Matematika Diskrit - STMIK Pelita Nusantara Medan

advertisement
MATEMATIKA DISKRIT
1
Logika &
Pembuktian
LOGIKA
 Logika = studi tentang correct reasoning
 Penggunaan Logika
 Pada Matematika:
 Untuk membuktikan teorema
 Pada computer science:
 Untuk membuktikan bahwa suatu program bekerja sesuai dengan apa
yang semestinya dikerjakan
PROPORSI
 Proposisi :
 Adalah sebuah pernyataan/kalimat yang bernilai Benar (True) atau
Salah(False) tetapi tidak kedua-duanya.
 Contoh:
 Jakarta adalah ibukota negara Republik Indonesia
 Depok adalah ibukota propinsi Jawa Barat
 1+1=2
 2+2=3
Contoh:
 (1) Jam berapa sekarang?
 (2) Baca buku ini perlahan-lahan
 (3) Saya ingin menjadi orang yang bijaksana
 (4) x + 2 = 3
 (5) x + y = z
 Pernyataan (1),(2) dan (3) bukan proposisi
 Pernyataan (4) dan (5) disebut kalimat terbuka dan akan menjadi benar/salah jika
variabel x,y,z diberi nilai (angka)
 Negasi (¬)
 Negasi dari proposisi p dinyatakan dengan ¬ p dan dibaca “ bukan p” atau
“tidak benar p”
 Contoh :
 p = Sekarang hari senin
 ¬p = Sekarang bukan hari senin
 ¬p = tidak benar sekarang hari senin
 Tabel Kebenaran/ truth table :
 Menggambarkan hubungan antara nilai kebenaran dari proposisi
TABEL KEBENARAN
UNTUK NEGASI DARI
PROPOSISI
P
T
F
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
-P
F
T
2015
MATEMATIKA DISKRIT
2
 Konjungsi/Conjunction ()
 Mis. p dan q adalah proposisi maka proposisi “p dan q” dinyatakan dengan p
 q adalah Benar/True ketika p dan q kedua-duanya Benar/True selainnya p
 q bernilai Salah/False
 Contoh :
 p = Sekarang hari senin (T)
 q = Saya sedang mengajar Matematika Diskrit (T)
 p  q = Sekarang hari senin dan saya sedang mengajar
Matematika Diskrit (T)
TABEL KEBENARAN
UNTUK KONJUNGSI DUA
PROPOSISI
P
T
T
F
F
q
T
F
T
F
pq
T
F
F
F
 Disjungsi/Disjunction ()
 Misalkan p dan q adalah proposisi maka proposisi “p atau q” dinyatakan
dengan p  q adalah Salah/False ketika p dan q kedua-duanya Salah/False
selainnya p  q bernilai Benar/True
 Contoh :
 p = Sekarang hari jum’at (F)
 q = Saya sedang mengajar Jaringan Komputer (F)
 p  q = Sekarang hari jum’at atau saya sedang
mengajar
Jaringan Komputer (F)
TABEL KEBENARAN UNTUK
DISJUNGSI DUA PROPOSISI
p
Q
pq
T
T
T
T
F
T
F
T
T
F
F
F
 Exclucive or/XOR ( atau )
 Mis p dan q adalah proposisi maka exclusive or dari proposisi p dan q
dinyatakan dengan p  q adalah benar ketika salah satu dari p dan q benar
selain itu p  q bernilai salah
 Contoh:
“Pemenang lomba mendapat hadiah berupa TV atau uang"
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
3
TABEL KEBENARAN UNTUK
EXCLUSIVE OR DUA PROPOSISI
P
T
T
F
F
pq
F
T
T
F
q
T
F
T
F
Kalimat majemuk
 Mis. p, q, r adalah kalimat sederhana
 Dapat dibentuk kalimat majemuk seperti:
 (pq)^r
 p(q^r)
 (~p)(~q)
 (pq)^(~r)
 Dan lain lain.
Contoh:
tabel kebenaran dari (pq)^r
P
T
T
T
T
F
F
F
F
q
T
T
F
F
T
T
F
F
r
T
F
T
F
T
F
T
F
(p  q) ^ r
T
F
T
F
T
F
F
F
Proposisi Bersyarat/Implikasi
 Proposisi bersyarat
“Jika p maka q”
 Simbol: p  q
 Dikatakan juga sebagai Implikasi/Implication
 Contoh:
 p = "Amir seorang dokter“
 q = “Fatimah seorang perawat"
 p  q = “Jika Amir seorang dokter maka Fatimah seorang perawat"
 Implikasi/Implication ()
 Misal p dan q adalah proposisi maka implikasi
“p  q” adalah proposisi
yang salah ketika p benar dan q salah, selain itu p  q akan bernilai benar
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
 p sering disebut sebagai antecedent atau hipotesis/premis
 q sering disebut sebagai consequent atau konklusi
4
TABEL KEBENARAN UNTUK
IMPLIKASI p  q
P
T
T
F
F
q
T
F
T
F
pq
T
F
T
T
 Cara menyatakan p  q :
 Jika p maka q
 p berarti q
 Jika p,q
 p hanya jika q
 p syarat cukup untuk q
 q jika p
 q syarat perlu untuk p
Kondisi perlu dan cukup
 Sebuah kondisi perlu/necessary condition dinyatakan oleh konklusi.
 Sebuah kondisi cukup/sufficient condition dinyatakan oleh hipotesis.
 Contoh:
“Jika sekarang hari senin maka saya mengajar
Matematika Diskrit"
 Kondisi perlu: “Saya mengajar Matematika Diskrit”
 Kondisi cukup: “Sekarang hari senin”
Logika Ekuivalen
 Dua proposisi dikatakan logika ekuivalen (logically equivalent) jika tebel
kebenarannya identik.
 Contoh:
p
q
~p  q
pq
T
T
T
T
T
F
F
F
F
T
T
T
F
F
T
T
 ~p  q dengan logika ekuivalen p  q
CONFERSI
 Converse dari p  q adalah q  p
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
P
T
T
F
F
5
q
T
F
T
F
pq
T
F
T
T
q p
T
T
F
T
Dua proposisi ini tidak logika ekuivalen
Kontrapositif
 Kontrapositif dari proposisi p  q adalah ~q  ~p.
P
q
pq
~q  ~p
T
T
T
T
T
F
F
F
F
T
T
T
F
F
T
T
p  q dan ~q  ~p logika ekuivalen .
Implikasi Berganda/ biimplikasi
 Implikasi berganda “p jika dan hanya jika q” dinyatakan dengan simbol p  q
 p  q adalah proposisi yang benar ketika p dan q memiliki nilai yang sama, selain itu
p  q akan bernilai salah

