Kini Kita Sudah Semakin Berjarak Lebih dulu mana antara pembangunan, alam, atau manusia? Dan mana yang akan berakhir lebih dulu manusia, pembangunan, atau alam? Atau bahkan semuanya memulai dan berakhir secara bersama-sama. Ya, pertanyaan simple yang muncul seiring dengan perubaha-perubahan yang ada. Perjalanan dimulai bukan dari mana tapi apa sebenarnya, itu saja. Perubahan tak jauh kaitannya dengan kata kreativitas dan di dunia ini hanya manusia yang memiliki kemungkinan untuk kreatif. Melihat hal ini secara terpaksa kita harus menyelam ke dalam filsafat antropologi. Hakekat ke-manusia-an primer adalah eksistensinya, dia tidak primer memiliki esensinya yang sudah serba tertentu. Ketika seorang manusia dilahirkan, dia belum menjadi apa-apa. Kata kaum eksistensialis: “Ketika kau berhadapan dengan seorang bayi yang baru dilahirkan, hanya satu ketentuan yang dapat kau katakan tentang bayi itu secara hampir pasti ialah bahwa dia pada suatu saat akan mati.” Tidak ada lagi yang dapat kita katakan ketentuan nya dari seorang calon manusia. Berbeda ketika kita melihat seekor bayi hewan misalnya. Seekor bayi hewan telah memiliki esensinya dan mengetahui fungsi-fungsinya. Seekor kambing tahu apa yang harus dimakannya. Semua itu telah diatur oleh insting-insting nya. Dia telah memiliki esensinya sebagai kambing. Dia telah larut dalam alamnya secara hampir sempurna seperti gula larut dalam air dan alam seakan telah menggariskan hidup yang akan ditempuhnya nanti. Manusia berbeda dengan hewan. Manusia seakan rapuh dari kesatuan nya dengan alam. Seoalah-olah diantara manusia dan alam ada sebuah jarak. Untuk mengetahui dirinya manusia harus mencoba-coba. Manusia seakan-akan terbengkalai di tengah-tengah alam. Disinilah letak kekurangan manusia tapi disitu pula letak kelebihan manusia. Karena ini berarti manusia memiliki kebebasan dan kemungkinan yang terbuka. Manusia bahkan adalah sebuah kemungkinan itu sendiri tidak hanya sekedar memiliki karena manusia membentuk dan mengembagkan dirinya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Oleh karena itu pengertian sebuah dosa hanya pada manusia dan tidak berlaku pada hewan. Karena kebebasan dan kemungkinan itu adalah manusia, meskipun telah ada batas-batasannya. Manusia itu sebenarnya adalah terbengkalai di alam. Ia menuntut untuk bangkit dan mengurus dirinya sendiri. Dia harus menjadikan dirinya sesuatu dan yang dituju manusia adalah ego idealya. Manusia akan mencari-cari nilai yang kurang sempurna untuk diarahkan kearah yang paling sempurna. Dan karena yang paling sempurna itu adalah Tuhan, maka kata Sartre: “Manusia bercita-cita menjadi Tuhan” (Budiman, 2006). Kita mendapat sebuah gambaran seperti apa manusia terbengkalai di alam oleh karena itu manusia harus membentuk dan mencari sampai menemui dirinya. Kebahagian manusia baru bisa diperoleh ketika dirinya menjadi pribadi yang berharga dan mampu berdiri sebagai individu. Justru karena manusia lahir tanpa memiliki esensi nya maka manusia mencari harga diri agar dirinya menjadi berharga. Manusia seakan-akan telah memberontak karena alam telah mengabaikannya. Manusia tidak hanya pasrah pada alam dalam mencari esensinya sehingga manusia merubah alam. Manusia berusaha menjadikan dirinya sesempurna mungkin, di mana alam pada kenyataan harus mengabdi kepadanya. Sekarang alam telah dikuasai manusia. Apabila alam menyediakan hal-hal yang tidak praktis