Komunikasi Menggunakan Smart Chart (bagian 1) (disadur dari The Spitfire Strategies Smart Chart 3.0, www.spitfirestrategies.com) Smart Chart merupakan alat perencanaan kegiatan komunikasi yang dikembangkan oleh Spitfire Strategies dan dapat diunduh di internet pada laman www.smartchart.org. Alat ini digunakan oleh Advance Family Planning (AFP) dan diajarkan kepada Province Working Group (PWG) dan District Working Group (DWG) di Provinsi Kalimantan Barat sebagai alat bantu dalam merencanakan kegiatan komunikasi, memantau proses komunikasi yang sedang berlangsung, dan mengevaluasi kegiatan komunikasi yang telah dilaksanakan. Proses komunikasi yang dilakukan dalam hal ini bertujuan untuk mengubah perilaku atau kebijakan tertentu agar sesuai dengan harapan kita. Caranya adalah dengan menggerakkan orang yang tepat untuk mengambil langkah yang tepat pada saat yang tepat. Smart Chart menuntun kita untuk berpikir secara runtut dalam merencanakan suatu proses komunikasi. Dalam menggunakan Smart Chart, kita dituntut untuk memberikan waktu, komitmen, dan fokus. Ada enam langkah strategis dalam Smart Chart, yakni: (1) Keputusan Program (Program Decisions); (2) Konteks (Context); (3) Pilihan Strategis (Strategic Choices); (4) Kegiatan Komunikasi (Communication Activities); (5) Indikator Keberhasilan (Measurements of Success); dan (6) Pengecekan Akhir (Final Reality Check). Akan tetapi, artikel ini hanya akan membahas dua langkah pertama. 1 LANGKAH PERTAMA: KEPUTUSAN PROGRAM Keputusan program meliputi keputusan berkaitan dengan tujuan yang bersifat luas, tujuan yang lebih spesifik, dan pengambil keputusan. 1. Visi (Broad Goal): Apa yang ingin anda lakukan? Visi adalah tujuan jangka panjang yang ingin dicapai. Visi merupakan tujuan yang bersifat luas. Upaya komunikasi yang baik didasarkan pada visi untuk berubah. Visi organisasi atau tujuan besar yang ingin dicapai seseorang merupakan titik sentral dalam upaya komunikasi yang akan dilakukan. Hal ini karena visi dapat menunjukkan pilihan strategis apa yang harus diambil. Visi mungkin baru dapat dicapai dalam 10, 20, atau 30 tahun kedepan. Karenanya, kita harus menetapkan tujuan-tujuan jangka pendek dalam rangka mencapai visi. Dengan kata lain, visi harus dipecah kedalam tujuan-tujuan jangka pendek yang lebih mudah dicapai secara bertahap. 2. Tujuan (Objective): Langkah konkrit apa yang akan anda ambil untuk meraih visi anda? Tujuan disini adalah tujuan jangka pendek, yang merupakan pecahan dari visi. Rentangnya tidak lebih dari 12 hingga 18 bulan. Tujuan yang baik haruslah SMART, Specific (jelas), Measurable (terukur), Attainable (dapat dicapai), Realistic (realistis), dan Time-bound (terikat waktu). Tujuan dapat dibagi kedalam dua kategori, yakni: 2 mengubah perilaku dan mengubah kebijakan (baik itu kebijakan pemerintah ataupun kebijakan perusahaan). Seringkali dalam mencapai visinya, organisasi harus mewujudkan beberapa tujuan sekaligus. Oleh karena itu, organisasi tersebut harus menyusun beberapa perencanaan kegiatan komunikasi menggunakan Smart Chart sesuai tujuan yang ingin diraih. Tujuan yang berbeda membutuhkan perencanaan yang berbeda pula, asalkan perencanaan ini tidak saling bentrok. Tujuan tidak boleh samar dan terlalu luas, seperti “meningkatkan kesadaran masyarakat”. Seringkali kesadaran masyarakat bukanlah tujuan, melainkan alat untuk mengubah perilaku masyarakat atau alat untuk menekan pihak tertentu secara politik untuk membantu mencapai tujuan yang kita inginkan. Nyatakan tujuan dengan jelas dan konkrit seperti “meningkatkan jumlah keluarga yang mendaur ulang sampahnya”. 