5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tetanus Neonatorum 2.1.1. Definisi Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan pada umbilicus pada waktu persalinan akibat masuknya spora Clostridium tetani yang berasal dari alat-alat persalinan yang kurang bersih dengan masa inkubasi antara 3-10 hari (Soedarto, 1995). Menurut Depkes RI, 1996, tetanus neonatorum adalah penyakit pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh infeksi kuman tetanus yang masuk melalui luka tali pusat, akibat pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak bersih atau ditaburi ramuan. 2.1.2. Penyebab Tetanus Neonatorum Penyakit tetanus neonaotrum adalah penyakit tetanus yang sering terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh Clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin/racun dan menyerang sistem syaraf pusat. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, lurus, langsing berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron, bersifat gram positif dan tidak berkapsul, membentuk spora, bersifat obligat anaerob dan mudah tumbuh pada nutrien media yang biasa. Kuman ini membentuk eksotoksin yang disebut tetanospasmin, suatu neuro toksin yang kuat (Soedarto, 1990). Clostridium tetani berkembang cepat pada jaringan yang rusak (luka) dan dalam suansana anaerob basil tetanus berubah dari bentuk spora ke dalam bentuk vegetatif. Pada keadaan itu, Clostridium tetani mengeluarkan eksotoksin yang menyebabkan penyakit tetanus. Pada waktu Clostridium tetani dalam bentuk vegetatif makan akan sangat sensitif terhadap panas dan beberapa antibiotik dan tidak dapat bertahan karena adanya oksigen. Sebaiknya dalam bentuk spora sangat resisten pada keadaan panas dan antiseptik biasa. Spora ini dapat hidup pada 5 Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 6 pemanasan autoklaf 1210C selama 10-15 menit dan relatif resisten terhadap phenol dan bahan-bahan kimia lain (PAHO, 1993). Dalam bentuk spora Clostridium tetani dapat tahan hidup bertahun-tahun di dalam tanah asalkan tidak terdapat sinar matahari. Selain itu dapat pula ditemukan dalam tanah, laut, air tawar, debu rumah, dan tinja berbagai spesies binatang. Clostridium tetani baik dalam bentuk spora maupun bentuk vegetatif dapat ditemukan pada usus manusia (Behrman dan Vaughman, 1992). 2.1.3. Patogenesis Spora dari kuman tersebut masuk melalui pintu masuk satu-satunya ke tubuh bayi baru lahir, yaitu: tali pusat, yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi baru lahir maupun saat perawatannya sebelum puput atau lepasnya tali pusat (Depkes RI, 1993). 2.1.4. Masa Inkubasi Terdapat variasi masa inkubasi pada tetanus, dari satu minggu sampai beberapa minggu lamanya. Semakin pendek masa inkubasi tetanus, semakin buruk prognosis penyakit. Bila kurang dari satu minggu, maka sifat tetanus adalah fatal (Soedarto, 1990). Menurut Behrman (1992) masa tunas organisme ini berkisar antara 3-14 setelah luka, tetapi dapat kurang satu hari atau lebih dari beberapa bulan dan pada tetanus neonatorum biasanya mulai ketika neonatus berusia 3-10 hari. Sejak kuman masuk ke dalam tubuh bayi sampai mulai timbulnya gejala (masa inkubasi) dibutuhkan waktu 3-28 hari (rata-rata 6 hari). Apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari seperti biasanya penyakit lebih parah dengan angka kematian tinggi (Depkes RI, 1993). 2.1.5. Gejala Klinis Menurut Depkes RI, 1996, gejala klinis tetanus neonatorum adalah: bayi yang semula bisa menetek dengan baik tiba-tiba tidak bisa menetek, mulut bayi mencucu seperti mulut ikan, mudah sekali dan sering kejang-kejang terutama Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 7 karena rangsangan sentuhan, rangsangan sinar dan rangsangan suara, wajahnya mungkin kebiruan, kadang-kadang disertai demam. 2.1.6. Prognosis Moralitas penyakit tetanus neonatorum sebesar 60% atau lebih tinggi lagi (Nelson, 1992). Prognosis penyakit tetanus neonatorum antara lain dipengaruhi oleh luasnya keterlibatan otot yang mengalami kejang sebagai tanda bahwa toksin sudah masuk ke jaringan/susunan syaraf pusat, demam tinggi, masa inkubasi yang pendek, serta mutu perawatan penunjang yang diberikan kepada penderita. Kesembuhan dari tetanus tidak memberikan kekebalan, karena itu imunisasi aktif penderita setelah kesembuhan merupakan suatu keharusan. 