BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Teraupetik 1. Pengertian Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2008). Menurut Purwanto yang dikutip oleh (Mundakir 2009), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010). Menurut (Stuart 2003) komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Menurut (Potter-Perry 2000), proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien. Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. 2. Komponen Dalam Komunikasi Ada beberapa komponen yang terlibat dalam proses komunikasi yaitu : a. Sender (pemberi pesan) : individu yang bertugas mengirim pesan. 77 8 b. Receiver (penerima pesan) : seseorang yang menerima pesan. Bisa berbentuk pesan yang sudah diinterpretasikan. c. Pesan : informasi yang diterima, bisa berupa kata, ide atau perasaan. Pesan akan efektif bila jelas dan terorganisasi yang diekspresikan oleh si pengirim pesan. d. Media : metode yang digunakan dalam pesan yaitu kata, bisa dengan cara ditulis, diucapkan, diraba, dicium. Contoh : catatan atau surat adalah kata; bau badan atau ciuman parfum adalah penciuman (dicium), dan lain-lain. e. Umpan balik : penerima pesan memberikan informasi atau pesan kembali kepada pengirim pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Umpan balik merupakan proses yang kontinu karena memberikan respons pesan dan mengirimkan pesan berupa stimulus yang baru kepada pengirim pesan. 3. Tujuan Komunikasi Teraupetik Menurut Suryani (2005) komunikasi teapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi : a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan diri. Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran mempertahankan kekuatan egonya. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi. b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak supertifisial dan saling bergantungan dengan orang lain dan mandiri. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping. c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (2008) mengemukakan bahwa individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri. d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk membina hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam membantu mengurangi beban perasaan dan pikiran yang diderita klien, demi kesembuhan klien itu sendiri. 5. Tahapan Dalam Komunikasi Terapeutik Menurut Alimul, H. Aziz (2009), adaempat tahapan dalam berkomunikasi yaitu : a. Tahap pra-intraksi Pada tahap pra-intraksi ini yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan data tentang klien dengan mempelajari status atau bertanya kepada orang tua tentang masalah atau latar belakang yang ada, mengeksplorasi perasaan, proses ini akan mengurangi kekurangan dalam saatkomunikas dengan cara mengeksplorasikan perasaan apa yang ada pada dirinya, membuat rencana pertemuan dengan klien, proses ini ditunjukkan dengan kapan komunikasi akan dilakukan, dimana dan rencana apa yang dikomunikasikan serta target dan saran yang ada. 9 10 b. Tahap perkenalan atau orientasi Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah memberikan salam dan senyum pada klien. Dalam hal ini berarti perawat sudah siap sedia untuk member pelayanan keperawatan pada klien dengan memperkenalakn dirinya, perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya melakukan validasi (kognitif, psikomotor, efektif), mencari kebenaran data yang ada dengan wawancara, mengobservasi atau pemeriksaan yang lain, memperkenalkan nama kita dengan tujuan agar selalu ada yang memperlihatkan terhadap kebutuhannya, menanyakan nama panggilan kesukaan klien karena akan mempermudah dalam berkomunikasi dan lebih dekat, menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien, menjelaskan peran kita danklien, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan menjelaskan kerahasiaan. c. Tahap kerja Pada tahap ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya, karena akan memberitahu tentang halhal yang kurang dimengerti dalam komunikasi, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik dan melakukan kegiatan sesuai dengan rencana. d. Tahap Terminasi Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri pertemuan dalam menjalankan tindakan keperawatan serta mengakhiri interaksinya dengan klien.Dengan dilakukan terminasi, klien menerima kondisi perpisahan tanpa menjadi regresi (putus asa) serta mengindari kecemasan.Terminasi dilakukan agar klien menyadari bahwa ada pertemuan ada pula perpisahan.Perawat harus dapat menghindari dari perbuatan melanggar batas, dimana hubungan yang dibangun secara professional berubah menjadi hubungan pribadi. 5. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik Menurut (Suryani 2000), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik: Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip” humanity of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawatmendefinisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu, hubungan antar manusia yang bermartabat. Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan tiap individu. Ketiga, semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien. Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik. 6. Teknik Komunikasi Terapeutik Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan Sundeen, dalam Ernawati (2009) yaitu: a. Mendengarkan (lestening) Mendengar ( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik ( Keliat 2006). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam Suryani, (2007). Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan 11 12 penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan. Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan: 1. Pandang klien ketika sedang bicara 2. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan 3. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan 4. Hindarkan gerakan yang tidak perlu 5. Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik 6. Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien). b.Bertanya Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi: 1. Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question) Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam Suryani,(2005). 2. Pertanyaan terbuka atau tertutup Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong dalam Suryani, (2005). Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang singkat. 3. Penerimaan Adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkanekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. 4. Mengulangi (restating) Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 2003 ). 5. Klarifikasi (clarification) Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien. 13 14 6. Refleksi ( reflection ) Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005). Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain. 7. Memfokuskan (focusing) Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan. 8. Diam ( silence ) Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, (2005). 9. Memberikan Informasi ( informing ) Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternative pemecahan masalah, (Suryani 2005). 10. Menyimpulkan (summerizing) Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksporasi point penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu perawat dank lien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. 11. Mengubah Cara Pandang (reframing) Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam Suryani, (2005 ) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. 12. Eksplorasi Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi. Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien. 13. Membagi Persepsi (Sharing perception) Stuart G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang 15 16 perawat rasakan atau pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respons verbal atau respons nonverbal dari klien. 14. Identifikasi tema Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, 2005).teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien. 15. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menaksirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan. 16. Humor Sullivan dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien. 17. Memberikan Pujian Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D dalam Suryani, (2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui inyarat nonverbal. 18. Menawarkan Diri Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Perawat menyediakan diri tanpa renpons bersyarat atau respons yang diharapkan. 19. Memberikan Penghargaan Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya, menunjukan kesadaran tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien dan keluarga sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. 20. Asertif Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain. 7. Isi Pesan Pesan adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa ide, pendapat, pikiran dan saran. Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan, (Ernawati Dalami, 2009). Menurut Arita Murwani, isi pesan harus dirasa penting dan berguna bagi sasaran. Bila seorang pasien diberi nasihat atau informasi berupa pesan-pesan yang kurang bermanfaat dan tidak jelas, maka pasien akan enggan melakukannya. Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan, tatap muka, dan 17 18 dapat pula melalui media atau saluran. Pesan yang disampaikan memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: a. Pesan harus direncanakan dengan baik sesuai kebutuhan b. Penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti oleh kedua belah pihak c. Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan, ( Mundakir 2006). 8.Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Yang Menjalani Kemoterapi Selama masa kemoterapi, perawat melakukan komunikasi melalui pendekatan berikut: a. Mempertahankan hubungan terapeutik terapeutik untuk memungkinkan klien mengungkapakan (verbalisasi) rasa takut, rasa cemas dan khawatir klien tentang rencana kemoterapi. b. Menggunakan sentuhan seperlunya untuk menunjukkan empati dan kepeduliaan. c. Menggunakan kemampuan mendengar aktif untuk mengidentifikasi dan memvalidasi respons verbal dan nonverbal yang mengidentifikasi ketakutan dan kecemasan. d. Mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan yang umum diajukan klien,seperti “Berapa lama kemoterapi akan berlangsung? Dimana keluarga saya berada? , apakah kemoterapi ini akan berjalan dengan lancar?,kapan saya boleh bekerja lagi? Dan sebagainya (Anas,2006). B. Kanker Payudara 1. Pengertian Kanker Payudara Kanker payudara adalah kanker yang terjadi pada payudara karena adanya pertumbuhan yang tak terkendali dari sel-sel kelenjar dan salurannya, (Wenny Artanty Nisman 2011). Kanker payudara adalah tyumor ganas yang menyerang jaringan payudara, merupakan penyakit yang paling ditakuti oleh kaum wanita, meskipun berdasarkan penemuan terakhir kaum pria pun bisa terkena kanker payudara, walaupun masih jarang terjadi, (Endang 2008). Kanker Payudara adalah kanker yang terjadi pada payudara karena adanya pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel kelenjar dan salurannya. Sampai saat ini penyebab kanker kanker payudara belum diketahui dengan pasti, Wenny Artanty Nisman, (2011). 2. Klasifikasi Kanker Payudara Menurut lamanya, pertumbuhan kanker dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Stadium dini, dimana kanker mulai timbul dan belum menyusup jauh ke dalam jaringan sekitarnya dan belum mengadakan anak sebar; dan (2) Stadium lanjut, yaitu jika kanker sudah menjadi besar dan sudah menyusup jauh ke dalam jaringan sekitarnya, masuk ke dalam pembuluh darah dan getah bening. Sampai saat ini kurang lebih 120 jenis kanker diketahui dan dikelompokkan dalam 12 bagian besar, yaitu: (1) Kanker kandungan, yang terdiri dari cervix dan corpus, kanker ari-ari dan ovarium; (2) Kanker payudara yang saat ini makin banyak tahun 8%. Setelah umur 5 tahun frekuensinya turun sampai 23%, dan ini dipertahankan lama sampai kurang lebih umur 25-30 tahun, lalu mulai naik dengan pelan-pelan dan setelah mencapai umur 35-40 tahun naik dengan cepat. Pada umur 55 tahun frekuensinya turun lagi, karena jumlah 19 20 penduduk pada usia lanjut sedikit, walaupun insidens pada golongan umur lanjut tetap naik (Sukardja, 2007). 3. Etiologi Kanker Payudara Kategori agens atau faktor-faktor tertentu telah memberikan implikasi dalam proses karsinogenik. Agens atau faktor-faktor tersebut termasuk virus, agens fisik, agens kimia, faktor-faktor genetik atau keturunan, faktor-faktor makanan dan agens hormonal (Smeltzer, 2001). a. Virus Virus sebagai penyebab kanker pada manusia adalah sulit untuk dipastikan karena virus sulit untuk diisolasi. Bila tampak kanker spesifik pada kluster maka diduga atau dicurigai adanya penyebab infeksius. Virus dianggap dapat menyatukan diri dalam struktur genetik sel, sehingga mengganggu generasi mendatang dari populasi sel tersebut dan barangkali akan mengarah pada kanker. Seperti virus hepatitis B telah menunjukkan implikasi dalam karsinoma hepatoseluler, virus Epstein-Barr sangat dicurigai sebagai agens penyebab pada limfoma Burkitt dan kanker nasofaring. b. Agens Fisik Faktor-faktor fisik yang berkaitan dengan karsinogenesis mencakup pemajanan terhadap sinar matahari atau pada radiasi, iritasi kronis atau inflamasi dan penggunaan tembakau. Pemajanan berlebih terhadap radiasi ultraviolet meningkatkan risiko kanker kulit. Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi saat prosedur radiografi berulang atau ketika terapi radiasi digunakan untuk mengobati penyakit. Pemajanan terhadap medan elektromagnetik (EMF) dari kabel listrik. Mikrowave, dan telepon seluler dapat juga meningkatkan risiko kanker. c. Agens Kimia Banyak substansi kimiawi yang ditemukan dalam lingkungan kerja terbukti menjadi karsinogen atau ko-karsinogen dalam proses kanker. Karsinogen kimia mencakup zat warna amino aromatik anilin; arsenik, jelaga dan tar; asbestos; benzen; pinang dan kapur sirih; kadmium; senyawaan kromium, nikel dan seng, debu kayu; senyawaan berilium; dan polivinil klorida. Kebanyakan zat kimia yang berbahaya menghasilkan efek-efek toksik dengan mengganggu struktur DNA pada bagian-bagian tubuh yang jauh pajanan zat kimia. d. Faktor-faktor Genetik dan Keturunan Faktor-faktor genetik juga memainkan peranan dalam pembentukan sel kanker. Jika kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal, dapat terbentuk sel-sel mutan. Beberapa kanker pada masa anak-anak dan dewasa menunjukkan predisposisi keturunan. Kanker ini cenderung untuk terjadi pada usia muda dan pada berbagai tempat dalam satu organ atau sepasang organ. Pada kanker dengan predisposisi herediter, umumnya saudara dekat (sedarah) mempunyai tipe kanker yang sama. e. Faktor-faktor Makanan Faktor-faktor makanan diduga berkaitan dengan 40% sampai 60% dari semua kanker lingkungan. Substansi makanan dapat proaktif, karsinogenik, atau kokarsinogenik. Risiko kanker meningkat sejalan dengan ingesti jangka panjang karsinogenik atau ko-karsinogenik atau tidak adanya sustansi proaktif dalam diet. Substansi diet berkaitan dengan peningkatan risiko kanker mencakup lemak, alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang mengandung nitrat atau nitrit, dan masukan makanan dengan kalori tinggi. f. Agens Hormonal. Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan dalam keseimbangan hormon baik oleh pembentukan hormon sendiri (endogenus) atau pemberian hormon eksogenus. g. Kegagalan Sistem Imun. Normalnya, sistem imun yang utuh mampu untuk melawan sel-sel kanker dengan berbagai cara. Antigen pada membran sel dari sel-sel kanker dikenal sebagai antigen tumor-associated, biasanya dikenali oleh sistem imun sebagai benda asing. Pada manusia, sel-sel maligna mampu berkembang secara teratur. Terdapat bukti bahwa fungsi surveilens dari sistem imun sering lebih mampu mendeteksi perkembangan sel-sel maligna dan merusak sel-sel tersebut sebelum pertumbuhannya menjadi terkontrol. Apabila sistem imun gagal 21 22 mengidentifikasi dan menghentikan pertumbuhan sel-sel maligna, terjadilah kanker secara klinis. 4. Diagnosis dan Deteksi Dini Kanker Diagnosis kanker didasarkan pada pengkajian fisiologis dan perubahan fungsi serta hasil dari evaluasi diagnostik. Pasien yang diduga kanker menjalani pemeriksaan diagnostik luas untuk menentukan adanya tumor dan keluasan penyakit, mengidentifikasi kemungkinan penyebaran (metastasis) atau invasi ke jaringan tubuh lainnya, mengevalusi fungsi baik pada sistem dan organ pada tubuh yang sakit dan tidak sakit, dan mendapatkan jaringan dan sel-sel untuk analisis kanker, termasuk tahap dan derajatnya. Pemeriksaan yang luas paling sering mencakup riwayat kesehatan yang lengkap dan pemeriksaan fisik serta radiologi, serologi, dan diagnostik lainnya serta prosedur bedah. Deteksi dini kanker merupakan usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan, yaitu kanker yang belum lama tumbuh, masih kecil, masih lokal, masih belum menimbulkan kerusakan yang berarti pada golongan masyarakat tertentu dan pada waktu tertentu. Deteksi dini pada umumnya dilakukan pada orang-orang yang kelihatannya sehat, yang asimptomatik atau pada orang-oarang yang mempunyai risiko tinggi mendapat kanker (Sukardja, 2000). Deteksi kanker didasarkan atas kenyataan-kenyataan berikut, yaitu: perjalanan penyakit kanker umumnya mulai dari kanker in situ atau kanker lokal dalam taraf seluler atau organ, banyak kasus kanker yang timbul dari tumor jinak atau lesi pra kanker yang telah lama ada, lebih dari 75% kasus kanker terdapat pada organ atau tempat-tempat yang mudah diperiksa sehingga mudah dapat diketemukan, penderita kanker pada umumnya baru datang ke dokter sesudah penyakitnya dalam stadium lanjut (Sukardja, 2000). Ada beberapa faktor kelambatan dalam pengelolaan kanker yang terdiri dari kelambatan penderita, kelambatan dokter dan kelambatan rumah sakit. Kelambatan pada penderita disebabkan karena: (1) Penderita kanker stadium dini umumnya merasa sehat, tidak sakit, tidak terganggu bekerja, sehingga penyakitnya dibiarkan saja beberapa lama, bulan atau tahun, sampai penyakitnya itu tidak tertahan lagi; (2) Kurang memperhatikan diri sendiri dimana penderita baru mengetahui adanya tumor di dalam tubuhnya sesudah tumor itu besar atau sesudah menimbulkan keluhan; (3) Tidak mengerti atau kurang menyadari akan bahaya kanker; (4) Ada rasa takut (takut diketahui bahwa dirinya menderita kanker, takut ke dokter, takut sakit, dsb); (5) Tidak mempunyai biaya; (6) Keluarga tidak mengijinkan ke dokter; dan (7) Rumahnya jauh dari dokter. (Sukardja, 2000). 5. Perawatan Pasien dengan Kanker Payudara yang Kemoterapi a. Pesonal higiene yang baik harus ditekankan dengan menghindari orang-orang yang mengalami infeksi, misalnya penderita TB paru, hepatitis. Dijelaskan juga kepada pasien untuk mengenal sumber-sumber infeksi seperti; tusukan jarum infus, kateter uretra, drain. Perlu juga pasien dan keluarga mengerti alasan perlunya pemeriksaan tanda vital, darah lengkap, dan pemeriksaan kimia secara teratur. b. Pertahankan keseimbangan cairan, saluran pencernaan adalah sistem tubuh yang sangat peka terhadap kemoterapi. Sebab itu pasien mengalami anoreksia, mual, muntah, dan diare. Semuanya mengakibatkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. Selain itu juga berat badab juga menurun. c. Peningkatan nutrisi, anoreksia dapat disebabkan oleh kanker itu sendiri atau melalui kemoterapi. Dianjurkan agar pasien makan sedikit-sedikit, tetapi sering. Istirahat sebelum makan dapat menghemat tenaga yang diperlukan untuk makan. Berat badan dipantau setiap hari atau setiap minggu. Jika pasien mengalami malnutrisi berat, nutrisi parenteral total harus diberikan. d. Peningkatan citra tubuh positif, obat-obat kemoterapeutik sangat efektif terhadap sel sel tubuh yang mempunyai siklus mitosis yang cepat, seperti selsel integumen. Kemoterapi juga dapat mengakibatkan kebotakan, maka perlu penjelasan dari perawat kepada pasien agar bisa menerima keadaannya. Untuk 23 24 itu kalau perlu pasien memakai wig, topi atau penutup kepala lainnya (Saryono, 2009) 6. Pengobatan Pasien Kanker Payudara yang Kemoterapi Ada empat cara pengobatan kanker, yaitu pembedahan, bioterapi, kemoterapi, terapi radiasi : a. Pembedahan,adalah untuk menetapkan stadium kanker, sebagai prosedur paliatif (meringankan) biasa dipakai untuk mengurangi besarnya tumor. Pembedahan juga