TINJAUAN TEORI II.1. Hepatitis Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis.Virusvirus ini selain dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik.Virus-virus hepatitis dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada hati oleh karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Pertanda adanya kerusakan hati (hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya nekrosis pada sel-sel hati. Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tandatanda peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis penting yang dapat menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E (VHE) sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus hepatitis B dan C. II.2. HEPATITIS VIRUS B VHB ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg ketika sedang mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded DNA a42nm dari klass Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari membrannya mengandung antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi dalam darah sebagai partikel spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm. Inti paling dalam dari virus mengandung HBcAg. VHB (partikel dane), antigen inti (HBcAg), dan antigen permukaan (HBsAg) serta semua jenis antibodi yang bersesuaian dapat dideteksi melalui berbagai cara pemriksaan. II.4.1. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus yang lain, merupakan virus nonsitopatis yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun. Langkah pertama dalam proses hepatitis virus akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan HbeAg, pecahan produk HBcAg, Antigen-antigen ini, bersama dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I, membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis. Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti dengan baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus bertahan hidup. Walaupun mekanisme cedera hati yang tepat pada infeksi HBV tetap tidak pasti dan ini tetap harus dijelaskan, Pada pemeriksaan protein nukleokapsid dengan elektroforesis didapatkan hasil bahwa protein nuleokapsid memancarkan cahaya pada toleransi imunologik yang besar terhadap bayi HBV bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi HBV kronik yang sangat replikatif (HBeAg-positif). Pada tikus transgenik ditandai-HBeAg, pemajanan in utero terhadap HBeAg, yang cukup kecil untuk melewati plasenta, menyebabkan toleransi sel T untuk kedua protein nukleokapsid.Pada gilirannya hal ini menjelaskan kenapa, kapan infeksi terjadi pertama kali dalam kehidupan, status imunologik tidak terjadi, dan diperpanjang, infeksi kekal terjadi. Mekanisme cedera hati akibat HBV tetap tidak pasti, kerusakan jaringan diperantarai kompleks imun terjadi untuk memainkan peranan patogenesis utama dalam manifestasi ekstrahepatik dari hepatitis B akut. Sindroma mirip penyakit serum prodormal yang diamati pada hepatitis B akut tampak berhubungan dengan deposit dalam dinding pembuluh darah jaringan dari kompleks imun yang bersirkulasi menyebabkan aktivasi sistem komplemen. Akibat klinis adalah ruam urtikaria, angioderma, demam, dan artritis.Selama prodormal dini infeksi HBV pada pasien ini, HBsAg titer tinggi dalam hubungannya dengan jumlah anti-HBs yang sedikit menyebabkan pembentukan kompleks imun yang bersirkulasi dapat larut (pada kelebihan antigen).Komponen komplemen dalam serum diturunkan selama fase artritis penyakit tersebut dan juga dapat dideteksi dalam kompleks imun yang bersirkulasi.Selain komponen komplemen, kompleks ini mengandung HbsAag, antiHBs, IgG, IgM, IgA, dan fibrin.Sesudah pasien pulih dari sindrome-mirip penyakit serum, kompleks imun ini hilang. Mutasi HBV lebih sering daripada untuk virus DNA biasa dan sederetan strain mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebabkan kegagalan mengekspresikan HBeAg dan telah dihubungkan dengan perkembangan hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV kronis lebih berat. Manifestasi Klinis Infeksi virus Hepatitis B terdiri dari empat fase: imunotoleran, immune clearance, fase non replikasi (karier inaktif), dan reaktivasi. Pasien yang sudah terinfeksi sejak lahir biasanya mempunyai kadar DNA serum yang tinggi tanpa manifestasi hepatitis aktif. Fase ini disebut fase imunotoleran. Fase immune clearance ditandai dengan menurunnya kadar DNA, meningkatnya kadar ALT, aktivitas histologi, dan lisis hepatosit. Fase non replikasi merupakan fase dimana terjadi serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe.Pada fase ini DNA virus hanya dapat dideteksi dengan PCR, diikuti dengan normalisasi ALT, dan berkurangnya nekroinflamasi. Pada fase reaktivasi, terjadi peningkatan DNA virus yang tinggi dengan atau tanpa serokonversi HBeAg, disertai peningkatan