3. Pengambil Keputusan (Decision Maker): Siapa yang dapat mewujudkan tujuan anda? Pengambil keputusan terakhir adalah orang yang memiliki kewenangan untuk memberikan apa yang kita inginkan, yaitu orang yang berwenang mendukung atau menolak tujuan kita. Pada dasarnya, siapapun yang dapat mengubah suuuatu kebijakan adalah pengambil keputusan yang harus diadvokasi. Sangat penting untuk mengidentifikasi pengambil keputusan terakhir yang ingin kita advokasi. 3 LANGKAH KEDUA: KONTEKS Langkah berikutnya adalah menentukan konteks, yang terdiri dari lingkungan internal dan eksternal. Disini kita harus meneliti kelebihan, kekurangan, peluang, dan tantangan yang akan dihadapi dalam meraih tujuan. Singkatnya, langkah kedua ini seperti melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat). 1. Analisis Internal (Internal Scan) Analisis internal (internal scan) mengukur kelebihan dan kekurangan organisasi atau orang yang merencanakan kegiatan komunikasi untuk mencapai tujuan. Pengukuran ini dilakukan dari sudut pandang kapasitas. Beberapa pertanyaan yang mungkin harus dijawab, antara lain: 4 Sumber daya, staf, atau alat apa yang harus digunakan dalam merencanakan kegiatan advokasi atau komunikasi? Apakah kita memiliki tim teknis atau divisi litbang yang dapat memberitahu kita strategi apa yang harus kita ambil? Bagaimana reputasi kita, apakah kita cukup terkenal atau tidak? Apakah kita memiliki mitra yang dapat membantu dalam melaksanakan kegiatan komunikasi ini? 2. Analisis Eksternal (External Scan) Analisis eksternal (external scan) yaitu mengukur lingkungan dimana kegiatan komunikasi akan kita lakukan. Perhatikan apa yang terjadi di sekitar kita yang dapat mempengaruhi strategi komunikasi yang akan kita lakukan. Apakah ada peristiwa tertentu yang mungkin mempengaruhi strategi kita? Apakah waktu dapat menjadi kendala? Apakah ada organisasi lain yang juga mengurusi isu yang kita angkat? Bila ya, apakah mereka berada di pihak yang sama, atau bertentangan dengan kita? Hambatan apa yang mungkin kita hadapi dalam mempengaruhi orang lain untuk bertindak? Adakah kesalahan informasi atau konsepsi yang salah mengenai isu yang kita angkat yang dapat menghalangi usaha komunikasi kita? Rintangan atau peluang apa yang mungkin akan kita temui? Adakah peluang komunikasi alami yang dapat kita pengaruhi untuk memudahkan usaha kita? Peristiwa tak terduga apa saja yang dapat membantu atau membahayakan usaha kita? 3. Menentukan Posisi Isu/Masalah yang Diusung Setelah melakukan analisis internal dan eksternal, kita harus menentukan posisi kita dan posisi isu yang kita usung. Tidak jarang kita jumpai kelompokkelompok yang menganggap isu yang diusungnya sebagai barang baru, dalam artian, mereka menganggap bahwa orang lain belum paham dengan isu yang mereka usung. Ada tiga posisi yang mungkin kita alami. Pertama, merumuskan isu (frame). Memformulasikan suatu isu artinya belum ada pembahasan mengenai isu itu sebelumnya, karena isu tersebut merupakan hal yang baru. Tidak banyak yang tahu 5 tentang isu atau permasalahan yang diangkat. Bahkan permasalahan itu mungkin merupakan suatu hal yang sangat baru sehingga kita harus menggunakan analogi atau metafora untuk menjelaskan kepada orang lain mengenai isu tersebut. Salah persepsi tidak banyak terjadi karena belum banyak yang tahu mengenai isu itu. Kedua, memperkuat dan menjelaskan isu (fortify and amplify). Pada kondisi ini, telah terjadi perdebatan mengenai masalah yang kita angkat, dan perdebatan ini menguntungkan kita dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini, kita menghabiskan sebagian besar energi dan usaha untuk memperkuat isu, karena diskusi berjalan baik dan banyak pihak yang mendukung kita, serta tidak ada alasan untuk menghabiskan waktu dan biaya untuk mengalihkan pembicaraan. Ketiga, membingkai ulang isu (reframing). Disaat kita kalah dalam perdebatan, dan tidak ada peluang untuk menang dalam isu yang sudah ada, saatnya putar haluan. Terkadang, kita membuat kesalahan dengan terus