P
q
p  q (p  q) ^ (q  p)
T
T
T
T
T
F
F
F
F
T
F
F
F
F
T
T
p  q logika ekuivalen dengan(p  q)^(q  p)
Tautologi
 Sebuah proposisi adalah tautologi jika tabel kebenarannya hanya berisi nilai benar
untuk setiap kasus
 Contoh: p  p v q
P
q
ppvq
T
T
T
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
T
F
F
6
F
T
F
T
T
T
Kontradiksi
 Sebuah proposisi adalah Kontradiksi jika tabel kebenarannya hanya berisi nilai salah
untuk setiap kasus
 Contoh: p ^ ~p
P
T
F
p ^ (~p)
F
F
Hukum Aljabar Proposisi
1. Hukum Identitas :
1. p  F  p
2. p  T  p
2. Hukum Negasi:
1. p  ~p  T
2. p  ~p  F
3. Hukum Null/dominasi
1. p  T  T
2. p  F  F
4. Hukum idempoten
1. p  p  p
2. p  p  p
5. Hukum Involusi :
~ (~ p)  p
6. Hukum Komutatif :
1. p  q  q  p
2. p  q  q  p
7. Hukum Distributif
1. p  (q  r)  (p  q)  (p  r)
2. p  (q  r)  (p  q)  (p  r)
8. Hukum Penyerapan
1. p  (q  r)  p
2. p  (q  r)  p
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
7
9.Hukum Asosiatif
1. p  (q  r)  (p  q)  r
2. p  (q  r)  (p  q)  r
10.Hukum De Morgan’s :
1. ~ (p  q)  ~p  ~q
2. ~ (p  q)  ~p  ~q
Propositional Equivalence
 Langkah penting dalam argumen matematika adalah mengganti sebuah pernyataan
dengan nilai kebenaran yang sama
 Dilakukan dengan memanfaatkan Hukum Aljabar Proposisi.
 Langkah penting dalam argumen matematika adalah mengganti sebuah pernyataan
dengan nilai kebenaran yang sama
 Dilakukan dengan memanfaatkan Hukum Aljabar Proposisi.
Contoh Kasus
 Sederhanakanlah proposisi berikut !
~(p~q) !
Jawab :
~(p~q)
 ~p  ~(~q) : De Morgan’s
 ~p  q
: Involusi
Jadi ~(p~q)  ~p  q
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
8
Logika &
Pembuktian
Predikat dan Quantifier
 Pernyataan yang melibatkan variabel seringkali ditemukan :
 Contoh :
 x > 3, x = y + 5,
x+y=z
 Pernyataan “x lebih besar 3” mempunyai 2 bagian
 Variabel x sebagai subjek
 Lebih besar 3 sebagai predikat
 Sehingga “x lebih besar 3” dapat dinyatakan sebagai P(x), dimana P adalah “lebih
besar 3” dan x adalah variabel
 P(x) disebut Fungsi proporsional P pada x
 x adalah anggota dari himpunan D
 D dikatakan domain of discourse dari P(x) adalah himpunan dimana x berasal
 Contoh, x adalah anggota dari himpunan bilangan riil
 Contoh :
 Misal Q(x,y) menyatakan “x = y + 5” maka Q(1,2) menyatakan “1 = 2 + 5”
adalah pernyataan yang salah
 Misal R(x,y,z) menyatakan “x +y = z” maka R(1,2,3) menyatakan “1 + 2 = 3”
adalah pernyataan yang benar
Quantifier
 Ketika semua variabel pada fungsi proporsional diberi nilai maka pernyataan hasil
akan mempunyai nilai kebenaran
 Cara lain menyatakan fungsi proporsional kedalam proposisi adalah dengan
quantification
 Ada dua quantification yaitu :
 Universal quantification
 Existensial Quantification
Universal quantification
 Universal quantification dari P(x) adalah proposisi “P(x) benar untuk semua nilai x
pada universe discourse (D)”
 Notasi :
  x P(x) menyatakan “untuk semua x, P(x) proposisi” atau “untuk
setiap x, P(x) proposisi”
 Pernyataan x P(x) adalah
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
9
 Benar jika P(x) benar untuk setiap x  D
 Salah jika P(x) tidak benar untuk beberapa x  D
 Contoh :
 Setiap mahasiswa didalam kelas belajar logika matematika
 Solusi :
 P(x) = x belajar Logika Matematika
  x P(x)
 Contoh Lainnya :
 Proposisi :  x  N, x+5 > 1 bernilai benar , karena himpunan
kebenarannya = N.
 Proposisi :  x  N, x+2 > 8 bernilai salah , karena himpunan
kebenarannya = {7, 8, 9, … }  N.
Existensial Quantification
 Existensial Quantification dari P(x) adalah proposisi “Ada sebuah elemen x dalam
universe discourse sedemikian sehingga P(x) proposisi
 Notasi :
 xP(x) menyatakan “Ada x sedemikian sehingga P(x) proposisi”, “ada
paling sedikit satu x sedemikian sehingga P(x) proposisi” atau “Untuk
beberapa P(x)”
Contoh :
1. Proposisi :  x  N , x+2 < 5 , bernilai Benar karena terdapat himpunan kebenaran yaitu
{1,2}.
2. Proposisi :  x  N , x+4 < 2 , bernilai Salah, karena tidak ada elemen bilangan asli yang
merupakan anggota himpunan kebenaran atau himpunan kebenaran = {}.
Counter example
 Suatu universal statement x P(x) adalah salah jika x  D sedemikian sehingga
P(x) bernilai salah.
 Nilai x yang membuat P(x) salah disebut sebuah counter example untuk statement x
P(x).
 Contoh : P(x) = “setiap x adalah bilangan prima“, x bilangan integer,
bernilai Salah karena :
 Jika x = 4 (integer) dan 4 bukan bilangan prima, maka 4 adalah
counterexample untuk P(x).
Generalisasi hukum De Morgan’s
 jika P(x) fungsi proposional, maka setiap pasang proposisi dalam a) dan b) dibawah
mempunyai nilai kebenaran yang sama:
a) ~(x P(x)) dan x (~P(x))
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
“tidak benar bahwa untuk setiap x, P(x)" equivalen dengan “Ada sebuah x
mana P(x) tidak benar"
b) ~(x P(x)) dan x(~P(x))
“Tidak benar bahwa ada x untuk mana P(x) benar" equivalen dengan “Untuk
semua x, P(x) tidak benar"
10
Pembuktian
 Dua pertanyaan penting dalam studi matematika adalah:
 Kapan sebuah argumen matematika dikatakan benar?
 Metode apa yang dapat digunakan untuk membangun argumen matematika?