2.1.7. Cara Pencegahan Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum dapat dicegah dengan cara: 1. Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) pada ibu hamil. Pada awalnya sasaran program imunisasi TT untuk mencegah penyakit tetanus neonatorum adalah ibu hamil. Menurut rekomendasi WHO, pemberian imunisasi TT sebanyak 5 dosis dengan internal minimal antara satu dosis ke dosis berikutnya seperti yang telah ditentukan, akan memberikan perlindungannya seumur hidup. Saat ini imunisasi TT diberikan kepada murid SD kelas VI, wanita calon pengantin wanita, dan ibu hamil. 2. Peningkatan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih diri, bersih tempat, dan bersih alat. 3. Promosi perawatan tali pusat yang benar. 2.1.8. Epidemiologi Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum secara khas berkembang dalam minggu pertama atau minggu kedua kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh atau ke delapan (Force, 1997), serta dapat membawa kematian pada 70 – 90% kasus. Perawatan medis modern, yang langka di dunia ketiga di mana penyakit ini amat lazim, jarang mengurangi mortalitas sampai kurang dari 50% (Foster, 1984). Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 8 Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pada tahun 1978 – 1982 menekankan bahwa penyakit tetanus neonatorum banyak dijumpai di daerah pedesaan negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki angka proporsi kematian neonatal akibat penyakit tetanus neonatorum mencapai 51%. Pada kasus tetanus neonatorum yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan mendekati 100%, terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari (Depkes, 1993). Di Jepang, penurunan angka kematian akibat penyakit tetanus neonatorum dari 0,036 per 1000 lahir hidup pada tahun 1947 menjadi 0,07 per 1000 lahir hidup pada tahun 1961 terjadi pada saat keadaan sosial ekonomi dan proporsi bayi-bayi yang dilahirkan di klinik atau rumah sakit meningkat dengan cepat dan kontaminasi lanjutan dari bungkul tali pusat pada proses perawatan tali pusat dapat dicegah. Pernyataan tersebut di atas secara implisit menyatakan bahwa keadaan sebaliknya atau persalinan di rumah mengandung risiko tetanus neonatorum yang tinggi. Nelson menyebutkan bahwa kasus tetanus neonatorum sering didapatkan pada anak dengan berat badan lahir rendah (Nelson, 1992). 2.2. Faktor-faktor Risiko Kejadian Tetanus Neonatorum 2.2.1. Pemeriksaan Antenatal Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu hamil dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Tujuannya adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilan, persalinan, dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat. Pemeriksaan kehamilan dilakukan oleh tenaga terlatih dan terdidik dalam bidang kebidanan, yaitu pembantu bidan, bidan, dokter, dan perawat yang sudah terlatih (Depkes RI, 1994). Pemeriksaan antenatal, hendaknya memenuhi tiga aspek pokok, yaitu: 1. Aspek medis yang meliputi diagnosis kehamilan, penemuan kelainan secara dini, dan pemberian terapi sesuai dengan diagnosis. Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 9 2. Penyuluhan, penjagaan kesehatan diri serta janinnya, pengenalan tandatanda bahaya dan faktor risiko yang dimiliki, dan pencarian pertolongan yang memadai secara tepat waktu. 3. Rujukan: ibu hamil dengan risiko tinggi harus dirujuk ke tempat pelayanan yang mempunyai fasilitas lebih lengkap. Adapun perawatan kehamilan meliputi pemeriksaan fisik, yang meliputi pemeriksaan muka, gigi, mulut, leher, payudara, jantung, hati, paru-paru, perut, dan organ reproduksi. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan urin dan haemoglobin, sedangkan pemeriksaan kebidanan meliputi 5T yaitu penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah, pengukuran tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT dan pemberian tablet tambah darah. Selain itu ibu hamil mendapat penyuluhan tentang jenis dan jumlah makanan bergizi tinggi yang diperlukan selama hamil, kebersihan perorangan, perawatan payudara, dan air susu ibu, keluarga berencana, kebiasaan hidup sehat selama hamil serta faktorfaktor yang berhubungan dengan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Dari rangkaian pemeriksaan antenatal, pemberian imunisasi TT adalah hal yang paling penting dilakukan untuk mencegah infeksi tetanus neonatorum. Pemeriksaan antenatal dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin, maupun di rumah penduduk. Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan oleh dokter, bidan, atau perawat kesehatan. Pemeriksaan dilakukan minimal sebanyak empat kali, yaitu pada triwulan pertama, triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga. 2.2.2. Imunisasi Tetanus Toksoid Pada Ibu Hamil Salah satu komitmen global yang ingin dicapai adalah untuk menekan insiden tetanus neonatorum hingga di bawah 1 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Pencapaian program ETN di tingkat kabupaten atau kota dinilai berdasarkan cakupan imunisasi TT ibu hamil dan TT wanita usia subur (WUS) serta cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Depkes RI, 1999). Pemberian imunisasi tetanus toksoid pada ibu hamil dimaksudkan agar bayi yang dilahirkan sudah mempunyai kekebalan terhadap toksin tetanus yang didapatkan secara pasif sewaktu masih berada dalam kandungan. Dua dosis TT Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 10 sekurangnya dengan jarak waktu satu bulan serta sekurangnya sebulan menjelang persalinan, hampir 100% efektif mencegah tetanus neonatorum. Jadi tidak adanya imunisasi tetanus pada ibu merupakan faktor risiko yang berarti untuk tetanus pada neonatus yang akhirnya menyebabkan kematian (Depkes RI, 1994). Imunisasi TT dua dosis (TT2) memberikan perlindungan selama tiga tahun, artinya apabila dalam waktu tiga tahun seorang ibu akan melahirkan, bayi yang dilahirkan akan terlindung dari tetanus neonatorum. Sebaliknya imunisasi TT tidak lengkap (TT1) hanya langkah awal untuk mengembangkan kekebalan tubuh terhadap infeksi (Depkes RI, 1996). Meskipun terdapat banyak kendala, di banyak daerah di Indonesia, tetanus neonatorum bukan lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hendaknya dicatat, bahwa keberhasilan penuh barulah tercapai setelah semua wanita usia subur yang tidak hamil juga dijadikan sasaran imunisasi. Mengingat pengalaman ini dan rendahnya cakupan TT pada wanita hamil berisiko pada saat ini, WHO pada pertemuan kelompok penasehat seluruh dunia mengubah target TT menjadi untuk semua wanita usia subur (15-44 tahun). Bila program pengembangan imunisasi WHO sudah sepenuhnya mencakup bayi dan anak kecil, maka satu suntikan TT untuk wanita muda, yang pada masa kanak-kanaknya sudah diimunisasi akan dapat mencegah tetanus neonatorum (Foster, 1988). 2.2.3. Jenis penolong persalinan Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu sekitar 50%, selebihnya ditolong oleh dukun bayi baik yang terlatih maupun yang tidak terlatih. Hal ini menyebabkan masih banyak ditemukan persalinan yang tiba-tiba mengalami komplikasi dan memerlukan penanganan professional tetapi tidak ditangani secara memadai dan tepat waktu, sehingga mengakibatkan kematian. Dengan mengupayakan agar persalinan yang ditolong oleh dukun bayi didampingi bidan, maka selain pertolongan persalinan 3 bersih lebih terjamin, diharapkan persalinan yang aman juga terjamin. Pertolongan persalinan yang bersih, meliputi: bersih tangan penolong, bersih daerah perineum ibu, jalan lahir tidak tersentuh oleh sesuatu yang tidak Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 11 bersih, bersih alas tempat melahirkan, dan memotong tali pusat menggunakan alat yang bersih (Depkes RI, 2000). Bahkan bila kenaikan proporsi persalinan yang dilakukan oleh tenaga paramedis dan medis ternyata efektif, maka biaya untuk melatih tenaga dalam jumlah yang memadai agar diperoleh cakupan yang luas merupakan penghalang bagi negara berkembang, terutama bila yang digunakan adalah bidan-bidan yang terlatih atau dokter. Lebih jauh lagi, andai kata tenaga-tenaga itu tersedia mungkin juga mereka tidak selalu digunakan. Banyak