada intinya menolak gugatan/ tuntutan KTPHS; manajemen SMART dan pihak Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu Utara sejak tahun 2012 sudah mencoba untuk melakukan pendekatan kepada KTPHS dalam rangka pemberian “goodwill” kepada anggota KTPHS yang mendirikan dan memiliki bangunan di dalam area sengketa. Sayangnya, segala upaya perdamaian dengan cara pemberian bantuan kepada KTPHS tersebut tidak diterima oleh Pengurus KTPHS. Setelah berdiskusi dengan Komnas HAM, Gubernur Sumatera Utara, dan Bupati Labuhan Batu Utara pada bulan Februari 2015, hasil pertemuan mengusulkan alternatif untuk menjadikan PT. SMART Corporation, Tbk. sebagai “bapak angkat” dari plasma warga, dengan ketentuan jika Pemerintah Daerah dapat mengusahakan lahan bagi warga. Bekerja Bersama Masyarakat dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Sebagai perusahaan yang telah mengelola perkebunan Padang Halaban sejak tahun 1984, dan sebagai warga korporasi yang baik, SMART secara aktif bekerjasama bersama masyarakat lokal di sekitar perkebunan kami. Perusahaan telah menyerap banyak tenaga kerja dari masyarakat lokal Padang Halaban untuk bekerja dan membuka kesempatan yang sama bagi tenaga kerja wanita. Berbagai program Tanggung Jawab Sosial (CSR) telah digulirkan oleh perusahaan untuk masyarakat dan desa-desa di sekitar kebun hingga sekarang. Di sektor Pendidikan, adalah dengan melakukan perbaikan bangunan sekolah dan fasilitasnya, pemberian insentif pada guru dan kepala sekolah, mendukung berbagai aktivitas sekolah, bantuan transportasi antar jemput dan beasiswa anak sekolah. Di sektor Kesehatan, beragam kegiatan mulai dari sunatan masal bagi seluruh anak-anak desa sekitar kebun, Program radius 5 km disekitar perkebunan Padang Halaban yang bebas dari masyarakat yang terkena bibir sumbing, penyakit hernia dan katarak, serta program Posyandu untuk masyarakat sekitar perkebunan Padang Halaban. Sementara itu dibidang pengembangan Ekonomi Kreatif adalah dengan peningkatan pemasok lokal dengan pemberian pekerjaan proyek kebun kepada kontraktor lokal, pelatihan menjahit. Dalam hal peningkatan dan perbaikan Infrastruktur, perusahaan telah melakukan upaya termasuk perbaikan jalan akses desa dan cuci parit. Selain itu, pemberian bantuan sosial diantaranya santunan anak yatim, bantuan air bersih, penyiraman jalan desa, perbaikan rumah ibadah, bantuan kegiatan pemuda, olah raga, seni budaya dan keagamaan.