 Sebuah argumen yang menyatakan tentang kebenaran sebuah teorema dikatakan
sebagai bukti (proof)
Valid Argument
 Argumen adalah barisan proposisi yang ditulis sebagai p1, p2 pn /
 Alasan Deduktif: sebuah proses pencapaian konklusi q dari proposisi-proposisi p1,
p2, …, pn
 Proposisi p1, p2, …, pn dikatakan sebagai premis atau hipotesis
 Proposisi q dikatakan sebagai konklusi
 Sebuah argumen dikatakan valid jika semua hipotesis benar maka konklusi juga
benar, sebaliknya dikatakan invalid (fallacy)
Rules of inference (1)
1. Law of detachment or modus ponens
2. Modus tollens
3. Rule of Addition
4. Rule of simplification
5. Rule of conjunction
6. Rule of hypothetical syllogism
7. Rule of disjunctive syllogism
Contoh
Mis: p = n habis dibagi 3
q = n2 habis dibagi 9
: “Jika n habis dibagi 3 maka n2 habis
dibagi 9” adalah pernyataan yang benar
Jika n habis dibagi 3 ( p benar) maka n2 habis dibagi 9 (q) adalah pernyataan yang benar
(modus ponens)
Pembuktian Induksi Matematika
 Digunakan untuk membuktikan universal statements  n  A S(n)
dengan A  N dan N adalah himpunan biangan integer positif atau himpunan bilangan
asli.
S(n) adalah fungsi propositional
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
11
Tahap Induksi Matematika
 Basis step
:
Tunjukkan bahwa
S(1) benar.
 Inductive step :
Asumsikan S(k) benar.
Akan dibuktikan
S(k)  S(k+1).
 Conclusion :
S(n) adalah benar
untuk setiap n bil. integer
positif.
Bahasa Matematika
Himpunan
 Himpunan adalah konsep paling mendasar dari semua cabang matematika
 Secara intuitif, himpunan adalah sebuah kumpulan atau klas dari objek.
 Objek yang berada dalam himpunan disebut elemen atau anggota himpunan
Notasi Himpunan
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
12
 Himpunan biasanya dinyatakan dalam huruf besar,
 misalnya A, B, C, X, Y, …
 Sedangkan anggota himpunan dinyatakan dalam huruf kecil,
 misalnya a, b, c, x, y, …
 Himpunan ditulis dalam bentuk { },
 misalnya A = {1, 3, 7, 10}
 Sering juga ditulis dalam bentuk set builder
 Misalnya B = {x | x adalah bilangan genap}
C = { x | x = 2k + 1, 0 < k < 3}
 Jika x adalah anggota himpunan A, maka:
 Ditulis sebagai: x  A
 Sebaliknya:
 Ditulis sebagai: x  A
 Contoh:
 A = {x | x adalah bilangan ganjil}
berarti : 1  A, 5  A tapi 6  A
Himpunan Hingga dan Tak Hingga
 Himpunan Hingga:
 Himpunan yang anggotanya berhingga atau jumlah anggotanya dapat dihitung
 Contoh:
 A = {1, 2, 3, 4}
 B = {x | x adalah integer, 1 < x < 4}
 M adalah himpunan hari dalam satu minggu
 Himpunan Tak hingga:
 Adalah himpunan yang anggotanya tak berhingga
 Contoh:
 N = {x | x adalah bilangan genap}
 Z = {integer} = {…, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3,…}
 S = {x| x bilangan riil dan 1 < x < 4} = [0, 4]
Kesamaan Himpunan
 Himpunan A dan B dikatakan sama (A = B) jika kedua himpunan mempunyai
anggota yang sama
 Contoh:
 A = {1, 2, 3, 4}
 B = {3, 4, 2, 1}
 C = himpunan bilangan asli yang kurang dari 5
Himpunan Kosong / Empty
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
13
 Himpunan Kosong (  atau { } ) adalah himpunan yang tidak memiliki anggota
 Sering juga dikatakan sebagai null set atau void set
 Contoh:
 A={}
 B = himpunan manusia yang berusia lebih dari
200 tahun saat ini
 C = { x | x2 = 4, x  bilangan ganjil }
Kardinalitas
 Kardinalitas dari himpunan A (notasinya |A|) adalah banyaknya elemen pada A.
 Contoh:
Jika A = {1, 2, 3} maka |A| = 3
Jika B = {x | x bilangan asli dan 1< x< 9}
maka |B| = 9
 Kardinalitas Takhingga
 Countable (misal: bil. Asli, bil. bulat)
 Uncountable (misal: bilangan riil)
Sub Himpunan / Himpunan Bagian
 Jika semua anggota himpunan A adalah anggota himpunan B maka A dikatakan
sebagai himpunan bagian dari B
 ditulis :
AB
 Proper subset:
 A dikatakan proper subset dari B jika A  B dan A  B
 A  B  proper subset
 Contoh:
A = {1, 3, 5} , B = {5, 4, 3, 2, 1} ,
C = {1, 2, 5}
maka diperoleh : A  B, C  B, dan A  C
 Definisi:
Himpunan A dikatakan sama dengan himpunan B (A = B) jika dan hanya jika A 
B dan B  A
 Note: A  B  proper subset
A  B  himpunan bagian/subset
Himpunan Universal
 Himpunan dimana semua anggotanya kemungkinan akan menjadi objek.
  sering disebut Universe of Discourse
 Contoh:
 Dalam studi populasi, maka himpunan universalnya adalah semua manusia
yang hidup di bumi
 X  bilangan riil, bilangan riil disini adalah himpunan universal
 U = { semua bilangan asli }
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
 U = { x | x adalah bilangan asli dan 1< x<10 }
14
Himpunan dari Himpunan (family set)
 Adalah himpunan yang anggotanya himpunan pula.
 Notasinya : A, B,
 Contoh:
A = {2, {3, 5}, 4, {1, 3}}
Himpunan Kuasa / Power Set
 Himpunan kuasa dari X adalah himpunan dari semua himpunan bagian dari X,
 notasinya P(X) atau 2X
 P(X) = { A | A  X }
 Contoh:
 A = {1, 2, 3}
 P(A) = 2A = {, {1}, {2}, {3}, {1,2}, {1,3}, {2,3}, A}
 Jika |X| = n, maka |P(X)| = 2n.
Latihan -1
 Bila diketahui P = {3, {2,3}, {1}, 4} maka pernyataan yang benar yaitu :
(a). 1  P
(b). {1}  P
(c). 3  P
(d). {1}  P
(e). {4}  P
Latihan -2
 Bila diketahui X = {1, 2, 3, 4} dan Y = { a | a bilangan integer dan 0 < a < 5 } maka