berusaha memperkuat dan menjelaskan isu dimana kita sudah jelas-jelas berada di pihak yang kalah dalam perdebatan. Dengan mengubah rumusan permasalahan, kita dapat menciptakan ruang untuk diskusi yang lebih produktif. Satu hal yang harus diingat dalam membingkai ulang isu adalah bahwa hal ini membutuhkan banyak waktu dan uang, kesepakatan dengan banyak organisasi dan para juru bicara, serta kesabaran. Membingkai ulang isu membutuhkan komitmen jangka panjang. (ypi) LANGKAH KETIGA: PILIHAN-PILIHAN STRATEGIS Kini saatnya kita memutuskan siapa sasaran advokasi kita dan apa yang mereka pedulikan, bagaimana kita akan mendekati mereka, apa yang akan kita katakan pada mereka, dan siapa yang akan menyampaikannya kepada mereka. 6 1. Sasaran (Audience) Definisikan sasaran komunikasi dengan jelas agar kita semakin mudah mendekatinya. Sasaran komunikasi adalah orang yang dapat menggerakkan pembuat keputusan/pemegang kebijakan dan membantu mencapai tujuan kita. Kita dapat membagi sasaran berdasarkan demografi, kondisi geografis, dan kategori lainnya yang relevan dengan pekerjaan kita. Segmentasi sasaran harus dibuat serinci mungkin, misalnya: penduduk laki-laki berusia kurang dari 25 tahun yang tinggal di daerah perkotaan dan memiliki truk; pengusaha yang sering melakukan perjalanan dinas keluar kota; atau keluarga petani di Kecamatan Sekadau Hilir. Pendekatan yang harus dilakukan terhadap sasaran yang berbeda, akan berbeda pula caranya. Perbedaan pendekatan yang harus dilakukan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti minat sasaran dan mereka memperoleh informasi mengenai isu yang kita bawa. Apabila kita memiliki lebih dari satu jenis sasaran, maka kita harus mengembangkan strategi yang berbeda untuk setiap sasaran itu. Dalam beberapa kasus, sasaran kita mungkin sama dengan pembuat kebijakan yang ingin kita advokasi. Contohnya, jika tujuan kita adalah menurunkan jumlah perokok di Kota Pontianak, maka baik pembuat keputusan maupun sasaran komunikasi kita adalah para perokok, karena merekalah yang dapat memutuskan untuk berhenti merokok. Dalam kasus lainnya, mungkin kita memilih sasaran yang dapat mempengaruhi pembuat keputusan. Contohnya bila tujuan kita adalah adanya peraturan daerah bebas asap rokok di restoran dan tempat makan di Kota Pontianak, dan DPRD Kota Pontianak merupakan pengambil keputusan, kita dapat memilih para konstituen sebagai sasaran yang akan mempengaruhi anggota DPRD untuk menerbitkan peraturan tersebut. Fokusnya adalah pada sasaran yang memiliki pengaruh terbesar pada dan memiliki akses ke pengambil keputusan. Jika kita tidak memiliki akses langsung kepada pemegang kebijakan, maka kita harus cermat dalam menentukan sasaran yang akan membantu membujuk si pemegang kebijakan. Perlu diingat bahwa masyarakat luas bukan sasaran. Masyarakat luas artinya siapapun. Kita harus memiliki sasaran yang spesifik yang dapat didefinisikan. Media juga bukan sasaran. Media merupakan alat untuk mencapai sasaran. Semakin sedikit jumlah sasaran, semakin mudah kita merancang kegiatan komunikasi yang terfokus yang dapat menggerakkan sasaran untuk bertindak. 7 Pilihlah sasaran yang dipandang ahli oleh si pengambil kebijakan. Pilih sasaran yang bersedia menunjukkan dukungannya kepada kita di muka umum, misalnya dengan memasang stiker yang mendukung isu yang kita usung di mobilnya atau menggunakan kaos dengan tulisan yang mendukung isu kita. Terakhir, pilihlah sasaran yang dapat kita pengaruhi. 