ALT. Mutasi pada precore dan inti menghambat produksi HBeAg. Hepatitis B akut Masa inkubasi dari beberapa minggu sampai 6 bulan, tergantung dari jumlah replikasi virus. Hanya 30% pasien yang disertai ikterus. Infeksi akut biasanya ditandai dengan serum sickness pada 10-20% kasus, dengan demam, artralgia, artritis, dan kemerahan pada kulit. Ikterus akan hilang dalam waktu 1-3 bulan, tetapi beberapa pasien mengalami kelelahan kronik meskipun kadar ALT telah kembali normal. Pada umumnya kadar ALT dan HBsAg akan menurun dan hilang bersamaan; 80% kasus HBsAg hilang dalam 12 minggu setelah sakit. Kadar aminotransferase yang tinggi mencapai 1000-2000 IU/l sering terjadi, dimana ALT lebih tinggi daripada AST. Hepatitis fulminan terjadi pada kurang dari 1% kasus, biasanya terjadi dalam waktu 4-8 minggu setelah gejala, dan berhubungan dengan ensefalopati dan kegagalan multiorgan. Mortalitas hepatitis B fulminan > 80%. Hepatitis B kronik Gejala yang paling sering adalah kelelahan, anoreksia, dan malaise. Kadang-kadang juga disertai nyeri ringan pada abdomen kanan atas. Hepatitis B kronik dapat tidak bergejala. Bila terdapat sirosis hati, reaktivasi infeksi dapat disertai dengan ikterus dan gagal hati. Selain itu dapat pula disertai manifestasi klinis ekstrahepatik. HBsAg muncul di serum 2-10 minggu setelah paparan virus dan sebelum muncul gejala, atau peningkatan kadar aminotransferase serum. Hilangnya HBsAg setelah beberapa minggu diikuti munculnya antibody anti-HBs. Anti-HBs dapat tidak terdeteksi selama periode jendela selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan setelah hilangnya HBsAg.Koeksistensi HBsAg dan anti HBs dapat terjadi pada 1025%. Antibodi terhadap komponen inti (anti HBc) terdeteksi pada infeksi akut, kronik, maupun eksaserbasi.Selama infeksi akut, IgM anti-HBc terdeteksi selama 4-6 bulan setelah episode hepatitis akut dan jarang betahan sampai 2 tahun.Antigen e Hepatitis B (HBeAg) ditemukan dalam serum selama infeksi akut. Reaktivitas HBeAg biasanya hilang setelah enzim dalam serum mencapai kadar maksimal. Infeksi virus Hepatitis B pada orang dewasa dengan sistem imun yang intak menyebabkan infeksi akut, dengan 1-5% kasus menjadi kronik. Namun sebaliknya, 95% neonatus yang terinfeksi akan menjadi Hepatitis B kronik. Pada orang dewasa, gagal hati fulminan akibat Hepatitis B akut terjadi pada kurang dari 1% kasus.Survival spontan pada gagal hati akut akibat Hepatitis B adalah sekitar 20%.Infeksi Hepatitis B dikatakan kronik bila HBsAg dalam serum positif lebih dari 6 bulan. Sekitar 1/4-1/3 pasien dengan infeksi Hepatitis B kronik akan mengalami penyakit hati yang progresif. Infeksi pada bayi 90% akan cenderung menjadi hepatitis B kronik, sedangkan infeksi pada anak usia 1-5 tahun 30-50% akan menjadi kronik. Hepatitis B kronik dapat menjadi sirosis hati dan hepatoma. Dua puluh lima persen pasien dengan hepatitis B kronik akan meninggal akibat sirosis hati maupun hepatoma. Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan (ALT, SGPT), yang mulai naik tepat sebelum perkembangan kelesuan (letargi), anoreksia dan malaise, sekitar 67 minggu sesudah pemajanan.Penyakitnya mungkin didahului pada beberapa anak dengan prodormal seperti penyakit serum termasuk artritis atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, makular atau makulopapular.Akrodermatitis papular, sindrom Gianotti-Crosti, juga dapat terjadi. Keadaan-keadaan ekstrahepatik lain yang disertai dengan infeksi HBV termasuk polioarteritis, glomerulonefritis, dan anemia aplastik. Pada perjalanan penyembuhan infeksi HBV yang biasa, gejala-gejala muncul selama 6-8 minggu. Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis hepatis atau kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun, demam, nyeri perut dan ikterik. Dibawah ini grafik gambaran serologik infeksi akut VHB Gambar 1 Kurva serologik infeksi akut VHB . Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu : konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka) sedang (semen, cairan vagina, saliva) rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu). VHB 100 kali lebih infeksius daripada HIV dan paling sering mengenai usia 15-39 tahun. Penularan VHB dapat melalui kontak seksual (± 25 %), parenteral seperti jarum suntik, dan penularan perinatal melalui kontak darah ibu penderita kronis dengan membran mukus janin. Secara umum penularan VHB melalui jalur sbb: Kontak seksual yang tidak aman baik pervaginal ataupun anal dengan penderita dengan HbsAg positif. Melalui oral seks dengan penderita HbsAg positif yaitu melalui saliva yang sama infeksiusnya dengan cairan alat genital. Kontak darah dengan penderita HbsAg positif seperti; jarum suntik, tranfusi darah,dsb. Transmisi Ibu-anak baik selama kehamilan, saat persalinan maupun waktu menyusui. Transmisi dapat diturunkan dengan memberikan vaksinasi, dimana bayi yang dilahirkan dari ibu yang infeksius diberikan imunoglobulin dalam 24 jam pertama sebelum disusui. Hanya bayi yang dapat vaksinasi yang boleh disusui oleh ibu yang infeksius. II.4.2. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak mendapatkan imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya Dan ± 90 % wanita hamil dengan seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan virus secara vertikel kepada janinnya dengan insiden ± 10 % pada trimester I dan 80-90 % pada trimester III. Adapun faktor predisposisi terjadinya transmisi vertikal adalah : 1. Titer DNA VHB yang tinggi 2. Terjadinya infeksi akut pada trimester III 3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam Sedangkan ± 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan mempunyai resiko kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada usia dewasa nantinya. Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan insiden Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) dan Prematuritas yang lebih tinggi diantara ibu hamil yang terkena infeksi akut selama kehamilan. Dalam suatu studi pada infeksi hepatitis akut pada ibu hamil (tipe B atau non B) menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap kejadian malformasi kongenital, lahir mati atau stillbirth, abortus, ataupun malnutrisi intrauterine. Pada wanita dengan karier VHB tidak akan mempengaruhi janinnya, tapi bayi dapat terinfeksi pada saat persalinan (baik pervaginam maupun perabdominan) atau melalui ASI atau kontak dengan karier pada tahun pertama dan kedua kehidupannya. Pada bayi yang tidak divaksinasi dengan ibu karier mempunyai kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB selama 18 bulan pertama kehidupannya dan sampai 40 % menjadi karier jangka panjang dengan resiko sirosis dan kanker hepar dikemudian harinya. VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan mendapat Imunoglobulin hepatitis B sebelum bayinya disusui. Penelitian yang dilakukan Hill JB,dkk (dipublikasikan tahun 2002) di USA mengenai resiko transmisi VHB melalui ASI pada ibu penderita kronis-karier menghasilkan kesimpulan dengan imunoprofilaksis yang tepat termasuk Ig hepatitis B dengan vaksin VHB akan menurunkan resiko penularan. Sedangkan penelitian WangJS, dkk (dipublikasikan 2003) mengenai resiko dan kegagalan imunoprofilaksis pada wanita karier yang menyusui bayinya menghasilkan kesimpulan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara ASI dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan bahwa ASI tidak mempunyai pengaruh negatif dalam merespon anti HBs. Sedangkan transmisi VHB dari bayi ke bayi selama perawatan sangat rendah. Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin merupakan produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan imunitas sementara terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi pertama. Penelitian yang dilakukan Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988) mengenai peranan Seksio Sesarea dalam mencegah transmisi VHB dari ibu kejanin menghasilkan kesimpulan bahwa SC yang dikombinasikan dengan imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada bayi yang ibunya penderita kronis-karier HbsAg dengan level atau titer DNA-VHB serum yang tinggi. Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil pada saat kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan melahirkan tapi belum pernah diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita ditemukan HbsAg positif pada skreening rutin yang menjadi karier VHB. Tetapi pemeriksaan rutin wanita hamil tua untuk skreening tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut, riwayat tereksposure dengan hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang beresiko tinggi untuk tertular seperti penyalahgunaan obat-obatan parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat dilakukan pada trimester III kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc menunjukkan infeksi kronis sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin VHB. II.4.3. Pencegahan Pencegahan penularan VHB dapat dilakukan dengan melakukan aktifitas seksual yang aman, tidak menggunakan bersama obat-obatan yang mempergunakan alat seperti jarum, siringe, filter, spons, air dan tourniquet, dsb, tidak memakai bersama alat-alat yang bisa terkontaminasi darah seperti sikat gigi, gunting kuku, dsb, memakai pengaman waktu kerja kontak dengan darah, dan melakukan vaksinasi untuk mencegah penularan. Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan terinfeksi adalah sbb : 1. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14 hari Berikan vaksin VHB kedalam m.deltoideus. Tersedia 2 monovalen vaksin VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax HB dan Engerix-B. Dosis HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada lengan kontralateral. Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka mukosa, dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian. 2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam rumah dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis post eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal. Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal sbb : Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti asetaminophen Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti sikat gigi,dsb. Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa dirinya penderita hepatitis B carier. Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam 1 minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian. Konsul teratur kedokter Periksa fungsi hati. Rekomendasi dari SOGC (The Society Obstetric and Gynaecologic of Canada) mengenai amniosintesis sbb: Resiko infeksi VHB pada bayi melalui amniosintesis adalah rendah. Pengetahuan tentang status antigen HBc pada ibu sangat berharga dalam konseling tentang resiko penularan melalui amniosintesis. Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang memerlukan amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang dilakukan jangan sampai jarumnya mengenai plasenta. Pilihan persalinan Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian para ahli cara persalinan tidak menunjukkan pengaruh yang bermakna dalam transmisi VHB dari ibu ke janin yang mendapatkan imunoprofilaksis. ACOG tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan transmisi VHB dari ibu ke janin. Pada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan (Surya,1997). II.4.4 Terapi Terapi infeksi akut VHB adalah supportif. Terdapat 4 jenis obat dalm mengobati hepatitis B kronik yaitu interferon (IFN), Pegylated-interferon, Lamivudin (3TC) dan Adefovir. Obat-obatan ini efektif pada 40-45 % pasien. Jika infeksi terjadi dalam fase inisial dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis B sebagai profilaksis posteksposure. Interferon tidak diketahui mempunyai efek samping terhadap embrio atau fetus. Data yang ada sangat terbatas tapi penggunaan interferon dalam kehamilan mempunyai resiko yang lebih berat. Tidak ada data yang mendukung fakta efek teratogenik lamivudin. Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai usaha mencegah transmisi perinatal VHB. BAB III KESIMPULAN Hepatitis merupakan satu diantara banyak penyebab kematian wanita di dunia.Hepatitis merupakan satu dari banyak kasus keganasan hepatoseluler dan fulminant hepatitis di negara berkembang. Masalah ibu dan anak yang berhubungan dengan hepatitis telah menjadi lebih penting dari sebelumnya. Faktanya, hepatitis viral telah menjadi perhatian pada kesehatan masyarakat tidak hanya pada negara berkembang, namun juga pada negara industri. Hepatitis virus adalah suatu proses peradangan difus pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis. Hingga saat ini telah dikenal 5 tipe virus penyebab hepatitis yaitu VHA, VHB, VHC, VHD, VHE. Selain itu baru-baru ini ditemukan infeksi hati yang disebabkan oleh VHF dan VHG.Infeksi virus hepatitis dapat menimbulkan masalah baik pada kehamilan, persalinan, maupun pada bayi yang dilahirkan (vertikel transmission) yang nantinya dapat menjadi pengidap hepatitis kronis dengan kemungkinan terjadinya kanker hati primer atau sirosis hepatis setelah dewasa.Infeksi virus hepatitis yang paling sering menimbulkan komplikasi dalam kehamilan VHB & VHE. Berdasarkan waktunya, hepatitis virus dapat dibagi menjadi hepatitis akut dan kronis. Pada beberapa kasus, hepatitis akut dapat berkembang menjadi kronis, dan sebaliknya hepatitis kronis dapat sembuh sendiri. Pada umumnya hepatitis kronis merupakan kondisi yang serius, namun gejala pada pasien dapat bermacam-macam tergantung derajat penyakitnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. GastroIntestinal Disorders. Viral hepatitis. Williams ´Obstetric. 23rd Ed. Mc.Graw Hill Publishing Division New York, 2010 2. Decherney AH, Pernoll ML. General Medical Disorders During Pregnancy. Viral Hepatitis. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and treatment. 10th ed. USA.2007;479-480. 3. Putu Surya IG. Infeksi Virus Heptitis Pada Kehamilan. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Ed.perdana. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.2004 4. Fuqueroa DR, Sanchez FL, Benavides CME. Viral Hepatitis During Pregnancy. Rew.Gastroenterol Mex.1994;59(3):246-253. diakses dari http://www. Pub.Med.gov. 5. Duff P. Hepatitis in Pregnancy. Seminar Perinatologi.1998;22(4):277-83. diakses dari http://www. Pub.Med.gov