Slide 1

advertisement
1.
2.
3.
4.
5.
CACING PITA (TAENIASIS)
TOXOPLASMOSIS
ANTHRAX
TBC
TETANUS
PENYAKIT TUBERCULOSIS

Dikenal sebagai penyakit TB yaitu salah satu penyakit
infeksi yang bersifat persisten dan menahun (khronik)
Etiologi :
 Disebut tuberculosis karena penyakit ini membentuk
benjolan-benjolan (tuberkel) disertai pengkejuan dan
perkapuran, khususnya didalam jaringan paru-paru. Pada
manusia dan sapi bakteri membentuk tuberkel dalam
suatu focus yang disebut focus primer didalam jaringan
paru-paru, sedangkan pada bangsa unggas tuberkel
terdapat dalam usus. Kemudian melalui jalur sirkulasi
limfe (limfositik) menyebar ke jaringan.
 Bakteri TB tidak membentuk spora, tidak
bergerak, dinding selnya berlapis lilin  tahan
hidup dilingkungan alam. Di dalam jaringan paruparu yang telah membusukpun bakteri masih bisa
tahan berbulan-bulan dan tidak mati oleh sinar
matahari. Dalam larutan NaOH 2% bakteri TB
tidak mati. Bakteri TB baru akan mati oleh
pemanasan 100 oC selama 5 – 10 menit atau 60 oC
selama 30 menit. Juga mati dalam alkohol 70 –
95% dalam 15 – 30 detik dan 1 – 2 menit dalam
isopropilalkohol.
Patogenesis :
 TBC dapat menyerang mamalia, unggas dan manusia.
Pada manusia merupakan penyakit rakyat, terutama
rakyat ekonomi lemah. TB pada manusia akan
membentuk koloni tebal, kering dan keriput, sedang
pada tipe bovine (sapi) kasar, kering, tipe avian tebal,
halus, agak lembab. Lesi-lesi bila terlokalisasi akan
membentuk semacam tumor (tumor like) suatu masa
granulomatosa.
Pemeriksaan post mortem



Sapi : tuberkel pada paru-paru, pleura, hati,
limpa, peritoneum, kelenjar limfe, kulit dan
tulang. Di Indonesia TB menyerang sapi perah.
Babi : tuberkel pada kelenjar limfe pada leher
(servikalis), sub maxilaris, bronkhialis, portal
dan mesenterika, organ hati, paru-paru dan
limpa.
Unggas : tuberkel pada hati, paru-paru, limpa,
usus, tulang, persendian, peritoneum, ginjal dan
ovari.
Gejala :

TB pada sapi : awal infeksi tidak menunjukkan gejala klinik.
Gejala klinik baru dapat dilihat apabila penyakit berlanjut, yaitu
dengan terlihatnya kondisi tubuh yang menurun, kurang nafsu makan
dan kelenjar limfe permukaan membengkak, sehingga mudah diraba.

Pada babi, pembengkaan pada limpoglandula superfisialis,
tulang dan sendi. Gejala umum pada TB yang sudah agak lanjut adalah
kelemahan umum, tidak ada nafsu makan, susah bernafas (dyspnea),
kekurusan, demam turun naik (berfluktuasi).
 TB pada kelenjar mamae akan memperlihatkan pengerasan karena
terbentuknya jaringan ikat dalam ambing.
 Pada ternak unggas, penderita TB dapat memperlihatkan penonjolan
pada tulang dada, kepucatan pada balung dan pial, pembengkaan
sendi yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan diare.
Diagnosa :

Disamping gejala klinis TB didiagnosa berdasarkan
ditemukannya bakteri TBC dalam pemeriksaan
laboratorium antara lain ditemukannya bakteri TB dalam
sekreta dan ekskreta yang diperkuat dengan membuat
kultur jaringan.

Untuk mengetahui TB subklinik dengan uji tuberculin
 0,1 ml tuberculin disuntikkan dalam intradermal pada
pangkal ekor. Pada ternak babi pada kulit telinga atau alat
kelamin luar (vulva). Pada unggas pada pial dan gelambir
dengan dosis 0,05 ml. Penilaian tuberkulinasi dibaca
setelah 48 – 72 jam paska suntikan. Bila terjadi penebalan
pada kulit tempat suntikan, yang diukur dengan kutimeter,
dinyatakan positif.
Pengobatan :

Pengobatan TB hanya dilakukan pada penderita
manusia  Dihidrostreptomisin, INH, Streptomisin,
Etanbutol dan Rifampisin.
Ada 3 prinsip mengontrol tuberculosis :