akan berlaku hubungan sebagai berikut :
(a). X  Y
(b). Y  X
(c). X = Y
Operasi Dasar Himpunan
Diketahui dua himpunan A dan B, maka
 Gabungan (  ) dari A dan B didefinisikan sebagai himpunan
A  B = { x | x  A atau x  B}
 Irisan (  ) : dari A dan B didefinisikan sebagi himpunan
A  B = { x | x  A dan x  B}
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
15
Himpunan Disjoin
 Himpunan A dan B dikatakan disjoin jika tidak ada satupun anggota A yang menjadi
anggota B demikian juga sebaliknya
 AB=
 Contoh:
 A = {1, 2, 3}
 B = {5, 6, 7}
 A  B =   A disjoin dengan B
Operasi Dasar Himpunan -2
 Selisih ( – ) A terhadap B didefinisikan sebagai:
 A – B = { x | x  A and x  B}
 Komplemen dari A dalam himpunan universal U adalah:
 Ac = U – A
 A - B disebut juga komplemen relatif B dalam A
Operasi Dasar Himpunan -3
 Selisih simetris (Symmetric difference) A terhadap B didefinisikan sebagai:
 A Δ B = (A  B) - (A  B)
Operasi Dasar Himpunan -4
Contoh :
Diketahui A = {1, 3, 5} B = {4,5,6}
dan U = {1,2,3,4,5,6}
maka :
 A  B = {1, 3, 4, 5, 6}
 A  B ={5}
 A – B = {1, 3}
 B – A = {4, 6}
 Ac = {2, 4, 6)
 A Δ B = {1, 3, 4, 6}
Diagram Venn – Euler
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
16
 Diagram Venn adalah bentuk gambar dari himpunan
 Gabungan, irisan, selisih, selisih simetris dan komplemen dapat diidentifikasi dalam
diagram venn
 BA
A
Diagram Garis
B
 Menggambarkan hubungan antara himpunan dengan cara bila A  B maka B
digambarkan lebih tinggi dari A dan dihubungkan dengan garis.
 Bentuknya :
Contoh Diagram garis
 X = {a}, Y = {a, b}, Z = {a, b, c},
W = {a, b, d} tentukanlah diagram garis !
Z
W
Y
X
Hukum Aljabar Himpunan -1
Misalkan U himpunan semesta dan A, B, C sub himpunan dari U maka akan berlaku:
 Hukum Asosiatif :
(A  B)  C = A  (B  C)
(A  B)  C = A  (B C)
 Hukum Komutatif :
AB=BA
AB=BA
 Hukum Distributif :
A(BC) = (AB)(AC)
A(BC) = (AB)(AC)
Hukum Aljabar Himpunan -2
 Hukum Identitas :
AU=A
A = A
 Hukum Komplemen :
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
17
AAc = U
AAc = 
 Hukum Idempoten :
AA = A
AA = A
 Hukum Keterbatasan :
AU = U
A = 
Hukum Aljabar Himpunan -3
 Hukum Absorpsi :
A(AB) = A
 Hukum Involusi :
 Hukum 0/1 :
c = U
A(AB) = A
(Ac)c = A
Uc = 
 Hukum De Morgan’s :
(AB)c = Ac  Bc
(AB)c = Ac  Bc
Latihan 3
 Buatlah diagram Ven dan diagram garis dari :
A = {1,2,3,4,5,6,7,8,9}
B = {2,4,6,8}
C = {1,3,5,7,9}
D = {3,4,5}
E = {3,5}
Latihan 4
 Diketahui himp. semesta
 U = {1,2, …, 10},
 A = {1,4,7,10},
 B = {1,2,3,4,5}, dan
 C = {2,4,6,8}.
 Tentukanlah elemen dari :
1. A  (B  C)
2. Bc  (C – A)
3. (A  B)c  C
4. (B Δ C)  (A  C)
Barisan
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
 Barisan adalah daftar bilangan yang terurut
 dinyatakan dengan:
 sn , merupakan fungsi dari n = 1, 2, 3,...
18
 Jika S adalah barisan {sn| n = 1, 2, 3,…},
 s1 menyatakan elemen pertama,
 s2 sebagai elemen kedua, …
 sn sebagai elemen ke-n
 {n} disebut himpunan indeks dari barisan. Biasanya bilangan asli atau sub
himpunannya.
Contoh :
1. S = {sn} adalah barisan yang diefinisikan dengan:
sn = 1/n , untuk n = 1, 2, 3,…
 beberapa elemen pertamanya : 1, ½, 1/3, ¼, 1/5, 1/6, …
2. S = {sn} barisan yang didefinisikan sebagai sn = n2 + 1, untuk n = 1,2,3,…
 beberapa elemen pertama : 2, 5, 10, 17, 26, 37, 50,…
Suatu barisan S = {sn} dikatakan
 increasing (menaik) jika sn < sn+1
 decreasing (menurun) jika sn > sn+1,
untuk setiap n = 1, 2, 3,…
Contoh :
 Sn = 4 – 2n, n = 1, 2, 3,…  decreasing :
2, 0, -2, -4, -6,…
 Sn = 2n -1, n = 1, 2, 3,…  increasing :
1, 3, 5, 7, 9, …
Sub Barisan
 Sebuah subbarisan dari sebuah barisan s = {sn} adalah barisan t = {tn} yang terdiri
dari elemen tertentu di s dengan urutan sesuai yang ada pada s
 Contoh:
 s = {sn = n | n = 1, 2, 3,…}
 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,…
 t = {tn = 2n | n = 1, 2, 3,…}
 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16,…
 t adalah subbarisan dari s
Notasi Sigma (  )/Sumasi
 Jika {an} barisan, maka jumlah nya :
m
 ak = a1 + a2 + … + am
k=1
disebut juga “notasi sigma -  ”
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
19
Notasi Pi ()
 Jika {an} barisan , maka perkalian
m  an = a1a2…am
n=1
Disebut juga dengan notasi pi - 
String
 X himpunan yang tidak kosong. Suatu string atas X adalah barisan hingga elemenelemen dari X.
 Contoh:
 jika X = {a, b, c} maka
  = bbaccc adalah string atas X
 Notasi: bbaccc = b2ac3
 Pajang string  adalah banyaknya elemen-elemen dari  dan dinotasikan ||.
 Misalkan  = b2ac3 maka || = 6.
 String hampa adalah string tanpa elemen, yang dinotasikan sebagai:  (lambda)
 Panjang string hampa adalah nol
 Misal:
 X* = {semua strings atas X termasuk }
 Maka:
 X+ = X* - {}, himpunan dari semua string yang tidak hampa
 Concatenation dari dua string  dan  adalah operasi pada string yang yang
menuliskan string  diikuti dengan string  sehingga menghasilkan string baru 
 Contoh :
  = bbaccc dan  = caaba,
maka  = bbaccccaaba = b2ac4a2ba
Sehinga  || = | | + ||
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
20
Bahasa Matematika
Sistem bilangan




Binary digits : 0 dan 1, disebut bits.
Topik bahasan sistem bilangan : binary, hexadecimal and octal.
Ingat kembali sistem bilangan desimal.
Contoh : 45,238 =
8 satuan
8x1
=
8
3 puluhan
3 x 10
=
30
2 ratusan
2 x 100
= 200
5 ribuan
5 x 1000
= 5000
4 puluhan ribu 4 x 10000 = 40000
Konversi Biner ke Desimal
 Bilangan 1111011 akan ekivalen dengan
 1 one
1 x20 =
 1 two
1x21 =
2
 0 four
0x22 =
0
 1 eight
1x23 =
8
 1 sixteen
1x24 =
16
 1 thirty-two 1x25 =
32
 1 sixty-four 1x26 =
64
123 basis 10
1
Konversi desimal ke Biner
 Bilangan 7310 akan ekivalen ke
 73 = 2 x 36 + sisa 1
 36 = 2 x 18 + sisa 0
 18 = 2 x 9 + sisa 0

9 = 2 x 4 + sisa 1

4 = 2 x 2 + sisa 0

2 = 2 x 1 + sisa 0

1 = 2 x 0 + sisa 1
 7310 = 10010012
(hasilnya ditulis dari sisanya mulai dari yang terakhir sampai yang pertama)
Tabel penjumlahan biner
+
0
1
0
1
0
1
1
10
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
21
Penjumlahan Bilangan Biner
 Contoh : 1001012 + 1100112 = ?
 Jawab :
1 1 1  carry ones
1001012
1100112
10110002
Sistem Bilangan Hexadecimal
Decimal system
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
13 14 15
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A
D
B
C
E
F
Hexadecimal system
Konversi Heksa ke Desimal
 Bilangan 3A0B16 akan ekivalen ke :
11 x 160 =
11
0 x 161 =
0
10 x 162 =
2560
3 x 163 =
12288
1485910
Konversi Desimal ke Heksa
 Bilangan 234510 maka
2345 = 146x16 + sisa 9
146 = 9x16 + sisa 2
9 = 0 x 16 + sisa 9
234510 akan ekivalen dengan 92916
Penjumlahan Heksa Desimal

Jumlahkan 23A16 + 8F16
!
23A16
+
8F16
2C916
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
22
Konversi Heksa ke Desimal




Heksa  Desimal  Biner , atau
Satu digit heksa konversikan menjadi 4 digit biner
Contoh :
2A16 = ( ? )2
Konversi Biner ke heksa




Biner  Desimal  Heksa , atau
Satu 4 digit biner konversikan menjadi 1 digit heksa (kelompokan dari kanan)
Contoh :
1101010102 = ( ? )16
ORDERED PAIRS/PASANGAN TERURUT
 Ordered pairs/pasangan terurut terdiri dari dua elemen a dan b dengan a disebut
elemen pertama dan b elemen kedua
 Notasi : (a,b)
 Dua pasangan terurut (a,b) dan (c,d) dikatakan sama jika a = c dan b = d
Produk Cartesian
 Mis A dan B adalah himpunan, maka produk cartesian A x B didefinisikan sebagai:
A x B = {(a,b) | a  A, b  B}
 Contoh 1 :
A = { a, b }
B = { 1,2,3 }
A x B = {(a,1),(a,2),(a,3),(b,1),(b,2),(b,3)}
Fungsi Proporsinal
 Fungsi Proporsional:
 Didefinisikan sebagai produk cartesian A x B dan dinyatakan sebagai P(x,y)
 P(x,y) sering juga dikatan sebagai kalimat terbuka
 Contoh 2 :
 P(x,y) = “x lebih kecil dari y”
 P(x,y) = “x dibagi y”
Relasi
 Sebuah Relasi R terdiri dari:
 Sebuah himpunan A
 Sebuah himpunan B
 Dan sebuah kalimat terbuka P(x,y) yang bernilai benar atau salah untuk setiap
(a,b)  A x B
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
 Maka dikatakan R adalah Relasi dari A ke B dan ditulis: R = (A,B,P(x,y))
 Jika P(a,b) benar  ditulis a R b
 Jika P(a,b) salah  ditulis a R b
23
Defenisi Relasi
 Definisi:
 Sebuah Relasi dari A ke B adalah subset dari A x B
 Contoh 3 :
 A = (1,2,3} B = {a,b}
 R = {(1,a),(1,b),(3,a)}  relasi
Domain dan Range
Misalkan relasi R dari X ke Y,
 domain dari R adalah himpunan
 Dom(R) = { xX | (x, y) R utk beberapa yY}
 range dari R adalah himpunan
 Rng(R) = { yY | (x, y) R utk beberapa x X}
 Contoh:
 Jika X = {1, 2, 3} dan Y = {a, b}
 R = {(1,a), (1,b), (2,b)}
 Maka: Dom(R)= {1, 2}, Rng(R) = (a, b}
Contoh Relasi
 Mis X = {1, 2, 3} dan Y = {a, b, c, d}.
 Def R = {(1,a), (1,d), (2,a), (2,b), (2,c)}
 Relasi dapat disajikan dalam gambar sbb:
Relasi Inverse
 Definisi:
 Sebuah Relasi dari A ke B memiliki Inverse R-1 dari B ke A dinyatakan
sebagai:
R-1 = {(b,a) | (a,b)  R}
 Contoh 4 :
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
 W = {a,b,c}
 R = {(a,b),(a,c),(c,c),(c,b)}  relasi
 R-1 = {(b,a),(c,a),(c,c),(b,c)}  relasi invers
24
Relasi invers
 Contoh: jika R = {(1,a), (1,d), (2,a), (2,b), (2,c)} maka R -1= {(a,1), (d,1), (a,2), (b,2),
(c,2)}
Relasi komposisi
 Definisi:
 Jika R1 relasi dari X  Y dan R2 relasi dari Y  Z maka komposisi dari R1
dan R2 yang dinotasikan R1  R2 merupakan relasi dari X  Z dengan
R1  R2 = { (x,z) | ada y  Y , (x,y)  R1 dan (y,z)  R2 }
 Contoh 5 :
 R1 = {(1,2), (1,6), (2,4), (3,4), (3,6), (3,8)}
 R2 = {(2,u), (4,s), (4,t), (6,t), (8,u)}
 R1  R2 = {(1,u),(1,t),(2,s),(2,t),(3,s),(3,t),(3,u)}
Sifat Relasi
 Refleksif:
 R = (A,A,P(x,y)) adalah relasi di A, maka R disebut relasi refleksif jika:
 a A maka (a,a)  R
 Simetrik:
R relasi di A maka R dikatakan Simetrik:
jika (a,b)  R maka (b,a)  R
 Transitif:
 Sebuah Relasi R di A dikatakan Transitif
Jika  (a,b)  R dan (b,c)  R maka (a,c)  R
 Anti Simetrik:
 Relasi R di A dikatakan anti Simetrik
Jika  (a,b)  R dan (b,a)  R maka a = b
 Contoh 6 :
A = {1,2,3,4}
R = {(x,y) | x habis membagi y, x & y  A }
Maka sifat dari R tersebut adalah :
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
 R refleksif
 R tidak simetrik
 R transitif
 R anti simetrik
25
 Contoh 7 :
S = {1,2,3}
R = {(1,1), (1,2), (1,3), (2,1), (2,3)}
Maka sifat relasinya adalah ?
 Tidak refleksif
 Tidak simetrik
 Tidak transitif
 Tidak anti semetrik
Relasi Ekivalen
 Relasi Ekivalen:
 Sebuah relasi R di A dikatakan Ekivalen jika:
 R adalah Refleksif ,Simetrik, dan transitif.
 Contoh 8 :
S = {1,2,3} dan R : S  S
R1 ={(1,1),(1,2),(1,3),(2,1),(2,2), (3,1), (3,3)}
 R relasi tidak ekivalen
R2 ={(1,1),(1,2),(1,3),(2,1),(2,2),
(3,3)} ?
Kelas
Ekivalen
 Jika R relasi ekivalen pada A maka kelas ekivalen a didefinisikan sebagai [a] = { b |
(a,b)  R }  a  A
 Himpunan dari semua kelas ekivalen dari A terhadap relasi R disebut kuosien A pada
R, dengan notasi A/R.
A/R = { [a] |  a  A }
 Contoh 9 :
S = {1,2,3} dan R : S  S
R1 ={(1,1),(1,2),(1,3),(2,1),(2,2), (3,1), (3,3)}
Maka kelas ekivalen dari R adalah ?
Relasi Partial Order
Diketahui R adalah relasi pada A, maka
R adalah relasi partial order jika R memiliki sifat refleksif, anti simetrik, dan transitif.
Misalkan x,yA
 Jika (x,y) atau (y,x)  R, maka x dan y comparable
 Jika (x,y) R dan (y,x) R, maka x dan y incomparable
Jika setiap pasang elemen pada A comparable,
maka R adalah total order pada A
 Contoh 10 :
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
A= {1,2,3,4,5,6}
R:AA
R = { (x,y) | x habis membagi y}
Apakah R relasi Partial order?
26
Partisi
 Suatu partisi S dari A adalah himpunan family {A1, A2,…, An} yang merupakan
subsets dari A, sehingga
 A1A2A3…An = A
 Aj  Ak =   j, k, dengan j  k,
1 < j, k < n.
Contoh 11 :
JIka A = {bil. bulat}, E = {bil bulat genap} dan O = {bil bulat ganjil}, maka S = {E, O}
adalah partisi dari X.
Poset
 Sebuah Partial order dalam himpunan A adalah Relasi R di A dimana:
 R refleksif
 R anti simetrik
 R transitif
 DPL Jika R relasi di A yang merupakan partial order maka (a,b)  R dinyatakan
sebagai: a  b dibaca “a mendahului b”
 Definisi:
 Sebuah himpunan bersama dengan relasi partial order R tertentu di A
dikatakan sebagai partially ordered set
 Beberapa tambahan notasi:
 a < b berarti a  b dan a  b dibaca “a tegas mendahului b”
 b  a berarti a  b dibaca “b mendominasi a”
 b > a berarti a < b dan a  b dibaca “b tegas mendominasi a”
 Dua elemen a dan b dalam Poset dikatakan not comparable jika a  b dan b  a
Totally Ordered set
 Sebuah total order dalam A adalah partial order di A dengan tambahan sifat a < b,
a=b, atau a> b untuk a dan b anggota A
 Sebuah himpunan A bersama dengan total order yang spesifik di A dikatakan totally
ordered set
First And Last Elements
 First Element:
 a  A dikatakan first element dari A jika  x  A berlaku a  x
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
 Last Element:
 b  A dikatakan Last element dari A jika  x  A berlaku x  b
27
Maximal and Minimal Elements
 Maximal Element:
 a  A dikatakan maximal element dari A jika a  x berarti a = x
 Minimal Element:
 b  A dikatakan minimal element dari A jika x  b berarti b = x
Upper and Lower Bound
 Lower Bound
 Mis B subset dari Poset A, sebuah elemen m di A dikatakan lower bound dari
B jika
  x  B, m  x
 Jika sebuah lower bound dari B mendominasi setiap lower bound yang lain
maka disebut greatest lower bound (g.l.b.) atau infimum dari B  inf(B)
 Upper Bound
 Mis B subset dari Poset A, sebuah elemen M di A dikatakan upper bound dari
B jika
  x  B, x  M
 Jika sebuah upper bound dari B didahului oleh setiap upper bound yang lain
maka disebut least upper bound (l.u.b.) atau supremum dari B  sup(B)
Similar Set
 Sebuah ordered set A adalah similar dengan ordered set B (A = B) jia terdapat fungsi
f: A  B yang satu-satu dan onto dengan sifat:
 a, a’  A maka a < a’ Jika dan hanya jika f(a) < f(a’)
 Fungsi f dikatakan similarity mapping dari A pada B
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
28
Bahasa Matematika
Penyajian Relasi Dalam matriks
 Misal X, Y himpunan dan R relasi XY
 Penulisan matriks A = (aij) dari relasi R dengan aturan :
 Baris A = semua element dari X
 Kolom A = semua element dari Y
 Elemen ai,j = 0 jika (xi , yj )  R dengan xi  X dan yj  Y
 Element ai,j = 1 jika (xi , yj )  R dengan xi  X dan yj  Y
Matriks dan Relasi
Contoh:
misal X = {1, 2, 3}, Y = {a, b, c, d}
R = {(1,a), (1,d), (2,a), (2,b), (2,c)}
maka matriks A dari relasi R adalah
A=
a b c
d
1 1 0 0
1
2 1 1 1ccc 0
3 0 0 0
0
 Jika R adalah relasi dari sebuah himpunan X ke dirinya sendiri dan A adalah matriks
dari R maka A adalah matriks bujur sangkar.
 Contoh:
 Misal X = {a, b, c, d} and R = {(a,a), (b,b), (c,c), (d,d), (b,c), (c,b)}. maka
 A=
a
b
c
d
a
1
0
0
0
b
0
c1
1
0
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
c
0
1
1
0
d
0
0
0
1
29
Misal A adalah matriks buju sangkar sebuah relasi R dari X ke dirinya sendiri. Misal A2 =
perkalian matriks AA.
 R adalah refleksif  semua bagian aii pada diagonal utama matriks A adalah 1.
 R adalah simetrik  aij = aji untuk semua i dan j,
 Yaitu R adalah relasi simetrik pada X jika A adalah matriks simetrik
 R adalah transitif  ketika cij pada C = A2 tidak nol dan maka aij pada A juga tidak
nol
 Contoh:
 Misal X = {a, b, c, d} and R = {(a,a), (b,b), (c,c), (d,d), (b,c), (c,b)}. maka
1
0
A
0