untuk hidup maka manusia berusaha mencari kemungkinan-kemungkinan yang dirahasiakan alam agar kemudian menjadikan hal yang lebih praktis. Kemudian muncul teknologi, manusia telah meunjukan bahwa dia mampu mencari dan sanggup menemui rahasia-rahasia tersebut. Kelahiran dari teknologi merupakan hasil hubungan yang kurang ramah antara manusia dengan alam. Dapat kita bayangkan kewaspadaan seorang perompak/bajak laut yang sedang melihat kapal barang besar dan kemudian dibajak untuk mencari barang berharga, kerahasian itu seoalah-olah dirahasikan alam sedang sang perompak berusaha untuk mengeksploitasinya. Kata pepatah: “Tidak ada yang abadi di dunia ini selain perubahan”. Namun perubahan yang seperti apa yang kemudian manusia tawarkan kepada alam. Apakah perubahan yang membawa manusia ke masa yang lebih istimewa sedangkan alam terabaikan atau masa di mana alam dipedulikan? Kita melihat bahwa alam sekarang sudah tidak bersahabat, manusia berlomba-lomba untuk menguasai menjadikan alam sebagai bahan perubahan. Sebenarnya alam tercipta untuk dimanfaatkan oleh manusia. Karena manusia adalah makhluk termulia di bumi ini, maka segala sesuatu memang disediakan untuknya. Diantara tugas manusia, yaitu memanfaatkan alam dan tenaga yang dikandungnya guna memenuhi keperluan dan kebutuhannya dan juga temantemannya. Hubungan manusia terhadap alam adalah sebagai pemanfaat, dan bukan sebagai saingan yang bermusuhan. Tidak seharusnya manusia mengeksploitasi alam. Bahkan yang lebih tragis nya lagi adalah manusia yang tidak memanusiakan manusianya dengan mengeksploitasi alam untuk sebuah teknologi. Tidak usah jauh-jauh teknologi yang ada disekitar kita missal smartphone. Apabila kita menongok kasus di Republik Demokratis Kongo misalnya. Kita tahu bahwa Afrika sebagai salah satu produsen kobalt terbesar didunia. Perlu kita ketahui bahwa kobalt itu adalah salah satu bahan baku baterai lithium pada teknologi smartphone yang sekarang biasa kita gunakan sehari-hari Lebih dari 40.000 anak dengan rata-rata adalah anak dibawah umur yang seharusnya mereka mengenyam pendidikan dan mendapatkan perlindungan bukan harus bekerja di areal pertambangan yang memiliki resiko bahaya yang tinggi. Anak-anak dibawah umur itu harus memikul berkilo-kilo hasil tambang kobalt setiap hari dengan upah yang tidak sebanding dengan jam kerja 12 jam/hari. Menurut Paul (14): "Saya bisa bekerja 24 jam penuh. Datang pagi dan pulang keesekon paginya. Ibu angkat saya ingin saya sekolah. Tapi ayah angkat saya memaksa saya bekerja di tambang," kata dia, sebagaimana tertera pada situs resmi lembaga pegiat hak asasi Amnesty USA, dan dihimpun Kompas Tekno, Rabu (20/1/2016). Sekarang sudah 2 tahun dia sakit-sakitan akibat pekerjaan yang tidak manusiawi. Kesadaran kita hanya masih terfokus pada apa yang kita gunakan. Sudahkah kita berfikir darimana asal dari apa yg kita gunakan missal saja baterai pada smartphone. Masih banyak yang belum mengetahui bahwa smartphone yang kita gunakan sehari-hari ini bisa jadi menggunakan baterai hasil dari tindakan yang tidak memanusiakan manusia dengan alam sebagai bahan nya. Siapa yang kemudian akan berakhir terlebih dahulu manusia, alam atau perubahan yang dikatakan abadi. Seakan semuanya tidak berdampingan secara serasi, masih ada yang selalu merasa ingin diuntungkan.Sekarang manusia dan alam semakin berjarak oleh perubahan yang terus berdatangan. IKO DIAN WIRATAMA