peneliti menemukan kenyataan bahwa ibu-ibu tetap lebih menyukai dukun bayi yang tidak terlatih meskipun fasilitas-fasilitas untuk persalinan di lembaga-lembaga kedokteran, atau meskipun ada tenaga-tenaga kesehatan masyarakat yang terlatih (Ross, 1988). Beberapa hal yang mungkin menjadi alasan masyarakat memilih tenaga dukun bayi untuk pertolongan persalinannya (Adji, 1995): 1. Apabila kelahiran ditangani oleh bidan puskesmas, bayarannya jauh lebih mahal dan harus berupa uang. Selain itu tugas bidan hanyalah untuk membantu persalinan, padahal setiap bayi masih harus menjalani upacara adat. 2. Selain alasan ekonomi, masyarakat memilih dukun bayi dengan maksud agar tidak menyinggung perasaan dukun yang akan dimintai tolong untuk memimpin upacara adat, serta sebagai upaya untuk menjaga hubungan baik. 2.2.4. Tempat Persalinan Persalinan di rumah mengandung risiko tetanus neonatorum yang tinggi, tetapi persalinan di rumah sakit tidak menjamin perlindungan untuk tidak terkena tetanus neonatorum, karena lamanya tinggal di rumah sakit sangatlah pendek (setelah bayi lahir langsung pulang). Sampai di rumah, biasanya perawatan ibu dan bayi diserahkan kepada dukun beranak (Silvia, 1982). Meskipun persalinan itu berlangsung di pusat pelayanan kesehatan atau klinik bersalin, tidak jarang sekembalinya ke rumah, para wanita yang baru melahirkan itu menjalani perawatan secara tradisional. Namun, di daerah Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 12 pedesaan apalagi yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan yang berlokasi di ibukota kecamatan, proses persalinan selalu berlangsung di rumah (Ulaen, 1998). 2.2.5. Alat Pemotong Tali Pusat Penggunaan sembilu untuk memotong tali pusat sampai kini masih dilakukan oleh beberapa dukun bayi terutama di pedesaan. Pada masyarakat Sunda alat pemotong (sembilu) ini dikenal dengan hinis (Soedarno, 1998). Penelitian di pedesaan Pulau Lombok juga memperlihatkan keadaan yang sama. Tali pusat bayi yang baru lahir dipotong dengan cara mengikat bagian pangkal dan kira-kira tiga jari di bagian atasnya, kemudian dipotong bagian tengahnya dengan sembilu yang terbuat dari irisan kulit bambu yang diambil dari rangka atap rumah bagian depan (Pratiwi, 1998). Penelitian di Desa Kmantan Kebalai Kabupaten Kerinci menunjukkan bahwa masih terdapat penggunaan sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir, sembilu diambil dari bambu yang merupakan alat penghembus api milik keluarga yang sedang digunakan di dapur. Sembilu tidak perlu dicuci karena dianggap sudah bersih (Adji, 1998). Meskipun pemotong tali pusat telah dilakukan dengan gunting atau benang, para dukun masih sering tidak membersihkan alat-alat itu lebih dahulu, sama halnya saat mereka menggunakan sembilu (Adji, 1998). 2.2.6. Perawatan Tali Pusat Tiga segi perawatan pusar dan tali pusat mempunyai pengaruh terhadap risiko tetanus neonatorum, yaitu: alat pemotong tali pusat, praktek menyimpul, atau membuka simpulnya, serta bahan yang diurapkan atau dioleskan pada pangkal potongan tali pusat yang belum kering (Foster, 1988). Merawat tali pusat berarti menjaga agar luka tersebut tetap bersih, tidak terkena kencing, kotoran bayi, atau tanah. Bila kotor, luka tali pusat dicuci dengan air bersih yang mengalir dan segera keringkan dengan kain/kasa bersih dan kering. Tidak boleh membubuhkan atau mengoleskan ramuan, abu dapur, dan sebagainya pada luka tali pusat sebab dapat menyebabkan infeksi dan tetanus Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 13 yang dapat berakhir dengan kematian neonatal. Infeksi tali pusat merupakan faktor risiko untuk terjadinya tetanus neonatorum (Depkes RI, 2000). Ramuan tradisional umumnya masih banyak digunakan oleh masyarakat pedesaan, terutama oleh dukun bayi atau keluarga. Telah didapati bahwa 60% dukun bayi memakai ramuan seperti kunyit, kapur, dan abu sebagai bahan perawatan tali pusat. Alasan digunakannya obat/bahan tradisional pada masyarakat yaitu karena dianggap manjur dan cocok, sudah merupakan kebiasaan keluarga, mudah didapat, murah, dan masyarakat lebih yakin terhadap khasiat obat atau bahan tradisional tersebut (Soedarno, 1998). Penggunaan abu dapur bekas pembakaran kayu di tungku untuk melumuri bekas potongan tali pusat agar luka cepat kering, sering mengakibatkan pusar bayi menjadi bengkak dan berwarna merah. Jika tidak dirawat dengan baik, keadaan ini dapat mengakibatkan kematian. Adanya kematian bayi akibat serangan tetanus neonatorum banyak terjadi karena praktek perawatan luka dengan cara seperti di atas (Danandjaja, 1980). Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 14 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Perawatan Kehamilan 4. 5.• Tenaga pemeriksa • Frekuensi kunjungan antenatal • Status Imunisasi Pertolongan Persalinan • 6. • 7. • Tenaga penolong persalinan Tetanus Neonatorum Tempat persalinan Alat pemotong tali pusat Kematian TN 8. 9. Perawatan Tali Pusat 10. • Tenaga perawatan tali pusat • Manajemen Rujukan ke RS • Virulensi Î Masa Inkubasi 11. • Obat/ramuan yang dibubuhkan 12. pada tali pusat bayi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 14 Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 15 3.2. Definisi Operasional 1. Tetanus neonatorum: penyakit tetanus pada bayi berumur kurang dari satu bulan yang disebabkan oleh Clostridium tetani dengan tanda-tanda bayi tiba-tiba tidak dapat menetek, mulut mencucu, dan kejang-kejang. Diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Ya 2. Tidak Skala: nominal 2. Jenis kelamin neonatus: jenis kelamin neonatus saat lahir. Diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Laki-laki 2. Perempuan Skala: nominal 3. Frekuensi kunjungan antenatal adalah banyaknya kunjungan ibu hamil ke tenaga kesehatan untuk memeriksa kehamilannya, diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. < 4 kali 2. ≥ 4 kali Skala: nominal 4. Tenaga pemeriksa kesehatan adalah orang yang melakukan pemeriksaan kesehatan ibu bayi pada saat hamil, diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Bukan tenaga kesehatan 2. Tenaga kesehatan Skala: nominal 5. Status imunisasi adalah imunisasi TT yang di dapat ibu hamil selama kehamilannya, atau sewaktu calon pengantin, atau selama masa kehamilan sebelumnya. Diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari 2005 hingga Desember t 2008. 1) Tidak imunisasi adalah ibu hamil yang tidak mendapatkan imunisasi TT selama masa kehamilannya atau waktu sebelumnya Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 16 2) Imunisasi adalah ibu hamil yang telah mendapatkan imunisasi TT selama masa kehamilannya Kategori: 1. Tidak imunisasi 2. Imunisasi lengkap Skala: nominal 6. Penolong persalinan adalah orang yang membantu proses persalinan ibu hamil secara langsung, diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. 1) Bukan tenaga kesehatan adalah penolong persalinan yang tidak pernah mendapatkan pendidikan formal bidang kesehatan tetapi mempunyai kemampuan dan keterampilan menolong persalinan atau perawatan setelah persalinan sampai tali pusat sembuh. 2) Tenaga kesehatan adalah orang yang mendapatkan pendidikan formal dalam bidang kesehatan untuk menolong persalinan, terdiri dari pembantu bidan, bidan, perawat, dan dokter. Kategori: 1. Bukan tenaga kesehatan 2. Tenaga kesehatan Skala: nominal 7. Tempat persalinan adalah temapat dimana ibu hamil menjalani proses persalinan, diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Rumah 2. Tempat pelayanan kesehatan Skala: nominal 8. Alat pemotong tali pusat adalah alat yang digunakan untuk memotong tali pusat sesuadah bayi baru lahir, diketahui berdasarakan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Tidak steril 2. Steril Skala: nominal 9. Tenaga perawatan tali pusat adalah orang yang merawat tali pusat setelah proses persalinan selesai sampai luka bekas tali pusat sembuh. Diketahui Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 17 berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Bukan tenaga kesehatan 2. Tenaga kesehatan Skala: nominal 10. Obat atau ramuan yang dibubuhkan pada tali pusat adalah obat ramuan yang digunakan untuk merawat tali pusat. catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Non antiseptik 2. Antiseptik Skala: nominal Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA