STUDI PROSES PRODUKSI KARAGINAN MURNI (REFINE CARRAGEENAN) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SECARA OHMIC : PENGARUH LAMA EKSTRAKSI DAN SUHU ALKALISASI Oleh : NURUL MUCHLISAH ZAINUDDIN G 621 08 272 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 i STUDI PROSES PRODUKSI KARAGINAN MURNI (REFINE CARRAGEENAN) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SECARA OHMIC : PENGARUH LAMA EKSTRAKSI DAN SUHU ALKALISASI OLEH : NURUL MUCHLISAH ZAINUDDIN G 621 08 272 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Teknologi Pertanian PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 ii HALAMAN PENGESAHAN Judul : Studi Proses Produksi Karaginan Murni (Refine Carrageenan) Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Secara Ohmic : Pengaruh Lama Ekstraksi Dan Suhu Alkalisasi Nama : Nurul Muchlisah Zainuddin. Stambuk : G.62108272 Program Studi : Keteknikan Pertanian Jurusan : Teknologi Pertanian Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Prof.Dr.Ir.Salengke M.Sc Inge Scorpi Tulliza, STP.,M.Si. NIP. 19631231 198811 1 005 NIP. 19771105 200501 2 001 Mengetahui Ketua Jurusan Ketua Panitia Teknologi Pertanian Ujian Sarjana ii Prof. Dr. Ir. Mulyati M. Tahir, MS NIP. 19570923 198312 2 001 Tanggal Pengesahan : Dr.Ir. Sitti Nur Faridah, MP NIP. 19681007 199303 2 002 Agustus 2012 NURUL MUCHLISAH ZAINUDDIN. (G62108272). Studi Proses Produksi Karaginan Murni (Refine Carrageenan) Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Secara Ohmic : Pengaruh Lama Ekstraksi Dan Suhu Alkalisasi. Di Bawah Bimbingan: Salengke dan Inge Scorpi Tulliza. ABSTRAK Proses produksi karaginan murni secara ohmic dilakukan dengan cara pemanasan rumput laut Eucheuma Cottonii dalam reaktor ohmic pada suhu diatas suhu kelarutan karaginan. Pada penelitian ini, perlakuan yang digunakan meliputi kekuatan medan listrik (60 V dan 90 V), lama proses ekstraksi (0,5 jam dan 2 jam), rasio antara berat rumput laut dengan volume larutan alkali (1:10 dan 1:50), dan suhu ekstraksi ( 85 0C dan 95 0C). Proses Ekstraksi dilakukan dalam larutan alkali dengan konsentrasi 1 N. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan suhu berhubungan linier dengan konduktivitas listrik. Dapat pula dilihat bahwa konduktivitas listrik dari larutan alkali sangat dipengaruhi oleh kekuatan medan listrik yang digunakan. Semakin tinggi kekuatan medan listrik yang digunakan, konduktivitas juga akan semakin tinggi. Semakin lama proses ekstraksi, maka semakin besar pula efek pemanasan yang ditimbulkan sehingga memaksimalkan terjadinya permeabilitas dinding sel. Peningkatan permeabilisasi dinding sel tersebut dapat berperan dalam mempercepat proses reaksi, meningkatkan laju difusi senyawa melewati dinging sel, meningkatkan rendemen ekstraksi senyawa dan cairan dari dalam sel sehingga dapat diperoleh nilai kekuatan gel yang tinggi pula. Kata Kunci: pemanasan ohmik, konduktivitas listrik, rumput laut,eucheuma cottonii iii RIWAYAT HIDUP Nurul Muchlisah Zainuddin. Lahir pada tanggal 6 Juli 1990, di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Anak pertama dari 3 bersaudara, dari pasangan Drs Zainuddin Saleh dan Rusmawati Rasyid. Nurul Muchlisah Zainuddin menghabiskan masa kecilnya di Makassar sebelum pindah ke Sungguminasa Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Jenjang pendidikan formal yang pernah dilalui adalah : 1. Pada tahun 1996 sampai pada tahun 2002, terdaftar sebagai murid di SD Inp Mallengkeri I Makassar 2. Pada tahun 2002 sampai pada tahun 2005, terdaftar sebagai siswa di SMP Negeri 3 Makassar. 3. Pada tahun 2005 sampai pada tahun 2008, terdaftar sebagai siswa di SMA Negeri 2 Makassar. 4. Pada tahun 2008 sampai pada tahun 2012, diterima dipendidikan Universitas Hasanuddin, Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Keteknikan Pertanian,. Setelah lulus melalui UMB tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswi Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin. Selama menjadi mahasiswi Teknologi Pertanian, penulis mempunyai pengalaman tersendiri dalam mengikuti serangkaian kegiatan kampus yang berhubungan dengan mata kuliah ataupun iv kegiatan seminar-seminar baik didalam ataupun diluar kampus Universitas Hasanuddin Makassar. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini sebagaimana mestinya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Penyusunan dan penulisan skripsi tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak dalam bentuk bantuan dan bimbingan. Olehnya itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, kedua adikku dan keluarga besar atas doa dan dukungannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. 2. Bapak Prof.Dr.Ir.Salengke M.Sc dan Ibu Inge Scorpi Tulliza, STP., M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan curahan ilmu, petunjuk, pengarahan, bimbingan, saran, kritikan dan motivasi sejak pelaksanaan penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini. 3. Abd. Aziz STP, M.Si yang telah meluangkan waktu dan tenaganganya untuk membimbing kami selama penelitian berlangsung. 4. Segenap Keluarga Besar Tim Rumput Laut Teaching Industri (Risma, Icca, Fati, Noneng, Amma, Amri, Kak Rahmat serta Alm Vivin Suryati) Beserta Seluruh Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar v khususnya Jurusan Teknologi Pertanian, program studi Keteknikan Pertanian yang telah memberikan ilmunya dalam membimbing kami selama Penulis kuliah. Semoga segala bantuan, petunjuk, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat buat almamater khususnya Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin dan para pembaca. Penulis menyadari bahwa, skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya. Amin Makassar, Agustus 2012 Penulis DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii RINGKASAN ................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iv KATA PENGANTAR ....................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi I. II. PENDAHULUAN 1.1 . Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Tujuan Penelitian............................................................................ 2 1.3. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Laut ................................................................................. 3 2.2. Rumput Laut Eucheuma cottonii ..................................................... 3 2.3. Karaginan ....................................................................................... 4 2.4. Proses Produksi Karaginan ............................................................ 5 vi 2.5. Produksi Karaginan ........................................................................ 6 2.5.1 Produksi Karaginan Setengah Jadi (Semirefine Carrageenan/ SRC) 7 2.5.2 Produksi Karaginan Murni (Refine Carrageenan / RC) ................... 7 2.6. Viskositas ....................................................................................... 7 2.7. Pembentukan Gel ........................................................................... 8 2.8. Pemanasan Ohmic ......................................................................... 9 2.9. Pengecilan Ukuran Bahan .............................................................. 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat ........................................................................ 13 3.2. Alat dan Bahan ............................................................................... 13 3.3. Matriks Perlakuan........................................................................... 13 3.4. Prosedur Penelitian ........................................................................ 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemanasan Ohmic ......................................................................... 20 4.2. Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Konduktivitas Listrik .............. 22 4.3. Perbandingan Konsumsi Energi Rumput Laut Dihaluskan Dan Tidak Dihaluskan ............................................................................ 25 4.4. Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Rendemen ............................ 27 4.5. Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Viskositas.............................. 29 4.6. Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Kekuatan Gel ......................... 31 4.7. Pengaruh Suhu Ekstraksi terhadap Rendemen .............................. 33 4.8. Pengaruh Suhu Ekstraksi terhadap Viskositas ............................... 34 4.9. Pengaruh Suhu Ekstraksi terhadap Kekuatan Gel .......................... 36 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................................... 38 5.2. Saran ........................................................................................ 38 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 39 LAMPIRAN...................................................................................................... 41 vii DAFTAR TABEL Nomor 1. Teks Halaman Parameter Perlakuan Dalam Penelitian ........................................... 13 viii DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Texture Analyzer Tipe TA.XT.Plus ............................................ 9 2. Bagan Alir Prosedur Penelitian ................................................. 19 3. Grafik Pemanasan Ohmic Pada Suhu 85 0C ............................ 20 4. Grafik Pemanasan Ohmic Pada Suhu 95 0C ............................ 20 5. Grafik Pemanasan Ohmic Pada Suhu 85 0C ............................ 21 6. Grafik Pemanasan Ohmic Pada Suhu 95 0C ............................ 22 7. Grafik Perbandingan Konduktivitas Berdasarkan Perlakuan Perbandingan Rumput Laut Dan Larutan Alkali dengan Tegangan Yang Sama. ............................................................ 23 Grafik Perbandingan Konduktivitas Berdasarkan Perlakuan Kekuatan Medan Listrik Yang Berbeda. ................................... 23 8. 9. Grafik Perbandingan Konduktivitas Berdasarkan Perlakuan Perbandingan Rumput Laut Dan Larutan Alkali dengan Tegangan Yang Sama. ............................................................................. 24 10. Grafik Perbandingan Konduktivitas Berdasarkan Perlakuan Kekuatan Medan Listrik Yang Berbeda. ................................... 24 11. Grafik Perbandingan Konsumsi Energi. .................................... 24 12. Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Rendemen Rumput Laut Dihaluskan. ....................................... 27 Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Rendemen Rumput Laut Tidak Dihaluskan. ............................. 27 Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Secara Konvensional Terhadap Rendemen Rumput Laut .................... 28 13. 14. ix Nomor 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. Teks Halaman Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Viskositas Rumput Laut Dihaluskan. ........................................ 29 Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Viskositas Rumput Laut Tidak Dihaluskan................................ 29 Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Secara Konvensional Terhadap Viskositas Rumput Laut. .................... 30 Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Kekuatan Gel Rumput Laut Dihaluskan. ................................... 31 Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Kekuatan Gel Rumput Laut Tidak Dihaluskan. ......................... 31 Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Pemanasan Secara Konvensional Terhadap Kekuatan Gel Rumput Laut ................ 32 Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Rendemen Rumput Laut Dihaluskan. ....................................... 33 Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Rendemen Rumput Laut Tidak Dihaluskan. ............................. 33 Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Pemanasan Secara Konvensional Terhadap Rendemen Rumput Laut .................... 33 Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Viskositas Rumput Laut Dihaluskan. ........................................ 34 Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Viskositas Rumput Laut Dihaluskan. ........................................ 35 Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Pemanasan Secara Konvensional Terhadap Viskositas Rumput Laut. .................... 35 Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kekuatan Gel Rumput Laut Dihaluskan. ................................... 36 Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Viskositas Rumput Laut Tidak Dihaluskan................................ 36 Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Pemanasan Secara Konvensional Terhadap Kekuatan Gel Rumput Laut. ............... 37 x DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Halaman 1. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 85 0C, 60 V, 0.5 Jam, 1:10 .. 41 2. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 85 0C, 60 V, 0.5 Jam, 1:50 .. 43 3. Table Data Grafik pemanasan Pada Suhu 85 0C, 60 V, 2 Jam, 1:10...... 45 4. Table Data Grafik pemanasan Pada Suhu 85 0C, 90 V, 2 Jam, 1:50...... 47 5. Table Data Grafik pemanasan Pada Suhu 95 0C, 90 V, 0.5 Jam, 1:10 ... 49 6. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 95 0C, 90 V, 0.5 Jam, 1:50 .. 51 7. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 95 0C, 90 V, 2 Jam, 1:10 ..... 53 8. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 95 0C, 90 V, 2 Jam, 1:50 ..... 55 9. Tabel Data Grafik Pemanasan Pemanasan Pada Suhu 85 0C, 60 V, 0.5 Jam, 1:10 Rumput Laut Tidak Dihaluskan ............................................. 57 10. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 85 0C, 90 V, 0.5 Jam, 1:50 Rumput Laut Tidak Dihaluskan .............................................................. 59 11. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 85 0C, 60 V, 2Jam, 1:10 Rumput Laut Tidak Dihaluskan .............................................................. 61 12. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 85 0C, 90 V, 2Jam, 1:50 Rumput Laut Tidak Dihaluskan .............................................................. 63 13. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 95 0C, 90 V, 0.5Jam, 1:10 Rumput Laut Tidak Dihaluskan ......................................................... 65 14. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 95 0C, 90 V, 0.5Jam, 1:50 Rumput Laut Tidak Dihaluskan .............................................................. 67 15. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 95 0C, 90 V, 2 Jam, 1:10 Rumput Laut Tidak Dihaluskan .............................................................. 69 16. Tabel Data Grafik Pemanasan Pada Suhu 95 0C, 90 V, 2 Jam, 1:50 Rumput Laut Tidak Dihaluskan .............................................................. 71 xi 17. Tabel Data Grafik Konduktivitas Listrik Untuk Rumput Laut yang Dihaluskan, Perbandingan Rumput Laut dan Alkali 1:10 ....................... 73 18. Tabel Data Grafik Konduktivitas Listrik Untuk Rumput Laut yang Dihaluskan, Perbandingan Rumput Laut dan Alkali 1:50 ....................... 75 19. Tabel Data Grafik Konduktivitas Listrik Untuk Rumput Laut yang Dihaluskan, 60 V ................................................................................... 77 20. Tabel Data Grafik Konduktivitas Listrik Untuk Rumput Laut yang Dihaluskan, 90 V ................................................................................... 79 21. Tabel Data Grafik Konduktivitas Listrik Untuk Rumput Laut Tidak Dihaluskan, Perbandingan Rumput Laut dan Alkali 1:10 ....................... 81 22. Tabel Tabel Data Grafik Konduktivitas Listrik Untuk Rumput Laut Tidak Dihaluskan, Perbandingan Rumput Laut dan Alkali 1:50 ....................... 83 23. Tabel Data Grafik Konduktivitas Listrik Untuk Rumput Laut yang Tidak Dihaluskan, 60 V ................................................................................... 85 24. Tabel Data Grafik Konduktivitas Listrik Untuk Rumput Laut yang Tidak Dihaluskan, 90 V ................................................................................... 87 25. Tabel Data Grafik Konsumsi Energi ....................................................... 89 26. Tabel Data Grafik Viskositas, Kekuatan Gel dan Rendemen Ekstraksi Ohmic (Rumput Laut Dihaluskan) .......................................................... 89 27. Tabel Data Grafik Viskositas, Kekuatan Gel dan Rendemen Ekstraksi Ohmic (Rumput Laut Tidak Dihaluskan) ................................................ 90 28. Tabel Data Grafik Viskositas, Kekuatan Gel dan Rendemen Ekstraksi Konvensional (Oilbath) .......................................................................... 91 29. Lampiran Gambar.................................................................................. 92 xii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati yang sangat besar dan beragam. Berbagai sumber daya hayati tersebut merupakan potensi pembangunan yang sangat penting sebagai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Salah satu potensi yang sedang dikembangkan adalah rumput laut. Jenis rumput laut yang bernilai tinggi antara lain adalah Rhodophyceae yang merupakan rumput laut penghasil agar-agar dan karaginan, serta Phaeophyceae yang merupakan penghasil alginat. Beberapa jenis rumput laut penghasil agar-agar diantaranya adalah Gracilaria sp, Gelidium sp, Gellidiella sp. sedangkan penghasil alginate adalah Sargassum sp dan Turbinaria sp. Selain jenis rumput laut penghasil agar-agar, terdapat juga jenis lain yang cukup potensil dan banyak di perairan Indonesia yaitu Eucheuma sp. yang dapat menghasilkan karaginan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai kegunanaan, dimana karaginan tersebut bersifat hidrokoloid, terdiri dari dua senyawa utama, senyawa pertama bersifat mampu membentuk gel dan senyawa kedua mampu menyebabkan cairan menjadi kental (Istini dan Zatnika,1991). Indonesia memiliki sumber daya yang cukup besar baik yang alami maupun untuk budidaya. Saat ini Indonesia masih merupakan eksportir penting di Asia. Sayangnya rumput laut masih banyak diekspor dalam bentuk bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering, sedangkan hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, karaginan dan alginat masih banyak diimpor dengan nilai yang cukup besar. Sedangkan karaginan itu sendiri mempunyai fungsi karakteristik yang sangat dibutuhkan baik dalam industri pangan, kosmetik dan farmasi sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil, serta untuk bahan pangan utamanya untuk mengendalikan tekstur dan menstabilkan makanan. 1 Selain itu, metode yang digunakan untuk menghasilkan rendemen karaginan rumput laut saat ini masih menggunakan sistem konvensional dan keseluruhan proses pengolahannya menggunakan energi yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teknologi baru yaitu teknologi ohmic yang diharapkan dapat menurunkan konsumsi energi dalam proses pengolahan dan dapat meningkatkan hasil rendemen karaginan rumput laut yang dihasilkan. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan sebuah penelitian dengan menggunakan teknologi ohmic untuk meningkatkan rendemen dan kualitas gel karaginan murni dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan melakukan perlakuan terhadap beberapa kondisi suhu dan lama pemanasan. 1.2.Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui serta mempelajari pengaruh lama dan suhu pemanasan ohmic dalam proses ekstraksi dan alkalisasi karaginan terhadap rendemen dan kualitas gel keraginan murni ( Refine Carrageenan / RC) dari rumput laut Eucheuma cottonii. Penelitian ini berguna sebagai sumber informasi bagi industri rumput laut dalam mengoptimalkan proses pengolahan rumput laut jenis Eucheuma cottonii untuk menghasilkan karaginan murni. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut adalah makroalga yang hidup di laut maupun air payau. Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada subtrat tertentu, tidak mempunyai akar batang dan daun sejati; tapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Anggadiredja dkk, 2006). Secara taksonomi, rumput laut dikelompokkan kedalam Divisio Thallophyta. Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu sebagai berikut (Anggadiredja dkk, 2006) : 1. Rhodophyceae (ganggang merah) 2. Phaeophyceae (ganggang coklat) 3. Chlorophyceae (ganggang hijau) 4. Cyanophyceae (ganggang biru-hijau) Beberapa jenis rumput laut Indonesia yang bernilai ekonomis dan sejak dulu sudah diperdagangkan yaitu Euchema sp., Hypnea sp., Gracilaria sp., dan Gelidium sp. dari kelas Rhodophyceae serta Sargassum sp. dari kelas Phaeophyceae. Euchema sp. dan Hypnea sp. menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokolid yang disebut karaginan (carrageenan). Gracilaria sp. dan gelidium sp. menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokolid yang disebut agar. Sementara, Sargassum sp. menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokolid yang disebut alginat. Rumput laut yang menghasilkan karaginan disebut pula Carrageenophyte (karaginofit), penghasil agar disebut agarophyte (agarofit), dan penghasil alginat disebut alginophyte (alginofit) (Anggadiredja dkk, 2006). 2.2 Rumput Laut Eucheuma cottonii Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii. Nama daerah ‘cottonii’ 3 umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional (Doty, 1985 dalam Samsuari, 2006). Nama daerah (dagang) yang lebih dikenal untuk jenis ini yaitu E.cottonii. Taksonomi Eucheuma sebagai berikut Anggadiredja dkk,(2006) : Divisio : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Bangsa : Gigartinales Suku : Solierisceae Marga : Eucheuma Jenis : Eucheuma spinosum (Eucheuma denticulatum) Eucheuma cottoni (Kappaphycus alvarezii) Ciri-ciri rumput laut Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris; permukaan licin; Cartilogeneus (menyerupai tulang rawan/muda); serta berwarna terang, hijau olive, dan cokelat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), dan duri lunak / tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat alternates (berseling), tidak teratur, serta dapat bersifat dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga). Rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya. Di alam, jenis ini biasanya hidup berkumpul dalam satu komunitas atau koloni dan indikator jenisnya antara lain jenis-jenis Caulerpa, Hypnea, Turbinaria, Padina, Gracillaria, dan Gellidium. Eucheuma cottonii tumbuh di rataan terumbu karang dangkal sampai kedalaman 6 meter, melekat di batu karang, cangkang kerang dan benda keras lainnya. Faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan jenis ini yaitu cukup arus dengan salinitas yang stabil yaitu 28-34 (Anggadiredja dkk, 2006). 2.3 Karaginan Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air atau larutan alkali pada suhu yang tinggi (Pebrianata, 2005 dalam Gliksman, 1982). 4 Karaginan yaitu senyawa hidrokoloid yang merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit, seperti Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp (Anggadiredja dkk, 2006). Didasarkan pada stereotipe struktur molekul dan posisi ion sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu iota-carrageenan, kappacarrageenan, dan lambda-carrageenan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel dan reaksinya terhadap protein (Anggadiredja dkk, 2006). Karaginan berdasarkan kandungan sulfatnya dibedakan menjadi dua fraksi yaitu kappa karaginan yang mengandung sulfat kurang dari 28% dan iota karagian jika lebih dari 30% . Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii, iota-karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum sedangkan lamda karaginan dari Chondrus crispus (Winarno, 1996). Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Sifat-sifat fisik-kimia karaginan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas pH (Samsuari, 2006). Derajat kekentalan karaginan dipengaruhi oleh konsentrasi, suhu dan molekul lain yang larut dalam campuran tersebut. Kekentalan larutan karaginan akan berkurang dengan cepat seiring meningkatnya suhu. Kemampuan karaginan dalam membentuk gel (menjedal) dibedakan dari yang kuat sampai rapuh (britle) dengan tipe yang lembut dan elastik. Tekstur tersebut tergantung dari jenis karaginan, konsentrasi, keberadaan ion-ion lain, keberadaan larutan lain, serta senyawa hidrokoloid yang tidak membentuk gel (Anggadiredja dkk, 2006). 2.4 Proses Produksi Keraginan Alkalisasi merupakan tahap untuk mendapatkan karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii. Towle (1973) menyatakan bahwa larutan alkali mempunyai dua fungsi yaitu membantu ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan berfungsi untuk mengkatalisis hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk 3,6-anhidrogalaktosa sehingga mengakibatkan kenaikan kekuatan gelnya. Penggunaan alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi 3,6-anhidro- 5 D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas produk terhadap protein (Towle 1973). Penelitian yang dilakukan Zulfriady dan Sudjatmiko (1995), menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan menggunakan (KOH) berpengaruh terhadap kenaikan rendemen dan mutu karaginan yang dihasilkan. Metode tradisional produksi karaginan didasarkan pada kemampuan osmosis rumput laut. Pemanasan rumput laut dalam air cenderung mendesak karaginan terekstraksi keluar dari jaringan sel rumput laut. Metode ekstraksi dengan air panas seperti ini akan menghasilkan karaginan tanpa campuran bahan kimia yang dalam perdagangan dikenal dengan nama native carrageenan. Akan tetapi, rendemen ekstraksi akan lebih rendah dibandingkan pemanasan dalam larutan alkali. Dalam pengolahan rumput laut untuk menghasilkan produk seperti karaginan, agar, dan alginat, larutan alkali yang digunakan sebagai medium pemasakan memiliki dua fungsi. Pertama, alkali membantu proses pemuaian (pembengkakan) jaringan sel-sel rumput laut yang mempermudah keluarnya karaginan, agar, atau alginat dari dalam jaringan. Kedua, apabila alkali digunakan pada konsentrasi yang sukup tinggi, dapat menyebabkan terjadinya modifikasi struktur kimia karaginan akibat terlepasnya gugus 6-sulfat dari karaginan sehingga terbentuk residu 3,6-anhydro-D-galactose dalam rantai polysakarida. Hal ini akan meningkatkan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Selain itu, senyawa alkali memudahkan dapat proses memisahkan ektraksi protein karaginan dari dari jaringan jaringan sehingga rumput laut (Stanly, 1987). 2.5 Produksi Keraginan Kappa karaginan, iota karaginan, dan lambda karaginan dibedakan oleh jumlah dan posisi ester sulfat dan kandungan dari 3,6 anhidro glaktosa. Produk-produk kappa-, iota-, maupun lambda karaginan diperoleh dari bahan baku yang berbeda dengan metode produksi yang berbeda pula (Anggadiredja dkk, 2006) : 6 2.5.1 Produksi Karaginan Setengah Jadi (Semirefine Carrageenan/ SRC) Karaginan yang berasal dari rumput laut Eucheuma cottonii merupakan jenis kappa karaginan. Proses produksi semirefine carrageenan lebih banyak diaplikasikan pada rumput laut Eucheuma cottonii. Produk SRC ada yang berbentuk Chips dan ada pula yang berbentuk tepung (flour). 2.5.2 Produksi Karaginan Murni (Refine Carrageenan / RC) Selain semirefine, hasil olahan rumput laut karaginofit yaitu refine carrageenan atau karaginan murni. Proses produksi untuk mendapatkan karaginan murni melalui proses ekstraksi karaginan dari rumput laut. Ada dua metode proses produksi karaginan, yaitu metode alkohol (alcohol method) dan metode tekan (pressing method). Pembuatan karaginan mumi terdiri dari tiga tahap, yaitu ekstraksi, penyaringan dan pengeringan. Karaginan yang murni biasanya tanpa warna (bening), tanpa rasa, tak berbau, dan akan membentuk gel yang tidak beraturan di dalam air. Karaginan murni (refined carrageenan) biasanya digunakan untuk industri farmasi dan industri makanan. (Rideout, 1989 dalam Tarigan, 2010). Cara pembuatan karaginan murni (refined carrageenan) biasa dilakukan dengan penggunaan larutan alkali yang dimasukkan ke dalam larutan pemasak untuk membentuk kappa karaginan. Larutan di ekstrak biasanya mengandung 1-2% karaginan, kemudian disaring dan dimurnikan dengan penyaringan kembali. Filtrat yang murni kemudian dilarutkan dengan alkohol atau garam seperti KCl untuk menghasilkan presipitat karagenan. Koagulan ini kemudian dipisahkan dengan cara makanik atau juga dengan cara pengeringan (Rideout, 1986 dalam Tarigan, 2010). 2.6 Viskositas Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan, temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekulmolekul lain (Towle, 1973; FAO, 1990 dalam Samsuari, 2006). 7 Pengukuran viskositas pada prinsipnya adalah mengukur ketahanan gesekan lapisan molekul cairan yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu materi disebabkan karena gesekan internal yang besar sehingga cairanya mengalir (Glicksman, 1983 dalam Soleh, 2011). Terdapat beberapa model pengukuran Viskositas, salah satunya adalah model pengukuran dengan cara Rotational Viscometer. Metode Rotational Viscometer adalah metode yang mendapatkan nilai viskositas dengan mengukur gaya puntir sebuah rotor silinder (spindel) yang dicelupkan ke dalam sample. Pada metode ini sebuah spindel dicelupkan ke dalam cairan yang akan diukur viskositasnya. Gaya gesek antara permukaan spindel dengan cairan akan menentukan tingkat viskositas cairan (Raharjo, 2009). Viskositas merupakan faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi cair (kental) atau produk murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol untuk mengetahui kualitas dari produk akhir (Wulandari, 2010). 2.7 Pembentukan Gel Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan (Fardiaz,1989 dalam Samsuari, 2006). Kekuatan gel sangat penting untuk menentukan perlakuan yang terbaik dalam proses ekstraksi tepung karaginan. Salah satu sifat penting tepung karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan tepung karaginan sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun farmasi (Sodikin, 2010 dalam Soleh Muhammad 2011). Uji tekstur untuk mengukur kekuatan gel diukur dengan menggunakan alat Texture Analyzer. Pada mulanya diciptakan Texture Analyzer untuk membuat simulasi persepsi yang dirasakan oleh gerakan mulut kita. Namun saat ini penggunaan Texture Analyzer tidak hanya terbatas pada bidang Food Industry saja (Raharjo, 2009). 8 Gambar 1. Texture Analyzer Tipe TA.XT.Plus Cara kerja dari Teture Analyzer ini adalah dengan cara menekan atau menarik sample, melalui sebuah Probe yang sesuai dengan aplikasi yang dikehendaki (Raharjo, 2009). 2.8 Pemansan Ohmic Dalam bidang pengolahan pangan, ohmic heating didefinisikan sebagai suatu proses dimana bahan pangan (cair, padatan, atau campuran antara keduanya) dipanasi secara simultan dengan mengalirkan arus listrik melaluinya (Salengke, 2000). Bahan pangan yang dilewati arus listrik memberi respon berupa pembangkitan panas secara internal akibat adanya tahanan listrik dalam bahan pangan tersebut (Sastry and Barach, 2000). Pemanasan Ohmic pada dasarnya menerapkan kontak antara bahan pangan dengan beberapa elektroda yang memiliki perbedaan potensial atau tegangan. Untuk menghasilkan panas, bahan pangan harus memiliki konduktifitas listrik. Pemanas Ohmic menggunakan arus bolak-balik (Direct Current). Pemanas Ohmic berbeda dengan pemanas microwave dari segi penggunaan frekuensi. Pemanas Ohmic dioperasikan dengan frekuensi rendah (50 sampai dengan 60 Hz) yang tidak akan merusak dinding sel, sedangkan microwave dioperasikan pada frekuensi tinggi yaitu sekitar 915 9 sampai 2450 MHz (Sastry, 2002). Frekuensi rendah dalam proses pemanasan menghasilkan rendemen minyak yang lebih tinggi (Silva, 2002). Pemanasan ohmik mengambil nama dari hukum Ohm, yang dikenal sebagai hubungan antara arus, tegangan, dan perlawanan (persamaan 1). Bahan makanan terhubung antara elektroda memiliki resistansi peran dalam rangkaian. πΌ= π π …………………. (1) Seperti yang dijelaskan sebelumnya, konduktifitas listrik bahan pangan memegang peranan penting dalam perancangan sistim pemanasan secara ohmic. Konduktifitas listrik dari setiap bahan dapat diturunkan dari hukum Ohm dan dinyatakan sebagai berikut: ο¦ 1 οΆο¦ ο³ ο½ ο§ ο·ο§ ο¨ RοΈ ο¨ L οΆ ………………… ο· AοΈ (2) Dalam persamaan diatas, 1/R merupakan konduktan listrik dari bahan yang nilainya sama dengan rasio antara besarnya arus listrik (I) yang mengalir melalui bahan dengan gardien dari voltase (V). Jumlah panas yang dibangkitkan dalam bahan pangan akibat aliran arus berhubungan langsung dengan kerapatan arus yang ditimbulkan oleh besarnya medan listrik (field strength) dan konduktifitas listrik dari bahan pangan yang diolah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ( Sastry dan Salengke, 1998 ; Salengke dan Sastry, 1999, 2007a,b), konduktifitas listrik bahan pangan meningkat secara linier dengan peningkatan suhu sehingga proses pemanasan menjadi semakin efektif dengan semakin meningkatnya suhu selama proses pemanasan ohmic berlangsung. Keunggulan utama dari pemanasan ohmic adalah cepat dan sistem pemanasannya yang relatif seragam dan merata, termasuk untuk produk yang mengandung partikulat. Hal tersebut mengurangi jumlah total panas yang kontak dengan produk dibandingkan dengan pemanasan konvensional yang memerlukan waktu untuk terjadinya penetrasi panas ke bagian pusat bahan dan pemanasan partikulat lebih lambat dari fluida ( Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010 ). 10 Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa teknologi ohmic sangat potensil untuk diaplikasikan dalam bidang pengolahan pangan karena selain menimbulkan efek pemanasan, juga dapat menyebabkan terjadinya permeabilisasi dinding sel. Penelitian yang dilakukan oleh Wang (1995), Lima dan Sastry (1999), Kulshrestha dan Sastry (1999), serta Salengke dan Sastry (2005, 2007c) menunjukkan peningkatan permeabilisasi dinding sel pada berbagai produk pertanian akibat pemanasan secara ohmic. Peningkatan permeabilisasi dinding sel tersebut dapat berperan dalam mempercepat proses reaksi, meningkatkan laju diffusi senyawa melewati dinging sel, meningkatkan rendemen ekstraksi senyawa dan cairan dari dalam sel, serta meningkatkan laju pengeringan. Pengaruh pemanasan ohmic tersebut dapat dimanfaatkan dalam pengolahan rumput laut untuk meningkatkan laju reaksi sehingga proses pengolahan dapat dipersingkat, meningkatkan efisiensi proses ektraksi karaginan, agar, dan alginat sehingga diperoleh rendemen yang lebih tinggi, serta meningkatkan laju pengeringan, terutama dalam pengeringan semirefined carrageenan. 2.9 Pengecilan Ukuran Bahan Pengecilan ukuran dapat didefinisikan sebagai penghancuran dan pemotongan mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanis, yaitu membaginya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Bahan mentah sering berukuran lebih besar daripada kebutuhan, sehingga ukuran bahan ini harus diperkecil. Operasi pengecilan ukuran ini dapat dibagi menjadi dua kategori utama, tergantung kepada apakah bahan tersebut bahan cair atau bahan padat. Apabila bahan padat, operasi pengecilan disebut penghancuran dan pemotongan, dan apabila bahan cair disebut emulsifikasi atau atomisasi (Safrizal, 2010). Pengecilan ukuran secara umum digunakan untuk menunjukkan pada suatu operasi, pembagian atau pemecahan bahan secara mekanis menjadi bagian yang berukuran kecil (lebih kecil) tanpa diikuti perubahan sifat kimia. Pengecilanukuran dilakukan untuk menambah permukaan padatan sehingga pada saat penambahan bahan lain pencampuran dapat dilakukan secara merata (Rifai dalam Dediarta 2011). 11 Tujuan Pengecilan Ukuran (Rifai dalam Dediarta, 2009) : 1. Mempermudah ekstraksi unsur tertentu dan struktur komposisi. 2. Penyesuayan dengan kebutuhan spesifikasi produk atau mendapatkan bentuk tertentu. 3. Untuk menambah luas permukaan padatan. 4. Mempermudah pencampuran bahan secara merata. Pengaolahan ukuran mungkin juga berperan penting dalam pemisahan secara mekanis. Misalnya, dalam pengambilan pati dari kentang, kentang harus lebih dahulu dikecilkan sedemikian rupa sehingga sel-selnya terbuka dan glanuar-glanuar pati keluar. Untuk memeperoleh cairan keluar dari padatan juga memudahkan jika padatan dilakukan pengecilan lebih dahulu. Tujuan pengecilan ukuran sebagai bagian operasi adalah untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas (Rifai dalam Dediarta, 2009). 12 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2012 di Laboratorium Processing dan Teaching Industry, Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain terpal plastik, jergen, gunting, termometer, oven, Texture Analyzer TA.XT.Plus , Viscometer Brookfield, blender, vulvilyzer, gelas ukur, timbangan analitik, batang pengaduk, pipet tetes, oil bath, hot plate, potongan pipa 3 cm PVC ¾ inci, refrigerator, saringan, aluminium foil, stopwatch, cawan petridish dan reaktor ohmic dengan spesifikasi panjang reaktor 16,2 cm dan 23,4 cm, dengan diameter 5,08 cm. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan KOH 1 N, air laut, larutan KCl, aquades, kertas label, tissue roll, lakban, air bersih dan rumput laut segar jenis Eucheuma cottonii dengan umur panen 50 hari yang diperoleh Ambon. 3.3 Matriks Perlakuan Perlakuan yang diberikan dalam penelitian meliputi perbedaan voltase selama alkalisasi dengan pemanasan ohmik, perbandingan alkali dengan rumput laut, waktu dan suhu pemanasan. Matriks perlakuan penelitian dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 1. Parameter Perlakuan Dalam Penelitian PERLAKUAN: ΔV (0 dan 4 V/cm), WKT (0.5 dan 2 JAM), SWA-R (1:10 dan 1:50), T (85, 95C) PARAMETER TETAP : C-ALKALI (I N atau 5.81%) MATRIKS PERLAKUAN KODE ΔV WKT HASIL PENGUKURAN SWA-R TAKHIR CALKALI Rendemen Viskositas Control Oilbath RC_V0_W0.5_SR1_10_T85_S1 CTR 0.5 1:10 85 1 RC_V0_W0.5_SR1_10_T85_S2 CTR 0.5 1:10 85 1 RC_V0_W2_SR1_10_T85_S1 CTR 2 1:10 85 1 RC_V0_W2_SR1_10_T85_S2 CTR 2 1:10 85 1 13 Kekuatan Gel Kode ΔV WKT SWA-R TAKHIR CALKALI RC_V0_W0.5_SR1_50_T85_S1 CTR 0.5 1:50 85 1 RC_V0_W0.5_SR1_50_T85_S2 CTR 0.5 1:50 85 1 RC_V0_W2_SR1_50_T85_S1 CTR 2 1:50 85 1 RC_V0_W2_SR1_50_T85_S2 CTR 2 1:50 85 1 RC_V0_W0.5_SR1_10_T95_S1 CTR 0.5 1:10 95 1 RC_V0_W0.5_SR1_10_T95_S2 CTR 0.5 1:10 95 1 RC_V0_W2_SR1_10_T95_S1 CTR 2 1:10 95 1 RC_V0_W2_SR1_10_T95_S2 CTR 2 1:10 95 1 RC_V0_W0.5_SR1_50_T95_S1 CTR 0.5 1:50 95 1 RC_V0_W0.5_SR1_50_T95_S2 CTR 0.5 1:50 95 1 RC_V0_W2_SR1_50_T95_S1 CTR 2 1:50 95 1 RC_V0_W2_SR1_50_T95_S2 CTR 2 1:50 95 1 Rendemen Viskositas Perlakuan Ohmic Blender RC_V6O_W0.5_SR1_10_T85_S1 60 0.5 1:10 85 1 RC_V6O_W0.5_SR1_10_T85_S2 60 0.5 1:10 85 1 RC_V6O_W2_SR1_10_T85_S1 60 2 1:10 85 1 RC_V6O_W2_SR1_10_T85_S2 60 2 1:10 85 1 RC_V9O_W0.5_SR1_50_T85_S1 90 0.5 1:50 85 1 RC_V9O_W0.5_SR1_50_T85_S2 90 0.5 1:50 85 1 RC_V9O_W2_SR1_50_T85_S1 90 2 1:50 85 1 RC_V9O_W2_SR1_50_T85_S2 90 2 1:50 85 1 RC_V9O_W0.5_SR1_10_T95_S1 90 0.5 1:10 95 1 RC_V9O_W0.5_SR1_10_T95_S2 90 0.5 1:10 95 1 RC_V9O_W2_SR1_10_T95_S1 90 2 1:10 95 1 RC_V9O_W2_SR1_10_T95_S2 90 2 1:10 95 1 RC_V9O_W0.5_SR1_50_T95_S1 90 0.5 1:50 95 1 RC_V9O_W0.5_SR1_50_T95_S2 90 0.5 1:50 95 1 RC_V9O_W2_SR1_50_T95_S1 90 2 1:50 95 1 RC_V9O_W2_SR1_50_T95_S2 90 2 1:50 95 1 RC_V6O_W0.5_SR1_10_T85_S1 60 0.5 1:10 85 1 RC_V6O_W0.5_SR1_10_T85_S2 60 0.5 1:10 85 1 RC_V6O_W2_SR1_10_T85_S1 60 2 1:10 85 1 RC_V6O_W2_SR1_10_T85_S2 60 2 1:10 85 1 RC_V9O_W0.5_SR1_50_T85_S1 90 0.5 1:50 85 1 RC_V9O_W0.5_SR1_50_T85_S2 90 0.5 1:50 85 1 RC_V9O_W2_SR1_50_T85_S1 90 2 1:50 85 1 Perlakuan Ohmic tidak dihaluskan RC_V9O_W2_SR1_50_T85_S2 90 2 1:50 85 1 RC_V9O_W0.5_SR1_10_T95_S1 90 0.5 1:10 95 1 RC_V9O_W0.5_SR1_10_T95_S2 90 0.5 1:10 95 1 RC_V9O_W2_SR1_10_T95_S1 90 2 1:10 95 1 RC_V9O_W2_SR1_10_T95_S2 90 2 1:10 95 1 14 Kekuatan Gel Kode ΔV WKT SWA-R TAKHIR CALKALI RC_V9O_W0.5_SR1_50_T95_S1 90 0.5 1:50 95 1 RC_V9O_W0.5_SR1_50_T95_S2 90 0.5 1:50 95 1 RC_V9O_W2_SR1_50_T95_S1 90 2 1:50 95 1 RC_V9O_W2_SR1_50_T95_S2 90 2 1:50 95 1 Rendemen Viskositas Perlakuan : Kekuatan medan listrik (ΔV) : 60 dan 90 V/cm Lama proses alkalsasi (WKT) : 0.5 dan 2 JAM Rasio antara volume rumput laut dan larutan alkali : 1:10 dan 1:50 : 85 0C dan 95 0C Suhu alkalisasi (T-Akhir) Parameter tetap : Konsentrasi larutan alkali (C-Alkali) :1N 3.4 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang akan dilakukan meliputi persiapan bahan, produksi keraginan murni dengan menggunakan metode alkohol dan mengukur viskositas dan kekuatan gel dari E. Cottonii. a. Persiapan Bahan Prosedur yang dilakukan dalam mempersiapkan bahan penelitian adalah sebagai berikut: Menyiapkan rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan umur panen 50 hari kemudian dicuci menggunakan air laut untuk menghilangkan benda asing yang melekat. Rumput laut yang telah dicuci kemudian dijemur di atas terpal plastik hingga mencapai kadar air sekitar 30%. Lalu menyiapkan larutan KOH 1N. b. Produksi Keraginan Murni (Refine Carrageenan / RC) Pada penelitian ini, produksi karaginan murni (Refine Carrageenan / RC) dilakukan dengan 2 metode ekstraksi yaitu menggunakan metode konvensional (Oilbath) sebagai kontrol dan menggunakan metode ohmic. Untuk metode ohmic dilakukan dengan dua perlakuan pada rumput laut yaitu dihaluskan menggunakan dihaluskan dan tidak dihaluskan. 15 Kekuatan Gel 1. Metode Konvensional (Menggunakan Oilbath) Menyiapkan sampel rumput laut Eucheuma cottonii dengan terlebih dahulu melakukan perendaman rumput laut selama ± 15 menit lalu menghaluskan rumput laut dengan cara memblender rumput laut yang telah direndam, kemudian menyiapkan sampel dengan rasio antara berat rumput laut dan larutan alkali 1:10 (25 g rumput laut dengan 250 ml larutan KOH) dan perbandingan 1:50 (15 g rumput laut dengan 750 ml larutan KOH) untuk 2 kali ulangan. Lalu masing-masing sampel diekstraksi selama 0,5 jam dan 2 jam. Suhu akhir pemanasan yaitu 85 0C dan 95 0C. 2. Metode Ohmic ( Rumput laut dihaluskan ) Melakukan perlakuan yang sama dengan metode konvensional dengan rasio antara berat rumput laut dan volume larutan alkali 1:10 (30 g rumput laut dengan 300 ml larutan KOH) dan perbandingan 1:50 (10 g rumput laut dengan 500 ml larutan KOH) untuk 2 kali ulangan. Lalu masing-masing sampel diekstraksi menggunakan reaktor ohmic dengan lama proses ekstraksi yaitu 0,5 jam dan 2 jam dengan kekuatan medan listrik 60 V dan 90 V. Suhu akhir pemanasan yaitu 85 0C dan 95 0C. 3. Metode Ohmic ( Rumput laut tidak dihaluskan ) Menyiapkan sampel rumput laut Eucheuma cottonii dengan terlebih dahulu melakukan perendaman rumput laut selama ± 15 menit dengan rasio antara berat rumput laut dan volume larutan alkali 1:10 (30 g rumput laut dengan 300 ml larutan KOH) dan perbandingan 1:50 (10 g rumput laut dengan 500 ml larutan KOH) untuk 2 kali ulangan. Lalu masing-masing sampel diekstraksi menggunakan reaktor ohmic dengan lama proses ekstraksi yaitu 0,5 jam dan 2 jam dengan kekuatan medan listrik 60 V dan 90 V. Suhu akhir pemanasan yaitu 85 0C dan 95 0C. Setelah pemanasan, hasil yang diperoleh (konvensioal dan ohmic) kemudian disaring untuk memisahkan larutan dengan rumput laut. Larutan yang dihasilkan kemudian dicampur secara perlahan-lahan kedalam larutan KCl dengan volume larutan KCl 2 kali dari larutan rumput laut. Setelah itu dilakukan proses pengadukan selama ± 15 menit kemudian diendapkan selama ± 1 jam. 16 Setelah itu larutan kemudian disaring kembali dan karaginan yang tertahan pada kain saringan kemudian diambil dan diletakkan diatas cawan petridish kemudian dimasukkan kedalam refrigerator selama satu jam. Setelah satu jam, sampel dikeluarkan lalu dilakukan proses thowing yaitu membiarkan sampel berada pada suhu ruang ± 3 menit, lalu membersihkan sisa-sisa air dengan menggunakan kertas tissu. Setelah itu sampel lalu dimasukkan kedalam oven dengan suhu 60 0C selama ± 6 jam. Sampel yang telah dikeringkan kemudian ditimbang, lalu masingmasing sampel diukur kadar airnya dengan menggunakan rumus : % πΎπππ = π΅ππππ‘ π΄π€ππ − π΅ππππ‘ π΄πβππ π₯ 100% … . (3) π΅ππππ‘ π΄πβππ Setelah pengeringan dan penghitungan kadar air, kemudian dihitung rendemen, viskositas dan kekuatan gel karaginan murni (refine carrageenan). 1. Rendemen Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering yang digunakan. Rendemen (%) = π΅ππππ‘ πΎππππππππ πΎπππππ π΅ππππ‘ π π’πππ’π‘ πππ’π‘ πΎπππππ π₯ 100 %.... (4) 2. Viskositas (FMC Corp. 1977) Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara melarutkan 3 g bubuk karaginan dalam 200 ml air, yang diaduk dalam hot plate kemudian larutan dipanaskan dalam oil bath hingga suhu 75 oC dan pengukuran viskositas dilakukan pada suhu tersebut. Viskositas diukur dengan Viscometer Brookfield. Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 0 C kemudian dipasang ke alat ukur viscometer Brookfield. Posisi spindel dalam larutan panas diatur sampai tepat, viskometer dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai 75 0C dan nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh. 17 3. Kekuatan Gel Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan menggunakan Texture Analyzer. Larutan karaginan yang telah diukur viskositasnya dipanaskan kembali kedalam oil bath hingga mencapai suhu 80 0C. Larutan yang telah dipanaskan dicetak dalam pipa PVC 3 4 inchi dengan panjang ο± 3 cm, kemudian didinginkan di dalam refrigerator selama 12 jam dan kemudian diukur dengan menggunakan texture analizer. 18 Mulai Rumput Laut, umur panen 50 Hari Pencucian dengan air laut Penjemuran Hingga Kadar Air 30 % Sortasi Penyiapan Larutan Alkali Penimbangan Sampel Sesuai Dengan Massa Rumput Laut Dengan Larutan KOH Perendaman Sampel Dalam Air Bersih Selama 15 Menit Penyaringan Rumput Laut dihaluskan Rumput Laut tidak dihaluskan Rumput Laut dihaluskan Pencampuran Rumput Laut dan Larutan KOH Pencampuran Rumput Laut dan Larutan KOH Ekstraksi dengan Pemanasan Ohmic Ekstraksi dengan Oilbath Penyaringan Pengadukan dan Pencampuran Larutan KCl Pengendapan Penyaringan Pendinginan, Pengeringan Penepungan Tepung RC Pengukuran : Rendemen, Viskositas dan Kekuatan Gel Selesai Gambar 2. Bagan Alir Prosedur Penelitian 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemanasan Ohmic a. Grafik Pemanasan Ohmic 100 90 80 70 Suhu (0C) 60 60 V, 0.5 Jam, 1:10 50 90 V, 0.5 Jam, 1:50 40 60 V, 2 Jam, 1:10 30 90 V, 2 Jam, 1:50 20 10 0 0 50 100 150 200 250 Waktu (s) Gambar 3. Grafik Pemanasan Ohmic Pada Suhu 85 0C, Rumput Laut dihaluskan 120 100 Suhu (0C) 80 90 V, 0.5 Jam, 1:10 60 90 V, 0.5 Jam, 1:50 40 90 V, 2 Jam, 1:10 90 V, 2 Jam, 1:50 20 0 0 50 100 150 200 250 300 Waktu (s) Gambar 4. Grafik Pemanasan Ohmic Pada Suhu 95 0C, Rumput Laut dihaluskan Gambar 3 dan 4 merupakan grafik pemanasan ohmic pada suhu 85 0C dan 95 0C untuk rumput laut yang dihaluskan. Dari grafik dapat terlihat perbedaan waktu pemanasan untuk suhu 85 0C dan 95 0C dari beragam perlakuan. Pada Gambar 3 dan 4 diketahui bahwa perlakuan 2 jam ekstraksi 20 dengan kekuatan medan listrik 90 V dan perbandingan rumput laut dengan larutan alkali sebesar 1:50 merupakan perlakuan dengan waktu pemanasan ohmic tercepat yaitu selama 2,75 menit dan 3,6 menit. Sedangkan untuk perlakuan 0,5 jam ekstraksi dengan kekuatan medan listrik sebesar 60 V serta perbandingan rumput laut dan larutan alkali 1:10 diperoleh lama ekstraksi terpanjang yaitu selama 3,6 menit untuk suhu 85 0C dan 4,08 menit untuk suhu 95 0C. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kekuatan medan listrik, perbandingan rumput laut dengan larutan alkali dan lama ekstraksi dapat mempercepat proses pemanasan dengan menggunakan teknologi ohmic. . b. Grafik Pemanasan Ohmic 90 80 70 Suhu 0C 60 50 60 V, 0.5 Jam, 1:10 40 90 V, 0.5 Jam, 1:50 90 V, 2 Jam, 1:10 30 90 V, 2 Jam, 1:50 20 10 0 0 50 100 150 200 250 Waktu (s) Gambar 5. Grafik Pemanasan Ohmic Pada Suhu 85 0C, Rumput Laut Tidak dihaluskan 21 120 Suhu 0C 100 80 90 V, 0.5 Jam, 1:10 60 90 V, 0.5 Jam, 1:50 40 90 V, 2 Jam, 1:10 20 90 V, 2 Jam, 1:50 0 0 50 100 150 200 250 300 Waktu (s) Gambar 6. Grafik Pemanasan Ohmic Pada Suhu 95 0C, Rumput Laut Tidak dihaluskan. Hal yang sama juga terjadi untuk rumput laut yang tidak dihaluskan baik pada suhu 85 0C dan suhu 95 0C. Waktu pemanasan tercepat terjadi pada perlakuan dengan lama ekstraksi 2 jam, kekuatan medan listrik 90 V dan perbandingan rumput laut dengan larutan alkali 1:50. Suhu 85 0 C menghasilkan lama ekstraksi 2,9 menit dan suhu 95 0C menghasilkan lama ekstraksi 3,25 menit. Sedangkan untuk lama pemanasan terlama pada suhu 85 0C yaitu pada perlakuan kekuatan medan listrik 60 V, dengan lama ekstraksi 0.5 jam dengan perbandingan rumput laut dan larutan alkali 1:10 selama 3,6 menit, serta 4,5 menit untuk suhu 95 0C. 4.2 Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Konduktifitas Listrik Jumlah panas yang dibangkitkan dalam bahan pangan akibat aliran arus berhubungan langsung dengan kerapatan arus yang ditimbulkan oleh besarnya medan listrik (field strength) dan konduktifitas listrik dari bahan pangan yang diolah (Sastry and Barach, 2000). Nilai Tegangan yang tinggi dapat meningkatkan jumlah panas yang dibangkitkan pada bahan pangan sehingga berpengaruh terhadap konduktivitas yang dihasilkan. Berikut grafik perbandingan konduktivitas dan suhu. Sebagai perbandingan disajikan grafik perlakuan rumput laut yang dihaluskan dan tidak dihaluskan. 22 a. Grafik Perbandingan Dihaluskan) 12 Ohmic (Rumput Laut y = 0.0903x + 3.2796 R² = 0.9855 10 Konduktivitas (S/m) Konduktivitas y = 0.1x + 3.123 R² = 0.9924 8 6 1:10 4 1:50 Linear (1:10) 2 Linear (1:50) 0 20 30 40 50 60 70 80 90 Suhu 0C Gambar 7. Grafik Perbandingan Konduktivitas Berdasarkan Perlakuan Perbandingan Rumput Laut Dan Larutan Alkali dengan Tegangan Yang Sama. 12 y = 0.0903x + 3.2796 R² = 0.9855 Konduktivitas (S/m) 10 8 y = 0.0777x + 2.9777 R² = 0.9718 6 60 V 4 90 V 2 Linear (60 V) Linear (90 V) 0 20 30 40 50 Suhu 60 70 80 90 0C Gambar 8. Grafik Perbandingan Konduktivitas Berdasarkan Perlakuan Kekuatan Medan Listrik Yang Berbeda. 23 b. Grafik Perbandingan Konduktivitas Ohmic (Rumput Laut Tidak Dihaluskan) 14 Konduktivitas (S/m) 12 y = 0.1057x + 3.8112 R² = 0.9869 10 8 6 y = 0.1048x + 2.6804 R² = 0.9861 4 1:10 1:50 Linear (1:10) Linear (1:50) 2 0 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Suhu 0C Gambar 9. Grafik Perbandingan Konduktivitas Berdasarkan Perlakuan Perbandingan Rumput Laut Dan Larutan Alkali dengan Tegangan Yang Sama. 14 Konduktivitas (S/m) 12 10 y = 0.1057x + 3.8112 R² = 0.9869 8 60 V 90 V 6 4 y = 0.0675x + 2.7328 R² = 0.9856 Linear (60 V) Linear (90 V) 2 0 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 Suhu 0C Gambar 10. Grafik Perbandingan Konduktivitas Berdasarkan Perlakuan Kekuatan Medan Listrik Yang Berbeda. Gambar 7, 8, 9 dan 10 menunjukkan perbandingan nilai konduktivitas (S/m) terhadap suhu (0C) dari rumput laut yang dihaluskan maupun tidak dihaluskan. Gambar 7 dan 9 merupakan grafik perbandingan konduktivitas dengan SWA-R (perbandingan rumput laut dan larutan alkali) yang berbeda. Berdasarkan Gambar 7 dan 9 tidak terlihat pengaruh yang besar terhadap 24 peningkatan nilai konduktivitas listrik berdasarkan perbandingan rumput laut dengan larutan alkali 1:10 dan 1:50. Gambar 8 dan 10 merupakan grafik perbandingan konduktivitas dengan kekuatan medan listrik yang berbeda. Berdasarkan Gambar 8 dan 10 terlihat perbedaan nilai konduktivitas antara 60 V dan 90 V baik untuk rumput laut yang dihaluskan maupun rumput laut yang tidak dihaluskan. Berdasarkan Gambar 7, 8, 9 dan 10 perlakuan yang mempengaruhi kenaikan konduktivitas adalah perlakuan dengan kekuatan medan listrik yang berbeda. Hal ini terjadi karena kekuatan medan listrik sangat mempengaruhi konduktivitas. Jumlah panas yang dibangkitkan dalam proses ekstraksi rumput laut akibat adanya aliran arus berhubungan langsung dengan kerapatan arus. Kerapatan arus tersebut ditimbulkan oleh besarnya medan listrik serta konduktivitas listrik dari bahan pangan yang diolah. 4.3 Perbandingan Konsumsi Energi Rumput Laut Dihaluskan Dan Tidak Dihaluskan Salah satu kelebihan menggunakan teknologi ohmic untuk pemanfaatan dalam bidang pangan adalah efisiensi energi yang tinggi, karena 90% dari energi listrik diubah menjadi panas (Rindang S, dkk, 2012 ). Berikut grafik perbandingan konsumsi energi (kW-h) terhadap berbagai perlakuan untuk rumput laut dihaluskan maupun tidak dihaluskan. 0.03 Rumput laut dihaluskan Konsumsi Energi (kW-h) 0.025 Rumput Laut tidak dihaluskan 0.02 0.015 0.01 0.005 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 11. Grafik Perbandingan Konsumsi Energi. 25 Keterangan : Rumput Laut Dihaluskan 1 = 85 0C, 0.5 Jam, 1:10, 60 V 2 = 85 0C, 0.5 Jam, 1:50, 90 V 3 = 85 0C, 2 Jam, 1:10, 60 V 4 = 85 0C, 2 Jam, 1:50, 90 V 5 = 95 0C, 0.5 Jam, 1:10, 90 V 6 = 95 0C, 0.5 Jam, 1:50, 90 V 7 = 95 0C, 2 Jam, 1:10, 90 V 8 = 95 0C, 2 Jam, 1:50, 90 V Rumput Laut Tidak Dihaluskan 1 = 85 0C, 0.5 Jam, 1:10, 60 V 2 = 85 0C, 0.5 Jam, 1:50, 90 V 3 = 85 0C, 2 Jam, 1:10, 60 V 4 = 85 0C, 2 Jam, 1:50, 90 V 5 = 95 0C, 0.5 Jam, 1:10, 90 V 6 = 95 0C, 0.5 Jam, 1:50, 90 V 7 = 95 0C, 2 Jam, 1:10, 90 V 8 = 95 0C, 2 Jam, 1:50, 90 V Gambar 11 menunjukkan grafik perbandingan konsumsi energi dengan berbagai perlakuan. Konsumsi energi terkecil yaitu 0,0111 kW-h terdapat pada perlakuan dengan suhu 85 0 C, lama ekstraksi 2 jam, perbandingan rumput laut dengan larutan alkali 1:10 dan kekuatan medan listrik sebesar 90 V. Konsumsi energi paling besar untuk rumput laut dihaluskan yaitu 0,0182 kW-h terdapat pada perlakuan dengan suhu 95 0C, lama ekstraksi 0,5 jam, perbandingan rumput laut dengan larutan alkali 1:50 dan kekuatan medan listrik sebesar 90 V. Konsumsi energi terkecil yaitu 0,0104 kW-h terdapat pada perlakuan dengan suhu 85 0C, lama ekstraksi 2 jam, perbandingan rumput laut dengan larutan alkali 1:10 dan kekuatan mean listrik 90 V. Konsumsi energi paling besar untuk rumput laut tidak dihaluskan yaitu 0,0248 kW-h terdapat pada perlakuan dengan suhu 95 0C, lama ekstraksi 2 jam, perbandingan rumput laut dengan larutan alkali 1:10 dan kekuatan medan listrik 90 V. Berdasarkan gambar 11, untuk rumput laut dihaluskan, nilai konsumsi energi rata-ratanya sebesar 0,0155 kW-h. Sedangkan untuk rumput laut tidak dihaluskan, nilai konsumsi energi rata-ratanya sebesar 0,159 kW-h. 26 4.4 Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Rendemen a. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic 60% Rendemen (%) 50% 40% 0.5 Jam 30% 2 Jam 20% 10% 0% V6O_SR1_10_T85 V9O_SR1_50_T85 V9O_SR1_10_T95 V9O_SR1_50_T95 Gambar 12. Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Rendemen Rumput Laut Dihaluskan. b. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic 60% Rendemen (%) 50% 40% 0.5 Jam 30% 2 Jam 20% 10% 0% V6O_SR1_10_T85 V9O_SR1_50_T85 V9O_SR1_10_T95 V9O_SR1_50_T95 Gambar 13. Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Rendemen Rumput Laut Tidak Dihaluskan. 27 c. Ekstraksi dengan Metode Konvensional (Oilbath) 60% Rendemen (%) 50% 40% 0.5 Jam 30% 2 Jam 20% 10% 0% VO_SR1_10_T85 VO_SR1_50_T85 VO_SR1_10_T95 VO_SR1_50_T95 Gambar 14. Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Secara Konvensional Terhadap Rendemen Rumput Laut. Pada Gambar 12, 13 dan 14 terlihat bahwa rendemen karaginan mengalami peningkatan dengan bertambahnya lama ekstraksi. Hasil rata-rata rendemen berdasarkan lama ekstraksi menunjukkan bahwa lama ekstraksi 2 jam mengandung rendemen lebih tinggi dibandingkan dengan lama ekstraksi 0,5 jam. Sedangkan untuk ekstraksi menggunakan metode ohmic, rendemen yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional (oilbath). Hal ini juga berhubungan dengan lama proses ekstraksi rumput laut secara ohmic. Semakin lama proses ekstraksi, maka semakin besar memaksimalkan pula efek terjadinya pemanasan permeabilitas yang ditimbulkan dinding sel. sehingga Peningkatan permeabilisasi dinding sel tersebut dapat berperan dalam mempercepat proses reaksi, meningkatkan laju diffusi senyawa melewati dinging sel, meningkatkan rendemen ekstraksi senyawa dan cairan dari dalam sel. (Wang (1995), Lima dan Sastry (1999), Kulshrestha dan Sastry (1999), serta Salengke dan Sastry (2005, 2007c). Semakin lama proses ekstraksi dan semakin tinggi suhu ekstraksi akan meningkatkan rendemen karaginan. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut kontak dengan panas maupun dengan larutan pengekstrak, maka semakin banyak karaginan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan rendemen karaginan semakin tinggi (Samsuari, 2006). 28 4.5 Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Viskositas Viskositas merupakan salah satu sifat fisik karaginan yang cukup penting. Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan karaginan sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan biasanya diukur pada suhu 75 0C (Samsuari, 2006). a. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic 18 16 14 Viskositas 12 10 0.5 Jam 8 2 Jam 6 4 2 0 V6O_SR1_10_T85 V9O_SR1_50_T85 V9O_SR1_10_T95 V9O_SR1_50_T95 Gambar 15. Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Viskositas Rumput Laut Dihaluskan. b. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic 14 12 Viskositas 10 8 0.5 Jam 6 2 Jam 4 2 0 V6O_SR1_10_T85 V9O_SR1_50_T85 V9O_SR1_10_T95 V9O_SR1_50_T95 Gambar 16. Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Viskositas Rumput Laut Tidak Dihaluskan 29 c. Ekstraksi Dengan Metode Konvensional (Oilbath) 16 14 Viskositas 12 10 0.5 Jam 8 2 Jam 6 4 2 0 VO_SR1_10_T85 VO_SR1_50_T85 VO_SR1_10_T95 VO_SR1_50_T95 Gambar 17. Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Secara Konvensional Terhadap Viskositas Rumput Laut. Nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian ini rata-rata adalah 9,588 cP. Untuk ohmic dengan rumput laut yang dihaluskan, nilai viskositas rata-rata sebesar 9,475 cP, untuk perlakuan ohmic dengan rumput laut yang tidak dihaluskan nilai viskositas rata-ratanya sebesar 9,575 cP, sedangkan untuk oilbath nilai viskositas rata-ratanya sebesar 9,714 cP. Nilai viskositas tertinggi untuk ekstraksi menggunakan metode ohmic dengan rumput laut yang dihaluskan diperoleh dari perlakuan 0,5 Jam dengan suhu 95 0C sedangkan terendah pada perlakuan waktu 0,5 jam pada suhu 85 0C. Nilai viskositas tertinggi untuk ekstraksi dengan metode ohmic dengan rumput laut yang tidak dihaluskan diperoleh dari perlakuan 0,5 Jam pada suhu 95 0C, sedangkan terendah pada perlakuan lama ekstraksi 2 jam pada suhu 95 0C. Nilai viskositas untuk metode konvensional (oilbath) tertinggi diperoleh dari perlakuan pemasakan 0,5 jam pada suhu 95 0C dan terendah pada lama pemasakan 0,5 jam dan suhu 85 0C. . 30 4.6 Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Kekuatan Gel Kekuatan gel sangat penting untuk menentukan perlakuan yang terbaik dalam proses ekstraksi tepung karaginan. Salah satu sifat penting tepung karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan tepung karaginan sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun farmasi (Samsuari, 2006). a. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic Kekuatan Gel (gr/cm2) 250 200 150 0.5 Jam 2 Jam 100 50 0 V6O_SR1_10_T85 V9O_SR1_50_T85 V9O_SR1_10_T95 V9O_SR1_50_T95 Gambar 18. Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Kekuatan Gel Rumput Laut Dihaluskan. b. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic 100 Kekuatan Gel (gr/cm2) 90 80 70 60 50 0.5 Jam 40 2 Jam 30 20 10 0 V6O_SR1_10_T85 V9O_SR1_50_T85 V9O_SR1_10_T95 V9O_SR1_50_T95 Gambar 19. Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Kekuatan Gel Rumput Laut Tidak Dihaluskan. 31 Kekuatan Gel (gr/cm2) c. Ekstraksi Dengan Metode Konvensional (Oilbath) 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0.5 Jam 2 Jam V6O_SR1_10_T85 V9O_SR1_50_T85 V9O_SR1_10_T95 V9O_SR1_50_T95 Gambar 20. Grafik Perbandingan Pengaruh Lama Pemanasan Secara Konvensional Terhadap Kekuatan Gel Rumput Laut. Berdasarkan Gambar 18, 19 dan 20, kekuatan gel tepung karaginan yang diperoleh dari hasil penelitian ini rata-rata berkisar antara 72,410 g/cm2. Untuk kekuatan gel tepung karaginan hasil ekstraksi rumput laut yang telah dihaluskan secara ohmic yang paling tinggi adalah 219,66 g/cm diperoleh dari perlakuan dengan lama ekstraksi 0,5 jam dan suhu ekstraksi 95 0 C. Sedangkan nilai terendah adalah 36,922 g/cm2 terdapat pada perlakuan dengan lama estraksi 2 jam pada suhu 85 0C. Nilai kekuatan gel untuk rumput laut yang tidak dihaluskan yang tertinggi adalah 94,576 g/cm2 diperoleh dari perlakuan lama ekstraksi 0,5 jam, dengan suhu 85 0 C. sedangkan untuk nilai terendah adalah 10,586 g/cm2 diperoleh dari perlakuan pada lama ekstraksi 0.5 jam dengan suhu 85 0C. Untuk metode konvensional menggunakan oilbath, kekuatan gel tertinggi adalah 134,110 g/cm2 terdapat pada perlakuan lama ekstraksi 0,5 jam dengan suhu 95 0C. Dari grafik dapat diketahui bahwa nilai kekuatan gel dengan ekstraksi rumput laut menggunakan teknologi ohmic lebih besar apabila dibandingkan dengan metode konvensional atau menggunakan oilbath. Hal inimembuktikan bahwa teknologi ohmic dapat meningkatkan efisiensi proses ekstraksi karaginan sehingga menghasilkan kekuatan gel yang tinggi, karena kekuatan gel sangat penting untuk menentukan perlakuan yang terbaik dalam proses ekstraksi tepung karaginan (Samsuari, 2006). 32 4.7 Pengaruh Suhu Ekstraksi terhadap Rendemen a. Ekstraksi Dengan metode Ohmic 60% Rendemen (%) 50% 40% 85 0C 30% 95 0C 20% 10% 0% W0.5_SR1_10 W2_SR1_10 W0.5_SR1_50 W2_SR1_50 Gambar 21. Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Rendemen Rumput Laut Dihaluskan. b. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic 60% Rendemen (%) 50% 40% 30% 85 0C 20% 95 0C 10% 0% W0.5_SR1_10 W2_SR1_10 W0.5_SR1_50 W2_SR1_50 Gambar 22. Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Rendemen Rumput Laut Tidak Dihaluskan. c. Ekstraksi Dengan Metode Konvensional 60% Rendemen 50% 40% 30% 85 0C 20% 95 0C 10% 0% W0.5_SR1_10 W2_SR1_10 W0.5_SR1_50 W2_SR1_50 Gambar 23. Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Pemanasan Secara Konvensional Terhadap Rendemen Rumput Laut 33 Selain dipengaruhi oleh lama ekstraksi, rendemen juga dipengaruhi oleh suhu ekstraksi. Pada Gambar 21, 22 dan 23 terlihat bahwa rendemen karaginan mengalami peningkatan dengan semakin besarnya suhu ekstraksi. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu ekstraksi rumput laut, maka semakin tinggi panas yang ditimbulkan, maka semakin banyak karaginan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan rendemen karaginan semakin tinggi (Samsuari, 2006). Selain itu dari Gambar 21, 22 dan 23 dapat dilihat bahwa rendemen yang dihasilkan dengan menggunakan ekstraksi secara ohmic lebih besar jika dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan oilbath. Nilai rendemen tertinggi untuk ekstraksi ohmic dengan rumput laut yang dihaluskan sebesar 51% pada perlakuan dengan suhu 95 0 C, lama ekstraksi 2 jam, perbandingan larutan alkali dan rumput laut sebesar 1:50. Rumput laut yang tidak dihaluskan sebesar 55 % pada perlakuan dengan suhu 95 0C, lama ekstraksi 2 jam, perbandingan larutan alkali dan rumput laut sebesar 1:50 , sedangkan untuk ekstraksi rumput laut menggunakan oilbath, nilai rendemen tertinggi yaitu sebesar 52 % pada perlakuan dengan suhu 95 0C, lama ekstraksi 2 jam, perbandingan larutan alkali dan rumput laut sebesar 1:50. Hal ini dapat terjadi karena ekstraksi karaginan secara ohmic dapat meningkatkan pelepasan karaginan dari dinding sel rumput laut sehingga proses ektraksi karaginan yang tersimpan dalam dinding sel dapat berlangsung secara lebih efisien dan rendemen karaginan yang dihasilkan meningkat. 