Test and Slaughter  bila dengan tuberculin +
 dipotong
Test and segregation  yang + dipisahkan dan
diisolasi, kalau dapat diupayakan pengobatan.
Test and chemotherapy  upaya mengobati
dengan INH (Isoniazid). Cara ini beresiko gagal
tinggi  melahirkan strain tahan obat.
Disamping itu didalam air susu yang dihasilkan
terdapat residu INH. Apabila chemotherapy
dihentikan seringkali bahaya penyakit kembali
timbul.
Pencegahan :

Bahan pemati hama (desinfektan), phenol 2 – 3
%, kresol 2 – 3 %, orthophenil 1%  pada kandang
dan peralatan peternakan. Pada manusia imunisasi
dilakukan dengan BCG (Bacillus of Calmette and
Guerin).
Aspek peraturan dan perundangan
 Karyawan rumah potong hewan dan pengepakan
bahan makanan lain harus bebas dari penyakit TB.
 Karyawan dalam usaha makanan pakai masker.
 Bila kedapatan penderita TB pada hewan harus segera
dieliminasi, karkasnya dibakar atau dikubur dalamdalam.
Aspek kesehatan masyarakat :





TB pada manusia merupakan penyakit rakyat 
Anthropozoonosis : dari hewan ke hewan, manusia ke
manusia, dari hewan ke manusia, dari manusia ke hewan.
Hewan potong menjadi reaktor + diafkir seluruhnya,
dibakar atau dikubur dalam-dalam.
Bila reaktor + tapi lesi -  karkas harus direbus terutama
jerohan, sebelum dagingnya dimanfaatkan.
TB lokal  paru-paru dan ambing  organ tersebut harus
diafkir.
Air susu yang terinfeksi merupakan penularan penyakit
bagi anak sapi, babi dan manusia.
Penularan :



Jalur interen  penderita mendapat infeksi
kembali dalam tubuhnya sendiri  batuk
berdahak  sulit keluar  tertelan  TB di
saluran pencernaan. Ginjal terinfeksi TB akan
menyalurkannya ke kandung kencing.
Jalur system limfe  kelenjar limfe pecah 
bakteri TB masuk system peredaran darah 
keseluruh tubuh  bakteriemia.
Jalan mukosa  sarang-sarang tuberkel dalam
mukosa terlepas, karena gerakan paru-paru
(ketika bernafas) atau gerakan peristaltik alat
pencernaan.
PENYAKIT KLOSTRIDIAL (Clostridiosis)
 Golongan penyebab infeksi :
 Clostridium chauvoei  penyakit radang paha
black leg pada sapi dan domba.
 C. septicum  penyakit braxy pada domba dan
malignant edema pada hewan lain
 C. perfringens  pulpy kidney pada domba
 C. nouvy  penyakit hitam (black disease) pada
domba
 C. hemolyticum  penyakit
ichterohemoglobinuria  penyakit air merah/red
water pada sapi.
Golongan penghasil toksin  toksikasi
 C. tetani  penyakit tetanus, pada hewan dan
manusia
 C. botulinum  botulism  limberneck  pada
hewan dan manusia.
TETANUS
Etiologi :
 C. tetani  bakteri bentuk panjang dan langsing dan
bersifat motil. C. tetani membentuk spora pada ujung
 seperti batang korek api/drumstick. Bakteri
berkembang dalam suasana anaerob, dalam suhu 37
oC.
Patogenesis :
 C. tetani bentuk sporanya sangat tahan, bahkan dalam
keadaan terlindung dari panas matahari dapat
bertahun-tahun dalam tanah  SOIL BORNE
DISEASE. Kuman tahan dalam suhu 100 oC selama 4060 menit. Spora mati oleh larutan phenol 5 % selama
10 – 12 jam.
Toksin yang dihasilkan :