2. Kesiapan Sasaran (Readiness) Ada tiga tahapan dalam komunikasi: berbagi pengetahuan, membangun keinginan untuk bertindak, dan mendorong untuk bertindak. Identifikasi dimanakah posisi sasaran dalam tahapan komunikasi ini. Tahapan pertama, berbagi pengetahuan. Sasaran harus memiliki wawasan tentang permasalahan yang diangkat. Beri informasi kepada sasaran tanpa membebaninya dengan informasi yang terlalu banyak. Jadikan isu itu relevan dengan nilai dan gaya hidup sasaran; atau kaitkan isu itu dengan keluarganya, teman-temannya, atau komunitasnya. Informasikan solusi yang dapat diambil sehingga sasaran merasa bahwa mereka dapat membantu menciptakan perubahan. Tahap kedua, bangun keinginan untuk bertindak. Hal ini berarti mengatasi kendala yang mungkin dihadapi sasaran untuk bertindak. Ajukan jenis tindakan yang dapat dilakukan dan sesuai dengan nilai dan gaya hidup sasaran. Jangan sampai terlalu membebani sasaran untuk keluar dari zona kenyamanannya. Kita juga bisa memperlihatkan tokoh-tokoh yang sudah lebih dulu bertindak, atau memposisikan tindakan yang kita inginkan sebagai tindakan yang sesuai dengan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Tunjukkan bahwa manfaat tindakan itu jauh lebih besar dari risikonya. Posisikan sasaran sebagai pahlawan yang mampu membuat perubahan. Tahap tiga, mendorong untuk bertindak. Beri imbalan bagi sasaran yang sudah bertindak karena melakukan hal yang benar, meskipun tindakan itu sangat kecil artinya atau dampaknya pada isu yang kita usung. Yakinkan bahwa mereka sudah melakukan tindakan yang benar. 3. Kepedulian atau Nilai Utama Sasaran (Core Concerns) Cari tahu nilai yang dipegang oleh sasaran berkaitan dengan isu yang kita bawa. Jadikan isu itu relevan dengan nilai yang mereka anut. Sasaran akan lebih peduli terhadap isu kita apabila mereka melihat isu kita sejalan dengan nilai yang dipegangnya. Pahami nilai yang dianut oleh sasaran sehingga kita dapat memahami 8 cara pikir mereka dan menentukan perspektif apa yang mereka pakai dalam mengambil keputusan. Identifikasi hambatan-hambatan yang dapat mencegah sasaran untuk mendengarkan kita. Antisipasi dan atasi hambatan-hambatan tersebut. 4. Tema (Theme) Tema adalah gambaran besar mengenai permasalahan yang diangkat yang ingin kita sampaikan pada sasaran. Tema membantu kita menentukan cara mendekati sasaran. Tema harus dimunculkan berdasar nilai yang dianut oleh sasaran. Misalnya kampanye anti rokok bisa memiliki tema yang berbeda. Kita bisa membuat animasi untuk anak-anak yang menggambarkan rokok sebagai penjahat. Atau kita ingin menyasar perokok pasif dengan tema “Anda yang merokok, saya yang tercekik”. Bagi remaja yang peduli dengan penampilan, kita tunjukkan dampak buruk merokok terhadap kecantikan, seperti: kulit kusam, nafas bau, badan bau rokok, dan penampilan yang menjijikkan dari seorang perokok. Sasaran yang berbeda perlu didekati dengan tema yang berbeda pula, meskipun tujuannya sama. Nuansa yang positif, optimis, dan adanya harapan atau peluang untuk berubah ke arah yang lebih baik, dapat meningkatkan keinginan sasaran untuk membantu. Tema yang berbeda bisa muncul dari nilai yang sama. Cari tahu dan pilih tema yang paling mempengaruhi sasaran. 5. Pesan (Message) Kuncinya adalah “apa yang bisa didengar oleh sasaran, bukan apa yang ingin kita sampaikan kepada sasaran”. Pesan harus sesuai dengan nilai sasaran. Pesan bukanlah pernyataan misi. Kita dapat menanyakan beberapa hal berikut untuk menguji apakah pesan kita sudah tepat atau sesuai: Apakah pesan itu didasarkan pada kepedulian atau nilai yang dianut oleh sasaran? Apakah pesan yang kita sampaikan memberi solusi dalam mengatasi kendala yang dihadapi oleh sasaran? Apakah tugas yang ada dalam pesan itu masih berada dalam zona kenyamanan sasaran? Bila tidak, apakah manfaatnya lebih besar dari risikonya? 9 Apakah pesan yang kita sampaikan membantu sasaran meraih visinya atau memberikan imbalan personal kepada sasaran? Apakah pesan itu memberi harapan untuk berhasil? Apakah pesan konsisten dengan tema? 6. Pembawa Pesan (Messenger) Pilihlah pembawa pesan yang memiliki kredibilitas di mata sasaran. (ypi) . 10