4.8 Pengaruh Suhu Ekstraksi terhadap Viskositas a. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic Viskositas 20 15 85 0C 10 95 0C 5 0 W0.5_SR1_10 W2_SR1_10 W0.5_SR1_50 W2_SR1_50 Gambar 24. Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Viskositas Rumput Laut Dihaluskan. 34 b. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic 14 12 Viskositas 10 8 85 0C 6 95 0C 4 2 0 W0.5_SR1_10 W2_SR1_10 W0.5_SR1_50 W2_SR1_50 Gambar 25. Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Viskositas Rumput Laut Dihaluskan. c. Ekstraksi Dengan Metode Konvensional (Oilbath) 16 14 Viskositas 12 10 8 85 0C 6 95 0C 4 2 0 W0.5_SR1_10 W2_SR1_10 W0.5_SR1_50 W2_SR1_50 Gambar 26. Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Pemanasan Secara Konvensional Terhadap Viskositas Rumput Laut. Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas merupakan faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi cair (kental) atau produk murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol untuk mengetahui kualitas dari produk akhir (Wulandari, 2010). Berdasarkan Gambar 24, 25 dan 26 suhu ekstraksi mempengaruhi viskositas. Untuk ekstraksi rumput laut menggunakan ohmic, nilai viskositas tertinggi adalah pada perlakuan suhu ekstraksi 95 0C lama ekstraksi 0,5 jam sebesar 16 cP (untuk rumput laut yang dihaluskan) dan suhu 95 0C untuk lama ekstraksi 0,5 jam (rumput laut yang tidak dihaluskan) sebesar 11,6 cP. Sedangkan untuk oilbath, nilai viskositas tertinggi juga pada perlakuan dengan suhu 95 0C waktu 0,5 jam dengan nilai viskositas sebesar 13,4 cP. 35 4.9 Pengaruh Suhu Ekstraksi terhadap Kekuatan Gel Kekuatan gel merupakan sifat fisik karaginan yang utama, karena kekuatan gel menunjukkan kemampuan karaginan dalam pembentukan gel. Salah satu sifat fisik yang penting pada karaginan adalah kekuatan untuk membentuk gel yang disebut sebagai kekuatan gel (Wulandari, 2010). Berikut adalah grafik kekuatan gel baik untuk ekstraksi rumput laut secara ohmic maupun secara konvensional. a. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic Kekuatan Gel (gr/cm2) 250 200 150 85 0C 100 95 0C 50 0 W0.5_SR1_10 W2_SR1_10 W0.5_SR1_50 W2_SR1_50 Gambar 27. Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kekuatan Gel Rumput Laut Dihaluskan. b. Ekstraksi Dengan Metode Ohmic 100 kekuatan Gel 9gr/cm2) 90 80 70 60 50 85 0C 40 95 0C 30 20 10 0 W0.5_SR1_10 W2_SR1_10 W0.5_SR1_50 W2_SR1_50 Gambar 28. Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Viskositas Rumput Laut Tidak Dihaluskan. 36 c. Ekstraksi Dengan Metode Konvensional (Oilbath) 160 Kekuatan Gel (gr/cm2) 140 120 100 85 0C 80 95 0C 60 40 20 0 W0.5_SR1_10 W2_SR1_10 W0.5_SR1_50 W2_SR1_50 Gambar 29. Grafik Perbandingan Pengaruh Suhu Pemanasan Secara Konvensional Terhadap Kekuatan Gel Rumput Laut. Berdasarkan Gambar 27, 28 dan 29 dapat dilihat bahwa nilai kekuatan gel tertinggi rata-rata berkisar pada lama ekstraksi 95 dibandingkan dengan suhu 85 0 C 0 C, yaitu pada ekstraksi menggunakan teknologi ohmic (rumput laut yang dihaluskan) nilainya sebesar 219,666 g/cm2 dan pada ekstraksi menggunakan oilbath dengan nilai kekuatan gel sebesar 134,110 g/cm2. Hal ini menunjukkan bahwa suhu ekstraksi yang tinggi dapat meningkatkan kekuatan gel dari rumput laut. Pada perlakuan dengan lama ekstraksi 0,5 jam, suhu 85 0C, dan perbandingan antara rumput laut dan larutan alkali 1:50, pengukuran kekuatan gel tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan tepung karaginan yang dihasilkan setelah proses ekstraksi menggunakan oilbath tidak memenuhi berat standar untuk pengukuran viskositas dan kekuatan gel, yaitu hanya mencapai berat 0,275 g. Sedangkan untuk mengukur viskositas dan kekuatan gel diperlukan sebanyak 3 g berat tepung karaginan. Hal ini disebabkan karena proses ekstraksi yang mengunakan metode konvensional dengan lama ekstraksi 0,5 jam serta suhu yang digunakan adalah 85 0C tidak memaksimalkan terjadinya ekstraksi pada rumput laut, sehingga karaginan yang dihasilkan tidak mencukupi standar untuk dilakukan pengukuran visksitas dan kekuatan gel. 37 V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Kenaikan nilai konduktivitas dipengaruhi kekuatan medan listrik, semakin tinggi kekuatan medan listrik dan suhu semakin tinggi pula konduktivitas listrik dari larutan alkali. 2. Konsumsi energi terkecil yaitu 0,0104 kW-h terdapat pada perlakuan dengan suhu 85 0C, lama ekstraksi 2 jam, perbandingan rumput laut dengan larutan alkali 1:10 dan voltase 90 V. Konsumsi energi paling besar untuk rumput laut tidak dihaluskan yaitu 0,0248 kW-h diperoleh pada perlakuan dengan suhu 95 0C, lama ekstraksi 2 jam, perbandingan rumput laut dengan larutan alkali 1:10 dan kekuatan medan listrik 90 V. 3. Semakin lama proses ekstraksi dan tinggi suhu ekstraksi yang digunakan, maka akan menghasilkan rendemen yang lebih besar, serta kekuatan gel yang tinggi. 5.2 Saran Dalam melakukan penelitian ini, disarankan agar perlu adanya ketelitian yang tinggi dalam proses penyaringan karaginan yang dihasilkan setelah proses pengendapan berlangsung. Sehingga tidak ada karaginan yang terbuang atau terlewatkan pada saat penyaringan agar diperoleh rendemen karaginan dengan jumlah yang maksimal. 38 DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja, JT, A. Zatnika, H. Purwanto dan S. Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya: Jakarta. Berk, Z., 2009. Food Process Engineering and Technology. Food Science and Technology International Series. Elsevier Brooker, Donald B, dkk, 1974. Drying Cereal Grains. The AVI publishing Company, Inc. Wesport. Dediarta, W, I. 2011. Teknik Penanganan Hasil Pertanian, Pengecilan Ukuran.Universitas Padjajaran. Bandung. Istini S, Zatnika A. 1991. Optimasi Proses Semirefine Carrageenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Di dalam: Teknologi Pasca Panen Rumput Laut. Prosiding Temu Karya Ilmiah; Jakarta, 11-12 Maret 1991. Jakarta. Kulshretha, S.A. and Sastry, S.K. 1999. Low-frequency dielectric changes in vegetable tissues from ohmic heating. Paper presented at the 1999 IFT Annual Meeting, Chicago, IL, July 24-28, 1999. Lima, M. and Sastry, S.K. 1999. The effects of ohmic heating frequency on hot air drying rate and juice yield. Journal of Food Engineering, 41: 115. Pebrianata, E. 2005. Pengaruh Pencampuran Kappa dan iota Karaginan Terhadap Kekuatan Gel dan Viskositas Karaginan Campuran. Institut Pertanian Bogor. Safrizal, R. 2010. Pengecilan Ukuran Bahan. Universitas Syiah Kuala.Banda Aceh Salengke, S. 2000. Electrothermal Effects of Ohmic Heating on Biomaterials. Ph.D. Dissertation, The Ohio State University, Columbus, OH. Salengke, S. and Sastry, S.K. 2005. Effect of ohmic pretreatment on the drying rate of grapes and adsorption isotherm of raisins. Drying Technology 23(3):551-564. Salengke, S. and Sastry, S.K. 2007c. Effects of ohmic pretreatment on oil uptake of potato slices during frying and subsequent cooling. Journal of Food Process Engineering, 30:1-12. Sastry, S. K., dkk. 2002. Ohmic Heating and Moderate Electric Field (MEF) Processing. Journal of Engineering and Food for The 21st Century (47): 785-791 39 Samsuari. 2006. Penelitian Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii di Wilayah Perairan Kabupaten Jeneponto propinsi Sulawesi Selatan. Institut Pertanian Bogor. http://www.damandiri.or.id/file/samsuaripbbab2.pdf, diakses 5 Februari 2012. Silva, Juan L. 2002. Dielectric, Ohmic and Infrared Heating.http://www.msstate. edu/org/silvalab/ Tarigan, J,P. 2010. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Kappa Karagenan Dari Kappaphycus Alvarezii Dengan Proses Murni Dengan Kapasitas Produksi 6 Ton/Jam. Universitas Sumatera Utara Medan. 2010. Towle GA. 1973. Carrageenan. Di dalam: Whistler RL (editor). Industrial Gums. Second Edition. New York: Academik Press. hlm 83 – 114. Wang, W-C. 1995. Ohmic heating of foods: Physical properties and applications. Ph.D. dissertation, The Ohio State University, Columbus, OH. Winarno, FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta. Wulandari, R. 2010. Pembuatan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma Cottoni Dengan Dua Metode. Universitas Sebelas Maret. Surakarta Zulfriady D, Sudjatmiko W. 1995. Pengaruh Kalsium Hidroksida dan Sodium Hidroksida Terhadap mutu Karaginan Rumput Laut E. spinosum. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Bidang Pasca Panen, Sosial, Ekonomi dan Penangkapan. hlm 137-146. 40