untuk menangani kedaruratan onkologi, misalnya untuk meringatkan tekanan tumor yang menyebabkan nyeri atau obstruksi. b. Bioterapi, melalui penelitian, maka ditemukan fakta-fakta dari perkembangan tumor dari benigna kemaligna dengan cepat sperti: insiden kanker meningkat pada individu yang sistem imunnya menurun, kadang-kadang terdapat pengecilan tumor metastatik tumor diangkat melalui pembedahan. c. Kemoterapi, tujuan yang diharapkan dari kemoterapi (pengobatan, palistif) perlu diketahui oleh dokter,mperawat dan keluarga pasien, untuk mengetahui akan efek samping dari kemoterapi, jadwal pemberian kemoterapi. Maksud dari pemberian obat kemoterapi ini dapat menghalangi atau menghentikan pertumbuhan dan replikasi sel-sel kanker.kemoterapi menjadi lebih efektif jika tumor masih kecil. d. Terapi radiasi, digunakan sebagai pengobatan kanker sejak ditemukan sinar-X pada tahun 1895. Sinar-X terdiri dari radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh gelombang energi listrik yang bergerak dalam kecepatan yang sangat tinggi. ( Ermawati Dalami,dkk. 2009). C. Kemoterapi 1. Pengertian Kemoterapi Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil, cair atau kapsul atau melalui infus, (Wenny Artanty Nisman 2011). Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil, cair atau kapsul yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tetapi juga di seluruh tubuh, Denton, 1996 dalam Wenny Artanty Nisman, (2011). Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan zat atau obat yang berkhasiat untuk membunuh sel kanker. Prinsipnya adalah membunuh/ menghambat sel tumor induk dan anak sebar secara sistemik. Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker.kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain, (Imam Rasjidi 2007). Pengobatan ini biasanya diberikan sebagai kombinasi obat-obatan anti-kanker, seringkali sekaligus tiga kali. Target utama obat-obatan semacam ini dimaksudkan untuk mengidentifiksdi dan membunuh sel-sel yang bertambah dan membelah secara cepat.Sayangnya,obat-obat anti-kanker tidak dapat mengenali sel-sel kanker secara spesifik, dan akan membunuh sel-sel lain yang membelah secara aktif seperti sel-sel darah atau sumsum tulang. Sumsum tulang adalah jaringan yang sangat penting dalam tubuh sebab memproduksi sel-sel darah dan sistem kekebalan untuk melawat infeksi, (Dixon Michael J.MR. dan MR.Robert C.F Leonarh 2002 ). 2. Tujuan Kemoterapi Tujuan dari kemoterapi yaitu membunuh atau menekan pertumbuhan sel-sel kanker yang ada dalam tubuh, (Wenny Artanty Nisman 2011). 3. Manfaat Kemoterapi Manfaat dari kemoterapi yaitu penderita dapat sembuh atau hidup lama. Kanker juga dapat dikendalikan cukup lama, dan bermanfaat untuk paliatif (dapat mengurangi gejala). 4. Cara Pemberian Kemoterapi 1. Secara oral. 25 26 2. Sukkutan dan Intramuskuler. 3. Parienteral. 4. Intravena (Imam Rasjidi, 2007). 5. Persiapan Kemoterapi 1. Sebelum melaksanakan kemoterapi penderita menjalani pemeriksaan awal 2. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi efek samping. 3. Ditetepkan oleh dokter onkologi medic. 4. Pemeriksaan antara lain: darah lengkap, test fungsi ginajl, Fungsi lever, pemeriksaan organ tubuh lain. 6. Akibat Kemoterapi 1. Ringan,berat tergantung dosis dan regimen 2. Karena diberikan sistemik, semus sel sedang tumbuh terkena 3. Sel kanker lebih banyak terkena akibatnya 7. Akibat Kemoterapi yang Perlu Diperhatikan 1. Sel darah (memerangi infeksi, membawa oksigen, membantu pembekuan darah) 2. Saluran cerna (muntah, kadang susah buang air besar) 3. Kulit dan rambut (rambut rontok sementara, kuku dan kulit tampak hitam) 4. Sistem reproduksi laki-laki dan perempuan (tidak haid sementara dan sperma kosong). 8. Efek Samping Kemoterapi 1. Efek jangka pendek (jam- hari), muntah, mual, pusing. 2. Efek jangka menengah (hari-minggu), sariawan, diare, letih, lesu, nafsu makan menurun. 3. Efek jangka panjang (minggu-bulan), mudah terkena infeksi. 4. Dapat puluh kembali kira-kira 1-2 minggu. 9. Syarat-syarat Seseorang Mendapat Kemoterapi 1. Fungsi organ baik 2. Jenis sel darah merah dan darah putih cukup. 3. Tidak demam D. Kepatuhan Menjalani Kemoterapi 1. Pengertian Menurut Sackett dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Sedangkan menurut (Kozier 2010), kepatuhan adalah tingkat perilaku individu (misalnya minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup), sesuai anjuran terapi atau kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi semua rencana terapi. Menurut (Perry dan Potter 2009), kepatuhan adalah ketaatan klien pada terapi yang ditetapkan. Tetapi tidak semua orang ingin mempertahankan kesehatannya. Banyak orang yang tidak mau mengadobsi prilaku sehat atau mengubah prilaku yang tidak sehat. Berbeda dengan orang-orang yang menganggap penyakit sebagai ancaman, biasanya mereka akan mengatasi keterbatasan dalam praktik kesehatan yang berubah dan melihat keuntungan dalam mengadobsi perilaku yang baru. Sebagai contoh penderita diabetes mellitus terus mengikuti pola makan seperti biasa. Terapi tidak akan berpengaruh kecuali penderita diabetes mellitus menganggap kesehatan sebagai hal penting. Petugas kesehatan harus mengkaji motivasi belajar dan kebutuhan pengetahuan penderita agar dapat membentuk kepatuhan. Berdasarkan pendapat Lukman dalam Suprayanto (2010) dapat disimpulkan bahwa kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdidisiplin melakukan perintah/nasehat atau aturan yang diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, setelah memahami betul apa yang dianjurkan/disarankan. Seseorang dikatakan patuh menjalankan kemoterapi apabila mau menjalankan pola hidup sehat dan mengontrol atau pemeriksaan sel kanker, pemeriksaan fungsi hati, 27 28 haimoglobin, Leukosit paling lama setiap 2 bulan sekali sesuai dengan ketentuan, sehingga terhindar dari mestastasi atau penyulit . Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan memiliki nada yang cenderung memanipulasi atau otoriter dimana penyelenggaraan perawatan kesehatan atau pendidik dianggap sebagai tokoh yang berwenang, peserta didik anggap bersikap patuh. Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi. Menurut Eraker dan Levanthal serta Cameron dalam Niven,( 2002) mengatakan kepatuhan pasien program kesehatan dapat ditinjau dari berbagai perspektif teoritis: Teori perilaku/ pembelajaran sosial, yang menggunakan pendekatan behavioristik dalam hal reward , petunjuk, kontrak, dan dukungan sosial. Teori keyakinan rasional, yang menimbang manfaat pengobatan dan resiko penyakin melalui penggunaan logika cost benefit. Sistem mengatur diri, pasien dilihat sebagai pemecahan masalah yang mengatur perilakunya berdasarkan persepsi atas penyakit. Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo,(2005), menjelaskan bahwa perilaku seseorang dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yakni faktor predisposisi (predisposing factor), faktor yang mendukung (enabling factor) dan faktor yang memperkuat atau mendorong ( reinforcing factor). Jadi ada hubungan antara perilaku seseorang dengan kepatuhan dalam menjalanakan kemoterapi. Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin, Kamus Besar Bahasa Indonesia 1988.Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Salah satu pengobatan yang berkembang dengan cepat saat ini adalah kemoterapi yaitu penggunaan preparat anti neoplasma, sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi reproduksi seluler. Biasanya kemoterapi dilakukan pada beberapa penyakit kanker yang spesifik seperti kanker payudara, kanker rahim, kanker paru, leukemia tetapi selalu ada laporan baru tentang neoplasma yang sebelumnya tidak dapat diatasi sekarang sensitif terhadap kemoterapi. Obat kemoterapi digunakan untuk membunuh dan menghambat perkembangan sel kanker payudara. 2.Kepatuhan Kemoterapi Kanker payudara umumnya diberikan 6 siklus kemoterapi dengan interval antar siklus adalah setiap 3 minggu. Ini artinya penderita kanker payudara tersebut harus menjalani 6 kali kemoterapi sampai kemoterapinya selesai diberikan, misalkan kemoterapi pertama diberikan pada tanggal 1 Agustus 2013, maka penderita tersebut harus dilakukan kemoterapi kedua pada tanggal 22 Agustus 2013, demikian pula seterusnya untuk kemoterapi ke 3,4,5,6, penderita harus datang setiap 3 minggu sekali ke rumah sakit. Jumlah pemberian kemoterapi juga sudah ditetapkan untuk masing-masing kanker. Ada yang 4 kali, 6 kali , 12 kali, dsb. Jumlah pemberian ini tidak boleh ditawar-tawar, misalkan hanya diberikan satu atau dua kali saja lalu berhenti. Hukumnya dalam pemberian kemoterapi adalah diberikan semuanya atau tidak sama sekali. Bila diberikan hanya satu atau dua kali saja, tidak ada manfaatnya, karena kanker tidak akan dapat disembuhkan bahkan menjadi lebih tahan atau resisten terhadap pemberian kemoterapi berikunya, selain itu efek sampingnya juga hebat namun tidak memberikan manfaat, juga secara ekonomi memboroskan biaya. Efek lainnya adalah bisa saja kanker justru berkembang dan stadium kankernya meningkat, yang tadinya stadium dua menjadi stadium empat misalnya. Bisa juga kanker akan kambuh kembali di tempat semula dia tumbuh. Mengingat pemberian kemoterapi ini sangatlah bervariasi, efek sampingnya juga banyak dan berat , maka pemberian kemoterapipun tidak dapat diberikan oleh setiap dokter. Hanya dokter yang sudah benar-benar mengerti pemberian kemoterapi yang umumnya menangani kemoterapi. 29 30 3. Penyebab Terjadinya Kepatuhan Kepatuhan yang terjadi dalam menjalankan sesuatu dalam kehidupan apakah dalam mengatasi masalah kesehatan atau penyakit dapat disebabkan banyak hal yaitu: (1) kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu, (2) kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut, (3) kepatuhan timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas kesehatan atau tokoh tersebut, sehingga ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti dan mamfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses identifikasi. Motivasi untuk mengubah perilaku individu dalam tahap ini lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan, namun motivasi ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu karena individu belum dapat menghubungkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam hidupnya, sehingga jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya itu maka dia merasa tidak perlu melanjutkan perilaku tersebut (Sanofi,2011). 