0
0 0 0
1 1 0

1 1 0

0 0 1
1
0
2
A 
0

0
0 0 0
2 2 0

2 2 0

0 0 1
 ketika cij pada C = A2 tidak nol dan maka aij pada A juga tidak nol, maka R
dikatakan transitif
 Contoh:
 Misal X = {a, b, c, d} and R = {(a,a), (b,b), (c,c), (d,d), (a,c), (c,b)}. maka
As
1 0 1 0
0 1 0 0
=
0 1 1 0
0 0 0 1
1 1 1
0 1 0
A2 =
0 0 0
0
0
0 2 1 0
1
 c12 = 1 pada C = A2 akan tetapi a12 =0 pada A, berarti R tidak transitif
Database Rasional
 Suatu relasi biner R adalah suatu relasi yang menghubungkan dua himpunan.
 Suatu relasi n-ary R adalah relasi yang menghubungkan n himpunan (X1, X2,…, Xn)
atau
dpl. , R  X1 x X2 x…x Xn.
 Berarti , anggota dari R adalah n-tuples (x1, x2,…, xn) dengan xk  Xk, 1 < k
< n.
Contoh
 Diketahui suatu relasi Mahasiswa (npm, nama, alamat, kota, jkel).
Npm
Nama
Alamat
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
Kota
Jkel
2015
MATEMATIKA DISKRIT
30
126
Kurnia
Margonda
Depok
P
130
Andi
Tigaraksa
Tangerang
P
135
Dewi
Mekarsari
Depok
W
141
Shofi
Jati asih
Bekasi
W
 Tabel yang menyatakan relasi mahasiswa diatas dapat ditulis sebagai himpunan:
 {(126, Kurnia, Margonda, Depok, P), (130, Andi, Tigaraksa, Tanggerang, P),
( 135, Dewi, Mekarsari, Depok, W), (141, Shofi, Jatiasih, Bekasi, W)}
 Yang merupakan relasi R dengan 4-tuple
Database
 Database adalah kumpulan dari record-record yang memuat informasi.
 Database management systems (DBMS) adalah suatu program untuk mengakses dan
mengolah informasi yang tersimpan dalam database.
Model database rasional
 Kolom dari relasi n-ary disebut attributes
 Suatu attribute disebut key jika tidak ada dua entries yang bernilai sama.
 Misal NPM, Kode Matakuliah, No. KTP
 Query adalah permintaan informasi pada database
Operator
 Operator Select : memilih n-tuples dari relasi sesuai kondisi pada attribut-nya.
 Operator Project : memilih dua atau lebih kolom dan menghapus duplikatnya.
 Operator Join : mengolah dua relasi.
Contoh Kasus
 Diketahui suatu relasi Mahasiswa (npm, nama, alamat, kota, jkel).
Npm
Nama
Alamat
Kota
Jkel
126
Kurnia
Margonda
Depok
P
130
Andi
Tigaraksa
Tangerang
P
135
Dewi
Mekarsari
Depok
W
141
Shofi
Jati asih
Bekasi
W
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
31
 Dan relasi krs (npm, kmk, nmk, sks).
Npm
Kmk
Nmk
sks
126
203
Matematika Diskrit
3
130
211
Akuntansi lanjut
2
135
205
Dasar akuntansi
3
141
203
Matematika Diskrit
3
 Select : mahasiswa [kota=Depok]
 kota=“Depok” (mahasiswa)
 Akan menampilkan tuple:
 (126, Kurnia, Margonda, Depok, P)
 ( 135, Dewi, Mekarsari, Depok, W)
 Project : mahasiswa [Nama, Kota]
 Nama, Kota (mahasiswa)
 Akan menampilkan tuple:
 (Kurnia, Depok), (Andi, Tanggerang), (Dewi, Depok), (Shofi, Bekasi)
 Join : mahasiswa x krs [kmk=203, Nama ]
 Nama (kmk=“203” (mahasiswa x krs) )
 Akan Menampilkan:
 (203, Kurnia), (203, Shofi)
Fungsi
 Suatu fungsi f dari X ke Y (f : X  Y) adalah suatu relasi dari X ke Y sedemikian
sehingga untuk setiap anggota X dikaitkan dengan satu dan hanya satu anggota Y.
 Contoh :
X = {a, b, c, d},
Y = {1, 2, 3, 4, 5}
f(a) = f(b) = 3, f(c) = 5, f(d) = 1.
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
32
Domain dan Range
 Domain dari fungsi f adalah X
 Codomain nya adalah Y
 Range dari fungsi f =
{ y | y = f(x),  x X}
Range  codomain
Operator Modulus
 x bilangan bulat non negatif dan y bilangan bulat positif
 r = x mod y adalah sisa hasil bagi x dengan y yang merupakan bilangan bulat positif
 Contoh :
1 = 13 mod 3
6 = 234 mod 19
4 = 2002 mod 111
 mod disebut operator modulus
Fungsi satu-satu (one-one)
 Suatu fungsi f : X  Y disebut fungsi satu-satu bila  x1 , x2  X dan x1  x2
maka f(x1)  f(x2)
 Contoh :
1. f(x) = 2x  fungsi satu-satu
2. f(x) = x2  bukan fungsi satu-satu
karena untuk setiap x bilangan riil berlaku f(x) = f(-x).
Fungsi Pada (onto)
 Suatu fungsi f : X  Y disebut pada/onto  untuk setiap y  Y terdapat paling
sedikit satu elemen x  X dengan f(x) = y.
 dpl. Rng(f) = Y.
 Contoh :
1. f(x) = 2x  fungsi pada
2. f(x) = x2  bukan fungsi pada
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
33
Untuk X dan Y himpunan bilangan riil, akan tetapi, jika Y dibatasi pada Rng(f) = R
+, himpunan bilangan riil positif, maka f(x) pada.
Fungsi Bijektif
 Suatu fungsi f : X Y disebut bijektif  f satu-satu dan pada.
 Contoh :
 Fungsi linier f(x) = ax + b adalah fungsi bijektif, untuk X dan Y bil. riil.
 Fungsi f(x) = x3 adalah bijektif untuk X dan Y bilangan riil.
 Fungsi f(x) = x2 bukan fungsi bijektif, untuk X dan Y bilangan riil.
Fungsi Invers
 Jika fungsi f : X  Y atau y = f(x), maka f invers atau invers dari f ditulis sebagai f –
1 adalah himpunan {x | x  X dan y = f(x)}.
 f inverse atau f -1 tidak selalu berupa fungsi.
 Contoh :
f(x) = x2, maka f inversnya atau f -1(x) = ± x dan bukan fungsi.
 Jika f merupakan fungsi bijektif maka f invers atau f -1 merupakan fungsi atau fungsi
invers.
 Contoh Fungsi Invers 1. f(x) = x + 5 maka fungsi inversnya adalah :
f-1(x) = x – 5 untuk setiap x bilangan riil
 2. f(x) = x3 maka f inversnya adalah :
f-1(x) =
 3. f(x) = x2 + 4x - 1, maka f inversnya ?
 Diberikan dua fungsi g : X  Y & f : Y  Z, fungsi kompoisisi f ◦ g didefinisikan
sebagai
f ◦ g (x) = f(g(x)) x  X.
 Contoh:
g(x) = x2 -1, dan f(x) = 3x + 5. maka
f ◦ g(x) = f(g(x)) = f(x2 -1) = 3(x2 –1) + 5 = 3 x2 + 2
 Bersifat asosiatif
f ◦ (g ◦h) = (f ◦ g) ◦ h,
 Tidak komutatif secara umum :
f ◦ g  g ◦ f.
Beberapa fungsi Diskrit
 Fungsi DIV: hasil bagi integer
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
 5 DIV 3 = 1
 16 DIV 5 = 3
 Fungsi Floor x: nilai integer terbesar yang  x
 1,5 = 1
 -2,3 = -3
 Fungsi ceiling x : nilai integer terkecil yang  x
 9,1 = 10
 -11,3 = -11
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
34
2015
MATEMATIKA DISKRIT
35
ALGORITMA
Pendahuluan
 ALGORITMA adalah suatu kumpulan langkah-langkah yang hingga dan teurut yang
memiliki karakteristik:
 Presisi: Setiap langkah dinyatakan secara tepat
 Unik: hasil dari setiap tahap memiliki definisi yang unik.
 Terbatas : algoritma akan berhenti setelah sejumlah langkah yang hingga.
Karakteristik Lain dari Algoritma
 Input : membutuhkan output
 Output : menghasilkan output
 Berlaku umum : dapat diterapkan untuk himpunan input yang bervariasi
(dinamis)
Penyajian Algoritma
 Algoritma disajikan dalam bentuk diagram alur (flowchart) atau pseudocode (bahasa
semu).
Pseudocode : pemberian instruksi dalam bahasa umum yang mirip dengan bahasa
pemrograman (misal C++ atau Pascal).
 Procedure
 If-then, action
 If-then-else
 Begin
 Do
Contoh -1 Algoritma Sederhana
Algoritma mencari bilangan terbesar dari tiga
bilangan a, b, c:
Assignment operator ()
s  k : “copy nilai k ke s”
 1. Input a, b, c
 2. x  a
 3. If b > x then x  b
 4. If c > x then x  c
 5. Output x
Contoh -2 Algoritma Sederhana
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
Algoritma menentukan akar dari suatu bilangan
bulat positif yang hasilnya bilangan bulat.
 1. Input y
 2. q  0
 3. p  q * q
 4. if p = y then output q “akarnya, stop.
 5. q  q + 1
 6. kembali ke langkah - 3
 lebih tepat disebut Semi Algoritma
36
Contoh -3 Algoritma Sederhana
Perbaikan dari jawaban contoh 2
 1. Input y
 2. q  0
 3. p  q * q
 4. if p = y then output q “akarnya”, end.
 5. if p > y then output “tidak punya akar”, end.
 6. q  q + 1
 7. kembali ke langkah - 3
Algoritma Eugledian
Faktor:
 Diberikan bilangan integer n, dikatakan bahwa k adalah faktor (divisor) dari n,
dinotasikan : k|n, jika k adalah bilangan integer positif dan n = kq dengn q bilangan
integer. Sedangkan q disebut quotient.
 Faktor persekutuan (common divisor) dari dua bilaAngan integer m dan n adalah
bilangan integer positif k sehingga berlaku k|m dan k|n.
 Diberikan dua bilangan integer m dan n, gcd(m,n) atau greatest common divisor dari
m dan n adalah k > 1 dan k merupakan faktor yang terbesar dari semua faktor
persekutuan dari m dan n. Algoritma Euclidean merupakan algoritma untuk mencari
gcd(m, n).
 Teorema 1: jika a bilangan integer nonnegatif, b bilangan integer positif, dan r = a
mod b,
maka gcd(a,b) = gcd(b,r).
 Contoh : jika a = 120, b = 80, maka r = 40 = 120 mod 80.
 Sehingga berlaku, gcd(120,80) = gcd(80,40)
 1. input m , n
 2. r  m mod n
 3. while r  0 do

begin
 4.
mn
 5.
nr
 6.
r  m mod n

endwhile
 7. output n
Contoh kasus :
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
m=5 n=2
Kita telusuri (trace) :
m n r
while output
5 2 1
T
2 1 0
F
1
37
Algoritma Rekursif
 procedure recursive adalah prosedure yang memanggil dirinya sendiri.
 Contoh : diberikan bilangan integer positif n, faktorial dari n didefinisikan
sebagai perkalian dari n dengan semua bilangan yang < n dan > 0.
Notasinya : n! = n(n-1)(n-2)…3.2.1
 n! = n(n-1)! = n(n-1)(n-2)!, dst.
 Algoritma rekursif adalah algoritma yang mengandung prosedur rekursif.
 Komponen algoritma Rekursif :
1. Basis : suatu keadaan yang menyebabkan proses pemanggilan harus berhenti.
1. Rekurens : suatu fungsi/prosedur yang akan memanggil dirinya sendiri, dengan
perubahan parameter dan akan menuju ke basis.
 Contoh kasus : mencari faktorial dari n.
 Algoritmanya :
1. fak(n)
2. IF n = 1 THEN
3.
fak  1
ELSE
4.
fak  n * fak(n-1)
ENDIF
Barisan Fibonacci
 Leonardo Fibonacci (Pisa, Italy, ca. 1170-1250)
 Barisan Fibonacci f1, f2,… didefinisikan secara rekursif sebagai :
f1 = 1
f2 = 2
fn = fn-1 + fn-2 for n > 3
 Beberapa suku pertama barisannya : 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377,
610, 987, 1597,…
Algoritma Barisan Fobonacci
1. fib(n)
2. if n  3 then
3. fib  fib(n-1) + fib(n-2)
else
4. if n = 1 then fib  1
else
5.
fib  2
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
endif
endif
38
Contoh kasus : n = 4
1. fib(4)
3 fib(3)
fib(2)
fib(2)
+ fib(1)
2
2
1
Kompleksitas Algoritma
 Kompleksitas/Complexity: banyaknya waktu tempuh dan atau kebutuhan memori
(space) dalam menjalankan suatu algoritma.
 Kompleksitas tergantung pada banyak faktor : jenis data, jenis komputer, bahasa
pemrograman, dll.
Jenis Komlpeksitas
 Best-case time = waktu minimum yang dibutuhkan dalam menjalankan
algoritma dengan input n data.
 Worst-case time = waktu maksimum yang dibutuhkan dalam menjalankan
algoritma dengan input n data.
 Average-case time = waktu rata-rata yang dibutuhkan dalam menjalankan
algoritma dengan input n data. average time needed
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
MATEMATIKA DISKRIT
39
Ukuran dari Algoritma
Misal f and g fungsi dengan domain Z+ = {1, 2, 3,…}
 f(n) = O(g(n)): f(n) adalah at most g(n)
 (disebut juga sebagai NOTASI BIG Oh untuk f)
 Jika terdapat sebuah konstanta positif C1 sedemikian sehingga berlaku |f(n)| <
C1|g(n)| untuk semua n yang berhingga
 f(n) = (g(n)): f(n) adalah at least g(n)
 (disebut juga sebagai NOTASI OMEGA untuk f)
 Jika terdapat sebuah konstanta positif C2 sedemikian sehingga berlaku |f(n)| >
C2|g(n)| untuk semua n yang berhingga
 f(n) = (g(n)): f(n) is or order g(n) if it is O(g(n)) and (g(n)).(disebut juga sebagai
NOTASI THETA untuk f)
Contoh
60n2 + 5n + 1 ≤ 60n2 + 5n2 + n2 = 66n2,
 Ambil C1 = 66, maka diperoleh:
60n2 + 5n + 1 = 0 (n2 )
 Karena:
60n2 + 5n + 1 ≥ 60n2 ,
n≥1
n≥
 Ambil C2 = 60, maka diperoleh:
60n2 + 5n + 1 = Ω (n2)
 Karena
60n2 + 5n + 1 = 0 (n2)
 dan
602 + 5n + 1= Ω (n2)
 Maka
60n2 + 5n + 1 = Ω (n2)
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN
2015
Download