bersifat hemolysis  toksin tetanolysin  tidak
berperan sebagai penyebab tetanus
bersifat neurotoxin  mampu menyebabkan
spasmus otot-otot dan berperan dalam menyebabkan
tetanus  toksin tetanospasmin.
 Pada manusia, kematian anak dan ibu melahirkan
oleh tetanus masih tinggi, yang disebabkan tidak
sterilnya alat yang dipakai ketika memotong puser.
Luka yang sempit rawan infeksi bakteri tetanus.
 Pada hewan ternak sering terjadi pada kastrasi
yang tidak steril.
 Pada domba penghasil wool  infeksi tetanus
dapat terjadi melalui luka yang terjadi ketika
mencukur bulu.
 Pada sapi saat dehorning.
 Pada manusia  umumnya terkena infeksi tetanus
melalui luka ketika terjadi kecelakaan  luka harus
segera dibersihkan, dicuci dengan bahan yang dapat
mengoksidasi  H2O2, Jodium, klorin  membunuh
spora.
Gejala :
 kekakuan
 gelisah
 kejang-kejang  timbul bila ada rangsangan
berupa sentuhan, suara dan cahaya
 cingur melebar
 ekor dan telinga naik tegak
 kaki kaku membentuk kuda-kuda  penderita
tidak bisa berjalan, menengok atau memutar.
 Gejala pathognomonis : kaku (spasmus) pada membrane
nictitan
  bila serangan sampai fascia otot kepala dan pipi
terjadilah lock jaw (mulut terkunci)
  bila toksemia berlanjut sampai ke otak terjadilah
kekejangan umum dan terus-menerus (konvulsi yang
tetanik)
  kekejangan umum mengganggu sistem sirkulasi darah
dan pernafasan yang dapat dilihat sebagai peningkatan
denyut jantung, pernafasan yang cepat dan
pembendungan-pembendungan dalam lapisan mukosa.
Biasanya penderita mati karena aspeksia.
Diagnosis :
 yang dapat diandalkan justru mencermati gejala klinik
 tanda-tanda paska mati tidak kas, hanya terlihat paru-
paru berwarna merah karena mengalami pendarahan
 temuan paska mati kurang bermanfaat untuk
diagnosis.
Pengobatan :
 mencari luka-luka  bersihkan termasuk menyayat jaringan-jaringan







yang rusak atau mati
luka dicuci dengan PK atau H2O2  beri antibiotika
berikan tetanus antitoksin dengan dosis kuratif. Dalam menangani
luka-luka ini peralatan harus benar-benar steril.
Tempatkan penderita diruang gelap, bersih, kering, ventilasi bagus
Berikan juga alat penyangga perut  mengurangi beban berat tubuh.
Makanan diberikan ditempat setinggi hidung/mulut  mengurangi
gerak
Obat penunjang tapi pokok  obat relaksasi otot (muscle relaxant)
atau obat penenang (transquilizer)
Antibiotika mampu membunuh kuman tapi tidak berdaya melawan
toksinnya (penisilin dan antibiotika spectrum luas)
Pencegahan :
 bila mendapat kecelakaan dijalan luka segera
dibersihkan, kemudian olesi dengan antiseptik
(misal : alkohol 70%, obat merah (merkurokrom,
jodium tincture, bethadin))
 karena luka kecil tapi dalam  tetanus
berkembang karena lingkungan anaerob
 dalam lingkungan bebaskan benda-benda tajam
yang mungkin dapat melukai
 pencegahan dalam vaksin (tetanus toxoid)
ataupun imunisasi pasif dengan memberikan
suntikan anti tetanus serum.
Aspek Peraturan :
 Hewan ternak yang menderita positif tetanus tidak
diperbolehkan dibawa kerumah pemotongan hewan
dan dikonsumsi dagingnya. Hewan tersebut
dimusnahkan dan tidak dikonsumsi bagian manapun
dan harus dibakar atau dikubur dalam-dalam agar
tidak dikorek-korek oleh hewan liar.
Aspek Kesehatan Masyarakat
 Masyarakat membeli daging ternak agar membeli
ditempat penjualan daging yang memperhatikan
sanitasi dan higienik. Daging ada tanda stempel 
sudah diperiksa
 Masyarakat hati-hati bila ditawari daging murah.
Kuman tetanus dan toksinnya dapat berada dalam
alat pencernaan ternak dan manusia  beli
jerohan ditempat penjualan daging resmi yang
memperhatikan sanitasi dan hygiene
 Kuman tetanus banyak terdapat ditanah  hatihati dengan luka pada anak-anak.
4. PENYAKIT TETANI
 Adalah gangguan pada pertukaran zat dalam tubuh
(penyakit metabolisme), sehingga mengakibatkan
ketidakseimbangan fungsi syaraf.
Etiologi :
 Defisiensi Calcium dan Magnesium (menyerang sapi
umur 3 mgg – 3 bulan)
Gejala :
 Gelisah, timbul kejang-kejang pada beberapa otot
bahkan dapat seluruh tubuh.
Pencegahan :
 Control pemberian air susu pengganti dan makanan
penguat dengan nutrisi
Therapy :
 Harus dilakukan tindakan cepat, menempatkan anak
sapi ditempat gelap, suntik dengan larutan Glukonas
calcicus dan Magnesium 200 – 300 ml Gluconas
calcicus dan 400 ml MgSO4 25% (SC)
TUGAS
 1. Jelaskan 2 macam contoh penyakit Zoonosis pada
ternak yang saudara ketahui dan jelaskan penularan
dan gejalanya pada manusia
 2. Jelaskan 3 macam penyakit yang menyerang pada
ternak. (cari di literatur)
 Jawaban tugas sudah harus dikirimkan paling lambat
tanggal 24 Nopember 2015 ke alamat
 [email protected]
Download