4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Menurut teori Feuerstein dalam Niven (2000) ada 5 faktor yang mendukung kepatuhan pasien, yaitu pendidikan, akomodasi, modifikasi, faktor lingkungan dan sosial, perubahan model terapi dan meningkatnya interaksi profesional kesehatan dengan pasien. Pendidikan, tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif, yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan ini dapat juga diperoleh secara mandiri dengan menggunakan buku-buku dan kaset sebagai alat penuntun belajar. Berdasarkan pendapat Feuer Stein et.al. dalam Niven, (2002), dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan pasien/penderita dapat meningkatkan kepatuhan menjalankan kemoterapi,sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu sesuai dengan kemampuan belajar yang dimiliki oleh pasien/penderita. Pendidikan yang diperoleh akan mendasari kepatuhan dalam menjalankan kemoterapi , sehingga penderita tidak asal ikut-ikutan saja tetapi tindakan yang dilakukan sudah berdasarkan pertimbangan tentang baik buruknya atau untung ruginya mematuhi instruksi petugas kesehatan dalam menjalankan kemoterapi. Akomodasi, suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat memengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh pasien yang lebih mandiri, harus merasakan bahwa dia dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan, sementara pasien yang mengalami ansietas menghadapi sesuatu, harus diturunkan terlebih dahulu tingkat ansietasnya dengan cara menyakinkan dia atau dengan teknik-teknik lain sehingga dia termotivasi untuk mengikuti anjuran pengobatan. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial, hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap programprogram pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti merokok dan menurunkan konsumsi alkohol. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Pratt dalam Niven (2002) telah memperhatikan bahwa peran yang dimainkan keluarga dalam pengembangan kebiasaan kesehatan dan pengajaran terhadap anak-anak mereka. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit. 31 32 Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman, waktu, dan uang merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan terhadap program–program medis. Contoh yang sederhana, tidak memiliki pengasuh, transportasi tidak ada, dan ada anggota keluarga yang sakit, dapat mengurangi kepatuhan pasien. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas, yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan ketidaktaatan, dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan, (Niven 2002). Keyakinan, sikap dan kepribadian Becker et al dalam Niven (2002), melakukan penelitian pada 50 orang pasien hemodialisa yang harus mematuhi program pengobatan yang kompleks, meliputi diet, pembatasan cairan dan pengobatan. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan, bahwa keyakinan, sikap dan kepribadian akan kesehatan pasien berguna memperkirakan adanya ketidakpatuhan. tentang terapi yang harus dijalankannya bisa saja dipengaruhi oleh bagaimana cara keluarga memberi memotivasi untuk pasien bisa bangkit dari keterpurukan akan penyakit dan menjalankan terapi kemoterapi. Perubahan model terapi, program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-komponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi komponenkomponen yang lebih kompleks. Tenaga kesehatan harus memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pemahaman penderita sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam mnjalankan terapi. Kualitas interaksi seperti komunikasi merupakan hal yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Korsch dan Negrete dalam Niven (2002) telah mengamati 800 kunjungan orangtua dan anak-anaknya ke rumah sakit anak di Los Angeles. Selama 14 hari mereka mewawancarai untuk memastikan ibu-ibu tersebut melaksanakan nasehat-nasehat yang diberikan oleh dokter, mereka menemukan ada hubungan yang erat antara kepuasan ibu terhadap konsultasi dengan seberapa jauh mereka mematuhi nasehat dokter, tidak ada kaitan antara lamanya konsultasi dengan kepuasan ibu. Jadi konsultasi yang pendek tidak akan tidak produktif. Jika diberikan perhatian untuk meningkatkan kualitas interaksi. Beberapa keluhan yang specifik adalah kurangnya minat yang diperlihatkan oleh dokter, pengguaan istilah medis yang berlebihan, kurangnya empati dan hampir setengah dari ibu-ibu tersebut tidak memperoleh kejelasan tentang penyebab penyakit anaknya, yang sering kali menimbulkan kecemasan. Dari penelitian ini, dapat dilihat bahwa kesalahan seperti ini dengan mudah diatasi dengan ketrampilan komunikasi terapeutik yang dibina antara pasien dan pasien dengan tenaga kesehatan. Menurut Ley dan Spelman dalam Niven (2002), menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan/ kesalahan profesional dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh penderita. Pemahaman tentang instruksi petugas kesehatan sangat perlu, jika seseorang tidak memahami instruksi maka konsekwensi yang akan didapat adalah ketidakpatuhan. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien, adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Suatu penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan pasien. Untuk melakukan konsultasi dan selanjutnya meningkatkan kepatuhan. 33 34 Kozier dkk. (2010) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan yaitu motivasi klien untuk sembuh, dan durasi terapi yang dianjurkan yakni tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan, persepsi keparahan masalah kesehatan, nilai upaya mengurangi ancaman kesehatan, kesulitan memahami dan melakukan perilaku yang dianjurkan, tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi, keyakinan bahwa terapi atau rejimen yang diprogramkan akan membantu, kerumitan, efek samping, warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan, tingkat kepuasan, kualitas dan jenis hubungan dengan penyedia pelayanan kesehatan serta seluruh terapi yang diprogramkan. 5. Strategi untuk Meningkatkan Kepatuhan Menurut Smet dalam Niven (2002) berbagai strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah dukungan profesional kesehatan, profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contohnya adalah meningkatkan komunikasi, karena komunikasi memegang peranan penting maka komunikasi diberikan oleh dokter/perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien. Strategi lain dukungan social, dukungan social yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi. Modifikasi perilaku sehat juga sangat diperlukan. Modifikasi gaya hidup dengan mengatur makanan, melakukan aktivitas/olahraga dan control secara teratur melakukan pengontrolan dengan pemeriksaan darah rutin, USG, kolonoscopy dan gastroscopy yang perlu untuk penderita kanker payudara. Strategi terakhir pemberian informasi, pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya. Dalam hal ini pemberian informasi yang jelas tentang perencanaan makan, aktivitas dan kontrol darah lengkap, serta pemeriksaan endoscopy yang teratur pada penderita kanker payudara sehingga penderita paham dan akhirnya patuh menjalankannya. Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan memiliki nada yang cenderung memanipulasi atau otoriter dimana penyelenggaraan perawatan kesehatan atau pendidik dianggap sebagai tokoh yang berwenang, peserta didik anggap bersikap patuh. Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat diukur. 6. Langkah-langkah Mengidentifikasi Adanya Ketidakpatuhan Menurut Kozier dkk. (2010) untuk meningkatkan kepatuhan, perawat perlu memastikan bahwa klien mampu melakukan terapi yang diprogramkan, memahami instruksi yang penting, menjadi partisipan yang mau berusaha mencapai tujuan terapi, dan menghargai hasil perilaku yang direncanakan. Menurut Anderson dalam Niven (2002) dalam penelitiannya tentang komunikasi dokter dan pasien di Hongkong, mendapatkan bahwa pasen yang rata-rata diberi 18 jenis informasi untuk diingat dalam setiap konsultasi, hanya mampu mengingat 31 % saja. Dari penjabaran dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif sangat diperlukan . Tenaga kesehatan harus memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pemahaman penderita sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi. Langkah-langkah mengidentifikasi adanya ketidakpatuhan adalah: 1. Memastikan alasan klien tidak mematuhi program. Berdasarkan alasan klien, perawat dapat memberikan informasi,mengoreksi kesalahpahaman, menganjukan konseling bila masalah psikologis menghambat kepatuhan. Perawat juga perlu mengevaluasi kembali kesesuaian anjuuran yang diberikan. Jika kepercayaan, budaya dan usia bertentangan dengan rencana terapi yang diberikan. 35 36 2. Menunjukan kepedulian. Perlihatkan perhatian yang tulus terhadap masalah dan keputusan klien serta pada saat yang sama mengakui hak-hak klien terhadap rangkaian tindakan, misalnya perawat memberi tahu agar jangan lupa minum obat untuk kemoterapi. 3. Memotivasi klien untuk berperilaku sehat. Apabila penderita kanker payudara melakukan latihan fisik setiap pagi, perawat dapat memberi pujian untuk memanbah semangat klien. 4. Menggunakan brosur, gambar untuk memberikan penyuluhan. Contoh, perawat dapat meninggalkan brosur atau gambar untuk dibaca klien setelah penyuluhan, juga membuat jadwal pemberian obat kemoterapi pada selembar kertas dengann arah jarum jam dan tanggal pemberian. 5. Memberi hubungan terapeutik yang tidak kaku, saling mengerti dan tanggung jawab bersama dengan klien dan keluarga sebagai pemberi dukungan kepada klien. D. Kerangka Konsep Variabel Independen Komunikasi Terapeutik Perawat Varibabel Dependen Kepatuhan Menjalani Kemoterapi Pada Penderita Kanker Payudara Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian E. Hipotesis Penelitian Ha : Ada hubungan komunikasi teraupetik perawat dengan kepatuhan menjalani kemoterapi pada penderita kanker payudara di RUSD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2014